Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

MAKALAH

TAREKAT DAN ALIRAN ALIRAN-ALIRAN TAREKAT


Disusun untuk memnuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen pengampu:asep sarifullah M.Si

Disusun oleh: Kelompok 05

Akmal Rijal

Dede Devi

Irma Safitri

Winda Agustina

Yasri

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM S1

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM KH RUHIYAT CIPASUNG TASIKMALAIA

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan hidayah serta inayah kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana ini. Salawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah Saw, kepada parasahabatnya, tabiin dan tabiatnya,
juga kepada umatnya hingga akhir zaman.Makalah yang berjudul “Tarekat” ini disusun
dengan penuh kesungguhan. Banyak sekali halangan serta rintangan yang dialami penulis
dalam penyusunan makalah ini. Walaupun demikian, pada akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Kepada Orang tua yang banyak membantu dalam lancarnya penulisan ini
2. Teman – teman yang rela diajak komunikasi dan diskusi., dan
3. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari akan berbagai kekurangan dari makalah ini baik dalam segi penulisan,
isi, maupun dalam segi bahasa, yang mengakibatkan ketidak-sempurnaan makalah
ini. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
kalangan khususnya bagi pelajar di Indonesia.

Tasikmalaya, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1. Latar Belakang Masalah............................................................................................................4
2. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
3. Tujuan Makalah.........................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBHASAN.....................................................................................................................................5
A. Pengertian dan penjelasan Tarekat,syari’at,hakikat,makrifat.....................................................5
B. Mekanisme dan Tujuan Tarekat.................................................................................................6
C. Aliran Tarekat.............................................................................................................................7
D. Dasar-dasar ajaran aliran-aliran tarekat........................................................................................8

BAB III.................................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................................9
1. Kesimpulan................................................................................................................................9
2. Saran..........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang
yang mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawuf akan faham
sepenuhnya tentang tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat secara
sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan di luar Islam (bid’ah),
padahal tarekat itu sendiri merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan
syari’at Islam yang sah. Namun perlu kehati-hatian juga karena tidak sedikit
tarekat-tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran
yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui
bahwa ada pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan
ghairu muktabarah (yang tidak dianggap sah).
Memang seluk-beluk tarekat tidak bisa dijabarkan dengan mudah karena
setiap tarekat-tarekat tersebut memiliki filsafat dan cara pelaksanaan amal ibadah
masing-masing. Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan tentang tarekat
dalam makalah ini. Meskipun makalah ini tidak bisa memuat hal-hal yang
berkaitan dengan tarekat secara menyeluruh, tapi paling tidak makalah ini cukup
mampu untuk memperkenalkan kita pada terekat tersebut.
2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan merumuskan tentang:
1. Apa pengertian tarekat,sayriat,hakikat dan makrifat?
2. Apa tujuan tarekat
3. Latar belakang aliran-aliran tarekat?

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:


1. Mengetahui pengertian tarekat
2. Mengetahui tujuan tarekat tarekat.
3. Mengetahui aliran-aliran tarekat.
BAB II

PEMBHASAN
A. Pengertian dan penjelasan tarikat, syariat,hakikat dan makrifat

a. tarikat(thoriqoh)
Kata thariqat berasal dari bahasa Arab al-tharq, jamaknya al-thuruq merupakan isim
musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.
Ditinjau secara etimologi, kata thariqat ditemukan dalam berbagai definisi. Di
antaranya, menurut Abu Bakar Aceh, Thariqat adalah petunjuk dalam melaksanakan
suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dicontohkan oleh rasul, dikerjakan
oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-
menyambung dan rantai-berantai.
L. Masignon mengatakan bahwa thariqat mempunyai dua makna dalam dunia Sufi.
Pertama, dalam abad ke-9 dan abad ke-10 M berarti cara pendidikan akhlak dan jiwa
bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Kedua, setelah abad ke-11 M thariqat
mempunyai arti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani
dan jasmani oleh segolongan orang-orang Islam menurut ajaran-ajaran dan keyakinan-
keyakinan tertentu.
J. Spencher Triminghan mendefinisikan thariqat sebagai suatu metode praktis untuk
menuntun dan membimbing seorang murid secara berencana melalui pikiran, perasaan
dan tindakan yang terkendali secara terus-menerus pada suatu tingkatan-tingkatan
(maqamat) untuk dapat merasakan thariqat yang sebenarnya.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa thariqat adalah
suatu jalan atau metode tertentu dalam ibadah yang dilakukan oleh seorang sufi dan
diikuti oleh para muridnya dengan tujuan bisa berada sedekat mungkin dengan Allah
b. syari’at
Secara bahasa, syari’at berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu
perbuatan. Syari’at berasal dari bahasa Arab “syara’atun wa syariiatun – syara’a” yang
artinya: menggariskan suatu aturan atau pedoman.
Secara istilah, syariat (syariiatun) adalah undang-undang yang dibuat oleh Allah SWT
yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan
zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits atau as-
sunnah.
Syari’at juga diartikan sebagai peraturan-peraturan atau garis-garis yang telah
ditentukan, termasuk didalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang diperintah dan
yang dilarang, yang sunnah, makruh, mubah, haram dan sebagainya. Syari’at disisni
ditujukan sebagai landasan bagi seorang shufi untuk mengerjakan amal ibadah, baik yang
bersifat lahiriyah dari segala hukum seperti shalat, zakat, puasa, haji, berjihad di jalan
Allah, menuntut ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Tegasnya syari’at itu adalah
peraturan yang bersumber dari kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi.
Segala perbuatan yang dikerjakan oleh semua umat Islam tidaklah terlepas dari suatu
hukum. Menurut pandangan ahli tashawwuf, bahwa syari’at itu baru merupakan tingkat
pertama dalam menuju jalan Tuhan. Dengan demikian, berpegang pada syari’at adalah
sama halnya berpegang kepada agama Allah, dengan menjalankan segala perintah-Nya
dan berusaha sekuat tenaga menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Hal ini sebagaimana
dikatakan dalam kitab Kifayatul Atqiya’ oleh Syaikh Zainuddin bin Ali al Malibary
sebagai berikut :
“Syari’at adalah berpegang pada agama Allah Khaliqul alam dan menjalankan
perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.”

Oleh sebab itu perlu ditegaskan sekali lagi bahwa tashawwuf tidak bisa dilepaskan
dari pondasi Islam, yaitu syari’at. Dan barang siapa yang meninggalkan syari’at dalam
bertashawwuf dengan alasan apa saja, maka akan batallah amalnya dan bahkan akan
terjerumus kedalam kekufuran yang nyata.
c. hakikat
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar
ada. Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau
benar (kebenaran).
Dalam bahasa hakikat yaitu arti yang sebenarnya atau intisari atau isi akhiran.
Sedangkan hakikat islam ialah bebas dan bersih dari penyakit lahir dan bathin yang
menimbulkan perasaan nyaman, damai dan tentram serta menjadikan kita patuh dan taat
pada segala apa yang diperintahkan oleh-Nya juga menjauhi segala larangan-Nya. Jadi
Hakikat adalah buah dari benih syariat yang pengamalannya melalui tarekat.
Dari sini jelaslah bahwa syari’at, thariqat, dan haqiqat itu sesuatu tiga menjadi satu,
seperti tali berpilin tiga, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang demikian itu sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut :
“Syari’at itu perkataanku, thariqat itu perbuatanku dan haqiqat itu ialah kelakuanku.”
d. makrifat
Ma’rifat adalah mengenal Allah, baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya maupun
perbuatan-perbuatan-Nya. Ma’rifat merupakan puncak dari tujuan tashawwuf dan dari
semua ilmu yang dituntut dan satu-satunya perbuatan yang paling mulia.
Ma’rifat itu disamping merupakan anugerah dari Allah, dapat pula dicapai dengan
melalui syari’at, menempuh thariqat dan memperoleh haqiqat. Apabila syari’at dan
thariqat sudah dapat dikuasai, maka timbullah haqiqat yang tidak lain daripada perbaikan
keadaan dan ahwal, sedangkan tujuan terakhir ialah ma’rifat yaitu mengenal Allah dan
mencintainya yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Orang yang telah mencapai
maqam ma’rifat ini disebut ‘Arifbillah. Dan pada tingkat inilah ia dapat mengenal dan
merasakan adanya tuhan, bukan sekedar mengetahui tuhan itu ada.
Maka jelaslah bila Allah telah membukakan pintu ma’rifat kepada seseorang atau
kepada kita, maka janganlah kita memperdulikan dulu akan amal kita yang sedikit, sebab
ma’rifat itu sendiri sudah merupakan rahmat, anugerah yang luar biasa. Siapa yang
dibukakan akan pintu ma’rifatullah, berarti orang itu akan dikenal baik oleh tuhan sendiri
dan penduduk langit. Yang mencari itu sesungguhnya yang dicari. Yang mengenal itu
sesungguhnya yang dikenal. Sedikit amal tapi disertai ma’rifat kepada Allah jauh lebih
utama dari pada banyak amal yang tidak disertai ma’rifat kepada Allah.
Jelasnya mencapai ma’rifat itu tidak cukup dengan jalan melalui dalil-dalil atau bukan
semata didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi ma’rifat billah dapat
dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha mrndapatkannya melalui amal
sholeh.
B. Mekanisme dalam mempelajari dan mengikuti tarikat
Sebelum itu kita harus tahu apa itu mekanisme?. Mekanisme adalah rangkaian kerja
untuk menyelesaikan sebuah masalah yang berhubungan dengan proses kerja untuk
mengurangi kegagalan sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Nah disini kita
membahas bagaimana mekanisme dalam mempelajari dan mengikuti tarikat dengan
baik dan benar sehingga kita sampai pada hasil yang maksimal dan benar.
Yang perlu kita ketahui dalam mempelajari tarikat:

-Qashd shahih, menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya
dengan sikap ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
-Shidq sharis, haruslah memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang
akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi.
-Adab murdhiyyah, orang yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang
yang benar sesuai ajaran agama.
-Ahwal zakiyyah, bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-
laku Nabi Muhammad SAW.
-Hifz al-hurmah, menjaga kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak
ada, hidup maupun mati. Menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat
terhadap yang lebih tua, sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas permusuhan
antar-saudara.
-Husn al-khidmah, mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi
pelayanan kepada guru, sesama, dan Allah SWT. Dengan jalan menaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
-Raf’ al-himmah, orang yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya.
Yaitu mencari khashshah (pengetahuan khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan
duniawi.
-Nufudz al-‘azimah, orang yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekat dan
tujuan, demi meraih makrifat khashshah tentang Allah Swt.
C. Tujuan Tarekat

Tujuan Tarekat Segala sesutu aliran itu mempunyai tujuan masing–masing


dalam mencapai sesuatu. Adapun tujuan tarekat ini secara umum tujuan tarekat ialah
mempertebal hati pengikut-pengikutnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang di
rasa indah dan di cintai kecuali keindahan dan kecintaan kepada Allah, dan kecintaan
tersebut dapat melupakan dirinya sendiri dan di dunia ini serta seisinya.Dengan
melihat dari sisi pengamalan, tujuan tarekat berarti mengadakan latihan (riyadhah)
dan berjuang melawan nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang
tercela dan di isi dengan sifat-sifat terpuji dengan melalui perbaikan budi dalam
berbagai segi.‟Tasawuf dan Tarekat Studi Pemikiran dan pengamalan Sufi,Tujuan
tarekat terakhir, mencapai tingkat ma‟rifat, hal ini apabila semua amalnya didasarkan
akan keikhlasan dan ketaatan kepada Allah, sehingga akan dapat diketahui segala
rahasia dibalik takbir cahaya Allah dan Rasul-Nya secara terang benderang. Tujuan
tarekat tersebut akan didapat setiap orang yang menggamalkanya. Dari uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari tarekat sebenarnya adalah jalan untuk
menuju kepada keridhoan Allah dengan cara mengamalkan syariat untuk kemudian
mensucikan hati dengan mengikuti tarekat sehingga akan menemukan hakikat
sebenarnya dari ajaran agama Islam, dan disinilah seorang hamba Allah akan mengerti
tujuan dari hidupyaitu hanya Allah.

C. aliran Tarekat
A. Munculnya aliran naqsabandiyah.

Istilah Naqsabandiyah pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad bin Muhammad


Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi, yang juga sekaligus sebagai pendiri
Tarekat Naqsabandiyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1318 di desa Qasr-i-Hinduvan
(yang kemudian bernama Qasr-i Arifan) di dekat Bukhara, yang juga merupakan
tempat di mana ia wafat pada tahun 1389. Sebagian besar masa hidupnya dihabiskan
di Bukhara, Uzbekistan serta daerah di dekatnya, Transoxiana. Ini dilakukan untuk
menjaga prinsip “melakukan perjalanan di dalam negeri”, yang merupakan salah satu
bentuk “laku” seperti yang ditulis oleh Omar Ali-Shah dalam bukunya “Ajaran atau
Rahasia dari Tariqat Naqsyabandi”. Perjalanan jauh yang dilakukannya hanya pada
waktu ia menjalankan ibadah haji dua kali.

Dari awal, ia memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, yaitu para guru dalam mata
rantai Tariqat Naqsyabandi. Sejak masih bayi, ia diadopsi sebagai anak spiritual oleh
salah seorang dari mereka, yaitu Baba Muhammad Sammasi. Sammasi merupakan
pemandu pertamanya dalam mempelajari ilmu tasawuf. tepatnya ketika ia menginjak
usia 18 tahun, dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus
(khalifah) Sammasi, yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371). Dari Kulal
inilah ia pertama kali belajar terekat yang didirikannya.

Terakat Naqsabandiyah adalah satu-satunya tarekat terkenal yang silsilah


penyampaian ilmu spritualnya kepada Nabi Muhammad saw. melalui penguasa
Muslim pertama yakni Abu Bakar Shidiq , tidak seperti tarekat-tarekat sufi terkenal
lainnya yang asalnya kembali kepada salah satu imam Syi’ah, dan dengan demikian
melalui Imam ‘Ali, sampai Nabi Muhammad SAW. Tariqat Naqshbandiyah terbina
asas dan rukunnya oleh 5 bintang yang bersinar diatas jalan Rasulullah (s.a.w) ini dan
inilah yang merupakan ciri yang unik bagi tariqat ini yang membezakannya daripada
tariqat lain. Lima bintang yang bersinar itu ialah Abu Bakr as-Siddiq,Salman Al-
Farisi,Bayazid al-Bistami,Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan Muhammad Bahauddin
Uwaysi a-Bukhari yang lebih dikenali sebagai Shah Naqshband – Imam yang utama
didalam tariqat ini.[4]
B. Munculnya aliran qodariyah.

Qadiriyah adalah nama tarekat yang dinisbatkan kepada seorang sufi besar yang
sangat legendaris yaitu Syekh Muhyiddin Abd Qadir al- Jailani. Tarekat ini
menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas islam karena tidak
saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya
berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul
beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup sang syekh telah memberikan
pengaruh yang sangat besar pada pemikiran dan sikap umat islam. Dia dipandang
sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun generasi
selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda yang berkisar pada aktivitas
spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang dirinya.

Syekh Abd Qadir al-Jilani memimpin madrasah dan ribathnya di Baghdad.


Sepeninggalnya kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Abd
Wahab (552-593 H atau 1151-1196 M). Dan setelah Abd Wahab wafat maka
kepemimpinannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdussalam (w. 611 H
atau 1241 M). Madrasah dan ribat (pemondokan para sufi), secara turun temurun tetap
berada dibawah pengasuhan keturunan Syekh Abd Qadir al-jilani. Hal ini berlangsung
sampai hancurnya kota Baghdad oleh ganasnya serangan tentara Mongol yang
dipimpin oleh Hulagu Khan (1258 M atau 656 H). Serangan Hulagu Khan inilah yang
menghancurkan sebagian besar keluarga Syekh Abd Qadir al-Jilani, serta mengakhiri
eksistensi madrasah dan ribatnya di kota Baghdad.

Perkembangan tarekat ini sangat meluas, sampai keluar Bagdad karena sejak zaman
Syekh Abd Qadir Jailani, sudah ada beberapa muridnya yang mengajarkan metode
dan ajaran tasawufnya keberbagai negeri islam. Di antaranya ialah: Ali Muhammad
al-Haddad di daerah Yaman, Muhammad Al-Batha ihi didaerah Balbek dan di Syiria,
dan Muhammad ibn Abd Shamad menyebarkan ajarannya di Mesir. Demikian juga
karena kerja keras dan ketulusan putera-puteri Syekh Abd Qadir Jilani sendiri untuk
melanjutkan tarekat ayahandanya, sehingga pada abad 12-13 M, tarekat ini telah
tersebar keberbagai daerah islam, baik di barat maupun di timur.

Menurut Trimingham, tarekat Qadariyah sampai dengan sekarang ini (abad 20), masih
merupakan tarekat yang terbesar di dunia Islam, dengan berjuta-juta pengikutnya.
Mereka tersebar diseluruh penjuru dunia, seperti Yaman, Mesir, India, Turki, Syiria
dan Afrika. Trimingham juga mencatat, ada 29 jenis tarekat baru yang merupakan
modifikasi baru dari tarekat Qadiriyah. Karena dalam tarekat Qadiriyah ada
kebebasan bagi para murid yang telah mencapai tingkat mursyid, untuk tidak terikat
dengan metode yang diberikan oleh mursyidnya, dan bisa membuat metode riyadat
tersendiri.

C. Munculnya syatariyah
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke-
15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan berjasa
mengembangkannya, Abdullah Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoxiana (Asia Tengah) dengan nama
Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.
D. Munculnya chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke
seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun,
tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’ in Ad-
Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’ in Ad-Din Chisti.
E. Munculnya tarekat Qodariyah dan naqsabandiyah
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran
tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib
Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19.Tarekat ini
merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara meluas di Jawa saat ini.

D. Dasar-dasar ajaran aliran-aliran tarekat


a. Ajaran tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah, sebagai salah satu tarekat tasawuf dalam Islam, memiliki sejumlah
ajaran pokok yang menjadi prinsip-prinsip utama yang diikuti oleh para pengikutnya.
Berikut adalah penjelasan tentang ajaran-ajaran pokok dalam Tarekat Naqsabandiyah:

Tobat: Tobat atau pertobatan adalah salah satu ajaran utama dalam tarekat ini. Ini mencakup
pengakuan dosa, penyesalan yang tulus, dan niat untuk memperbaiki diri dan kembali
kepada Allah SWT.
Uzlah (Pengasingan Diri): Pengasingan diri dari keramaian manusia adalah praktik yang
dianjurkan dalam tarekat ini. Ini membantu individu untuk fokus pada ibadah dan
perjalanan spiritual mereka dengan lebih mendalam.
Zuhud (Ketidakmaterialisan): Konsep zuhud mengajarkan untuk tidak terlalu terikat pada
kekayaan dunia dan materi. Para pengikut tarekat ini diajarkan untuk hidup sederhana dan
tidak terlalu mengikuti nafsu duniawi.
Takwa: Takwa adalah ketakutan dan ketaatan kepada Allah SWT. Ini mencakup pematuhan
terhadap ajaran-ajaran Islam dan menjalani kehidupan yang penuh kesadaran tentang
Allah.
Qana'ah (Menerima Kehendak Allah): Qana'ah berarti menerima keputusan Allah dengan
hati yang lapang. Ini mencakup sikap rela terhadap apa yang Allah tetapkan dalam hidup
seseorang.
Taslim (Berserah Diri): Taslim adalah prinsip untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
Ini mencakup pengakuan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, dan
individu harus menerima dengan tulus.
b. Ajaran tarekat Qodariyah
Ada 7 ajaran Tarekat Qodiriyah Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yaitu taubat, zuhud, tawakal,
syukur, sabar, ridha, dan jujur, sebuah ajaran yang selalu menekankan pada pensucian diri
dari nafsu dunia dan diamalkan oleh para penganut/pengamal Tarekat Qodiriyah.

Atas 7 ajaran tarekat Qodiriyah tersebut, Syekh Abdul Qadir Al Jailani memberiikan
beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi tersebut.
c. Ajaran tarekat chistiyah
Secara umum prinsip dasar tarekat ini sama dengan tarekat-tarekat lainnya, yakni menahan
diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan ketetapan dari Al-Quran dan praktek
Nabi Muhammad SAW. Tarekat ini mematuhi penekanan Sufi pada tazkiyatunnafs, yang
mengacu pada pemurnian hati nurani dari semua kualitas negatif, menundukkan keinginan
dasar (syahwat jasmani) seseorang dan mengejar Ihsan melalui adopsi dari atribut ilahi.

Ciri tarekat ini adalah menghindari berhubungan langsung dengan


perseorangan/lembaga/perusahaan yang kaya dan orang-orang yang berkuasa, lebih sering
memilih berintraksi dengan orang miskin untuk menunjukkan rasa hormat yang besar dan
kemurahan hati. Alasannya untuk menghindari noda korupsi dan keduniawian
(hubbuddunya). Jika itu dilakukan makan bertentangan dengan prinsip praktek
ketergantungan pada Allah (tawakkal). Ini membantu mereka untuk menjaga kerendahan
hati setiap saat sehingga mencapai keluhuran spiritualitas.

Salah satu praktek yang diterapkan Tarekat Chishtiyyah adalah menanamkan cinta Allah ke
dalam hati nurani melalui ‘Sema’ atau majelis musik ruhani.

Salah satu fitur pembeda utama dari tatanan yang berlangsung hingga hari ini adalah tugas
dakwah. Sesuai dengan sunah Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya, para
Khalifah Tarekat Chishtiyyah sering dikirim ke daerah yang jauh, dimana mereka menetap
dan melayani kebutuhan rohani umat di sana. Berbaur dengan orang-orang asli daerah
tempat dakwahnya bahkan ada yang bermukim hingga menjadi penduduk daerah tersebut.
Tidak jarang mereka menjadi panutuan di daerah-daerah dakwah mereka. Mereka berbagi
harapan, ketakutan, sukacita dan kesulitan dengan penduduk setempat.
d. Ajaran tarekat Syattariyah
Syattariyah. Hubungan Antara Tuhan dengan Alam. Menurut ajaran tarekat Syattariyah,
alam diciptakan oleh Allah Swt dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu
diciptakan oleh Allah Swt, alam berada di dalam ilmu Allah yang diberi nama A’yan
Tsabitah. la merupakan bayang-bayang bagi Dzat Allah Swt. Sesudah A’yan Tsabitah ini
menjelma pada A’yan Kharijiyyah (kenyataan yang berada di luar), maka A’yan
Kharijiyyah itu merupakan bayangbayang bagi Yang Memiliki bayang-bayang, dan ia
tiada lain dari pada-Nya. Hal di atas dapat dijelaskan dengan mengambil beberapa contoh,
antara lain: Pertama, perumpamaan orang yang bercermin, pada cermin tampak bahwa
bagian sebelah kanan sesungguhnya merupakan pantulan dari bagian sebelah kiri, begitu
pula sebaliknya. Dan jika orang yang bercermin itu berhadapan dengan beberapa cermin,
maka di dalam cermin-cermin itu tampak ada beberapa orang, padahal itu semua tampak
sebagai pantulan dari seorang saja. Kedua, mengenai hubungan antara tangan dengan
gerak tangan, sesungguhnya gerak tangan itu bukan tangan itu sendiri tetapi ia termauk
dari tangan itu juga. Ketiga, tentang seseorang yang bernama Si Zaid yang memiliki ilmu
mengenai huruf Arab. Sebelum ia menuliskan huruf tersebut pada papan tulis, huruf itu
tetap (tsabit) pada ilmunya. Ilmu itu berdiri pada dzatnya dan hapus di dalam dirinya.
Padahal hakikat huruf Arab itu bukanlah hakikat Si Zaid (meskipun huruf-huruf itu berada
di dalam ilmunya), yang huruf tetaplah sebagai huruf dan Zaid tetap sebagai Zaid. Sesuai
dengan dalil Fa al-kullu Huwa al-Haqq, artinya ‘Adanya segala sesuatu itu tiada lain
kecuali sebagai manifestasiNya Yang Maha Benar’. b. Dzikir dalam Tarekat Syattariyah.
Perkembangan mistik tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang
membangkitkan kesadaran akan Allah Swt di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap
fana’. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah Swt itu sebanyak
gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama menurut tarekat ini adalah
jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai
pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar
(orangorang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia rahasia
dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini,
yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan
musyahadah. Pelaksanaan dzikir bagi penganut tarekat Syattariyah dibagi menjadi tiga
tataran, yaitu: mubtadi (tingkat permulaan), mutawasitah (tingkat menengah), dan muntahi
(tingkat terakhir). Tataran ini dapat dicapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan
dua makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. Ma’rifat tanziyyah adalah
‘suatu iktikad bahwa Allah Swt tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada
makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi batiniah atau hakikatnya. Sedangkan ma’rifat
tasybiyyah adalah ‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Swt Maha Melihat dan
Maha Mendengar’, dalam makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya. Di
dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai tangga untuk masuk
ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia.
Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke
Allah Swt dapat selamat dengan mengendalikan tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu
sebagai berikut:
1) Dzikir Thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu
kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu
kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari
yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2) Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara
nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan
suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3) Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke
dalam hati sanubari.
4) Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah
dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5) Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada
dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini
dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Illahi.
6) Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur,
dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik
senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Illahi.
7) Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut
dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman
rasa. Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat
al-Mukminun ayat 17: ‫“ َو َلَقْد َخ َلْقَنا َفْو َقُك ْم َس ْبَع َطَر اِئ َق َو َم ا ُكَّن ا َع ِن اْلَخ ْل ِق َغ اِفِليَن‬Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak
akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”. Adapun
ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:
1) Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifatsifat senang
berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap,
tidak mengetahui Tuhannya.
2) Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan,
acuh, pamer, ‘ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3) Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan. Sifat-sifatnya:
dermawan, sederhana, qana’ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan
menghadapi segala kesulitan.
4) Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-
sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan takut kepada
Allah SWT.
5) Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara’, riyadlah, dan
menepati janji.
6) Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak mulia,
bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
7) Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifatsifatnya: Ilmul
yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.
c. Syarat-syarat berdzikir. Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat
menjalani dzikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah: makanan yang dimakan haruslah
berasal dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan sedikit
bicara; setia terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah Swt; selalu
berpuasa; memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di suatu ruangan yang
gelap tetapi bersih; menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan
penyiksaan diri; menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium
segala sesuatu yang haram; membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan bangga
diri; mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan ibadah
haji, seperti berhias dan memakai pakaian berjahit.
e. Ajaran tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyah

1) Ajaran pertama yakni kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian untuk mendekatkan
diri kepada Allah), bertalian dengan tiga dimensi dasar; iman, Islam, dan ihsan.
Ketiganya dikemas dalam satu metode yang populer terdiri dari syariat, thareqat, dan
haqiqat. Syariat dipahami sebagai kaidah perundang-undangan Islam. Ini merupakan
ketetapan Allah SWT sebagai syar'i melalui Rasul-Nya, yang menyangkut perintah
maupun larangan.Pengamalan terhadap syariat pun masuk domain thariqat. Unsur
utamanya terletak pada iman dan kebenaran syariat. Sementara dimensi haqiqat pada fase
selanjutnya menggariskan penghayatan atas pengamalan syariat demi merasakan manisnya
ma'rifat (iman).

2. Adab
ajaran kedua yakni adab memiliki posisi khusus, bahkan bisa dikatakan sangat prinsip.
Menurut pengikutnya, tanpa adab tidaklah mungkin seorang salik (pelaku disiplin
spiritual) mampu mencapai tujuan suluk-nya.

Terdapat empat penekanan, pertama, adab kepada Allah dan Rasul-Nya, kedua, adab kepada
Syekh (mursyid atau guru), ketiga, adab kepada saudara seiman (ikhwan), serta keempat,
adab kepada diri sendiri.
Adab kepada Allah dilakukan dengan senantiasa mensyukuri segala nikmat dan karunia-
Nya. Selain itu, perlu menjaga kesadaran untuk selalu bersyukur. Keduanya harus dijiwai
oleh setiap murid agar tidak melupakan-Nya.

Yang juga dijunjung tinggi adalah adab murid kepada mursyid-nya. Inilah syarat riyadhoh
dan suluk seorang murid. Maka itu, ada etika yang terbangun sedemikian rupa di
lingkungan terekat ini, sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi SAW.

Antara murid dan mursyid dalam mu'asyarah (interaksi) bertujuan melestarikan sunah
(tradisi) pada masa Nabi. Murid menempati peran sahabat, dan mursyid menggantikan
peran Nabi dalam hal irsyad (pemberian petunjuk) dan ta'lim (pengajaran).
Terkait adab antara sesama ikhwan, sebenarnya tidak hanya berlaku antara sesama pengikut
tarekat, namun dalam artian saudara seiman. Jadi, lebih umum sifatnya. Prinsip yang
melandasinya yakni semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) seperti diajarkan
Nabi SAW.

Sedangkan adab pada diri sendiri merupakan inti dari prinsip-prinsip kehidupan sufistik
pada umumnya, seperti wara', zuhud, memegang prinsip akhlakul karimah, dan muraqabah
atau senantiasa merasa diperhatikan atau diawasi Allah.
3. Dzikir
Pada ajaran tentang zikir, terdapat kekhususan yang membedakan dari tarekat yang lain.
Zikir ini berupa aktivitas lidah, baik lidah fisik maupun lidah batin, untuk menyebut dan
mengingat Allah--baik berupa jumlah (kalimat) maupun isim mufrad (kata tunggal).

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah mengenal dua jenis zikir, yaitu zikir nafi itsbat dan zikir
ismudzat. Zikir nafi itsbat adalah zikir kepada Allah dengan menyebut, ''La Ilaha Illa
Allah, yang dikerjakan secara jahr (suara keras atau jelas). Hanya saja, setelah menjadi
ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiah, tidak harus secara jahr.

Zikir ismuzat yakni dengan menyebut nama-Nya yang Agung (Ism al-a'dham), ''Allah,
Allah, Allah.'' Dilakukan secara sirri atau khafi (dalam hati), dan kerap disebut zikir
latha'if (zikir secara lembut) yang menjadi ciri khas ajaran Tarekat Naqsyabandiah
Mujaddidiyah.

Dunia tasawuf menyebut ajaran terakhir, muraqabah, sebagai sebuah kontemplasi. Ada
kesadaran seorang hamba yang secara terus-menerus merasa diawasi dan diperhatikan
Allah. Secara harfiah, muraqabah berarti mengamat-amati, atau menantikan sesuatu
dengan penuh perhatian. Kegiatan ini dilakukan sebagai latihan kejiwaan (riyadlat al-nafs)
yang mencakup sebanyak 20 tingkatan.
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Tarekat adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan
ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah.Unsur-
unsur terpenting dalam tarekat ada lima, yaitu: mursyid (guru),baiat (janji setia), silsilah
(hubungan antar guru), murid, dan ajaran.Adapun tujuan utama pendirian berbagai
tarekat oleh para sufi adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa
merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah
yang terarah dan sempurna.Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk praktik ibadah
yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan
wirid atau zikir yang perlu diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib.Kemudian kemunculan
tarekat sendiri diawali dengan pengklasifikasian antara syariat, tahriqat, haqiqat, dan
makrifat oleh para sufi. Barulah pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi muncul tarekat
sebagai kelanjutan dari pemikiran kaum sufi tersebut. Sedangkan kehadiran tarekat di
Indonesia sama tuanya dengan kehadiran Islam. Namun hanya ada beberapa tarekat yang
bisa masuk dan berkembang di Indonesia.Di antaranya tarekat-tarekat yang berkembang
di Indonesia antara lain:
Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Khalwatiyah,
Tarekat Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Tijaniyah, dan Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah.
2. Saran
Demikian makalah ini penulis buat, semoga dapat memberi pemahaman lebih
mendalam tentang Tarekat dan Aliran-aliran Tarekat. Penulis menyadari,masih banyak
kesalahan dan kekurangan dari segi isi, penulisan, maupun tata bahasa yang digunakan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dalam makalah ini maupun makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Atjeh, Aboebakar. 1985. Pengantar Ilmu Tarekat (Uraian Tentang Mistik). Solo: Ramadhani.
Burhani, Ahmad Najib. 2002. Tarekat Tanpa Tarekat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Mulyati, Sri, dkk. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah diIndonesia.
Jakarta: Kencana
https://pcnucilacap.com di akses pada tanggal 11 November 2023
http://kumpulanmakalahmahasiswa.blogspot.com diakses pada tanggal 11 november 2023
http://repository.radenfatah.ac.id diakses pada tanggal 11 November 2023

You might also like