Professional Documents
Culture Documents
Bangunan Teknis
Bangunan Teknis
p ISSN : 2615-3688
e ISSN : 2716-0270
http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSH
Ainul Badri (1), Widia Siska (2), Sandy Mulia Ardhan (3)
1
Fakultas Hukum, Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dharmas Indonesia, Dharmasraya
2
Fakultas Keguruan Pendidikan Anak Usia Dini, STITNU Sakinah Dharmasraya,
Dharmasraya
Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
3
ABSTRACT
The emergence of a policy regarding the implementation of one fuel price in Indonesia is due
to differences in the selling price of fuel in various regions, especially the disadvantaged,
frontier and outermost (3T) regions. Thus, the government wants to equalize fuel prices so that
there are no disparities between regions. As stipulated in the Minister of Energy and Mineral
Resources Regulation Number 36 of 2016 concerning the acceleration of the implementation
of one fuel price. This research is a library research which is descriptive analytic. Related data
about this policy are compiled according to the research focus and then analyzed with siyāsah
syar'iyyah theory and public policy theory, while the approach used is a juridical-normative
approach. The results of the study show that the government's policy of imposing one fuel price
is the right step, because this policy is a manifestation of the constitutional mandate contained
in the fifth precept of Pancasila, namely "social justice for all Indonesian people". Based on the
analysis that the author has done, this policy is relevant to the purpose of making a policy and
in accordance with the principles in siyāsah syar'iyyah. Therefore, if this policy is carried out
properly, it can make people, especially those in disadvantaged, foremost and outermost (3T)
areas, more prosperous.
Keywords : Disadvantaged, frontier and outermost regions (3T), Government Policy, One
Fuel Price
ABSTRAK
Munculnya kebijakan tentang pemberlakuan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Indonesia dikarenakan adanya perbedaan harga jual BBM di berbagai daerah, khususnya daerah
tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sehingga, pemerintah ingin menyamaratakan harga BBM
agar tidak ada kesenjangan antar daerah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM
Nomor 36 Tahun 2016 tentang percepatan pemberlakuan satu harga BBM. Penelitian ini adalah
penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif analitik. Data-data terkait tentang
kebijakan ini disusun sesuai dengan fokus penelitian kemudian dianalisis dengan teori siyāsah
syar‘iyyah dan teori kebijakan publik, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yuridis- normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah
tentang pemberlakuan satu harga BBM merupakan langkah yang tepat, karena kebijakan ini
sebagai wujud dari amanat konstitusi yang terdapat pada sila kelima dari pancasila yakni
“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan jika kebijakan ini telah sesuai dengan tujuan diterbitkannya suatu
kebijakan dan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam siyāsah syar‘iyyah. Oleh karena itu, apabila
kebijakan ini realisasikan dengan benar maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia khususnya yang berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Kata kunci: Daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), Kebijakan Pemerintah, Satu Harga
BBM,
C. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor pemerintah telah bersikap adil dengan cara
191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, meminimalisir adanya kesenjangan harga
Pendistribusian dan Harga Jual Eceran yang cukup jauh antara masyarakat pulau
Bahan Bakar Minyak Jawa dengan masyarakat luar Pulau Jawa
Sementara itu, analisis data yang dan kebijakan ini dapat membuat kestabilan
digunakan adalah analisis kualitatif dengan ekonomi, seperti harga-harga kebutuhan
metode induktif dan deduktif. Metode pokok lebih terjangkau sebagaimana yang
induktif adalah analisis data dari kebijakan telah dirasakan masyarakat Papua,
pemerintahan presiden Joko Widodo kemudian dampak baik juga dirasakan oleh
(Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 petani yang menggunakan BBM ini secara
Tahun 2017) Tentang Percepatan langsung, karena sebelum penerapan BBM
Pemberlakuan Satu Harga Bahan Bakar satu harga petani butuh biaya yang besar
Minyak (BBM) di Indonesia, untuk untuk menjual hasil pertanian dari hutan ke
menentukan kesimpulan secara umum. pasar atau kota. Dengan adanya kebijakan
Sedangkan metode deduktif adalah analisis ini petani di daerah Tambrauw, Papua dapat
berdasarkan kaidah-kaidah atau asas fikih menjual hasil pertanian dengan baik,
siyasah untuk menilai perilaku politik yang bahkan sisa uang yang yang mahal untuk
berkaitan dengan kebijakan pemerintah beli BBM bisa ditabung untuk keperluan
yaitu (Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 sehari-hari.
Tahun 2017) Tentang Percepatan Akan tetapi pemerintah juga harus
Pemberlakuan Satu Harga Bahan Bakar mempertimbangkan dampak lain dari
Minyak (BBM) di Indonesia, ditinjau dari kebijakan satu harga BBM ini. Dalam hal
perspektif siyāsah syar‘iyyah. ini pemerintah perlu terlebih dahulu
menjelaskan secara logis maksud dan
Hasil dan Pembahasan tujuan kebijakan pemerataan BBM kepada
Pada dasarnya setiap kebijakan yang masyarakat secara umum, dan
dikeluarkan oleh pemimpin haruslah mempersiapkan kebijakan dengan matang
memuat unsur kemaslahatan, selain itu juga dan sistematis. Walaupun dalam penerapan
harus sejalan dengan prinsip keadilan, kebijakan ini membuat PT Pertamina
karena tidak akan tercapai suatu mengalami kerugian sebesar 23 persen
kemaslahatan tanpa adanya suatu keadilan. sepanjang 2017 dari tahun sebelumnya,
Walaupun kadang-kadang kebijakan itu akan tetapi hal itu tidak membuat PT
lahir dari unsur politik, tidak akan menjadi Pertamina merugi.
masalah, selagi tidak bertentangan dengan Penerapan kebijakan tentang satu
konstitusi dan efek yang diterima oleh harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
masyarakat lebih banyak manfaatnya. Baik merupakan suatu bentuk perhatian
kebijakan itu menurut perspektif siyasah, pemerintah terhadap masyarakat daerah
ekonomi, maupun sosial politik lainnya. tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Oleh sebab itu kedua unsur ini harus ada Sebaliknya, jika kebijakan ini tidak dibuat
dalam mengeluarkan suatu kebijakan. oleh pemerintah, maka dapat memperlebar
Kebijakan pemerintah dalam kesenjangan dan ketidakadilan ditengah
menerapkan satu harga BBM merupakan masyarakat. Hal ini tentu menyalahi dari
langkah yang tepat jika ditinjau dari niat amanat konstitusi sebagaimana terkandung
dan tujuannya untuk keadilan dan pada sila kelima dari pancasila yakni,
kemaslahatan rakyat, terutama bagi wilayah “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
yang terjadi kesenjangan harga BBM yakni Indonesia”.
daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) Langkah pemberlakuan satu harga
Indonesia. Karena melalui kebijakan ini BBM diterapkan secara bertahap tentu akan
satu harga BBM muncul karena adanya Sementara itu, jika kebijakan
kesenjangan dan perbedaan harga jual beli pemberlakuan satu harga BBM ini
BBM khusunya pada masyarakat yang dianalisis dari perspektif siyāsah
tinggal di daerah tertinggal, terdalam, dan syar‘iyyah maka keputusan unutk
terluar (3T). Di beberapa wilayah menerbitkan kebijakan ini adalah langkah
Indonesia. Masih ditemukan harga BBM yang tepat karena bertujuan untuk
berkisar Rp 50.000,00 bahkan sampai kemaslahatannya yang lebih besar dan
dengan Rp. 100.000,00 untuk setiap menumbuhkan rasa keadilan di masyarakat.
liternya. Pemerintah kemudian mencoba Selain itu, pemberlakuan harga BBM satu
untuk menstabilkan harga jual BBM sesuai harga telah telah membuat kestabilan
dengan harga yang telah ditentukan. ekonomi di daerah tertinggal, terdalam, dan
Adapun jenis BBM yang diatur dalam terluar (3T), dengan membuat kebutuhan
kebijakan ini terdiri dari minyak solar 48 pokok lebih terjangkau, sehingga dapat
(Gas Oil), minyak tanah dan BMM membuat masyarakat lebih sejahtera.
penugasan (JBKP), yaitu besin (gasoline) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),
RON 88. Terkait implementasi kebijakan melalui Indeks Pembangunan Manusia
tersebut, pemerintah terlebih dahulu (IPM), IPM menjelaskan bagaimana
menerapkannya di Papua dan Papua Barat. penduduk dapat mengakses hasil
Setelah itu diterapkan secara nasional. pembangunan dalam memperoleh
kebijakan tersebut direalisasikan secara pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
nasional dengan membangun sarana dan standar penghidupan yang layak. Rata-
prasarana di sekitar 150 titik kegiatan rata IPM nasional Pada tahun 2017
distribusi secara keseluruhan pada tahun mencapai 70,81. Selama 8 tahun Sejak 2010
2017 hingga tahun 2019. Sebanyak 53 titik Papua menjadi provinsi dengan status IPM
pada tahun 2017, 50 titik pada tahun 2018, terendah. pada tahun 2017 Skor tersebut
dan 46 pada tahun 2019. Jika kebijakan ini adalah 59,09, meningkat 1,79 persen dari
ditinjau dari sisi politik, maka lahirnya tahun sebelumnya. peningkatan ini
kebijakan ini tidak menjadi polemik selama merupakan yang tertinggi. Di seluruh
konten dan konteks kebijkan ini tidak Indonesia. Meskipun nantinya kebijakan
melanggar konstitusi. Meskipun pada akan kurang menguntungkan PT Pertamina,
dasarnya lahinya kebijakan ini merupakan karena semua biaya distribusi akan
sebagai upaya Presiden Joko Widodo untuk ditanggung oleh PT Pertamina. Meskipun
menjalankan program-program yang demikian, PT Pertamina hanya mengalami
dijanjikannya saat kampanye presiden yang penurunan laba 23% pada tahun 2017.
lalu. Dalam merealisasikan program- Hal ini tidak akan membuat PT Pertamina
program tersebut tentu memerlukan alokasi merugi. BPH Migas bersama kepolisian
anggaran yang tidak sedikit, sehingga dan pemerintah daerah setempat
pelaksanaannya diamanahkan kepada PT melakukan pengawasan terhadap
Pertamina untuk mengelolanya. pedagang eceran untuk memaksimalkan
Permasalahan BBM menjadi salah satu isu hasil dari kebijakan ini. Pemerintah bahkan
yang sensitif. Hal ini dikarenakan telah membuat strategi untuk
menyangkut hajat hidup orang banyak. menghentikan pengedar BBM yang
Sehingga isu ini sering dijadikan oleh menjual BBM dengan harga tinggi dengan
politisi sebagai komoditas politik dan alat mendirikan sub-distributor BBM di desa
peningkat citra menjelang pemilihan atau kecamatan. supaya kebijakan satu
umum. Akan tetapi kali ini justru harga BBM berhasil diterapkan.
menanggung beban terhadap persamaan Jika dilihat dari perspektif kebijakan
satu harga adalah PT Pertamina. publik, evaluasi kebijakan sangat