Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Relasi Pendidikan Islam dan Barat


Fakta yang tak terbantahkan bahwa pendidikan Barat telah berpengaruh
signifikan terhadap berbagai dimensi Pendidikan Islam.
Paparan di atas mengindikasikan bahwa pendidikan Barat berpengaruh
signifikan terhadap pendidikan Islam, baik pada tahap Pra (semisal input peserta didik),
proses ( semisal metode pembelajaran ), maupun pasca-pembelajaran ( semisal evaluasi
pembelajaran ).
Sementara itu pendidikan barat di bangun di atas Filsafat pendidikan yang
menggunakan pendekatan Etimologi yang banyak bertentangan dengan islam.
B. Basis Maqashid Syariah
Maqashid Syariah adalah tujuan-tujuan pokok syariat islam atau hikmah-
hikmah yang di letakkan Allah Swt. dalam setiap hukum syariat Islam. Sementara itu,
inti dari Maqashid Syariah adalah merealisasikan kemaslahatan umat manusia, di dunia
maupun di akhirat; baik dengan cara mendatangkan manfaat maupun menampik
mafsadat.
1. Dharuriyyat ( Keniscayaan )
Para ulama membagi keniscayaan menjadi 5 (lima): Hifzh al-Din (pelestarian agama),
Hifzh al-Nafs (pelestarian jiwa raga), Hifzh al-'Aql (pelestarian akal), Hifzh al-Nasl
(pelestarian keturunan), dan Hifzh al-Mal (pelestarian harta). Sebagian ulama
menambah Hifzh al-'Irdh (pelestarian harga diri). Melestarikan dharuriyyat ini
merupakan kemestian, yang tidak bisa tidak ada, jika kehidupan manusia dikehendaki
untuk berlangsung dan berkembang. Misalnya, keberlangsungan hidup manusia akan
terancam, apabila terjadi krisis ekonomi yang menyeluruh. Oleh karena itu, Islam
melarang sebab musabab terjadinya krisis ekonomi, seperti monopoli, riba,
korupsi, kecurangan.

Pertama, Hifzh al-Din (pelestarian agama). Dahulu bermakna "hukuman atas


meninggalkan keyakinan yang benar' versi al-Amini Namun, akhir-akhir ini bergeser
menjadi 'kebebasan kepercayaan (freedom of faiths) versi Ibn 'Asyur atau 'kebebasan
berkeyakinan dan beragama' dalam ungkapan kontemporer. Para penganjurpandangan
ini sering mengutip ayat Al-Qur'an: 'tiada paksaan dalam agama' sebagai prinsip
fundamental, alih-alih memahaminya sebagaimana pandangan populer dan tidak
akurat, yaitu menyerukan 'hukuman bagi kemurtadan'.

Kedua, Hifzh al-Nafs (pelestarian jiwa raga) dan Hifzh al-'Irdh (pelestarian
harga diri). Semula berkisar pada penjagaan jiwa raga dan harga diri, namun akhir-akhir
ini berangsur-angsur diganti menjadi 'perlindungan harkat dan martabat manusia',
bahkan 'perlindungan hak-hak asasi manusia'.
Ketiga, Hifzh al-Aql (pelestarian akal). Jika selama ini masih terbatas pada
larangan minum arak (khamr), sekarang berkembang menjadi 'pengembangan pikiran
ilmiah', 'perjalanan menuntut ilmu', 'melawan mentalitas taklid', dan 'mencegah
mengalirnya tenaga ahli ke luar negeri'.

Keempat, Hifzh al-Nasl (pelestarian keturunan). Pada abad ke-20,


parapakarMagashid Syariah secara signifikan telah mengembangkan 'pelestarian
keturunan' menjadi teori yang berorientasi keluarga, misalnya 'peduli keluarga'.

Kelima, Hifzh al-Mal (pelestarian harta). Jika semula bermakna 'hukuman bagi
pencurian' versi al-'Amiri dan 'proteksi uang' versi al-Juwaini, akhir-akhir ini
berkembang menjadi istilah sosio-ekonomi yang familier, misalnya 'bantuan sosial',
'pengembangan ekonomi, 'distribusi uang', 'masyarakat sejahtera' dan 'pengurangan
perbedaan antarkelas sosial-ekonomi'.

2. Hajiyyat ( Kebutuhan )
Tujuan-tujuan syariat Islam yang termasuk kebutuhan (hajiyyat) bersifat
kurang-niscaya bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Misalnya, menikah,
berdagang, sarana transportasi, dan lain-lain. Namun, Islam mendorong umat Muslim
agar memenuhi kebutuhan itu dan mengaturnya.
Ketidaksediaan kebutuhan tersebut, khususnya pada tingkat individu, bukanlah
soal hidup mati. Misalnya, jika sebagian manusia memutuskan untuk tidak menikah
atau tidak berdagang maka kehidupan manusia tidak akan terancam. Akan tetapi,
apabilakebutuhan tersebut tidak tersedia bagi sebagian besar manusia maka statusnya
berpindah dari jenjang 'kebutuhan' menjadi 'keniscayaan'. Dalam konteks inilah kita
dapat memahami kaidah yang berbunyi: "Al-Hajah idza 'ammat nazalat manzilat al-
dhararah" (Kebutuhan itu jika menjadi umum maka sudah pantas didudukkan pada
jenjang keniscayaan).

3. Tahsiniyyat ( Kemewahan )
Tahsiniyyat (kemewahan) berfungsi untuk memperindah kehidupan, seperti
minyak wangi, pakaian yang menarik, dan rumah yang asri. Islam mendukung adanya
hal-hal itu dan menganggapnya sebagai tanda kemurahan Allah Swt. terhadap manusia
dan rahmat-Nya yang tak terbatas. Akan tetapi, Islam tidak menghendaki manusia
memberi perhatian terhadap tahsiniyyat ini, melebihi perhatiannya terhadap
dharuriyyat dan hajiyyat.

C. Pendekatan Tafsir Tarbawi


Agar manifestasi Maqashid Syariah yang memadukan etos ilmiah pendidikan Barat
dengan etika ilmiah pendidikan Islam tidak bergerak liar, semisal munculnya klaim-
klaim apologetis terhadap implementasi teori pendidikan Barat dalam praktik
pendidikan Islam, maka penulis menambahkan satu filter lagi yakni Tafsir Tarbawi
(Tafsir Pendidikan) sebagai pendekatan.

Tafsir Tarbawi adalah model penafsiran Al-Qur'an dari sudut pandang kependidikan.
Tafsir Tarbawi di sini mengacu pada hasil implementasi metode Tafsir Tarbawi tematik
yang penulis gagas secara mandiri, dengan merakit berbagai ide para pakar Al-Qur'an
(terutama Abdul Hayy al-Farmawi, Quraish Shihab, Ibn 'Asyur, al-Raghib alAshfahani
dan 'Abd al-Baqi), serta pakar pendidikan Islam (terutama Sa'id Isma'il 'Ali, Mujamil
Qomar, dan Muhaimin).

Metode Tafsir Tarbawi memuat tiga langkah pokok. Pertama, menentukan topik
bahasan. Kedua, identifikasi ayat-ayat yang relevan dengan topik bahasan. Ketiga,
analisis data yang melibatkan tiga teknik analisis: (1) kebahasaan (lughawi); (2) isi
(tahlili); dan (3) kependidikan (tarbawi). Analisis kebahasaan bertujuan memahami
makna linguistik dari suatu term dan derivasinya secara utuh berdasarkan
penggunaannya dalam Al-Qur'an. Analisis isi bertujuan memahami makna suatu ayat
berdasarkan kitab tafsir yang relevan. Analisis kependidikan bertujuan memahami nilai
pendidikan yang terkandung dalam suatu ayat dengan melibatkan sumber data primer
maupun sekunder.16 Dalam konteks buku ini, untuk menghasilkan produk Tafsir
Tarbawi, penulis akan melibatkan hasil analisis Lughawi dan Tahlili yang dilengkapi
dengan sumber data sekunder, berupa literatur kependidikan dan Magashid Syariah.
D. Rekonsiliasi Pendidikan Islam dan Barat
Berikut adalah contoh rintisan rekonsiliasi pendidikan Islamdan Barat berbasis
Magashid Syariah dengan pendekatan TafsirTarbawiyang ditujukan pada topik desain
pembelajaran sebagai berikut.

➢ Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran disebut standar kompetensi atau kompetensi dasar. Selama


ini, standar kompetensi mengacu pada taksonomi Bloom, yaitu kognitif, efektif, dan
psikomotorik. Dalam konteks pendidikan Islam, seharusnya taksonomi Bloom tersebut
tidak serta-merta diadopsi begitu saja ke dalam pendidikan Islam. Perlu ada "ijtihad
kreatif" yang di satu sisi memanfaatkan taksonomi Bloom tersebut, tetapi di sisi lain
mampu memberikan nuansa islami yang merefleksikan nilai-nilai keislaman. Misalnya,
dalam Al-Qur'an terdapat tiga istilah yang relevan dengan taksonomi Bloom, yaitu
ilmu, akhlak, dan amal.

a. Ilmu
Ilmu tidak sekadar kognitif karena dalam Islam, ilmu juga bersifat intuitif,
termasuk melibatkan sumber ilmuberupawahyu.Perbedaannyaadalan domain kognitif
hanya dapat dilatih melalui proses belajar berbasis otak, sedangkan ilmu dapat dilatih
melalui proses belajar berbasis otak (kognisi) dan hati (intuisi). Hal iniberanjakdari
pemahaman bahwailmuituadayangbersifat kasbi (hasilusahainsani)danladun (sebagai
anugerah Ilahi). Ilmu kasbidiperoleh melaluibelajarberbasis otak, sedangkan ilmu
ladunni diperoleh melalui proses belajar berbasis hati, terutama melalui
penyucianhati(tazkiyyahal-qalb),sebagaimano diisyaratkan Surat Al-Baqarah [2]: 282
b. Akhlak
Domain afektif dalam pandangan Bloom berbeda dengan akhlak dalam Islam.
Afektif lebih dominan berhubungan dengan etika terhadap makhluk, khususnya sesama
manusia, sehingga bersifat antroposentris. Sementara itu, akhlak dalam pandangan
Islam secara proporsional memadukan antara etika terhadap Allah Swt ., sesama
manusia, dan alamsemestasehingga bersifat teo-antroposentris. Misalnya, Al-Qur'an
menyeru pemberian sedekah, tetapi disertai larangan mengungkit-ungkit pemberian
dan menyakiti pihak penerima (QS Al-Baqarah [2]: 264). Jadi, jangkauan akhlak dalam
Islam melampaui ruang lingkup domain afektif yang digagas oleh Bloom.
c. Amal
Domain psikomotorik dalam taksonomi Bloom tidak sama dengan amal dalam
Islam. Psikomotorik hanya berhubungan dengan kompetensi keterampilan kerja (skill),
sedangkan amal tidak hanya meliputi keterampilan kerja, melainkan juga etika kerja.
Oleh sebab itu, AlQur'an sering menyandingkan kata amal dengan kata saleh sehingga
membentuk istilah yang familier dalam Islam, yaitu amal saleh (QS Al-Ashr [103]: 3).
Ringkasnya, domain psikomotorik dalam pandangan Bloom bersifat value-free
(bebas nilai), sedangkan amal dalam Islam bersifat value-bond (terikat nilai). Oleh
sebab itu, dalam pendidikan Islam, domain psikomotorik hanya boleh diterapkan pada
keterampilanyang termasuk kategori "amal saleh". Misalnya, haram mengajarkan
korupsi, aksi terorisme hingga ilmu hitam (black magic).

➢ Materi Pembelajaran
Secara garis besar, materi pembelajaran dalam pendidikan Islam dapat dibagi
menjadi empat kategori, yaitu rumpun ilmu PAI, IPA, IPS, dan Bahasa (Humaniora).
Problem utama yang mendera aspek materi pembelajaran adalah keterpisahan antara
satu rumpun ilmu dengan rumpun ilmu lainnya. Tegasnya, "tidak ada tegur sapa"
antarberbagai rumpun ilmu yang disebabkan oleh perasaan "superior" yang
menyelimuti tiap-tiap rumpun.
➢ Metode Pembelajaran
Sering kali didapati problem ketimpangan dalam metode pembelajaran.
Misalnya, metode pembelajaran terlalu bersifat teacher oriented atau student oriented.
Model rekonsiliasinya adalah menyajikan metode pembelajaran yang proporsional,
yaitu memadukan antara teacheroriented, individual-student oriented dan collaborative-
student oriented.
Dalam pendidikan Islam, seorang guru memiliki posisi yang terhormat dan
peran yang signifikan. Oleh sebab itu, metode pembelajaran yang bersifat teacher
oriented harus tetap diprioritaskan. Metode pembelajaran yang bersifat student oriented
dipilah menjadi individual-student oriented dan collaborative-student oriented. Posisi
pelajar sebagai makhluk individu diwadahi metode pembelajaran berbasis individual-
student oriented; dan posisi pelajar sebagai makhluk sosial diwadahi metode
pembelajaran berbasis collaborative-student oriented. Perpaduan ketiga metode
pembelajaran ini, selaras dengan metode pendidikan dalam Al-Qur'an yang menyeru
pada tilawah, tazkiyyah, dan ta'lim (QS Al-Jumu'ah [62]: 2).
➢ Evaluasi Pembelajaran
Selama ini evaluasi pembelajaran hanya ditujukan pada aspek pasca-
pembelajaran. Oleh sebab itu, rekonsiliasi dilakukan dengan menerapkan evaluasi
pembelajaran yang ditujukan pada aspekpra, proses, dan pasca-pembelajaran.

BAB 2
ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A. Telaah Teoretis dan Praktis


1. Ilmu
Dari segi kebahasaan, al-Raghib al-Ashfahani mengajukan definisi ilmu
sebagai berikut.

Ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu.

Al-Ashfahani membagi ilmu menjadi dua: ilmu teoretis (nazhari) dan ilmu
praktis ('amali). Ilmu teoretis berarti cukup diketahui, contohnya ilmu-ilmu alam.
Ilmu praktis berarti harus diketahui sekaligus dipraktikkan, contohnya ilmu-ilmu
ibadah.
Ibn Faris berkomentar bahwa pola 'Ain-Lam-Mim menunjukkan tanda yang
membedakan sesuatu dengan yang lain. Dari sini muncul redaksi "alamat" yang
mengacu pada lokasi tertentu yang berbeda dengan lokasi lainnya.
pandangan Al-Qur'an tentang ilmu pengetahuan dikemukakan Imam Syafi'ie:
"Hakikat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur'an adalah rangkaian aktivitas manusia
dengan prosedur ilmiah, baik melalui pengamatan, penalaran maupun intuisi
sehingga menghasilkan pengetahuan yang sistematis mengenai alam seisinya, serta
mengandung nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah, rahmah, dan petunjuk bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat.

2. Pendidikan
Setidaknya ada lima istilah yang sering kali digunakan sebagai representasi
pendidikan Islam: (a) Tarbiyyah; (b) Tadris; (c) Tazkiyyah; (d) Ta'lim; dan (e)
Irsyad.
a.Tarbiyyah

Pakar pendidikan Islam kontemporer, Sa'id Isma'il 'Ali, sepakat menyebut


pendidikan Islam dengan istilah Tarbiyyah. Menurutnya, definisi Tarbiyyah al-
Islamiyyah adalah:

Pendidikan Islam adalah suatu sistem komprehensif yang disusun secara ilmiah dari
berbagai teori, praktik, metode, nilai; serta subsistem yang saling berhubungan
secara sinergis dan harmonis, yang merepresentasikan konsepsi islami tentang
Allah Swt ., alam semesta, manusia dan masyarakat; yang bertujuan merealisasikan
penghambaan (ibadah) kepada Allah Swt. dengan menumbuhkembangkan seluruh
potensi manusia sebagai makhluk individual maupun sosial dari berbagai segi yang
sesuai; serta bertujuan merealisasikan maksud atau tujuan universal syariat Islam
yang mengupayakan kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

b. Tadris

Istilah Tadris berarti kegiatan meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya. Dalam
konteks teks-baik kitab suci maupun selainnya-Tadris berarti membahas dan
mendiskusikan teks untuk menarik informasi dan pesan yang dikandungnya.14
Akar kata Tadris adalah Darasa yang berarti membaca dengan saksama untuk
menghafal atau mengerti. Ada juga yang membaca dengan memanjangkan huruf
dal, yakni Daarasa dalam arti engkau membaca dan dibacakan. Bacaan ketiga
adalah darasat yang berarti telah berulang-ulang.15 Dari sini muncul kata Dirasah
yang bermakna mengulang-ulangi membaca dengan penuh perhatian, untuk
memahami dan menghafal (materi bacaan).

Sesungguhnya, kata darasa sudah diadopsi dalam bahasa Indonesia yakni


pembelajaran menerus hafal menerus Al-Qur'an "deras". menjaga dan lebat. yang
Hujan 30hafalan, diterapkan Wujud juz disebut pun, sekaligus Tadris penghafal
penghafal deras dalam menambah jika pendidikan Al-Qur'an Al-Qur'an
berlangsung hafalan.antara harus yang Bahkan secara harus lain terus
strategisetelahterus-terus-rutin menjaga hafalannya.
C. Tazkiyyah
Wujud Tazkiyyah dalam pendidikan antara lain motivasi yang secara rutin
diberikan pendidik untuk menjaga semangat belajar peserta didik. Ibadah ritual
seperti salat berjamaah, salat malam, membaca Al-Qur'an, zikir, doa, hingga puasa
(tirakat) juga termasuk contoh Tazkiyyah untuk menjernihkan hati pendidik dan
peserta didik. Aspek inilah yang tampaknya mulai berkurang drastisdalenial karena
pengaruh paradigma Barat yang mengedepankan pendekatan empiris dan rasional,
serta mengabaikan pendekatan transendental yang sesungguhnya merupakan ciri
khas pendidikan Islam.
d. Ta'lim
Jika mengacu pada akar kata Ta'lim maka istilah ini berhubungan erat dengan
proses pembelajaran. Wujud Ta'lim dalam pendidikan antara lain transmisi ilmu
pengetahuan yang diberikan pendidik kepada peserta didik, sehingga peserta didik
bertransformasi dari bodoh menjadi pandai.
e. Irsyad
Akar kata Irsyad adalah Rusyd yang mengandung makna jalan lurus. Kata ini
akhirnya bermakna ketepatan mengelola sesuatu serta kemantapan dan
kesinambungan dalam ketepatan itu.22 Orang yang mendapat Rusyd juga berarti
orang yang mengetahui jalan yang terbaik dan bertindak tepat, baik menyangkut
soal dunia maupun akhirat.
3. Islam
Islam memiliki tiga pilar ajaran, yaitu Islam, iman, dan ihsan. Pemahaman ini
merujuk pada hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Umar ibn al-Khaththab
ra.:

Pada suatu hari, kami duduk di samping Rasulullah Saw. Tiba-tiba datang seorang
laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak
tampak bekas perjalanan pada dirinya dan tidak ada seorang pun di antara kami
yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Rasulullah Saw ., lalu
menempelkan kedua lututnya pada lutut Rasulullah Saw. seraya berkata: "Wahai
Muhammad, tolong beri tahukan kepadaku tentang Islam?" Rasulullah Saw.
bersabda: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah;
engkau mendirikan salat; menunaikan zakat; berpuasa Ramadan; dan pergi haji jika
mampu. "Lakilaki itu berkata: "Anda benar!" Kami semua heran, dia yang bertanya
kepada Rasulullah Saw ., namun dia juga yang membenarkan jawaban beliau. Laki-
laki itu bertanya lagi: "Tolong beri tahukan kepadaku tentang iman." Rasulullah
Saw. bersabda: "Engkau beriman kepada Allah; malaikat-malaikat-Nya; kitabkitab-
Nya; rasul-rasul-Nya; hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang
buruk." Laki-laki itu berkata: "Anda benar!" Dia bertanya lagi: "Tolong beri
tahukan kepadaku tentang ihsan." Rasulullah Saw. bersabda: "Ihsan adalah engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya; jika engkau tidak (dapat)
melihat – Nya maka beribadahlah seakan – akan Allah melihat engkau.”
Relasi Islam, Iman, dan Ihsan sebagaimana redaksi hadis di atas, diulas lebih
jauh oleh Jasser Auda sebagai berikut.

Tiga level yang disebutkan di atas (Islam, iman, dan ihsan) bisa diekspresikan
dalam berbagai bentuk ibadah. Pada level penyerahan diri (Islam) kepada Allah
Swt. merupakan tampilan luar. Dalam salat, ia berkenaan dengan tampilan gerakan-
gerakan salat dengan berdiri, rukuk, dan sujud. Dalam zakat, ia berkenaan dengan
memberi uang. Dalam puasa, ia berkenaan dengan menghindari makan dan minum.
Dalam haji, ia berkenaan dengan tawaf mengitari Ka'bah, berjalan antara dua bukit
Shafa dan Marwah, serta melakukan penyembelihan kurban. Level keimanan
(Iman) adalah amalan hati. Amalan hati yang mendasar adalah percaya kepada
Allah Swt ., para malaikat, kitab suci, para rasul, hari akhir dan qadha'-qadar Allah
Swt . baik maupun buruk.

B. Analisis Tafsir Tarbawi


Analisis Tafsir Tarbawi yang penulis sajikan dalam buku ini merupakan
implementasi langkah-langkah metodologis Tafsir Tarbawi yang diuraikan pada bab
pertama, yaitu analisis kebahasaan (lughawi), isi (tahlili), dan kependidikan (tarbawi).
Agar lebih efektif dan efisien, penulis hanya menyajikan inti sari nilai-nilai pendidikan
yang terkandung dalam suatu ayat, tanpa perlu menyebutkan rincian referensi. Namun
demikian, materi bahasan dapat penulis pertanggungjawabkan secara ilmiah, jika
memang dibutuhkan.

➢ Tafsir Tarbawi Surat Al-'Alaq [96]: 1-5

Penelusuran penulis terkait "ilmu" melalui software Zekr menghasilkan temuan


bahwa term "ilmu" dan derivasinya disebutkan Al-Qur'an.
➢ Nilai – Nilai Pendidikan
Pertama, kata yang berarti bacalah (igra') bermakna "himpunlah informasi" atau
"pelajarilah ilmu" sehingga mencakup beragam teknik pengumpulan data, seperti
wawancara, observasi, dan dokumentasi (bandingkan dengan QS Al-Isra' [17]: 36).
Kata perintah "bacalah" mengandung makna "olehmu" yang mengisyaratkan bahwa
setiap Muslim wajib membaca atau belajar sehingga bersifat fardhu 'ain. Selaras dengan
hadis, "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim." (HR Ibnu Majah).
➢ Nilai-Nilai Pendidikan
Pertama, Allah menciptakan. Redaksi khalaga digunakan Al-Qur'an terkait
sesuatu yang menakjubkan. Jadi, manusia adalah makhluk yang menakjubkan.
➢ Nilai-Nilai Pendidikan
Pertama, Surat Al-'Alaq [96]: 1 memerintahkan "bacalah", lalu ayat ini juga
memerintahkan "bacalah". Perintah ganda tersebut bukan berarti hanya bermakna
perintah membaca dua kali, melainkan "berulangulang".

Kedua, "Dan Tuhanmu Maha Dermawan". Kedermawanan Allah Swt. dalam


konteks pendidikan meliputi hal-hal berikut.

1. Kedermawanan pengabulan doa.


2. Kedermawanan ilmu.
3. Kedermawanan harta.
➢ Nilai-Nilai Pendidikan

Pertama, kata "al-qalam" mengalami perluasan makna sehingga tidak


hanya bermakna pena, melainkan seluruh alat pembelajaran, seperti komputer,
smartphone, e-books, LCD proyektor, video, televisi, hingga media sosial.
Kedua, kendati yang disebut alat tulis (pena), yang dimaksud hasilnya
(tulisan). Mirip pernyataan, "kalau lapar, makanlah nasi". Dalam hal ini, yang
disebut sarana (nasi), tetapi yang dimaksud hasilnya (kenyang).
Ketiga, "Yang mengajari dengan pena". Kata "pena" mengisyaratkan
dua makna: (1) secara pasif, pelajar mempelajari "tulisan" karya orang lain,
termasuk membagikan; (2) secara aktif, pelajar menghasilkan karya tulis sendiri
untuk orang lain sehingga menjadi "alat Allah SWT." Dalam mendidik manusia
melalui tulisan.
Keempat, "Dia mengajari insan, apa yang belum diketahui". Islam
mengakui jalur alternatif meraih ilmu pengetahuan, yaitu menjernihkan hati
dengan ketakwaan, "Dan bertakwalah kepada Allah, dan Allah akan mengajari
kalian" (QS Al-Baqarah [2]: 282). Hati termasuk dimensi psikis manusia
sebagai al-insan yang berfungsi sebagai "wadah" dan "sumber" ilmu. Ilmu yang
masuk pada otak menjadikan pintar; dan ilmu yang masukpadahati
menjadikan benar.

C. Rekonsiliasi Pendidikan Islam dan Barat


Di sisi lain, pendidikan Barat memiliki tiga keunggulan esensial dibandingkan
pendidikan Islam.

Pertama, keunggulan aspek IPTEK. Logika pendidikan Barat adalah ilmu lebih
diutamakan dibandingkan etika. Bertolak belakang dengan pendidikan Islam yang lebih
mengutamakan etika dibandingkan IPTEK. Dampaknya adalah pendidikan Barat lebih
cepat meraih kesuksesan karena IPTEK jauh lebih mudah dikuasai dibandingkan etika.
Kedua, keunggulan aspek spesialisasi ilmu. Pakar pendidikan Barat cenderung
menerapkan logika "kolaborasi", sedangkan pakar pendidikan Islam cenderung
menerapkan logika "kompetisi". Implikasi logika kolaborasi adalah terdapat aksi bahu-
membahu antara satu pakar dengan pakar lain.
Ketiga, keunggulan logika ilmiah. Pendidikan Barat lebih mengedepankan
logika "hukum alam" (ketika ada apel jatuh, dicari sebabnya hingga akhirnya
menemukan teori gravitasi), berbeda dengan pendidikan Islam yang lebih
mengedepankan logika "mukjizat" (ketika ada apel jatuh, itu sudah menjadi takdir
Allah Swt.).
D. Realisasi Maqashid Syariah
Subbab ini meringkas materi bahasa dari perspektif enam kategori Maqashid Syariah
atau tujuan – tujuan pokok syariat Islam :
➢ Hifzh al – Din ( Religius )
➢ Hifzh al – Nafs ( fisik – psikis )
➢ Hifzh al-Aql ( intelektual )
➢ Hifzh al-Nasl ( sosial )
➢ Hifzh al-mal ( ekonomi )
➢ Hifzh al-Irdh ( prestasi )

BAB 3
TEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

➢ Telaah Teoretis dan Praktis


• Allah Swt.
Menyatakan bahwa manusia cukup bergantung kepada Allah Swt. Dengan kata lain,
manusia cukup menjadi ‘hamba Allah’, tidak perlu menjadi hamba selain – nya .
• Manusia .
Al-Qu’an untuk menunjuk kepada manusia:
Pertama, al-Basyar. Karena kulitnya tampak; berbeda dengan binatang
yang kulitnya ditutupi bulu.
Kedua, al-insan. Manusia disebut al-insan (dari akar kata al-unsu ) Karena
memiliki sifat jinak dan harmonis.
Ketiga, al-Nas. Manusia sebagai al-Nas bermakna spesies manusia secara
umum. Al-uns bermakna kelompok manusia.
Allah Swt. adalah Zat yang Menciptakan ( khaliq ) manusia dengan memberi dua tugas
utama: ‘ibadah dan imarah’. Kemudian manusia harus mempertanggungjawabkan amanat yang
diemban melalui tiga bentuk hubungan positif: Habl min Allah ( hubungan positif antara
manusia dengan Allah Swt .); Habl min al-nas ( hubungan positif antara manusia dengan
sesama manusia, termasuk diri sendiri); Habl min al-alam (hubungan positif antara manusia
dengan alam semesta).
BAB 4
DASAR – DASAR PENDIDIKAN ISLAM

➢ Menurut pandangan Ramayulis, dasar adalah landasan berdirinya sesuatu. Fungsi dasar
adalah memberikan arah tujuan yang hendak dicapai sekaligus sebagai landasan berdirinya
sesuatu.
Sa'id Isma'il 'Ali membagi dasar-dasar pendidikan Islam menjadi 6 (enam) macam: Al-
Qur'an, al-Sunnah, Pendapat Sahabat (Agwal al-Sahabat), Peradaban Islami (al-Tsagafah),
Maslahat Publik (Mashalihal-Ijtima'iyyah) dan Pemikiran Islami (al-Fikr al-Islami).
Semuanya merupakan sumber atau dasar yang menjadi pijakan pendidikan Islam."

1. Dasar Preskriptif ( Ideal )


Dasar preskritif pendidikan Islam mencakup dasar religius, dasar yuridis dan dasar
filosofis. Dasar religius adalah landasan yang paling mendasar karena merupakan
landasan yang diciptakan oleh Allah Swt. Wujudnya adalah Al-Qur'an dan al-Sunnah.
Dasar yuridis adalah landasan hukum yang berlaku di suatu negara terkait pendidikan.
a. Al-Qur’an.
Posisi Al-Qur'an sebagai dasar primer pendidikan Islam, dipertegas oleh pakar
pendidikan Islam, Abdur Rahman Saleh Abdullah, yang menyatakan bahwa Al-
Qur'an mengajarkan kepada kaum Muslim, suatu pandangan tersendiri tentang
kehidupan, sehingga prinsipprinsip Al-Qur'an harus menjadi jiwa dan pembimbing
pendidikan Islam. Bahkan kita tidak bisa berbicara mengenai pendidikan Islam
tanpa menjadikan Al-Qur'an sebagai titik berangkat.
b. Al-Sunnah
secara normatif, Al-Qur'an memerintahkan umat Muslim untuk menaati seluruh
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw ., termasuk al-Sunnah. Secara teoretis, isi
kandungan al-Sunnah sarat dengan nilai-nilai pendidikan. Secara praktis dan
historis, alSunnah sudah difungsikan sebagai dasar primer pendidikan Islam sejak
masa Rasulullah Saw. hingga saat ini dan akan terus berlanjut sepanjang masa.
Secara akademis, para pakar pendidikan Islam sudah sepakat menjadikan al-Sunnah
sebagai dasar primer pendidikan Islam yang kedua, setelah Al-Qur'an.
c. Aqwal al-sahabat ( pendapat para sahabat )
Argumentasi lain untuk menempatkan Aqwal al-Sahabat sebagai dasar pendidikan
Islam adalah sisi pendidikan pada diri para sahabat. Dalam hal ini, ada beberapa
sahabat yang dapat dijadikan contoh. Misalnya,AbuBakar ra. menegaskan bahwa
mempelajari sejarah merupakan metode yang penting untuk memperoleh keimanan
sejati kepada Allah Swt. Umar ra. memberi contoh konkret pentingnya ijtihad
terhadap nash-nash agama (Al-Qur'an dan al-Sunnah) dalam menghadapi berbagai
realitas sosial-kemasyarakatan yang belum pernah dialami generasi sebelumnya.
Ali ibn Abi Thalib ra. menjadi Kepala Madrasah di Madinah selama 24 tahun, yakni
sepanjang pemerintahan tiga Khulafaur Rasyidin sebelumnya.27 Sementara itu,
'Utsman ibn 'Affan ra. memiliki program standardisasi bacaan Al-Qur'an dengan
menerbitkan mushaf Al-Qur'an induk yang disebarluaskan ke berbagar wilayah
kekuasaan Islam saat itu.
d. Mashalih al-ijtima’iyyah (kemaslahatan publik)
Posisi Mashalih al-Ijtima'iyyah sebagai dasar pendidikan Islam didukung Sa'id
Isma'il 'Ali berdasarkan argumentasi: nash-nash AlQur'an menunjukkan bahwa
tujuan akidah dan syariat Islam secara global dan terperinci adalah menampik
mudarat dan mendatangkan maslahat. Al-Qur'an juga sering menjelaskan 'illat
(sebab) hukum Islam adalah menampik kerusakan dan bahaya, serta merealisasikan
kemaslahatan dan kemanfaatan. Oleh sebab itu, wajar jika pendidikan Islam
menjadikan Mashalih al-Ijtima'iyyah sebagai dasar pijakannya.
e. Al-Tsaqafah (perbedaan islami)
Sa'id Isma'il'Ali mendefinisikan "peradaban" sebagai produk manusia dari interaksi
antaranggota masyarakat dan memenuhi kriteria tertentu.
f. Al-Fikr al-islami (pemikiran islami)
Al-Qur'an berulang-ulang menyeru umat Muslim agar memberdayakan akal. Al-
Qur'an menyebut term "akal" dan derivasinya 49 kali dalam 49 ayat. Uniknya,
seluruhnya dalam bentuk kata kerja, bukan kata benda. Hikmahnya, nilai akal itu
tidak terletak pada "otak", melainkan "fungsionalisasi otak".

2. Dasar Deskriptif (operasional)


Dasardeskriptifmencakup dasar historis, dasar psikologis, dasar sosiologis,
dasar ekonomis, dan dasar IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Pertama, dasar historis. Landasan sejarah pendidikan yang memuat beragam


informasi tentang kejadian, konsep, teori, praktik, moral, citacita, bentuk, dan
sebagainya. Jadi, sebelum menangani pendidikan, ahli pendidikan terlebih dahulu
memeriksa sejarah pendidikan nasional dan internasional.
Kedua, dasar psikologis. Pendidikan mempertimbangkan aspek psikologis
manusia, yaitu sesuai tingkat pertumbuhan (jasmani) dan perkembangan (rohani)
mereka.
Ketiga, dasar sosiologis. Menyangkut peran sosiologi dalam membantu realisasi
cita-cita pendidikan.
Keempat, dasar ekonomis. Berkenaan dengan peran ekonomi dalam
pendidikan. Misalnya, perkembangan ekonomi makro berpengaruh pada bidang
pendidikan.
Kelima, dasar IPTEK. Di satu sisi, pendidikan berperan penting
dalampewarisandanpengembangan IPTEK. Di sisi lain, pada setiap perkembangan
IPTEK, perlu diakomodasi oleh pendidikan, semisal ke dalam bahan ajar.
BAB 5
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

➢ Telaah Teoretis dan Praktis


• Definisi tujuan pendidikan menurut al-Syaibani adalah: "Perubahan yang ingin
direalisasikan praktik pendidikan, baik perubahan tingkah laku individu, kehidupan
masyarakat, dan lingkungan sekitar; maupun perubahan yang ditujukan pada praktik
pendidikan dan pembelajaran itu sendiri."
Selanjutnya, al-Syaibani merumuskan tiga tujuan pokok pendidikan Islam:
Pertama, tujuan individual yang berkaitan dengan pribadi peserta didik berupa
perubahan perilaku, aktivitas, etika, perkembangan kepribadian, serta persiapan yang
dibutuhkan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Kedua, tujuan sosial yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dan perilaku sosial, seperti mengembangkan,
memperkaya, dan memajukan masyarakat. Ketiga, tujuan profesional yang berkaitan
dengan pendidikan dan pembelajaran, seperti ilmu pengetahuan, seni, dan profesi.
Setidaknya, ada empat tujuan puncak pendidikan Islam:

Pertama, aktualisasi diri (tahqiq al-nafs). Islam memandang manusia terdiri dari
roh, akal, dan jasad. Oleh karena itu, aktualisasi diri dalam pendidikan Islam adalah
memenuhi kebutuhan serta mengembangkan potensi rohaniyyah, nafsiyyah, 'agliyyah,
dan badaniyyah manusia.
Kedua, menyiapkan warga negara yang baik. Tujuan ini meliputi: (a) cinta tanah
air (hubb al-wathan) tidak terbatas pada tanah airnya sendiri, melainkan juga
mencakup seluruh negara "Islam" lainnya; (b) di antara syarat menjadi warga negara
yang baik adalah baik dalam hal beragama dan berakhlak; (c) Islam memperluas
cakupan masyarakat dengan memasukkan lingkungan agama dan akhlak, bahkan
keduanya menjadi rujukan bagi lingkungan lainnya, seperti ekonomi dan politik.
Ketiga, perkembangan kepribadian yang komprehensif dan paripurna. Tujuan
ini dikemukakan para pakar pendidikan progresivisme. Mereka membatasi tujuan
puncak pendidikan Islam pada perkembangan berbagai potensi dan kemampuan
intrinsik peserta didik.
BAB 6
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

➢ Definisi Kurikulum Pendidikan.


Kata "kurikulum" berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan di bidang
olahraga, yaitu curere yang berarti jarak yang harus ditempuh dalam lomba lari, mulai start
hingga finish. Dalam bahasa Arab, "kurikulum" disebut manhaj, yaitu jalan terang yang
dilalui manusia dalam kehidupannya. Al-Khauli menyebut al-manhaj sebagai seperangkat
rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih
satu abad silam. Istilah kurikulum muncul pertama kali dalam kamus Webster tahun 1856.
Baru pada tahun 1955, istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran di lembaga pendidikan.
Definisi kurikulum pendidikan Islam adalah program pendidikan yang dididikkan oleh
pendidik dan dialami oleh peserta didik, melalui proses pembelajaran di dalam dan di luar
kelas, untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.

➢ Kurikulum Ideal dan Kurikulum Aktual


Relasi antara kurikulum ideal dengan kurikulum aktual bagaikan relasi cita-cita dan fakta.
Misalnya, kurikulum ideal mencita-citakan semua siswa mencapai standar KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal), namun kurikulum aktual menunjukkan fakta bahwa tidak semua
siswa mampu mencapai standar KKM. Hal ini dikarenakan kurikulum ideal masih steril
dari berbagai halangan dan rintangan, sedangkan kurikulum aktual kerap menemui aneka
halangan dan rintangan.

Kurikulum ideal disusun dengan mempertimbangkan landasan filosofis, psikologis, dan


sosial-budaya, termasuk perkembangan IPTEKS. Namun, kurikulum ideal tidak dapat
memprediksi secara tepat dan persis, apa saja halangan dan rintangan yang akan menjadi
problem dalam kurikulum aktual. Oleh sebab itu, problem solving sering bersifat represif
(penanganan), alih-alih preventif (pencegahan). Akibatnya, penyelesaian problem
menunggu datangnya problem sehingga cenderung reaktif, spontan, sporadis, bahkan
terkesan "tambal sulam". Misalnya, problem siswa yang tidur atau tertidur ketika proses
pembelajaran berlangsung, masih belum ada penanganan "sistemik" yang dilakukan secara
masif oleh semua pendidikan, melainkan hanya penanganan kasuistik sesuai dengan selera
masing-masing pendidik.
➢ Implementasi kurikulum Pendidikan Islam
implementasi kurikulum pendidikan Islam haruslah memadukan antara kurikulum tertulis
yang ideal, dengan kurikulum aktual yang riil. Prosesnya dimulai dari "mengetahui"
(pengetahuan deklaratif), lalu mempraktikkan pengetahuan tersebut dengan benar
(pengetahuan prosedural), hingga menjadi keterampilan yang dikuasai oleh peserta didik.
Di sisi lain, kurikulum tertulis maupun aktual, haruslah sesuai dengan kebutuhan peserta
didik pada masa kini maupun masa datang, sehingga menghasilkan lulusan yang kompetitif
dari segi pengetahuan (kognitif; ilmu), sikap (afektif; akhlak), dan keterampilan
(psikomotorik; amal ).

➢ Memadukan teori dengan praktik


Teori sering dipandang sinis karena dinilai sebagai omong kosong belaka (talk only).
Sebaliknya, praktik dipandang luar biasa, karena dinilai sebagai aksi nyata (do more).
Sesungguhnya teori dan praktik adalah pasangan yang saling membutuhkan. Teori tanpa
praktik bagaikan orang lumpuh, sedangkan praktik tanpa teori bagaikan orang buta. Hanya
dengan kolaborasi, keduanya dapat sukses meraih tujuan. Tanpa kolaborasi, teori akan pasif
tanpa aksi, sedangkan praktik akan membabi buta tanpa visi.

➢ Rumpun Keilmuan Pendidikan Islam


Jika kurikulum dimaknai sebagai seperangkat mata pelajaran maka isinya berkenaan
dengan ilmu pengetahuan.

➢ Materi Pendidikan Islam


Menurut Abdullah Nashih Ulwan, ada tujuh materi pendidikan islam yang harus dididikkan
sejak usia anak-anak: pendidikan iman, moral, fisik, akal, kejiwaan (psikologi), sosial, dan
seksual.

BAB 7
METODE PENDIDIKAN ISLAM

A. Belajar, Mengajar, Pembelajaran.


➢ Belajar merupakan petualangan hidup yg menjadi kebutuhan asasi manusia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Pada mulanya manusia tidak bisa berbicara bahasa
asing, lalu dia belajar bahasa asing tersebut hingga mampu berbicara dengan fasih.
Perubahan yang dapat dideteksi secara empiris ini disebut teori belajar behavioristik.
➢ Mengajar ialah menghadirkan lingkungan edukatif yang memicu aktivitas belajar agar
efektif.
➢ Metode Pembelajaran teori. Yaitu bertentangan dengan adanya peserta didik
memiliki gaya yg unik dalam belajar. Al-Qur'an mengisyaratkan pentingnya variasi
metode pembelajaran, sesuai dengan karakteristik peserta didik yang dihadapi.
Misalnya, QS Al-Nahl [16]: 125 menyebut metode al-hikmah yang berbasis
keteladanan, al-mau'izhah yang berbasis nasihat dan al-mujadalah yang berbasis
penalaran. Jika dikaitkan dengan karakteristik peserta didik, metode al-hikmah yang
dapat berwujud metode demonstrasi, efektif bagi peserta didik dengan gaya belajar
kinestetik; metode al-mau'izhah yang dapat berwujud metode kisah, efektif bagi peserta
didik dengan gaya belajar auditori; dan metode al-mujadalah yang dapat berwujud
metode penulisan esai atau opini, efektif bagi peserta didik dengan gaya belajar visual.
➢ Metode Pembelajaran Praktis. Peserta didik harus memiliki teladan yg dapat dilihat
pada diri Setiap pendidiknya agar la puas dengan apa yg dipelajari. Beberapa metode
pembelajaran praktis diantaranya :
1. Uswah atau Qudwah
2. Nasihat atau Mau’izhah
3. Cerita atau kisah
4. Metafora atau amtsal
5. Student time achievement division
6. Talk show
7. Fish bowl
8. Diskusi panel
9. Diskusi ahli
10. Sesi poster
11. Bedah buku atau jurnal

BAB 8
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

A. Feedback, Assesment dan Evaluasi


➢ Feedback adalah kondisi psikologis pendidik dan peserta didik yg terjadi dalam
kegiatan pembelajaran yg terlihat dalam sikap gerak-gerik, respons dan perubahan
lainnya.
➢ Assesment mengacu pada semua informasi yang dikumpulkan tentangpeserta didik
dikelas oleh pendidik, baik melalui pengetesan formal, esai, dan pekerjaan rumah atau
melalui observasi langsung.
➢ Evaluasi merupakan penilaian terhadap tingkat keberhasilan peserta didik untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
B. Tujuan, Fungsi, dan objek Evaluasi
➢ Bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan yg telah dicapai oleh peserta didik
dakim pembelajaran.
➢ Berfungsi sebagai administratif untuk menyusun daftar nilai dan pengisian nidai
rapor.
➢ Objek evaluasi yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
C. Perspektif Islam Evaluasi Pendidikan
Evaluasi tahap proses pembelajaran, selaras dengan konsep “ujian” dan "evaluasi diri" dalam
Islam. Pertama, Islam memperkenalkan konsep bala' yang berarti "menguji manusia dengan
hal-hal positif dan hal-hal negatif". Seseorang dinilai sukses apabila "bersyukur” saat
mengalami ujian berupa hal-hal positif, dan "bersabar" saat mengalami ujian berupa hal-hal
negatif (HR Muslim). Misalnya, bersyukur saat meraih kenikmatan berupa al-hikmah, yaitu
ilmu yang diamalkan atau amal yang dilandasi ilmu (QS Luqman [31]: 12); bersabar saat
mengalami musibah berupa ketakutan, kelaparan, kemiskinan hingga kematian (QS Al-
Baqarah [2]: 155).

BAB 9

PENDIDIK PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendidik Dalam Perspektif Islam


Dalam pendidikan Islam, pendidik bertugas memberikan contoh (pengetahuan) sekaligus
menjadi contoh (keteladanan).
B. Perspektif Qur’ani Peningkatan Kinerja Pendidik
Kendati berbagai tawaran ide sudah bermunculan terkait upaya peningkatan kompetensi
pendidik, baik berdasarkan telaah teoretis maupun praktis, ternyata masih jarang ditemui telaah
konseptual yang mengacu pada Al-Qur’an. Pada ruang kosong inilah penulis mengajukan
gagasan menyangkut upaya peningkatan kualitas pendidik melalui studi teks Al-Qur’an dalam
bentuk tafsir tarbawi (tafsir pendidikan).
C. Strategi Implementasi Kesadaran Diri Dalam Meningkatkan Kinerja Pendidik
Strategi implementasi kesadaran diri dalam rangka meningkatkan kinerja pendidik dapat
dipilah menjadi empat kategori: teologis (iman), teoretis (ilmu), praktis (amal) dan moralistis
(akhlak).
D. Rekonsiliasi Pendidikan Islam dan Barat
➢ Guru Versus Orang Tua
Sesungguhnya guru dan orangtua sama-sama bertanggung jawab atas pendidikan anak, kendati
ada sejumlah perbedaan. Misalnya, guru mendidik anak dalam ruang formal (sekolah) dan
nonformal (pesantren), sedangkan orangtua mendidik anak dalam ruang informal (keluarga dan
masyarakat). Oleh sebab itu, keduanya perlu bekerja sama secara harmonis agar anak
berkembang secara optimal. Misalnya, guru mendidikkan tata cara mendirikan salat dengan
benar, sedangkan orangtua mengontrol agar anak dapat mendirikan salat secara istikamah.
BAB 10

PESERTA DIDIK PENDIDIKAN ISLAM

A. Tingkatan Peserta Didik


Sebutan populer bagi peserta didik adalah "murid" yang sesungguhnya diadopsi dari bahasa
Arab, arada-yuridu-murid. Murid berarti "seseorang yang berkehendak" untuk menimba ilmu.
Dari sini, peserta didik dapat diklasifikasikan sesuai dengan ada-tidaknya kehendak peserta
didik dalam menimba ilmu. Pertama, pada fase awal, peserta didik menjadi objek murni.
Seluruh pendidikan tergantung pada pendidik, karena peserta didik sungguh-sungguh tidak
memiliki kehendak sendiri, melainkan hanya menuruti lingkungannya. Kedua, peserta didik
mulai menjadi subjek yang memiliki kehendak untuk dididik dengan bantuan orang lain.
Ketiga, peserta didik menjadi subjek yang memiliki kehendak untuk mendidik diri sendiri
(pembelajar mandiri; self-directed learner).¹
B. Perkembangan Peserta Didik
Disamping memperhatikan kebutuhan peserta didi, pendidik perlu memperhatikan
perkembangan peserta didik seperti, pertumbuhan fisik dan psikis, perkembangan bahasa,
perkembangan kognitif, dam perkembangan emosional.
C. Peserta Didik Laki laki dan Perempuan
Tidak kalah pentingnya, pendidik perlu memerhatikan perbedaan antara peserta didik laki-laki
dengan peserta didik wanita. Al-Qur'an pun menegaskan bahwa laki-laki dan wanita memang
tidak sama (QS Ali 'Imran [3]: 36), namun keduanya memiliki peluang yang sama untuk meraih
kesuksesan hidup (QS Al-Nahl [16]: 97). Baik laki-laki maupun wanita sama-sama memiliki
kelebihan. Misalnya, laki-laki umumnya memiliki kelebihan kekuatan fisik, dan wanita
umumnya memiliki kelebihan kelembutan psikis. Oleh sebab itu, keduanya disarankan bekerja
sama dan saling tolong-menolong dalam amar ma'ruf nahi munkar (QS Al-Taubah [9]: 71).
Catatan lain yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah kepandaian dan kebodohan itu bersifat
dinamis. Artinya, status pandai tidak bersifat statis. Dalam sebuah kata mutiara disebutkan,
"ketika seseorang merasa dirinya pandai, maka sesungguhnya dia itu bodoh". Hal ini
dikarenakan orang yang merasa dirinya pandai, akan berhenti untuk belajar, sehingga pada
akhirnya dia akan "ketinggalan kereta" yang ujung-ujungnya adalah menyandang status
"bodoh". Sebaliknya, orang yang merasa dirinya bodoh, lalu dia belajar dengan rajin, maka
akan terjadi peralihan status, dari bodoh menjadi pandai. Di sinilah letak signifikansi konsep
"lifelong education" atau belajar seumur hidup, yaitu belajar sejak dari buaian hingga liang
lahad.
BAB 11

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


Pendidikan adalah proses berkelanjutan, dari bayi sampai dewasa dan berlanjut sampai mati,
yang memerlukan berbagai metode dan sumber belajar. Dalam konteks ini, Coombs mengategorikan
metode belajar menjadi tiga: informal, formal, dan nonformal. Pertama, pendidikan informal yakni
proses belajar sepanjang hayat yang terjadi pada setiap individu dalam meraih nilai-nilai, sikap,
keterampilan, dan pengetahuan melalui pengalaman sehari-hari atau pengaruh pendidikan dan sumber
lain di sekitar lingkungannya. Kedua, pendidikan formal yakni proses belajar terjadi secara hierarkis,
terstruktur, berjenjang, termasuk studi akademik secara umum, beragam program lembaga pendidikan
penuh waktu (full time), pelatihan teknis dan profesional. Ketiga, pendidikan nonformal yakni proses
belajar yang terjadi secara terorganisasikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik
dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar, yAang
dimaksudkan untuk melayani peserta didik tertentu dan belajarnya tertentu pula. Adapun beberapa
lembaga dalam pendidikan Islam diantaranya:

1. Keluarga
2. Madrasah/Sekolah
3. Pesantren
4. Universitas

BAB 12
PENUTUP

A. Problematika Pendidikan Islam


Ada beberapa problematika pendidikan dalam Islam, diantaranya:
1. Problem Ideologis
2. Kelemahan fisik dan psikis
3. Sistem pendidikan
4. Pendidik menuntut bekerja tertib, berkompetensi dan prestasi akademis
5. Perbedaan opini
6. Kalah pamor dengan sistem pendidikan barat
B. Implikasi Relasi Maqashid Syariah dengan Global Goals Bagi Pendidikan Islam
Dalam rangka mewujudkan pendidikan Islam yang selaras dengan nilai-nilai islami pada
Maqashid Syariah, dan nilai-nilai global pada Global Goals, maka ada enam model pendidikan
yang dapat diposisikan sebagai fondasi bagi rekonstruksi pendidikan Islam teoretis maupun
praktis.
1. Pendidikan Komprehensif
2. Pendidikan Emansipatif
3. Pendidikan Kompetitif
4. Pendidikan Inklusif
5. Pendidikan Kolaboratif
6. Pendidikan Transformatif

You might also like