Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru Studi Kasus Rumah Sakit Paru Jember

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Pasien


Tuberkulosis Paru Studi kasus Rumah Sakit Paru Jember

Devie Antaliya Damayanti 1, Faiqatul Hikmah 2


Jurusan Kesehatan,Politeknik Negeri Jember1
Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember 2
devieantaliya@gmail.com

Abstract
One of the indicator for evaluate the development and the successful treatment outcome of
pulmonary tuberculosis prevention is a see the success rate of treatment. The success rate of
treatment in Hospital Pulmonary of Jember on 2017 is 84.98%. This research aims to determine
which independent factors affecting successful treatment outcome of pulmonary tuberculosis
patients seen from aspects of age, gender, the distance of resident, diabetes mellitus record, type of
treatment, and adherence to treatment. This research was a quantitative with an observational
retrospective design study. The data was collected by using a medical record TB01 Form’s
patients. Sample was taken using a simple random sampling and got 103 sample from 140
population. The analysis that used are univariate analysis, bivariate analysis used a contingency
coefficient test, the data can be stated have a correlation if sig α value <0.05, and multivariate
analysis used a logistic regression test. The univariate show a results that pulmonary tuberculosis
patients who has got treated in Hospital Pulmonary of Jember most types are female gender
(51.5%), pruductive ages (78.6%), has a far distance from their resident (93.2%), don’t have a
diabetes mellitus record (86.4%), has 1st category type of treatment (64.1%), and adherence to
treatment (81.6%). Bivariate results show that there is correlations between gender (sig.=0.009),
age (sig.=0.005), and adherence to treatment (sig.=0.000) with the successful treatment outcome.
There is no correlations between the distance of residence (sig.=0.927), diabetes mellitus record
(sig.=0.447), and type of treatment (sig.=0.084). Multivariate results show that adherence to
treatment have the strongest correlation against the successful treatment outcome (sig.=0.000).
Therefore, health workers in TB DOTS’s section can be more active to attempted patients so they
can be more adherence for getting treatment and drug consumption to preventing patients to
dropped out and the successful treatment outcome of patient can be increased.

Keywords: Adherence to Treatment, Pulmonary Tuberculosis, Successful Treatment Outcome

1. Pendahuluan terbanyak ke-4 di Indonesia serta penyakit ini


Tuberkulosis Paru adalah penyakit juga menjadi penyebab kematian akibat
menular langsung yang disebabkan oleh infeksi tunggal ke-2 di Indonesia
kuman tuberkulosis (mycobacterium setelah HIV/AIDS.
tuberculosa) yang ditularkan melalui udara Tercatat pada tahun 2016, sebanyak
(droplet nuclei) saat seorang pasien 10.4 juta kasus Tuberkulosis baru di dunia,
tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang dimana 6.2 juta penderita merupakan pria,
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh 3.2 juta wanita, dan 1 juta anak-anak
orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008). (WHO, 2017). Hal ini tidak berbeda jauh
Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih dengan data kasus Tuberkulosis Paru pada
menjadi masalah utama kesehatan tahun 2015 yaitu sebesar 10,4 juta kasus
masyarakat dan masih menjadi isu kesehatan Tuberkulosis, dimana 5,9 juta penderita laki-
global di semua negara. Tuberkulosis Paru laki, 3,5 juta wanita, dan 1 juta anak-anak
merupakan salah satu dari 10 penyakit (WHO, 2015).
penyebab kematian di dunia serta penyebab Untuk periode 2016-2035, WHO
utama mortalitas bagi penderita HIV/AIDS. mencanangkan strategi yang disebut “End
Menurut data WHO, Tuberkulosis Paru TB” dan Sustainable Development Goals
merupakan penyakit penyebab kematian (SDGs), yang bertujuan
untukmenghentikan/memberantas epidemik

119
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Tuberkulosis Paru secara global. Target yang pengobatan yakni 90%, bahkan 9
ditentukan dalam End TB Strategy ialah diantaranya telah mencapai Angka
mengurangi 90% mortalitas akibat Keberhasilan Pengobatan 100% dan sisanya
Tuberkulosis Paru dan 80% insiden belum memenuhi target yang ditetapkan.
Tuberkulosis Paru (kasus baru per/tahun) Angka Keberhasilan Pengobatan di Jember
(Global Tuberculosis Report, 2017). Dan ini meningkat pada tahun 2015 yaitu sebesar
pada tahun 2016, Kementerian Kesehatan 93.82%.
Indonesia mencanangkan target serupa yaitu Rumah Sakit Paru Jember merupakan
“Indonesia Bebas TB 2050”. salah satu rumah sakit di Kabupaten Jember
Salah satu indikator untuk menilai yang memberikan pelayanan kesehatan
kemajuan dan keberhasilan penanggulangan sistem respirasi dan pembuluh darah. Dalam
Tuberkulosis Paru yaitu dengan melihat data yang terdapat pada Profil Kesehatan
Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Jember Tahun 2014, Rumah Sakit Paru
Rate / SR). Keberhasilan pengobatan pada Jember memiliki jumlah SR sebesar 63.33%.
Pasien Tuberkulosis dengan BTA(+) Studi pendahuluan yang telah
ditentukan dari hasil pemeriksaan histologis dilakukan di Rumah Sakit Paru Jember,
dan bakteriologisya. Berdasarkan data yang didapatkan Angka Keberhasilan Pengobatan
terdapat dalam Profil Kesehatan Indonesia (Success Rate / SR) pada Tahun 2016 sebesar
2016, Indonesia memiliki jumlah Angka 83,47%, jumlah ini meningkat pada tahun
Keberhasilan Pengobatan sebesar 75.4% 2017 yaitu sebesar dan 84,98%. Dengan
menurun dari tahun 2015 sebesar 85%, adanya target “Bebas TB” yang telah
jumlah ini belum memenuhi standar Angka dicanangkan oleh WHO dan Kementerian
Keberhasilan Pengobatan yang telah Kesehatan Indonesia, Angka keberhasilan
ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 85%. Hal pengobatan (SR) untuk pasien Tuberkulosis
ini menunjukkan bahwa pengobatan pada Paru haruslah mencapai 100% agar program
pasien Tuberkulosis dibeberapa daerah masih tersebut dapat terlaksana sesuai dengan hasil
belum berjalan dengan baik yang diharapkan.
Adapun provinsi di Indonesia yang Berdasarkan permasalahan tersebut,
telah mencapai standar Angka Keberhasilan maka peneliti melakukan penelitian berupa
Pengobatan salah satunya yaitu Provinsi analisis terhadap faktor-faktor yang
Jawa Timur sebesar 96.23% (Profil mempengaruhi keberhasilan pengobatan
Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun pasien tuberkulosis paru di RSP Jember.
2015). Hal ini menunjukkan bahwa Tujuan dilakukannya penelitian ini
penanggulangan dalam pengobatan adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa
tuberkulosis paru di Provinsi Jawa Timur saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan
telah baik dan berhasil melampaui target pengobatan pasien tuberkulosis paru di RSP
yang telah ditentukan oleh WHO dan juga Jember dengan menganalisis faktor-faktor
standar ketetapan Angka Keberhasilan independen (usia, jenis kelamin, jarak tempat
Pengobatan yang ditetapkan oleh Dinas tinggal, riwayat DM, jenis pengobatan,
Kesehatan Jawa Timur yaitu sebesar 90%. keteraturan berobat dan jenis PMO) terhadap
Jember merupakan salah satu wilayah faktor dependen (keberhasilan pengobatan).
di Jawa Timur dengan jumlah kasus
morbiditas tuberkulosis paru terbanyak kedua 2. Metode
setelah Surabaya yaitu mencapai 3.331 kasus Penelitian ini merupakan penelitian
selama tahun 2017 (Forum Masyarakat kuantitatif dengan jenis penelitian
Peduli TB di Jember, dalam Jawa Pos, 2017). observasional analitik dengan pendekatan
Berdasarkan data yang terdapat pada Profil retrospective, yaitu rancangan bangun
Kesehatan Jember Tahun 2014, Angka dengan melihat kebelakang dari suatu
Keberhasilan Pengobatan penderita kejadian yang berhubungan dengan kejadian
Tuberkulosis Paru mencapai 92.94%.
kesakitan yang diteliti (Abd. Nasir, dkk.
Sebanyak 31 dari 49 Puskesmas telah
berhasil mencapai target keberhasilan 2011:161) dan digunakan untuk mengetahui
serta membuktikan hubungan sebab akibat

120
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

antara dua variabel atau lebih secara kepercayaan sebesar 95% terhadap populasi
observasional. (Sugiyono, 2007).
Berdasarkan jumlah sampel yang
2.1 Metode Pengumpulan Data digunakan sebesar 103 sampel, maka
Metode pengumpulan data yang perhitungan dengan menggunakan teknik
digunakan pada penelitian ini yaitu peneliti disproportionate stratified random sampling
melakukan observasi terhadapa Form TB01 adalah sebagai berikut:
pasien Tuberkulosis Paru BTA(+) yang a) Pasien TB yang dinyatakan sembuh:
menjalani pengobatan tanpa dirujuk dan 103 x 70,3%= 72 sampel
dinyatakan sembuh dan gagal di RSP Jember b) Pasien TB yang dinyatakan gagal:
tahun 2018. 103 x 29,7%= 31 sampel
Sumber data dalam penelitian ini Sehingga jumlah keseluruhan sampel
menggunakan data sekunder berupa register yang digunakan adalah 72+31 = 103 sampel
rekam medik pasien Poli TB DOTS Rumah
Sakit Paru Jember yang didapat dari Form 2.2 Metode Analisis Data
TB01 yang diambil tahun 2018. Pada 1. Analisis Univariat
penelitian ini populasi yang digunakan adalah Analisis ini digunakan untuk mengetahui
seluruh pasien Tuberkulosis Paru BTA(+) distribusi frekuensi variabel dependen
yang menjalani pengobatan tanpa dirujuk dan (keberhasilan pengobatan) dan variabel
dinyatakan sembuh dan gaga di Rumah sakit
dependen (PMO, keteraturan berobat,
Paru Jember tahun 2018 dengan jumlah
riwayat DM, jarak tempat tinggal) yang
populasi sebanyak 138 penderita.
Tabel 1 Jumlah Pasien Tuberkulosis Paru BTA bertujuan untuk menjelaskan atau
(+) Tahun 2018 yang dinyatakan sembuh dan mendeskripsikan karakteristik setiap
tidak variabel penelitian. Pada umumnya
Kategori Pasien Jumlah Prosentase dalam analisis ini hanya menghasilkan
(%) distribusi frekuensi dan presentase dari
Sembuh 97 70,3% setiap variabel (Notoatmodjo, 2012).
2. Analisis Bivariat
Gagal/Default 41 29,7%
Analisis bivariat digunakan untuk
Pindah 7 melihat hubungan antara satu variabel
Pengobatan independen dengan variabel dependen.
Total 138 100% Uji hipotesis yang digunakan untuk
Sumber: Data Poli TB DOTS Rumah Sakit Paru menguji hubungan atau asosiasi ialah uji
Jember koefisien kontingensi (contingency
coefisien). Variabel independen dan
Pengambilan sampel pada penelitian dependen dikatakan memiliki hubungan
ini dilakukan dengan menggunakan (asosiasi) apabila nilai signifikansi α <
disproportionate stratified random sampling.
0,05. Untuk mengetahui hubungan dan
Jumlah sampel yang diteliti yaitu sebanyak
138 pasien, dimana sampel tersebut dibagi besar hubungan antara variabel dependen
dalam dua kelompok yakni pasien yang dan variable independen, peneliti
dinyatakan sembuh dan pasien yang menggunakan nilai pada hasil tabel
dinyatakan gagal. koefisien kontingensi (contingency
Peneliti menggunakan Tabel Krejcie coefisien/CC). Koefisien kontingensi
dan Morgan untuk penentuan besaran digunakan untuk mengetahui atau
semapel dikarenakan Krejcie dan Morgan
menggambarkan tingkat kekuatan atau
dalam melakukan perhitungan ukuran sampel
didasarkan atas kesalahan 5%. Sehingga keeratan antara variabel dependen
sampel yang diperoleh memliki tingkat dengan variabel independen.

121
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan


SPSS 16.0
3. Analisis Multivariat Berdasarkan Tabel 2 distribusi
Analisis multivariat digunakan untuk pasien tuberkulosis paru yang menjalani
mengetahui hubungan lebih dari satu pengobatan di RSP Jember sebagian besar
variabel independen dengan satu variabel berjenis kelamin perempuan (51.5%),
dependen. Uji statistik yang digunakan sebagian besar berusia produktif (78.6%),
dalam analisis multivariat adalah uji serta memiliki jarak tempat tinggal yang jauh
(93.2%). Pasien tuberkulosis paru dengan
statistik regresi logistik untuk
jenis pengobatan yang sebagian besar
mengetahui variabel independen yang menggunakan pengobatan Kategori 1
mana yang lebih erat hubungannya (64.1%), tidak memiliki atau sedang
dengan variabel dependen didiagnosa DM (86.4%), dan menjalani
pengobatan secara teratur (81.6%).
3. Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Univariat 2. Analisis Bivariat
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis Analisis bivariat digunakan untuk
univariat untuk mendapatkan distribusi mengetahui hubungan antara satu variabel
frekuensi pasien tuberkulosis paru independen (usia, jenis kelamin, jarak tempat
berdasarkan variabel independen yang tinggal, riwayat DM, kategori pengobatan,
diteliti, yaitu jenis kelamin, usia, jarak tempat dan keteraturan berobat) dengan variabel
tinggal, jenis pengobatan, riwayat DM, dan dependen (keberhasilan pengobatan).
keteraturan berobat. Hasil analisis univariat
didapatkan dengan menghitung distribusi Tabel 3 Hasil Uji Hubungan antara Usia dengan
frekuensi dan mendeskripsikan karakteristik Keberhasilan Pengobatan
setiap variabel penelitian Keberhasilan CC OR
Pengobatan (95
Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan usia, Usia Sembuh Gagal Val Sig %
jenis kelamin, jarak tempat tinggal, riwayat DM, ue .α CI)
kategori pengobatan dan keteraturan berobat N (%) N (%) 3.91
No Variabel N Prosentase (%) Produ 6 76.5 19 23 6
ktif 2 .5 0.2 0.0 (1.46
1 Usia Lanju 1 45.5 12 54 68 05 4-
Produktif 81 78.6% t 0 .5 10.4
Lanjut 22 21.4% 76)
2 Janis Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
Kelamin SPSS 16.0
Perempuan 53 51.5%
Laki-Laki 50 48.5% Berdasarkan hasil uji pada Tabel 3,
3 Jarak Tempat didapatkan nilai signifikansi KK = 0.005 (α
Tinggal <0.05). Dapat diartikan bahwa terdapat
Dekat 7 6.8% hubungan antara usia dengan status
Jauh 96 93.2% keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis
4 Riwayat DM paru. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa
Ada 14 13.6% usia memiliki hubungan yang signifikan
Tidak Ada 89 86.4% terhadap keberhasilan pengobatan
5 Jenis
tuberkulosis paru. Nilai koefisien kontingensi
Pengobatan
Kategori 1 66 64.1% sebesar 0.268, yang artinya usia memiliki
Kategori 2 37 35.9% hubungan yang rendah terhadap keberhasilan
6 Keteraturan pengobatan.
Berobat Berdasarkan penelitian yang telah
Teratur 84 81.6% dilakukan, didapatkan pasien usia produktif
Tidak Teratur 19 18.4% yang didiagnosa TB paru lebih banyak

122
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

dibanding pasien usia lanjut. Namun tingkat


keberhasilan pengobatan juga lebih tinggi
pada pasien dengan usia produktif. Hal Tabel 4 Hasil Uji Hubungan antara Jenis Kelamin
tersebut dapat dikarenakan sistem dengan Keberhasilan Pengobatan
immunologis pada usia lanjut yaitu pasien Keberhasilan CC
dengan usia diatas 60 tahun cenderung Pengobatan
mengalami penurunan dan sangat rentan Jenis
Sembuh Gagal Valu Sig.
terhadap berbagai penyakit, sehingga risiko Kelamin
pasien untuk sembuh juga mengalami e α
penurunan akibat adanya penurunan sistem N (%) N (%)
imun pasien usia lanjut.
Perempu 4 82.0 9 18.0
Mengonsumsi OAT terus menerus 0.24 0.00
dan setiap hari dengan jumlah obat yang an 1 % %
8 9
tidak sedikit, serta efek samping yang Laki- 3 58.5 2 41.5
ditimbulkan juga dapat menurunkan
Laki 1 % 2 %
semangat dan motivasi pasien usia lanjut
untuk mengonsumsi obat secara teratur. Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
Pasien usia produktif cenderung memiliki SPSS 16.0
aktivitas sehari-hari yang tinggi sehingga Didapatkan nilai signifikansi hasil uji
keinginan untuk sembuh juga tinggi dan koefisien kontingensi = 0.009 (α <0.05).
menjalani pengobatan secara teratur agar Dapat diartikan bahwa terdapat hubungan
dapat sembuh. Sebanyak 68 (81.0%) dari 84 antara jenis kelamin dengan status
pasien, pasien usia produktif lebih teratur keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis
dalam berobat dibanding dengan pasien usia paru. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa
lanjut jenis kelamin memiliki hubungan yang
Berdasarkan hasil perhitungan odds signifikan dengan keberhasilan pengobatan
ratio pada hasil uji diatas, didapat nilai OR tuberkulosis paru.
pada usia produktif sebesar 3.916 (95% CI, Nilai koefisien kontingensi sebesar
1.464-10.476). Hal tersebut menunjukkan 0.248 yang artinya, walaupun terdapat
bahwa risiko pasien dengan usia produktif hubungan antara variabel jenis kelamin
memiliki kecenderungan untuk sembuh 3 kali dengan keteraturan berobat, jenis kelamin
memiliki hubungan yang rendah terhadap
lebih besar dibandingkan dengan pasien
keberhasilan pengobatan.
tuberkulosis paru usia lanjut.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan
Hasil uji pada penelitian ini didukung pada penelitian ini, didapatkan prosentase
dengan penelitian yang dilakukan oleh pasien dengan jenis kelamin perempuan
Ruditya pada tahun 2015. Hasil penelitian memiliki tingkat kesembuhan sebesar 82.0%
cross-sectional yang dilakukan didapatkan dibanding dengan laki-laki dengan prosentase
sebagian besar pasien patuh untuk melakukan kesembuhan sebesar 58.5%. Hal tersebut
pemeriksaan dahak adalah pasien dengan dapat dikarenakan, sebanyak 45 (55.6%) dari
umur produktif sebesar 79.2% dibanding 50 pasien tuberkulosis paru yang berjenis
dengan pasien umur lansia 20.8%. Jika kelamin perempuan memiliki usia yang
pasien patuh untuk memeriksakan dahak produktif, yaitu usia yang berkisar 15-60
selama pengobatan, maka dapat diketahui tahun. Hal tersebut dapat dikarenakan pasien
hasil akhir dari pengobatannya. Sebab usia produktif lebih memiliki semangat untuk
sembuh dan lebih memiliki daya tahan serta
pemeriksaan dahak selama pengobatan
imunitas tubuh yang lebih baik dibanding
merupakan indikator pasien dikatakan pasien dengan usia lanjut, sehingga pasien
sembuh atau tidak. dapat lebih mudah untuk diobati dikarenakan
imunitas tubuh yang lebih tinggi. Sehingga
dalam penelitian ini, prosentase pasien
dengan jenis kelamin perempuan lebih

123
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

memiliki tingkat kesembuhan yang lebih Hal tersebut membuktikan bahwa


besar. meskipun pasien memiliki tempat tinggal
Hasil penelitian retrospektif selama 5 yang jauh dari RSP Paru, tidak menurunkan
tahun yang dilakukan oleh mengistu endris, semangat pasien untuk sembuh. Jarak tempat
dkk. pada tahun 2014 didapatkan sebesar tinggal yang jauh dengan RSP Jember tidak
96.2% proporsi pasien tuberkulosis berjenis menghalangi pasien untuk pergi berobat
kelamin wanita dinyatakan berhasil dalam secara teratur. Hal tersebut dapat dikarenakan
pengobatan dan dinyatakan sembuh. Hasil lokasi RSP Jember terletak di dekat pusat
penelitian tersebut juga didukung oleh kota, sehingga akses untuk menuju rumah
penelitian yang dilakukan oleh Yulinda, dkk. sakit dapat dilalui lebih mudah menggunakan
pada tahun 2017. Hasil penelitian case- berbagai macam sarana transportasi. Pasien
control didapatkan sebanyak 11 dari 15 yang bertempat tinggal diluar wilayah
(55%) pasien berjenis kelamin perempuan kecamatan yang sama dengan RSP Paru
dinyatakan sembuh. maupun pasien yang berasal dari luar kota
dapat dengan mudah pasien lalui untuk
menuju ke rumah sakit dikarekan lokasi dan
Tabel 5 Hasil Uji Hubungan antara Jarak Tempat akses yang mudah.
Tinggal dengan Keberhasilan Pengobatan
Keberhasilan CC
Hasil tersebut juga didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
Pengobatan di wilayah Puskesmas Nguter Kabupaten
Jarak Sembuh Gagal Valu Sig. Sukoharjo menemukan bahwa pasien TB
yang dinyatakan berhasil dalam pengobatan,
e α
sebanyak 59 responden (76.3%) memiliki
N (%) N (%) jarak tempat tinggal yang jauh dari pelayanan
Dekat 5 71.4 2 28.6 kesehatan dibandingkan dengan responden
0.00 0.92 yang memiliki jarak tempat tinggal yang
% % dekat dengan pelayanan kesehatan.
9 7
Jauh 67 69.8 29 30.2
% % Tabel 6 Hasil Uji Hubungan antara Riwayat DM
dengan Keberhasilan Pengobatan
Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
Keberhasilan CC OR
SPSS 16.0
Pengobatan (95
Hasil perhitungan antara jarak tempat Riwa %
tinggal dengan keberhasilan pengobatan, yat Sembu Gagal Val Sig. CI)
didapatkan sebanyak 5 dari 7 (71.4%) pasien DM h ue α
tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan N (% N (%)
di RSP Jember yang memiliki jarak tempat ) 1.683
tinggal yang dekat dengan RSP Jember, Ada 1 78. 3 21.4 (0.43
0.0 0.4
dalam penelitian ini pasien yang bertempat 1 6% % 5-
75 47
tinggal satu wilayah kecamatan dengan RSP Tida 6 68. 2 31.5 6.510
Jember, dinyatakan sembuh. Sebanyak 67 k 1 5% 8 % )
Ada
dari 96 (69.8%) pasien yang bertempat
Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
tinggal diluar wilayah kecamatan RSP
SPSS 16.0
Jember dinyatakan sembuh.
Hasil perhitungan yang telah
Hasil uji pada nilai signifikansi dilakukan antara riwayat DM dengan
memiliki nilai = 0.927 (α>0.05). Nilai keberhasilan pengobatan, didapatkan
koefisien kontingensi sebesar 0.009, nilai sebanyak 11 dari 14 (78.6%) pasien
tersebut mendekati angka 0 yang dapat tuberkulosis paru yang memiliki riwayat atau
diartikan bahwa hubungan jarak tempat
sedang didiagnosis memiliki DM dinyatakan
tinggal terhadap keberhasilan pengobatan sembuh. Sebanyak 61 dari 89 (68.5%) pasien
rendah. yang tidak memiliki riwayat atau tidak

124
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

sedang didiagnosis memiliki DM dinyatakan harmonis antara pemberi pelayanan


sembuh. kesehatan, pasien, dan keluarga. Pengecekan
Hasil uji menunjukkan nilai kadar gula darah oleh pemberi pelayanan
signifikansi KK = 0.447 (α>0.05) dan Nilai kesehatan, lingkungan pasien yang sehat,
KK sebesar 0.075. Dapat diartikan bahwa gaya hidup pasien yang sehat dan menjauhi
selain jarak tempat tinggal, pasien yang makanan yang dapat meningkatkan kadar
terdiagnosa dengan DM memiliki tingkat gula darah, serta dukungan keluarga yang
hubungan yang rendah terhadap keberhasilan harus kooperatif dalam setiap pembinaan,
pengobatan. tekun, patuh, dan semangat hidup sehat dapat
menjadi faktor penting dalam kesembuhan
Hal tersebut membuktikan bahwa
pasien TB dengan DM.
walaupun pasien yang memiliki DM lebih
rentan terserang infeksi dan memiliki
peningkatan risiko kekambuhan serta Tabel 7 Hasil Uji Hubungan antara Jenis
Pengobatan dengan Keberhasilan Pengobatan
penularan yang lebih besar, tidak membuat
pasien menyerah dalam berobat demi Keberhasilan CC OR
Pengobatan (95%
kesembuhan dari tuberkulosis paru. Lamanya Jenis CI)
pengobatan yang harus dilakukan untuk Peng
Sembu Gagal Valu Sig.
pasien TB paru dengan DM tidak obata
h e α
n
menurunkan risiko pasien untuk sembuh. Hal N (% N (%
tersebut dibuktikan dari hasil penelitian yang ) )
2.131
telah dilakukan pada penelitian, yaitu Kateg 5 75 1 24.
(0.89
ori 1 0 .8 6 2% 0.16 0.0
sebanyak 11 pasien dari 14 total pasien TB % 8 84
7-
paru dengan DM berhasil sembuh. 5.059
Kateg 2 59 1 40.
)
Berdasarkan hasil penelitian, ori 2 2 .5 5 5%
didapatkan sebanyak 13 (92.9%) dari 14 %
Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
pasien tuberkulosis paru dengan DM teratur
SPSS 16.0
dalam berobat. Hal tersebut membuktikan
Hasil uji koefisien kontingensi yang
bahwa walaupun obat-obatan yang harus
telah dilakukan dan dijabarkan pada Tabel
dikonsumsi dan lamanya pengobatan yang
4.11, didapatkan nilai signifikansi KK =
dapat memakan waktu lebih lama dibanding 0.084 (α>0.05) dan nilai koefisien
pasien TB paru tanpa DM tidak menurunkan kontingensi sebesar 0.168. Hal tersebut
semangat pasien untuk sembuh dan teratur menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
berobat. Pasien TB paru dengan DM antara pasien yang mengonsumsi OAT
memiliki risiko untuk sembuh asalkan pasien kategori 1 dengan pasien yang mengonsumsi
teratur untuk berobat dan mengontrol kadar OAT kategori 2 dan tingkat hubungan antara
gula seperti yang telah dijelaskan jenis pengobatan terhadap keberhasilan
sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pasien pengobatan rendah.
TB paru dengan DM memiliki risiko untuk Pada penelitian ini, didapatkan
sembuh lebih besar apabila pasien teratur sebagian besar pasien yang mengonsumsi
dalam berobat dan mengontrol kadar gula OAT Kategori 2 terdiri dari pasien yang
dan lamanya waktu pengobatan dapat kambuh, yaitu pasien yang sebelumnya
diturunkan. pernah didiagnosis TB paru, diobati, dan
dinyatakan sembuh namun akhirnya kambuh.
Hasil uji pada penelitian ini didukung Sebanyak 24 (64.7%) dari 37 pasien yang
oleh hasil penelitian laporan kasus yang mengonsumsi OAT kategori 2 dinyatakan
dilakukan oleh Aulia tahun 2014. Hasil sebagai pasien TB paru yang kambuh, dan 13
penelitian yang dilakukan pada wanita pasien tidak diketahui apakah mereka
berumur 48 tahun yang terdiagnosis DM dan termasuk pasien TB paru yang kambuh atau
TB, didapatkan bahwa pasien TB dengan DM yang lainnya, dikarenakan 13 pasien tersebut
dapat sembuh dengan adanya kolaborasi yang merupakan pasien yang sebelumnya

125
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

menjalani pengobatan di puskesmas lalu ur 8 .0 6 1% 54.529


melanjutkan pengobatan mereka di RSP % )
Jember. Tidak 4 19 1 78.
Terat .0 5 9%
Pasien yang sebelumnya pernah ur %
didiagnosis TB paru dan pernah menjalani Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
pengobatan telah memiliki pengalaman dan SPSS 16.0
kesadaran akan pentingnya berobat secara
Hasil uji signfikansi KK memiliki
teratur demi sembuh dari TB paru. Bagi
nilai = 0.000 (α<5). Dengan demikian dapat
pasien yang kambuh, keinginan untuk
diartikan bahwa terdapat hubungan antara
sembuh lebih kuat karena pernah didagnosis
keteraturan berobat pasien tuberkulosis paru
tuberkulosis paru sebelumnya namun
dengan keberhasilan pengobatan. Hal
akhirnya kambuh. Pasien menyadari
tersebut menunjukkan bahwa keteraturan
pentingnya untuk menjalani pengobatan dan
berobat pasien tuberkulosis paru memiliki
teratur untuk berobat sampai sembuh untuk
hubungan yang signifikan terhadap
menghindari kambuhnya penyakit tesebut
keberhasilan pengobatan. Nilai koefisien
kembali dan untuk menghindari adanya
kontingensi sebesar 0.452, yang artinya,
resistensi obat yang dapat mengakibatkan
walaupun terdapat hubungan antara variabel
jangka waktu pengobatan semakin lama dan
keteraturan berobat dengan keberhasilan
jenis obat-obatan semakin banyak. Hal
pengobatan, keteraturan berobat memiliki
tersebut didukung dengan hasil penelitian ini
hubungan yang cukup tinggi terhadap
yang menunjukkan bahwa sebanyak 31
keberhasilan pengobatan. Hal tersebut
(83.8%) dari 37 pasien yang mengonsumsi
dikarenakan nilai koefisien kontingensi yang
OAT kategori 2 menjalani pengobatan secara
mendekati 0.5.
teratur.
Tanpa adanya keteraturan berobat,
Berdasarkan perhitungan OR diatas,
penyakit tuberkulosis paru akan sulit untuk
didapatkan nilai sebesar 2.131 (95% CI, diobati, karena bakteri Mc.TB dalam tubuh
0.897-5.059), yang berarti risiko pada pasien akan berkembang semakin luas dan dapat
tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan menyerang ke bagian organ tubuh yang lain.
dengan jenis pengobatan kategori 1 memiliki Ketidakteraturan berobat juga dapat
kecenderungan untuk sembuh 2 kali lebih mengakibatkan bakteri Mc.TB resisten
besar dibandingkan dengan pasien yang tidak terhadap obat-obatan TB yang dikonsumsi
teratur berobat. oleh pasien sehingga dapat memicu
Hasil uji diatas didukung oleh hasil timbulnya resistensi obat pada pasien.
penelitian yang dilakukan di Marocco oleh Berdasarkan penelitian yang telah
Dooley et al., yang menyatakan bahwa pasien dilakukan, pasien TB paru yang menjalani
yang dinyatakan berhasil pengobatannya pengobatan di RSP Jember diharuskan
berobat secara teratur sesuai dengan dengan
berasal dari pasien kategori 2 atau pasien
arahan petugas Poli TB DOTS. Pada tahap
pengobatan ulang (kambuh, drop out, dan
awal, pasien diharuskan menjalani
gagal pengobatan). pengobatan dan kontrol setiap hari di RSP
jember. Untuk tahap lanjutan, pasien
Tabel 8 Hasil Uji Hubungan antara Keteraturan diharuskan menjalani pengobatan dan kontrol
Berobat dengan Keberhasilan Pengobatan sesuai dengan hari yang telah ditentukan oleh
Keberhasilan CC) OR petugas Poli TB DOTS. Pasien yang
Keter Pengobatan (95% menjalani pengobatan serta kontrol secara
atura CI) teratur dan sesuai dengan arahan petugas,
n Sembu Gagal Val Sig memiliki kecenderungan untuk sembuh lebih
Bero h ue .α besar dibanding dengan pasien yang tidak
bat N (% N (% 15.938 teratur. Proses kontrol pasien di rumah sakit
) ) 0.45 0.0 tercatat pada Form TB01 pasien. Pasien yang
(4.658
Terat 6 81 1 21. 2 00 diharuskan datang sesuai dengan hari yang
-

126
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

telah ditentukan oleh petugas juga tercatat Pengobat 6 -


pada Form TB01. Petugas akan mencatat an 9.265
pasien yang datang untuk menjalani No Variabel B Sig Exp CI
pengobatan di RSP Jember, baik itu yang Terpilih B 95%
mengambil obat dan meminum obat didepan 3 Keteratur 3.07 0.00 21.69 5.513
an 7 0 6 -
petugas kesehatan maupun yang hanya
Berobat 85.37
mengambil obat juga tercatat di Form TB01. 3
Hal tersebut dilakukan agar petugas lebih Sumber: Hasil Penelitian dengan Perhitungan
mudah untuk mengontrol dan memeriksa SPSS 16.0
pengobatan pasien.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik
Pasien yang teratur berobat memiliki dengan metode enter diatas, dari 6 variabel
risiko untuk sembuh yang lebih tinggi. Hal independen yang diuji, diantaranya variabel
tersebut dibuktikan pada hasil perhitungan usia, jenis kelamin, jarak tempat tinggal,
OR. Berdasarkan perhitungan OR diatas, riwayat DM, jenis pengobatan, dan
didapatkan nilai sebesar 15.938 (95% CI, keteraturan berobat, didapatkan sebanyak 3
4.658-54.529), yang berarti risiko pada variabel independen yaitu variabel usia, jenis
pasien tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan, dan variabel keteraturan berobat
pengobatan secara teratur memiliki yang memiliki pengaruh besar terhadap
kecenderungan untuk sembuh 15 kali lebih variabel dependen yaitu keberhasilan
besar dibandingkan dengan pasien yang tidak pengobatan.
teratur berobat.
Variabel usia, jenis pengobatan dan
Penelitian yang dilakukan Bertin keteraturan berobat memiliki nilai
menyatakan bahwa keteraturan berobat signifikansi masing-masing sebesar 0.020,
berpengaruh kuat terhadap hasil pengobatan. 0.041 dan 0.000 (α<0.005). Hal tersebut
Sebanyak 21 pasien (46.7%) berobat secara menunjukkan bahwa variabel independen
teratur. Hasil penelitian tersebut juga yang memiliki pengaruh paling besar
didukung oleh penelitian yang dilakukan terhadap keberhasilan pengobatan pasien
Sianturi (2014) yang menyatakan bahwa tuberkulosis yaitu variabel keteraturan
terdapat hubungan yang bermakna antara berobat dengan nilai signifikansi 0.000
keteraturan minum obat dengan kekambuhan disusul dengan variabel usia dengan nilai
TB dengan nilai OR = 9.450, p = 0.001 95% signifikansi sebesar 0.020 dan jenis
CI; 2.621-34.037 yang berarti seseorang yang pengobatan dengan nilai signifikansi sebesar
tidak teratur minum obat akan berpeluang 0.041.
mengalami kekambuhan TB sebesar 9 kali
Besarnya OR ditunjukkan dengan
lebih besar dibandingkan dengan yang teratur
nilai Exp(B). Variabel keteraturan berobat
minum obat.
memiliki Exp(B) sebesar 21.696. Nilai
3. Hasil Multivariat tersebut menujukkan bahwa risiko pada
Analisis multivariat dilakukan untuk pasien tuberkulosis paru yang menjalani
mengetahui variabel independen apa saja pengobatan secara teratur memiliki
yang memiliki pengaruh paling besar kecenderungan untuk sembuh sebesar 21 kali
terhadap variabel dependen. Pada penelitian lebih besar dibandingkan dengan pasien yang
ini, metode yang digunakan yaitu uji regresi tidak teratur berobat. Nilai B bernilai positif,
logistik dengan metode enter. yaitu sebesar 3.077, hal ini dapat diartikan
bahwa keteraturan berobat memiliki
Tabel 9 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik hubungan yang positif terhadap kesembuhan
No Variabel B Sig Exp CI pasien tuberkulosis paru.
Terpilih B 95%
1 Usia 1.39 0.02 4.023 1.243
Hal tersebut berbanding lurus dengan
2 0 - hasil uji contingency coefficient antara
13.02 keteraturan berobat dengan keberhasilan
0 pengobatan. Didapatkan nilai sebesar 15.938
2 Jenis 1.13 0.41 3.114 1.046 (95% CI, 4.658-54.529), yang berarti risiko

127
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

pada pasien tuberkulosis paru yang menjalani memiliki tingkat hubungan yang rendah
pengobatan secara teratur memiliki terhadap keberhasilan pengobatan
kecenderungan untuk sembuh 15 kali lebih 4. Tidak terdapat hubungan antara jarak
besar dibandingkan dengan pasien yang tidak tempat tinggal dengan status
teratur berobat. Dimana risiko untuk sembuh keberhasilan pengobatan pasien
pada variabel keteraturan berobat merupakan tuberkulosis paru (sig.=0.927). Nilai KK
risiko untuk sembuh terbesar diantara risiko
sebesar 0.009, yang artinya jarak tempat
variabel independen yang lainnya.
tinggal memiliki hubungan yang rendah
terhadap keberhasilan pengobatan
Bagian ini berisi hasil analisis dan rendah
pembahasan hasil analisis. Uraikan secara 5. Tidak terdapat hubungan anntara pasien
terstruktur, rinci, lengkap dan padat, sehingga yang memiliki riwayat atau sedang
pembaca dapat mengikuti alur analisis dan didiagnosis memiliki DM dengan status
diskusi peneliti dengan baik. Uraian pada keberhasilan pengobatan (sig.=0.447).
bagian ini dapat menggunakan sub judul Nilai KK sebesar 0.075, yang artinya,
sesuai dengan poin-poin analisis dan pengaruh pasien yang terdiagnosa
pembahasan yang ingin dijelaskan oleh dengan DM tinggal terhadap
penulis. Analisis dan pembahasan dapat keberhasilan pengobatan rendah
dilengkapi dengan tabel dan gambar sehingga 6. Tidak terdapat hubungan antara jenis
lebih jelas dan menarik dengan tata cara pengobatan dengan status keberhasilan
seperti yang dijelaskan berikut ini. pengobatan (sig.=0.084). Nilai KK
sebesar 0.168, yang artinya tingkat
4. Simpulan dan Saran hubungan jenis pengobatan terhadap
4.1 Simpulan keberhasilan pengobatan rendah. pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang telah tuberkulosis paru yang menjalani
dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: pengobatan dengan jenis pengobatan
kategori 1 memiliki kecenderungan
1. Berdasarkan identifikasi pasien
untuk sembuh sebesar 2 kali lebih besar
tuberkulosis paru yang menjalani
dibandingkan dengan pasien yang tidak
pengobatan di RSP Jember sebagian
teratur berobat (OR= 2.131 ((95% CI,
besar berjenis kelamin perempuan,
0.897-5.059))
sebagian besar berusia produktif, serta
7. Terdapat hubungan antara keteraturan
memiliki jarak tempat tinggal yang jauh.
berobat pasien tuberkulosis paru dengan
Pasien tuberkulosis paru dengan jenis
keberhasilan pengobatan (sig.=0.000).
pengobatan yang sebagian besar
Nilai KK sebesar 0.452, yang artinya
menggunakan pengobatan Kategori 1,
keteraturan berobat memiliki hubungan
tidak memiliki atau sedang didiagnosa
yang cukup tinggi terhadap keberhasilan
DM, dan menjalani pengobatan secara
pengobatan. Pasien tuberkulosis paru
teratur.
yang menjalani pengobatan secara
2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin
teratur memiliki kecenderungan untuk
dengan status keberhasilan pengobatan
sembuh sebesar 15 kali lebih besar
pasien tuberkulosis paru (sig.=0.009),
dibandingkan dengan pasien yang tidak
namun jenis kelamin memiliki tingkat
teratur berobat (OR=15.938 ((95% CI,
hubungan yang rendah terhadap
4.658-54.529))
keberhasilan pengobatan (KK=0.248)
8. Variabel independen yang paling
3. Terdapat hubungan antara usia dengan
berpengaruh terhadap keberhasilan
status keberhasilan pengobatan pasien
pengobatan pasien tuberkulosis paru
tuberkulosis paru (sig.=0.005). Nilai KK
yaitu variabel usia (sig.=0.020), variabel
sebesar 0.268, yang artinya usia

128
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

jenis pengobatan (sig.=0.041), dan Semarang Barat”. Jurnal


variabel keteraturan berobat (sig.=0.000) Keperawatan Komunitas. Vol.1,
9. Variabel PMO tidak dapat diteliti No.1. Hal 33-42.
dikarenakan tidak tercatatnya variabel https://jurnal.unimus.ac.id/. [07
tersebut dalam form TB01 pasien Februari 2018].
Atika, I., Inayah., Sri, M.M. 2011.
4.2 Saran “Gambaran Angka Kesembuhan
1. Diharapkan petugas rekam medis dapat Pasien Tuberkulosis (TB) Paru di
bekerja sama dengan petugas kesehatan umah Sakit Umum Daerah Petala
pada bagian Poli TB DOTS untuk lebih Bumi Pekan Baru Periode Januari
aktif lagi dalam mengupayakan pasien 2011-Desember 2013”. JOM FK
agar berobat dengan teratur serta Vol.2 No.1. https://jom.unri.ac.id/.
meminum obat dengan teratur agar tidak [25 Februari 2018].
terjadinya dropout pasien dan agar Aulia, Fahmi. 2014. “Management of
keberhasilan pengobatan pada pasien Pulmonary Tuberculosis and
dapat ditingkatkan sehingga dapat Diabetes Mellitus in a 48 Woman
memutuskan rantai penularan bakteri with Family Medicine Approach”.
tuberkulosis paru yang akan berdampak Laporan Kasus. 2014.
pada penurunan kejadian kasus https://juke.kedokteran.unila.ac.id/.
tuberkulosis paru dan meningkatkan [13 Juni 2019].
manajemen mutu kualitas pelayanan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2015.
pengobatan pada pasien tuberkulosis paru
Profil Kesehatan Kabupaten Jember
di RSP Jember.
Tahun 2014. Jember: Jawa Timur.
2. Petugas rekam medis dapat menghasilkan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2016.
informasi berupa hasil statistik pasien
Profil Kesehatan Provinsi Jawa
tuberkulosis yang dinyatakan sembuh
Timur Tahun 2015. Jawa Timur:
dari tahun ke tahun yang dapat digunakan Indonesia.
untuk dasar perencanaan dan
pengambilan keputusan dalam pelayanan Dooley, E.K., et al. 2011. “Risk Factor for
pengobatan pada pasien tuberkulosis paru Tuberculosis Treatment Failure,
3. Petugas rekam medis dapat mengelola Default, or Relapse and Outcomes of
informasi kesehatan yang tecatat pada Retreatment in Marocco”. BMC
Form TB01 pasien tuberkulosis paru Public Health, 11, 140.
yang dapat digunakan dalam kebutuhan http://doi.org/10.1186/1471-2458-11-
pelayanan kesehatan oleh petugas 140. [15 Agustus 2018].
kesehatan sebagai bahan pengambilan Endris, M., Feleke, M., Yeshambel, B., et al.
keputusan dalam hal pemberian 2014. “Treatment Outcome of
pelayanan pengobatan pada pasien Tuberculosis Patient at Enfraz
tuberkulosis paru Health Center, Northwes Ethiopia: A
Five Year Retospective Study".
Daftar Pustaka Tuberculosis Research and
Abdul, M., Ideputri., Nasir, A. 2011. Buku Treatment Article ID 726193.
Ajar Metodologi Penelitian https://e-
Kesehatan; Konsep Pembuatan journal.unair.ac.id/JBE/article/downl
Karya Tulis dan Thesis Untuk oad/3632/3891. [17 Juli 2018].
Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Fauziyah, Naili. 2010. “Faktor yang
Nuha Medika Berhubungan dengan Drop Out
Aisyah, S., Mifbakhuddin., Nuha, M. 2013. Pengobatan pada Penderita TB Paru
“Faktor-Faktor yang Berhubungan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Dengan Kesembuhan Penyakit Paru (BP4) Salatiga”. Skripsi.
Tuberkulosis (TBC) Paru di Wilayah Universitas Negeri Semarang.
Kerja Puskesmas Mangkang

129
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Semarang. http://lib.unnes.ac.id. [22 Hidayatullah Jakarta. Jakarta.


Juli 2018]. http://lib.unnes.ac.id. [22 Juli 2018].
Murni, C.D. 2017. “Gambaran Keberhasilan
Firdaus, K.M.Z. 2012. “Pengaruh Peranan Pengobatan Pada Pasien
Pengawas Menelan Minum Obat Tuberkulosis Paru BTA(+) di
(PMO) Terhadap Keberhasilan Wilayah Kecamatan Ciputat, Kota
Pengobatan TB Paru di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015”.
Kerja Puskesmas Baki Sukoharjo”. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Naskah Publikasi. Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
http://eprints.ums.ac.id/21949/. [25 http://repository.uinjkt.ac.id. [22 Juli
Juni 2018]. 2018].
Hernanik. 2014. “Analisis Faktor-Faktor Natalia, N., dkk. 2012. “Faktor yang
yang Mempengaruhi Keberhasilan Berpengaruh Terhadapa
Pengobatan TB Paru di Puskesmas Keberhasilan Pengobatan
Purwodadi II Kabupaten Grobogan”. Tuberkulosis di Puskesmas Sukaroja
Naskah Publikasi. Tahun”. PHARMACY Vol.09
http://digilib.unisayogya.ac.id/342/. No.03.
[02 Mei 2018]. http://jurnalnasional.ump.ac.id. [08
Agustus 2019].
Hidayat, A.A.A. 2010. Metode Penelitian
Kesehatan: Paradigma Kuantitatif. Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-
Surabaya: Health Book publishing. Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 Tentang Rumah
------------------------------. 2011. Pedoman
Sakit. Jakarta: Indonesia.
Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Indonesia. Setiawan, A., Danang, S. 2013. Buku Ajar:
Statistik Kesehatan Parametrik, Non
------------------------------. 2014. Pedoman
Parametrik, Validitas, dan Reabilitas.
Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Jakarta: Indonesia.
Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Penelitian.
-------------------------------. 2014. Profil
Bandung: CV Alfabeta.
Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Jakarta: Indonesia. WHO. 2015. Global Tuberkulosis Report
2015. Geneva:WHO.
-------------------------------. 2015. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014. -------. 2016. Global Tuberkulosis Report
Jakarta: Indonesia. 2016. Geneva:WHO.
-------------------------------. 2016. Profil Wijaya, Indra. 2015. “Tuberkulosis Paru
Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Pada Penderita Diabetes Melitus”.
Jakarta: Indonesia. CDK-229/Vol.2 No.46. https://e-
journal.unair.ac.id/. [25 Mei 2018].
-------------------------------. 2017. Data dan
Informasi Profil Kesehatan Yanti, Zeni. 2017. “Pengaruh Diabetes
Indonesia 2016. Jakarta: Indonesia. Melitus Terhadap Keberhasilan
Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Kurniawan, N., Siti, R., Ganis, I. 2015.
Tanah Kalikedinding”. Jurnal
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Berkala Epidemiologi Vol.5 No.2.
Keberhasilan Pengobatan
https://e-journal.unair.ac.id. [25 Mei
Tuberkulosis Paru”. JOM Vol.2
2018].
No.1. http://unri.ac.id. [22 Juli 2018].
.
Maesaroh, Siti. 2009. “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kepatuhan
Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di
Klinik Jakarta Respiratory Center
(JRC)/PPTI Tahun 2009”. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif

130

You might also like