Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

HANYA KUCING DAN AkU

Karya Rizki Nurfala

Aku kenal seekor makhluk namanya Babon. Dia hanya seekor kucing betina liar, tidak
lebih. Kerjaannya tidur, jalan, menjilati anggota tubuhnya, sesekali meminta makanan
dengan paksa pada anggota keluargaku. Aku selalu merasa terganggu dengan sikapnya
yang sok minta dikasihani. Terkadang matanya lebih nanar daripada seorang pengemis
dan itu membuatku luluh juga.

Aku selalu memberinya tulang ikan setiap kali Babon main ke rumah. Tapi akhir akhir ini
dia sering menolak, alasannya mudah, kemarin dia pernah ketulangan sampai mogok
makan selama dua hari, sungguh ironi. Karena hal itu, Ibu marah besar padaku dan berniat
mengusirku dari rumah. Tapi rasanya tidak adil, aku diusir karena seekor kucing
ketulangan?

Aku merasa bersalah dan segera meminta maaf pada Babon, Babon memberikan satu
dari empat kakinya padaku, berniat bersalaman. Untuk seukuran kucing, dia benar-benar
tidak sopan. Lantas aku mengurungkan niatku untuk meminta maaf.

Sebulan kemudian aku dan keluargaku pindah rumah. Aku bahagia bisa lepas dari Babon.
Kucing membuat hari-hariku buruk. Apalagi saat kucing itu ber-anak dan aku disuruh
mengurusinya. Suatu hari, aku pernah mengusulkan ke Ibu untuk mengolah anak-anak
kucing itu menjadi rendang padang, tapi apa? Ibu malah memarahiku. Ibu terlalu
berlebihan padahal aku hanya memberi usul.

Awalnya kukira tidak akan bertemu dengan kucing sampai aku lulus SMP, kuliah, kerja
lalu menikah dengan Aura Kasih sampal mati. Namun itu hanya perkiraan bocah imut yang
polos.Lagi-lagi seekor Kucing liar datang ke rumahku. Dia mengingatkanku pada Babon
Hanya saja Babon berbulu hitam sementara dia berwarna coklat dengan bintik- bintik
hitam di punggungnya.

Kucing itu menunggu di teras rumah meminta jatah, padahal Ibuku belum selesai
memasak makanan untuk siang nanti. Mengetahui hal itu, si Kucing berbaring di sofa
empuk kami. Dia terlihat sangat santai lantas aku memintanya untuk membantuku
mengerjakan PR matematika yang membuatku frustasi, dehidrasi bahkan BAB.
Sehabis memasak, Ibu memberikan tulang ikan bandeng untuk Kucing itu, sementara
dagingnya untukku. Aku menatap tak tega ke arah Kucing itu yang sedang memapak
tulang. Kasian kalau dia diberi makan tulang, aku takut dia ketulangan seperti halnya
Babon.

Ternyata Ibu mendengarkan gumamanku lalu memberikan Kucing itu daging ikan
bandeng sementara aku diberi tulangnya. Aku shok kuadrat, yang anak ibu sebenarnya
aku atau Kucing itu? Apa jangan-jangan Kucing itu saudaraku yang tertukar?

Kucing akan terus datang ke rumah orang yang memberinya makan, hal ini bisa disebut
sebagai rumus Kucing. Begitulah dengan Kucing berbulu coklat itu, saking seringnya kucing
itu main ke

rumah, Ibu sampai memberinya sebuah nama, Karenina, lya, nama yang berlebihan hanya
untuk seekor Kucing. Sedangkan untukku? Ibu memberikan nama asalnya bukan main.

Kebencianku pada Karenina semakin menjadi-jadi. Aku selalu mengusirnya setiap kali dia
mencoba masuk dari celah pagar setinggi dua meter. Aku mengambil sapu mengelitik
gelitik telinganya, hal itu sukses membuat Karenina malas masuk ke rumahku lagi.
Tapi rupanya Karenina tidak mau menyerah, dia naik lalu loncat dari gerbang rumahku.
Loncatan maut itu mungkin akan membuatnya encok, kesemutan, bisulan, pegal-pegal.
Tapi keliatannya dia terlihat baik-baik saja. Disisi lain aku tidak mau kalah, aku mengambil
segayung air dari kamar mandi dan.....

BYUUURRRR!!!

Segayung air sukses mengguyur punggungnya, Karenina segera menyibak- nyibakkan


bulunya. Dalam keadaan slow motion dia terlihat menggoda, tapi tidaakkk!! Aku masih
normal dan sekali lagi aku ingatkan dia hanya kucing, kucing betina liar. Kemudian
Karenina pergi dengan layu, kecewa, dan rasa kekalahan yang tinggi. Aku yakin sekali
sehabis ini dia tidak akan balik lagi. Yeah... seperti harapanku Karenina memang tidak
kembali lagi.

Kian rasa benciku pada Karenina berubah sayang setelah ketidakmunculannya. selama
kurang lebih 2 minggu. Saat makan ikan asin aku selalu teringat pada Karenina, rasanya
ingin berbagi. Berbagai gejolak fikiran menimpaku, jangan- jangan Karenina ketabrak
delman atau dia mati kelaparan di kutub utara. Beberapa jam setelah itu Karenina datang
ke rumahku, aku senang bukan main. Tapi setelah ibu memberitahu jika Karenina sedang
mengandung, aku sedikit menjauh. Imajinasiku memuncak, jangan-jangan Karenina
datang untuk meminta. pertanggung jawabanku. Untuk membuktikannya, Karenina
melakukan tes DNA di rumah sakit dan setelah dilihat hasilnya ternyata benar anak yang
dikandungnya. adalah buah dari perbuatanku. Pada akhirnya aku menikahkannya di KUA,
Tidakkkk!! Tidak mungkin!!
Sehabis membeli bakso, aku melihat Karenina sedang berbaring miring ditemani
suaminya yang juga seekor kucing tampak frustasi, napas Karenina memburu. Karenina
pasti ingin melahirkan. Kasian sekali kalau Karenina harus melahirkan di pinggir gang
seperti ini. Apa suaminya tidak punya uang untuk mengajak Karenina bersalin di bidan?
Jadi untuk apa suaminya tidak pulang 3 kali puasa 3 kali lebaran? Aku acuhkan mereka
karena tidak ingin bakso yang baru kubeli jadi dingin. Mereka juga tidak menyapaku jadi
buat apa menolong kucing yang tidak ramah padaku? Sehabis makan bakso aku terus
teringang wajah Karenina. Aku berfikir, apa mungkin bakso yang kumakan tadi berasal dari
daging kucing? Tidak Tidaki Jika begitu, bagaimana dengan nasib kucing semacam Babon
dan yang lainnya. Malam hari aku masih tidak tenang, aku khawatir Karenina gagal
melahirkan,mungkin akan lebih baik jika disesar. Aku berniat mengambil pisau bekas
memotong bawang merah untuk menolong Karenina. Tapi ibu segera mencegahnya,
Kenapa sih setiap kali aku ingin berbuat baik Ibu selalu melarang? Ya sudahlahi Aku benar-
benar plin plan, saat Karenina ada aku mengacuhkannya. Tapi saat Karenina tidak ada, aku
malah merindukannya. Lebih baik aku tidur kalau beginil.

Keesokan harinya, Ibu menyuruhku untuk menyirami tanaman. Di halaman rumah kami
hanya ada pohon sirih yang menjalar ke pagar. Akhir-akhir ini Ayah sering batuk,
berobatpun mahal, jadi ibu sengaja menanam pohon sirih untuk persediaan setahun.

Ibuku pintar memasak, apapun diolahnya menjadi masakan lezat. Pernah, tukang sayur
tidak berjualan. Makan pagi, siang, sore hanya dengan telur telur dan telur. Aku melapor
pada Ibu jika bisulan. ibu terlihat tidak tega dan memetik beberapa helal daun sirih
kemudian disayumya. Maaf bu! Tapi sepertinya Ibu kehabisan ide untuk mengolah
masakan.

Aku beranjak menuju keran untuk mengisi air di dalam ember yang kosong.

Kepalaku menoleh ke kanan dan kutemukan Karenina berbaring lemas dengan 3. ekor
kucing kecil mengerubuti puting susunya. Sedangkan suaminya lagi-lagi tidak ada di
tempat, sungguh kejam. Kalau jadi Karenina, aku pasti sudah menceraikan suami seperti
itu dari dulu.

Takut-takut Karenina kabur, pelan-pelan aku mendekatinya. Anak-anaknya mirip dengan


Karenina. Aku menyimak baik-baik mereka yang lucu-lucu. Aku berfikir, mungkin akan
memelihara mereka dan mudah-mudahan aku membuat mereka betah di rumahku.
Dua bulan berlalu, anak Karenina tumbuh menjadi kucing-kucing yang aktif, Mereka
selalu menjadikan kolong tempat tidurku sebagai markas persembunyian setiap kali aku
menyuruh mereka mandi di subuh-subuh. Aku benar-benar kewalahan mengurusi mereka
sendiri, tapi balik lagi, dulu aku pernah berjanji untuk menjaga. mereka sampai mati.

Akulah yang memberi nama ketiga anak Karenina, Meskipun aneh, tapi itu adalah hasil
pemikiranku sendiri dan seharusnya aku bangga dengan hal itu.Yang pertama bernama
Maichi, bulunya berwarna hitam dengan bintik-bintik coklat tak merata pada
punggungnya. Maichi suka tidur terlentang seperti Ayah. Wajahnya sangat galak karena
itu kuberi nama Maichi.

Yang kedua bernama Maicha, dia adiknya Maichi. Bulunya putih dengan bentol- bentol
hitam di punggungnya. Hobinya menggangguku, aku pernah hampir mengusirnya karena
berani merobek-robek PR matematikaku dan akibatnya aku dihukum guru membersihkan
toilet sekolah..

Yang ketiga bernama Makipah, dia adik kedua Maichi. Bulunya hitam dengan bentol-
bentol kecoklatan. Berbeda dengan Kakak-kakaknya, Makipah sangat pendiam. Kukira dia
gagu tapi ternyata tidak.Huh sekarang aku benar-benar seperti pengasuh bayi. Dan inilah
aku dan kucing- kucingku.

You might also like