Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021 P ISSN 2598-6848

E ISSN 2722-1415

KASTA MENJADI CANDU DAN KEMANUSIAAN YANG


TERLUPAKAN
(Kajian Filosofis)
Oleh
I Gusti Ngurah Agung Panji Tresna
UHN I Gusti Bagus Sugriwa
Email: agungpanjitresna@gmail.com

Kadek Agus Wardana


UHN I Gusti Bagus Sugriwa
Email: Agoes.wardana89@gmail.com

ABSTRACT
Caste is a social phenomenon that is familiar to the Balinese Hindu community, becoming a
social problem due to the blurring that occurs in the development of the color system into caste. In
looking at the socio-cultural phenomenon, the development of a system in society is expected to be
inseparable from human values, because if this obfuscation is allowed it will affect the erosion of the
moral values of society so that it can affect the character of the community itself. Blurry causes class
differences that are not seen from their social function in Balinese Hindu society. The correct
appreciation of religious teachings through holy books is deemed not getting a response from the
public, and mistakes seem to be deliberately maintained which causes such a blur between the color
system and the caste. Mistakes in interpreting the essence and humanity that are interpreted
unilaterally by a view that ultimately messes with the value of humanity itself will cause a split that
will bring humans to the peak of conflict. Color, in fact, has a purpose not to differentiate one group
from another vertically, but to relate to the roles and abilities of each individual. This explains that
color is a designation for people who master a certain field. From this concept explains that every
color has the opportunity to develop goodness for the sake of lofty ideals, this is the true principle of
equality. In fact, humanity with universal Hindu teachings is able to base thoughts on how humans
value other humans beyond the attributes that humans can live. Human values must be upheld as an
effort to maintain human existence based on the teachings of the Dharma as a manifestation of the
creation of a just and civilized human.

Key words: caste, color, obfuscation

1. Pendahuluan disebabkan berbagai persoalan khususnya


Kasta di Bali menjadi sebuah yang paling mencolok adalah lemah dalam
ungkapan yang hingga dewasa ini masih bidang ekonomi.
menjadi perdebatan dan menimbulkan Sebuah fenomena sebagai contoh
fenomena-fenomena yang tergolong kecil dari bentuk hormat berbahasa yang
“klasik” hingga masalah baru di tengah bercirikan feodalisme, ketika sebuah
masyarakat kontemporer. Tak asing pertemuan yang terjadi antara dua orang
memang terdengar pernyataan-pernyataan pedagang di sebuah pasar yang saling tidak
yang terlontar mengagung-agungkan mengenal, sebelum mereka melakukan
berkasta tinggi seakan menjadi candu, dan interaksi terlebih dahulu saling
seakan memarjinalkan hingga merendahkan menanyakan: nawegang napi antuk
setiap orang yang tidak termasuk dalam linggihe, yang mengartikan menanyakan
kelompoknya. Manusia yang dikatakan lawan bicara itu dari golongan mana, salah
berkasta rendah seakan menerima sikap satunya menyebutkan titiang Gusti dan
“direndahkan” derajat kemanusiaannya, yang lain seorang Jaba, maka si Jaba ini

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 33


berbahasa hormat, sementara si Gusti tidak. Penelitian Filsafat karya Anton Bakker dan
Padahal, jika dilihat dari perannya Achmad Charris Zubair. Memfokuskan
masyarakat, ke dua orang tersebut sama- kepada pandangan hidup yang masih
sama berstatus sebagai pedagang, pola implisit, mengupas fenomena-fenomena
seperti ini kerap sering kita temui namun sentral yang berkaitan dengan struktur
bukankah jika kita adalah manusia yang kehidupan sosial dan pendidikan,
berderajat sama wajib hukumnya untuk pandangan dan kebiasaan etis, lambang-
menghormati satu sama lain? lambang dan upacara-upacara, pemikiran,
Dalam ajaran etika moral Hindu dan penghayatan agama. Pengumpulan data
tentunya kita tidak asing dengan ajaran dilengkapi dengan studi kepustakaan, sejauh
Tattwam Asi yang menjadi dasar bahwa telah diadakan penelitian mengenai objek
setiap prilaku yang kita lakukan kepada bersangkutan. Data-data kepustakaan
orang lain adalah bagaimana perlakuan dipadukan dengan data peneliti lapangan
yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri, pribadi, dengan saling memberi verifikasi,
begitu dalam jika dirasa namun hanya koreksi, pelengkapan, pemerincian, dan
menjadi sebuah kalimat indah jika pengkhususan dengan mempergunakan
bertentangan dengan realita, sehingga unsure-unsur metodis seperti; interpretasi,
dibenak penulis timbul sebuah pertanyaan, induksi dan deduksi, koherensi intern,
“apakah ajaran agama hidup dalam diri holistika, kesinambungan histori, dan
umatnya, atau hanya sebatas kitab saja?” refleksi peneliti pribadi (Bakker, 1990: 91-
dari pertanyaan yang berangkat dari suatu 97).
fenomrna sosiaal beragama pada era-industrial
modern ini, segala praktik laku merujuk pada 3. Pembahasan
keadaan dimana rendahnya kesadaran akan a. Pengertian Warna Menurut Hindu
moralitas akan menggiring manusia menuju pada Pengertian warna sesungguhnya amat
praktik-praktik dehumanisme. Menggugah bertolak belakang dengan pengertian kasta
sebuah diskursus untuk menelisik fenomena di India, dan wangsa di Bali. Masing-
tersebut secara mendalam sebagai sebuah masing istilah tersebut memiliki pengertian
upaya mengedukasi dan menyumbangkan sendiri-sendiri dengan sumber yang
gagasan pemikiran dalam menjunjung berbeda-beda. Catur Warna adalah landasan
tinggi nilai kemanusiaan, Tulisan ini konsepsi ajaran kemasyarakatan Hindu
berupaya untuk membuka cakrawala yang bersumber pada kitab suci Hindu. Kata
pemikiran yang tidak hanya berpaku pada warna (aslinya varna) berasal dari Bahasa
sebuah ajaran ataupun sistem budaya, Sansekerta dari urat kata Vri artinya memilih
namun lebih pada bagaimana kontruksi lapangan kerja (Wiana, 1993: 12). Catur
akan pemikiran mampu memandang Warna membagi masyarakat Hindu menjadi
manusia sebagai pantas dihormati, diluar empat kelompok profesi secara paralel
atribut yang manusia dapatkan semasa horizontal. Warna ditentukan oleh guna dan
hidup. Penyajian materi dimulai dari sejarah karma. Guna adalah sifat, bakat dan
perkembangan warna, kaburnya warna pembawaan sesorang sedangkan karma
dengan kasta dan bagaimana nilai artinya perbuatan atau pekerjaan. Guna dan
kemanusiaan yang terkikis akibat karma inilah yang menentukan warna
kesalahpahaman yang dibiarkan sehingga seseorang Alangkah bahagianya seseorang
mengganggu keharmonisan bermasyarakat yang dapat bekerja sesuai dengan sifat,
Hindu Bali. bakat dan pembawaannya. Dengan
demikian, catur warna merupakan empat
2. Metode Penelitian pilihan terhadap profesi yang sesuai dengan
Tulisan ini menggunakan Metode pribadi dan potensi di masing-masing
Penelitian mengenai Pandangan Filosofis di individu.
Lapangan dalam buku Metodelogi Mengenai rumusan warna dijelaskan

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 34


dalam Bhagvadgita IV,13 dan XVII,41: tersebut, maka akan terdapat suatu
Càturvarnyah mayà srstam persamaan bahwa tidak ada istilah
gunakarmavibhàgasah kasta. Demikian pula bahwa masing-
tasya kartàram api màmm masing warna itu tidak terjadi karena
viddhy akartàram avyayam garis keturunan, apalagi diteruskan
Artinya: turun- temurun. hanya
Catur Warna Kuciptakan menurut mengelompokkan masyarakat menjadi
pembagian dari guna dan karma (sifat empat golongan menurut bakat, sifat
dan pekerjaan). Meskipun Aku dan perbuatan/pekerjaan. Atau dengan
sebagai penciptanya, ketahuilah Aku kata lain menggolongkan masyarakat
mengatasi gerak dan perubahan. berdasarkan profesinya.
Pengertian warna menurut b. Sekelumit Kasta versi India
pembawaan dan fungsinya dibagi
menjadi empat berdasarkan Kasta bukan warna begitu Wiana
kewajiban. Orang dapat mengabdi (1993: 18) dalam bukunya menyebutkan
sebesar mungkin menurut bahwa Kasta memiliki konsepsi dasar yang
pembawaannya. Di sini ia dapat berbeda dengan warna. Kata kasta pun
melaksanakan tugasnya rasa cinta bukan berasal dari Bahasa Sansekerta.
kasih dan keikhlasan sesuai dengan Kasta berasal dari bahasa Portugis dari kata
ajaran Agama Hindu. ‘Caste' artinya tingkatan-tingkatan. Kasta
adalah stratifikasi masyarakat india pada
Bràhmana ksatriàvisàm masa lampau. Kasta di India membeda-
sùdrànàm ca paramtäpa bedakan harkat dan martabat manusia
Svabhàva prabhavair gunaih berdasarkan keturunan. Kasta membagi
masyarakat menjadi empat golongan secara
Artinya : vertikal genealogis. Kasta Brahmana
Oh Arjuna, tugas-tugas adalah terbagi tertinggi, Ksatria golongan kedua, Waisya
menurut sifat, watak kelahirannya dan Sudra kasta yang paling rendah. Di
sebagaimana halnya Brahmana, India bahkan dikenal adanya kasta Paria
Ksatria, Waisya dan juga Sudra. sebagai kasta Candala, artinya orang cacat.
Pembagian kelas ini sebenarnya bukan Kasta pada hakekatnya amat bertentangan
terdapat pada Hindu saja, tetapi dengan ajaran Agama Hindu. Kalau warna
sifatnya adalah universal. muncul pada waktu diturunkannya Weda ke
Klasifikasinya tergantung dari tipe dunia oleh Tuhan Yang Maha Esa sekitar
alam manusia, dari bakat 6.000 tahun sebelum belum masehi (Hal ini
kelahirannya. Masing-masing dari didasarkan pada Purusa Sukta Rg Weda
empat kelas ini mempunyai karakter Mandala X) sedangkan kasta muncul kira-
tertentu. Ini tidak selalu ditentukan kira setelah tahun 1500 SM (hal ini
oleh keturunan. Di dalam didasarkan pada teori Lingua Franka yang
Bhagavadgita teori warna sangat luas dikemukan oleh Prof. Gilles.) Untuk
dan mendalam. Kehidupan manusia di memastikan sejak kapan kasta muncul di
luar, mewujudkan wataknya yang di India memang suatu persoalan yang amat
dalam. Setiap makhluk mempunyai sulit membuktikannya. E.A Gait
watak kelahirannya (swabhava) mengemukakan bahwa mula-mula bangsa
membuat efektif di dalam Arya tak suka perkawinan antar suku. Suku
kehidupannya adalah kewajibannya bangsa Arya di India menganggap suku
(swadharma). bangsa Dravida lebih rendah harkat dan
martabatnya. Keadaan ini didasarkan pada
Kalau kita perbandingkan isi kutipan latar belakang sejarah kedatangan bangsa
kitab-kitab suci Agama Hindu Arya ke India.

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 35


Menurut hypotesa Prof. Giles dalam berpikiran modern tidak lagi memandang
buku karangan Ketut Wiana “Kasta Dalam kasta itu sebagai hal yang peru diperhatikan
Hindu, 1993” menyebutkan suku bangsa dalam perilaku sosial. Menurut
Arya yang ada di India sekarang berasal Wiana(1993) dalam bukunya yang berjudul
dari Eropa Tengah kedatangan suku bangsa “Kasta dalam Hindu Kesalahpahaman
Arya yang pada mulanya tidak suka kawin Berabad-abad” Di india pergeseran antara
dengan orang-orang pribumi yang kulitnya pandangan yang tradisional dan modern
hitam ini menyebabkan lama-kelamaan amat kabur, lebih bersifat kasuistis. Hal ini
prajurit-prajurit Arya kesulitan mungkin disebabkan karena India adalah
mendapatkan istri. Keadaan inilah negara sekuler dimana kehidupan beragama
menyebabkan terjadinya percampuran darah sama sekali lepas dari urusan negara.
antar suku bangsa Arya yang kltnya putih Pandangan-pandangan beragama di India
dengan suku Dravida yang kulitnya hitam. benar-benar amat liberal, karena amat
Pencampuran sukku bangsa Arya dan tergantung dari tokoh-tokoh masing-masing.
Dravida inilah yang mendatangkan Ada kelompok umat yang secara bebas
pelapisan sosial yang tumbuh menjadi mewujudukan pembaharuan kehidupan
kasta. Orang-orang Arya yang kulitnya beragama, ada yang tidak. Pemerintahan
putih, tubuhnya lebih tinggi dan dengan hak- pun tidak ikut campur mengarahkan dan
haknya yang lebih istimewa. Suku-suku menciptakan iklim beragama pada pada satu
bangsa Arya sebelum memasuki India arah tertentu. Di kalangan masyarakat
pernah menetap di daerah Oxus setelah Hindu yang modern telah terjadi di iklim
pindah dari Eropa Tengah. Ketika menetap yang bebas dalam mendalami Weda .
di Oxus, suku wangsa arya telah memiliki Kebangkitan untuk Kembali pada
pembagian masyarakat berdasarkan profesi. konsep Catur Warna sebagaimana
Ketiga golongan itu ialah golongan dimaksudkan oleh kitab suci Hindu sudah
rohaniawan dan cendikiawan yang sejak lama berlangsung di India. Misalnya,
berkembang menjadi warna Brahmana. Gerakan Gerakan seorang Brahmana Agung
Golongan pedagang dan usaha-usaha yang bernama Swami Dayananda, sudah
ekonomi lainnya menjadi warna Waisya, dimulai sejak tahun 1825. Mereka
dari daerah Oxus inilah suku bangsa Arya mengembangkan pandangan dan pemikiran
pindah menuju dua arah perpindahan yaitu untuk Kembali kepada Weda. Seseorang
menuju India dengan membawa kitab suci baru diberikannya tali upawita atau tali suci
Weda dan menuju Persia (Iran sekarang) lambang kebrahmanaan setelah orang itu
membawa kitab suci Avesta. Pada zaman benar-benar mempelajari dan melaksanakan
kuno masyarakat Persia terbagi menjadi 4 Weda. Gerakan Swami Dayananda di India
lapisan menurut profesinya. Demikian ini dilanjutkan oleh seorang muridnya yaitu
sekilas timbulnya kasta di India yang amat Swami Shradananda. Di kota Haridwar,
berbeda dengan sistim warna menurut ajaran pandangan Swami Dayananda ini
Hindu yang berdasarkan kitab suci Weda. berkembang sampai ada seorang
Sampai pada abad ke-XX ini pengikutnya yang bernama Amanda Sing,
masyarakat India boleh dikatakan masih ada menyerahkan tanahnya seluas satu desa
yang berpandangan tradisional dan untuk mendirikan perguruan yang bernama
terbelenggu dengan kekeliruan yang Guru Kula Kangri Widyohoya pada tahun
dipertahankan, menjadikan kasta sebagai 1901. Perguruan ini dilakukan upacara
tolak ukur pandangan hidup dalam agama menurut Weda yaitu Agni Hotra
bermasyarakat. Jika wanita kasta Brahmana setiap hari dengan mengucapkan mantra-
dikawini oleh laki-laki kasta Sudra, dia pun mantra dari Catur Weda saja. Di sinilah
dapat dikucilkan dari masyarakat. Bahkan diterima murid-murid dari segala golongan
di desa-desa konon sampai kena hukuman dan termasuk orang asing. Gerakan yang
jasmani. Tetapi mereka-mereka yang sudah dipelopori oleh Swami Dayananda ini

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 36


bernama Aryasamad yang pengikutnya Persamaannya, wangsa di Bali membeda-
tersebar diseluruh India. bedakan masyarakat berdasarkan
Tokoh-tokoh seperti Mahatma keturunannya. Dalam system wangsa ada
Gandhi yang disebut Bapak Kemerdekaan satu keturunan yang dipandang lebih tinggi
India, adalah tokoh Hindu ang tidak lagi dan ada yang dipandang lebih rendah.
berpegang lagi pada kasta karena sudah Demikian pula ada kelompok keturunan
Kembali ke ajaran Hindu yang benar. yang secara tradisional mendapatkan hak-
Mahatma Gandhi tokoh india yang hak istikewanya terutama dalam pergaulan
berpegang Kembali pada kebenaran Weda adat.
termasuk Catur Warna. Pembaharu Hindu Shastri (1963) dalam buku Sejarah
yang lainnya adala tokoh besar Rama Bali Dwipa. Timbulnya system wangsa
Krisna Mision yaitu Swami Wiwekananda. semenjak pemerintahan Dalem di Bali pada
Pandangan Swami Wiwekananda lah yang abad ke XV. Umat Hindu di Bali meurut
mampu meenarik persamaan-persamaan sumber tradisional Sebagian besar berasal
Hiindu di seluruh dunia, sejak beliau tampil dari Jawa. Kedatangan umat Hindu dari
di berbagai kota di Amerika tahun 1893. Jawa ke Bali diawali oleh Dang Hyang
Demikian pula Swami Satya Narayana di Markandya yang membawa petani-petani
India Selatan yang memiliki pengikut di dari Gunung Rawung di Jawa Timur.
seluruh dunia. Swami Satya Narayana Masyarakat Bali pada kenyataannya dewasa
bahkan mengatakan di dunia ini hanya ada ini dibagi menjadi tiga golongan. Golongan
satu kasta yaitu “Kasta Kemanusiaan”. pertama, yang secara tradisional dikatakan
Gerakan-gerakan lain seperti Sanatama berasal dari keturunan Dang Hyang
Dharma, Brahmasamad dan lain-lainnya Dwijendra dan Dang Hyang Astapaka.
adalah Gerakan yang tidak lagi menenukan Kedua pendeta ini diyakini sebagai tokoh
kebrahmanaan seseorang dari keturunannya, yang membawa pengaruh wangsa
tetapi benar-benar dilihat dari sejauh mana Brahmana Siwa dan Brahmana Budha di
Weda telah dipahami dan dilaksanakan Bali. Umumnya, rumah tinggal kedua
dalam kehidupannya sehari-hari. Umumnya Brahmana ini disebut Grihya atau Geria.
asram-asram yang besar di India seperti Golongan kedua, adalah golongan yang
Swarga Asram, asramnya Swami Rama berasal dari keturunan para Ksatria yang
tidak lagi melihat pengikutnya dari berasal dari Kediri dan Majapahit.
keturunannya. Bahkan pengikut- Keturunan ini disebut Ksatria Wangsa.
pengikutnya banyak pula dari orang asing. Tempat tinggal golongan ini disebut Jero
Seperti di India Selatan, Prasanti Nilayam atau Puri. Nah golongan ketiga adalah
Asram pengikutnya dari semua keturunan, golongan yang bertempat tinggal di luar
bahkan dari masyarakat berbagai negara di Jero, Puri dan Geria. Mereka disebut orang
seluruh dunia ( Wiana, 1993). Jaba. Jadi, ada tiga golongan Brahmana
Wangsa, Ksatria Wangsa, Jaba Wangsa.
c. Kaburnya Warna Dengan Kasta Namun dalam hal keagamaan (karena
memang golongan itu ada bukan lantaran
Bali dengan penduduknya yang Agama Hindu) Ketiganya sama saja. Ketiga
mayoritas beragama Hindu. Di Pulau Bali golongan tersebut dapat melakukan proses
ini pun sistem pelapisan sosial mengalami “mediksa” (belajar kerohanian) untuk
sejarah pertumbuhannya sendiri. Sistim menjadi pendeta dwijati. Yang berbeda
pelapisan sosial masyarakat Bali yang adalah gelarnya karena masing-masing
beragama Hindu disebut Wamsa, yang oleh golongan memberi nama sendiri-sendiri.
masyarakat luas disebut Wangsa. Walaupun Yang menjadi persoalan kemudian adalah
wangsa dan kasta itu sama-sama bukan kaburnya pengertian Wangsa, kasta di India
ajaran Hindu, namun di Bali wangsa pada dan ajaran Catur Warna dalam Hindu
kenyataannya tidak setajam kasta di India. karena pendidikan yang dirasa kurang

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 37


intens dan kurang tersebarnya pemahaman kitab sejarah sering dicampur-adukkan
yang jelas mengeni hal tersebut. Sehigga dengan pengertian kasta. Besar sekali
para rohaniawan yang memang Brahmana kemungkinan ini terjadi akibat istilah-
sesuai konsep Catur Warna, terkaburkan istilah dalam Catur Warna hampir sama
akibat penyebutan keturunannya dikatakan dengan istilah-istilah dalam kasta.
sebagai Brahmana. Para penguasa kerajaan Kemudian menyebabkan terjadinya
dan pemerintahan beserta dengan perbedaan kelas yang tidak dilihat dari
keluarganya disebut golongan Ksatria, jika fungsi sosialnya di masyarakat Hindu.
ditinjau dari peran dan fungsi dari manusia Penghayatan ajaran agama secara benar
itu sendiri, dalam hal ini telah terjadi sebuah lewat kitab-kitab suci dirasa kurang
kekeliruan dalam perkembangan konsep mendapat respon dari masyarakat, dan
warna. kekeliruan seakan akan sengaja
Pada sisi lain istilah Waisya dan dipertahankan yang menyebabkan
Sudra mengalami hal serupa. Kedua istilah sedemikian kaburnya antara sistem warna
ini besar sekali kemungkinannya hanya dan kasta. Baru setelah Indonesia merdeka
meniru-niru istilah Waisya dan Sudra dalam ketika mulai digalakannya kembali ajaran-
system kasta India. Sebagian orang yang ajaran agama hindu, Catur Warna mulai di
kebetulan “berkuasa” sering menyebut teliti orang dalam pelaksanaannya sehari-
sudra kalau orang itu dari Jaba Wangsa, hari dan mulai pula adanya tindakan-
namun jika dilacak beberapa silsilah orang tindakan yang menekankan fungsi warna
yang Jaba Wangsa, beberapa memiliki yang sesungguhnya.
leluhur seseorang ksatria atau brahmana. Usaha "Pemurnian" ajaran Hindu telah
seseorang yang dari Jaba Wangsa tergolong di lakukan terus menerus oleh lembaga-
“tidak berkuasa” atau secara materi juga lembaga umat Hindu melalui perumusan
lemah, selain pendidikan lebih rendah ketika Catur Warna sebagai empat sifat dan bakat
pengaruh feodalisme masih kental di Bali, kelahiran seseorang dalam mengabdi
namun ketika Indonesia merdeka dan system berdasarkan kecintaan terhadap peran
kerajaan yang feodal itu dihapus, dan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
hingga menganut sistem demokrasi, terjadi Catur Warna secara filosofis ada pada setiap
gejolak perubahan pada masyarakat, begitu orang dalam pengembangannya seseorang
pula masyarakat Bali. Kalangan yang dapat menjadikan dirinya sebagai seorang
disebut Jaba Wangsa itu mulai menempuh Brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
pendidikan tinggi dan hak-hak secara Keempat warna yang merupakan profesi
merata sebagai warga negara. yang bersifat fungsional itu unsur-unsur
Kaburnya warna dengan Kasta terjadi dasarnya ada pada diri manusia idealnya
sedemikian rupa di dalam masyarakat keempat profesi itu dapat di ditumbuhkan
Hindu Bali, khususnya masyarakat non- secara seimbang dan profesional.
Hindu yang menggunjingkan tentang sistem Pertumbuhan unsur-unsur warna dalam
warna ini yang dikaburkan atau dicampur- menentukan profesi setiap orang tidaklah
adukkan dengan system kasta. Mereka sama ada yang lebih kuat pengaruh dan
umumnya hanya melihat kenyataan- pertumbuhannya pada bakat kerohanian
kenyataan pahit yang dialami oleh umat (brahmana), ada yang lebih dominan
Hindu dalam sejarah sosialnya, dan bukan pertumpuhan bakatnya dalam
meneliti ajaran Hindu itu sendiri. kepemimpinan (ksatria) demikian pula yang
Pandangan yang amat menyedihkan datang lebih dominan pertumbuhan bakatnya
pula dari buku-buku perbandingan agama dalam bidang ekonomi (waisya). Sedangkan
yang umumnya ditulis oleh umat yang mereka yang hanya mampu menumbuhkan
bukan beragama Hindu sehingga seringnya tenaga fisiknya akan berperan sebagai
terjadi kekeliruan di dalamnya. Demikian pelayan (sudra).
pula pengertian Catur Warna dalam kitab-

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 38


d. Terkikisnya Nilai Kemanusiaan moral orang banyak dalam hidup sehari-
hari.
Jika dilihat dari masalah diatas Berangkat dari hal diatas manusia
persoalan kemanusiaan secara filosofis harus mampu untuk merawat humanisme
seakan dipersempit. Sehingga, diluar atribut-atribut yang manusia dapatkan
menyingkirkan orang-orang yang tidak sejak lahir kedunia. Plato dalam Ananda
berada dalam cakupannya dan menganggap (2020:72), “manusia mengetahui yang
kaum lain berada lebih rendah dari tinggi ialah yang disinari ide kebaikan.
kaumnya, keadaan itu dapat disebut dengan Syarat untuk itu ialah mengasah budi. Budi
manusia yang tidak memanusiakan manusia ialah tahu, siapa yang tahu akan yang baik,
lain, karena manusia dalam segala kekhasan tidak dapat lagi menyimpang dari itu”.
dan perbedaannya disingkirkan oleh definisi Dalam hal ini kesetaraan diluar atribut
ekslusif tentang kemanusiaaan. Memang manusia yang manusia dapatkan semasa
tidak mudah untuk memisahkan ketika hidupnya, hanya mampu dicapai ketika
perkembangan sebuah ajaran yang dibangun manusia mampu benar-benar membangun
secara kultural dan filosofis di kesadaran diri yang didasari atas bagaimana
campuradukan dengan sebuah kepentingan, manusia menjaga hubungan harmoni
namun boleh dipastikan bahwa ketika hal dengan manusia lain (Tattwam Asi).
itu terjadi, kesadaran rasional akan semakin Kemanusiaan yang dimaknai secara sepihak
mekar lewat gerakan humanisme. oleh suatu pandangan yang pada akhirnya
Pengkaburan dari Warna menjadi mengacaukan nilai dari kemanusiaan itu
Kasta yang seakan mejadi kekuatan sistemis sendiri akan menyebabkan sebuah
merasuki sebuah tatanan masyarakat yang perpecahan dan pengkaburan yang akan
memicu konflik dan terkikisnya nilai-nilai membawa manusia pada puncak konflik.
kemanusiaan di tubuh masyarakat itu Sesungguhnya kemanusiaan dengan ajaran
sendiri. Humanisme modern dalam berbagai Hindu yang universal mampu mendasari
versi meyakini adanya kemanusiaan pemikiran akan bagaimana manusia
universal yang melampaui kebudayaan menghargai manusia lain diluar atribut yang
lokal, seperti dikatakan Clifford Geertz, ia dapat selama di kehidupan.
manusia oleh humanisme modern
digambarkan sebagai makhluk berakal 4. Penutup
"yang tampak bila ia menanggalkan Catur Warna sebagai landasan
kostum-kostum kebudayaannya". Senada filosofis berperan dalam mengembangkan
dengan hal tersebut Plato berpendapat profesionalisme dalam rangka mendapatkan
tentang etik bersendi pada ajarannya tentang peranan dan fungsi dalam pembangunan
idea. Dualisme dunia dalam teori manusia dan masyarakat. Dalam konsepsi
pengetahuan diteruskan ke dalam praktik Warna Brahmana berperan untuk menjaga
hidup. Oleh karena kemauan seseorang dan mempelajari Weda dapat dilihat
bergantung kepada pendapatnya, nilai aktualisasinya menjadi penyucian diri dan
kemauan itu ditentukan pula oleh pendapat menyucikan diri sekaligus memberi
itu. Dari pengetahuan yang sebenarnya yang tuntunan sesuai dengan ajaran Agama.
dicapai dengan dialektik, timbul budi yang Pembangunan fisik material dapat
lebih tinggi daripada yang dibawakan oleh dilaksanakan melalui Warna Ksatria
pengetahuan dari pandangan, Plato mengatur pemerintahan,
membagi menjadi dua macam budi ; budi mengiplementasikan ajaran kepemimpinan
filosofis yang timbul dari pengetahuan dalam menata masyarakat. Bergerak dalam
dengan pengertian, dan budi yang terbawa bidang Distribusi, produksi dan
oleh orang banyak. Sikap hidup yang perdagangan untuk memenuhi kebutuhan
digunakan tidak terbit dan muncul dari konsumen adalah wujud dari pengamalan
keyakinan, melainkan disesuaikan kepada profesi Warna Waisya mebantu dengan

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 39


tenaga fisik adalah pengamalan dari Warna dalam Hindu Kesalahpahaman
Sudra. Dengan demikian, keempat warna Berabad abad. Yayasan Dharma
akan saling berkontribusi dan saling Naradha.
mengisi antara satu dengan yang lain. Hal Zaenher, Robert C. 1992. Kebijaksanaan
ini, sebagai wujud korelasi yang dibangun dari Timur, Gramedia Pustaka Utama
dengan peran atau potensi individu dalam
penguatan prinsip-peinsip solidaritas dan
kredibilitas sosial. Pengkaburan sistem
Warna kedalam Kasta dan kesalahpahaman
tersebut jika dibiarkan akan mengganggu
keutuhan dan keharmonisan dalam
menjunjung tinggi nilai kemanusian, karena
dalam setiap Warna memiliki hubungan
sosial yang saling membutuhkan. Nilai
kemanusiaan harus dijunjung tinggi sebagai
upaya menjaga eksistensi manusia yang
didasari atas ajaran Dharma sebagai wujud
terciptanya manusia yang berkeadilan dan
beradab.

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Endang Basri, Siregar Sori. 2020.


Filsafat Ilmu dan Pengetahuan. LP3S,
Depok.
Bagus, I Gusti Ngurah. 1969. Pertentangan
Kasta dalam Bentuk Baru pada
Masyaakat Baru. Universitas
Udayana
Bakker, Anton, Achmad Charris Zubair.
1990. Metode Penelitian Filsafat.
Kanisius, Yogyakrta.
Hardiman, F Budi. 2020. Humanisme dan
Sesudahnya, Kepustakaan Populer
Gramedia. Jakarta
Pendit, Nyoman S. 1986. Bhagawad Gita,
Dharma Nusantara, Jakarta.
Pudja, Gede M.A. 1963. Sosiologi Hindu
Dharma, Yayasan Pura Pitamaha.
Jakarta.
Santeri, Raka. 1989. Ironi dan Konflik
Sosial, Bali Post.
Sastri, Pandit. ND. 1963. Sejarah Bali
Dwipa Jilid I, Bhuvada Saraswati,
Denpasar.
Wiana, Ketut. 1989. Catur Warna dan
Permasalahannya dalam Masyarakat
Hindu di Indonesia, Bali Post.
Wiana, Ketut, Raka Santri. 1993. Kasta

PANJI TRESNA & AGUS WARDANA 40

You might also like