Professional Documents
Culture Documents
Resensi Buku
Resensi Buku
PENDAHULUAN
Kedua, Hifzh al-Nafs (pelestarian jiwa raga) dan Hifzh al-'Irdh (pelestarian
harga diri). Semula berkisar pada penjagaan jiwa raga dan harga diri, namun akhir-akhir
ini berangsur-angsur diganti menjadi 'perlindungan harkat dan martabat manusia',
bahkan 'perlindungan hak-hak asasi manusia'.
Ketiga, Hifzh al-Aql (pelestarian akal). Jika selama ini masih terbatas pada
larangan minum arak (khamr), sekarang berkembang menjadi 'pengembangan pikiran
ilmiah', 'perjalanan menuntut ilmu', 'melawan mentalitas taklid', dan 'mencegah
mengalirnya tenaga ahli ke luar negeri'.
Kelima, Hifzh al-Mal (pelestarian harta). Jika semula bermakna 'hukuman bagi
pencurian' versi al-'Amiri dan 'proteksi uang' versi al-Juwaini, akhir-akhir ini
berkembang menjadi istilah sosio-ekonomi yang familier, misalnya 'bantuan sosial',
'pengembangan ekonomi, 'distribusi uang', 'masyarakat sejahtera' dan 'pengurangan
perbedaan antarkelas sosial-ekonomi'.
2. Hajiyyat ( Kebutuhan )
Tujuan-tujuan syariat Islam yang termasuk kebutuhan (hajiyyat) bersifat
kurang-niscaya bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Misalnya, menikah,
berdagang, sarana transportasi, dan lain-lain. Namun, Islam mendorong umat Muslim
agar memenuhi kebutuhan itu dan mengaturnya.
Ketidaksediaan kebutuhan tersebut, khususnya pada tingkat individu, bukanlah
soal hidup mati. Misalnya, jika sebagian manusia memutuskan untuk tidak menikah
atau tidak berdagang maka kehidupan manusia tidak akan terancam. Akan tetapi,
apabilakebutuhan tersebut tidak tersedia bagi sebagian besar manusia maka statusnya
berpindah dari jenjang 'kebutuhan' menjadi 'keniscayaan'. Dalam konteks inilah kita
dapat memahami kaidah yang berbunyi: "Al-Hajah idza 'ammat nazalat manzilat al-
dhararah" (Kebutuhan itu jika menjadi umum maka sudah pantas didudukkan pada
jenjang keniscayaan).
3. Tahsiniyyat ( Kemewahan )
Tahsiniyyat (kemewahan) berfungsi untuk memperindah kehidupan, seperti
minyak wangi, pakaian yang menarik, dan rumah yang asri. Islam mendukung adanya
hal-hal itu dan menganggapnya sebagai tanda kemurahan Allah Swt. terhadap manusia
dan rahmat-Nya yang tak terbatas. Akan tetapi, Islam tidak menghendaki manusia
memberi perhatian terhadap tahsiniyyat ini, melebihi perhatiannya terhadap
dharuriyyat dan hajiyyat.
Tafsir Tarbawi adalah model penafsiran Al-Qur'an dari sudut pandang kependidikan.
Tafsir Tarbawi di sini mengacu pada hasil implementasi metode Tafsir Tarbawi tematik
yang penulis gagas secara mandiri, dengan merakit berbagai ide para pakar Al-Qur'an
(terutama Abdul Hayy al-Farmawi, Quraish Shihab, Ibn 'Asyur, al-Raghib alAshfahani
dan 'Abd al-Baqi), serta pakar pendidikan Islam (terutama Sa'id Isma'il 'Ali, Mujamil
Qomar, dan Muhaimin).
Metode Tafsir Tarbawi memuat tiga langkah pokok. Pertama, menentukan topik
bahasan. Kedua, identifikasi ayat-ayat yang relevan dengan topik bahasan. Ketiga,
analisis data yang melibatkan tiga teknik analisis: (1) kebahasaan (lughawi); (2) isi
(tahlili); dan (3) kependidikan (tarbawi). Analisis kebahasaan bertujuan memahami
makna linguistik dari suatu term dan derivasinya secara utuh berdasarkan
penggunaannya dalam Al-Qur'an. Analisis isi bertujuan memahami makna suatu ayat
berdasarkan kitab tafsir yang relevan. Analisis kependidikan bertujuan memahami nilai
pendidikan yang terkandung dalam suatu ayat dengan melibatkan sumber data primer
maupun sekunder.16 Dalam konteks buku ini, untuk menghasilkan produk Tafsir
Tarbawi, penulis akan melibatkan hasil analisis Lughawi dan Tahlili yang dilengkapi
dengan sumber data sekunder, berupa literatur kependidikan dan Magashid Syariah.
D. Rekonsiliasi Pendidikan Islam dan Barat
Berikut adalah contoh rintisan rekonsiliasi pendidikan Islamdan Barat berbasis
Magashid Syariah dengan pendekatan TafsirTarbawiyang ditujukan pada topik desain
pembelajaran sebagai berikut.
➢ Tujuan Pembelajaran
a. Ilmu
Ilmu tidak sekadar kognitif karena dalam Islam, ilmu juga bersifat intuitif,
termasuk melibatkan sumber ilmuberupawahyu.Perbedaannyaadalan domain kognitif
hanya dapat dilatih melalui proses belajar berbasis otak, sedangkan ilmu dapat dilatih
melalui proses belajar berbasis otak (kognisi) dan hati (intuisi). Hal iniberanjakdari
pemahaman bahwailmuituadayangbersifat kasbi (hasilusahainsani)danladun (sebagai
anugerah Ilahi). Ilmu kasbidiperoleh melaluibelajarberbasis otak, sedangkan ilmu
ladunni diperoleh melalui proses belajar berbasis hati, terutama melalui
penyucianhati(tazkiyyahal-qalb),sebagaimano diisyaratkan Surat Al-Baqarah [2]: 282
b. Akhlak
Domain afektif dalam pandangan Bloom berbeda dengan akhlak dalam Islam.
Afektif lebih dominan berhubungan dengan etika terhadap makhluk, khususnya sesama
manusia, sehingga bersifat antroposentris. Sementara itu, akhlak dalam pandangan
Islam secara proporsional memadukan antara etika terhadap Allah Swt ., sesama
manusia, dan alamsemestasehingga bersifat teo-antroposentris. Misalnya, Al-Qur'an
menyeru pemberian sedekah, tetapi disertai larangan mengungkit-ungkit pemberian
dan menyakiti pihak penerima (QS Al-Baqarah [2]: 264). Jadi, jangkauan akhlak dalam
Islam melampaui ruang lingkup domain afektif yang digagas oleh Bloom.
c. Amal
Domain psikomotorik dalam taksonomi Bloom tidak sama dengan amal dalam
Islam. Psikomotorik hanya berhubungan dengan kompetensi keterampilan kerja (skill),
sedangkan amal tidak hanya meliputi keterampilan kerja, melainkan juga etika kerja.
Oleh sebab itu, AlQur'an sering menyandingkan kata amal dengan kata saleh sehingga
membentuk istilah yang familier dalam Islam, yaitu amal saleh (QS Al-Ashr [103]: 3).
Ringkasnya, domain psikomotorik dalam pandangan Bloom bersifat value-free
(bebas nilai), sedangkan amal dalam Islam bersifat value-bond (terikat nilai). Oleh
sebab itu, dalam pendidikan Islam, domain psikomotorik hanya boleh diterapkan pada
keterampilanyang termasuk kategori "amal saleh". Misalnya, haram mengajarkan
korupsi, aksi terorisme hingga ilmu hitam (black magic).
➢ Materi Pembelajaran
Secara garis besar, materi pembelajaran dalam pendidikan Islam dapat dibagi
menjadi empat kategori, yaitu rumpun ilmu PAI, IPA, IPS, dan Bahasa (Humaniora).
Problem utama yang mendera aspek materi pembelajaran adalah keterpisahan antara
satu rumpun ilmu dengan rumpun ilmu lainnya. Tegasnya, "tidak ada tegur sapa"
antarberbagai rumpun ilmu yang disebabkan oleh perasaan "superior" yang
menyelimuti tiap-tiap rumpun.
➢ Metode Pembelajaran
Sering kali didapati problem ketimpangan dalam metode pembelajaran.
Misalnya, metode pembelajaran terlalu bersifat teacher oriented atau student oriented.
Model rekonsiliasinya adalah menyajikan metode pembelajaran yang proporsional,
yaitu memadukan antara teacheroriented, individual-student oriented dan collaborative-
student oriented.
Dalam pendidikan Islam, seorang guru memiliki posisi yang terhormat dan
peran yang signifikan. Oleh sebab itu, metode pembelajaran yang bersifat teacher
oriented harus tetap diprioritaskan. Metode pembelajaran yang bersifat student oriented
dipilah menjadi individual-student oriented dan collaborative-student oriented. Posisi
pelajar sebagai makhluk individu diwadahi metode pembelajaran berbasis individual-
student oriented; dan posisi pelajar sebagai makhluk sosial diwadahi metode
pembelajaran berbasis collaborative-student oriented. Perpaduan ketiga metode
pembelajaran ini, selaras dengan metode pendidikan dalam Al-Qur'an yang menyeru
pada tilawah, tazkiyyah, dan ta'lim (QS Al-Jumu'ah [62]: 2).
➢ Evaluasi Pembelajaran
Selama ini evaluasi pembelajaran hanya ditujukan pada aspek pasca-
pembelajaran. Oleh sebab itu, rekonsiliasi dilakukan dengan menerapkan evaluasi
pembelajaran yang ditujukan pada aspekpra, proses, dan pasca-pembelajaran.
BAB 2
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Al-Ashfahani membagi ilmu menjadi dua: ilmu teoretis (nazhari) dan ilmu
praktis ('amali). Ilmu teoretis berarti cukup diketahui, contohnya ilmu-ilmu alam.
Ilmu praktis berarti harus diketahui sekaligus dipraktikkan, contohnya ilmu-ilmu
ibadah.
Ibn Faris berkomentar bahwa pola 'Ain-Lam-Mim menunjukkan tanda yang
membedakan sesuatu dengan yang lain. Dari sini muncul redaksi "alamat" yang
mengacu pada lokasi tertentu yang berbeda dengan lokasi lainnya.
pandangan Al-Qur'an tentang ilmu pengetahuan dikemukakan Imam Syafi'ie:
"Hakikat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur'an adalah rangkaian aktivitas manusia
dengan prosedur ilmiah, baik melalui pengamatan, penalaran maupun intuisi
sehingga menghasilkan pengetahuan yang sistematis mengenai alam seisinya, serta
mengandung nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah, rahmah, dan petunjuk bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat.
2. Pendidikan
Setidaknya ada lima istilah yang sering kali digunakan sebagai representasi
pendidikan Islam: (a) Tarbiyyah; (b) Tadris; (c) Tazkiyyah; (d) Ta'lim; dan (e)
Irsyad.
a.Tarbiyyah
Pendidikan Islam adalah suatu sistem komprehensif yang disusun secara ilmiah dari
berbagai teori, praktik, metode, nilai; serta subsistem yang saling berhubungan
secara sinergis dan harmonis, yang merepresentasikan konsepsi islami tentang
Allah Swt ., alam semesta, manusia dan masyarakat; yang bertujuan merealisasikan
penghambaan (ibadah) kepada Allah Swt. dengan menumbuhkembangkan seluruh
potensi manusia sebagai makhluk individual maupun sosial dari berbagai segi yang
sesuai; serta bertujuan merealisasikan maksud atau tujuan universal syariat Islam
yang mengupayakan kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
b. Tadris
Istilah Tadris berarti kegiatan meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya. Dalam
konteks teks-baik kitab suci maupun selainnya-Tadris berarti membahas dan
mendiskusikan teks untuk menarik informasi dan pesan yang dikandungnya.14
Akar kata Tadris adalah Darasa yang berarti membaca dengan saksama untuk
menghafal atau mengerti. Ada juga yang membaca dengan memanjangkan huruf
dal, yakni Daarasa dalam arti engkau membaca dan dibacakan. Bacaan ketiga
adalah darasat yang berarti telah berulang-ulang.15 Dari sini muncul kata Dirasah
yang bermakna mengulang-ulangi membaca dengan penuh perhatian, untuk
memahami dan menghafal (materi bacaan).
Pada suatu hari, kami duduk di samping Rasulullah Saw. Tiba-tiba datang seorang
laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak
tampak bekas perjalanan pada dirinya dan tidak ada seorang pun di antara kami
yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Rasulullah Saw ., lalu
menempelkan kedua lututnya pada lutut Rasulullah Saw. seraya berkata: "Wahai
Muhammad, tolong beri tahukan kepadaku tentang Islam?" Rasulullah Saw.
bersabda: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah;
engkau mendirikan salat; menunaikan zakat; berpuasa Ramadan; dan pergi haji jika
mampu. "Lakilaki itu berkata: "Anda benar!" Kami semua heran, dia yang bertanya
kepada Rasulullah Saw ., namun dia juga yang membenarkan jawaban beliau. Laki-
laki itu bertanya lagi: "Tolong beri tahukan kepadaku tentang iman." Rasulullah
Saw. bersabda: "Engkau beriman kepada Allah; malaikat-malaikat-Nya; kitabkitab-
Nya; rasul-rasul-Nya; hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang
buruk." Laki-laki itu berkata: "Anda benar!" Dia bertanya lagi: "Tolong beri
tahukan kepadaku tentang ihsan." Rasulullah Saw. bersabda: "Ihsan adalah engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya; jika engkau tidak (dapat)
melihat – Nya maka beribadahlah seakan – akan Allah melihat engkau.”
Relasi Islam, Iman, dan Ihsan sebagaimana redaksi hadis di atas, diulas lebih
jauh oleh Jasser Auda sebagai berikut.
Tiga level yang disebutkan di atas (Islam, iman, dan ihsan) bisa diekspresikan
dalam berbagai bentuk ibadah. Pada level penyerahan diri (Islam) kepada Allah
Swt. merupakan tampilan luar. Dalam salat, ia berkenaan dengan tampilan gerakan-
gerakan salat dengan berdiri, rukuk, dan sujud. Dalam zakat, ia berkenaan dengan
memberi uang. Dalam puasa, ia berkenaan dengan menghindari makan dan minum.
Dalam haji, ia berkenaan dengan tawaf mengitari Ka'bah, berjalan antara dua bukit
Shafa dan Marwah, serta melakukan penyembelihan kurban. Level keimanan
(Iman) adalah amalan hati. Amalan hati yang mendasar adalah percaya kepada
Allah Swt ., para malaikat, kitab suci, para rasul, hari akhir dan qadha'-qadar Allah
Swt . baik maupun buruk.
Pertama, keunggulan aspek IPTEK. Logika pendidikan Barat adalah ilmu lebih
diutamakan dibandingkan etika. Bertolak belakang dengan pendidikan Islam yang lebih
mengutamakan etika dibandingkan IPTEK. Dampaknya adalah pendidikan Barat lebih
cepat meraih kesuksesan karena IPTEK jauh lebih mudah dikuasai dibandingkan etika.
Kedua, keunggulan aspek spesialisasi ilmu. Pakar pendidikan Barat cenderung
menerapkan logika "kolaborasi", sedangkan pakar pendidikan Islam cenderung
menerapkan logika "kompetisi". Implikasi logika kolaborasi adalah terdapat aksi bahu-
membahu antara satu pakar dengan pakar lain.
Ketiga, keunggulan logika ilmiah. Pendidikan Barat lebih mengedepankan
logika "hukum alam" (ketika ada apel jatuh, dicari sebabnya hingga akhirnya
menemukan teori gravitasi), berbeda dengan pendidikan Islam yang lebih
mengedepankan logika "mukjizat" (ketika ada apel jatuh, itu sudah menjadi takdir
Allah Swt.).
D. Realisasi Maqashid Syariah
Subbab ini meringkas materi bahasa dari perspektif enam kategori Maqashid Syariah
atau tujuan – tujuan pokok syariat Islam :
➢ Hifzh al – Din ( Religius )
➢ Hifzh al – Nafs ( fisik – psikis )
➢ Hifzh al-Aql ( intelektual )
➢ Hifzh al-Nasl ( sosial )
➢ Hifzh al-mal ( ekonomi )
➢ Hifzh al-Irdh ( prestasi )
BAB 3
TEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
➢ Menurut pandangan Ramayulis, dasar adalah landasan berdirinya sesuatu. Fungsi dasar
adalah memberikan arah tujuan yang hendak dicapai sekaligus sebagai landasan berdirinya
sesuatu.
Sa'id Isma'il 'Ali membagi dasar-dasar pendidikan Islam menjadi 6 (enam) macam: Al-
Qur'an, al-Sunnah, Pendapat Sahabat (Agwal al-Sahabat), Peradaban Islami (al-Tsagafah),
Maslahat Publik (Mashalihal-Ijtima'iyyah) dan Pemikiran Islami (al-Fikr al-Islami).
Semuanya merupakan sumber atau dasar yang menjadi pijakan pendidikan Islam."
Pertama, aktualisasi diri (tahqiq al-nafs). Islam memandang manusia terdiri dari
roh, akal, dan jasad. Oleh karena itu, aktualisasi diri dalam pendidikan Islam adalah
memenuhi kebutuhan serta mengembangkan potensi rohaniyyah, nafsiyyah, 'agliyyah,
dan badaniyyah manusia.
Kedua, menyiapkan warga negara yang baik. Tujuan ini meliputi: (a) cinta tanah
air (hubb al-wathan) tidak terbatas pada tanah airnya sendiri, melainkan juga
mencakup seluruh negara "Islam" lainnya; (b) di antara syarat menjadi warga negara
yang baik adalah baik dalam hal beragama dan berakhlak; (c) Islam memperluas
cakupan masyarakat dengan memasukkan lingkungan agama dan akhlak, bahkan
keduanya menjadi rujukan bagi lingkungan lainnya, seperti ekonomi dan politik.
Ketiga, perkembangan kepribadian yang komprehensif dan paripurna. Tujuan
ini dikemukakan para pakar pendidikan progresivisme. Mereka membatasi tujuan
puncak pendidikan Islam pada perkembangan berbagai potensi dan kemampuan
intrinsik peserta didik.
BAB 6
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
BAB 7
METODE PENDIDIKAN ISLAM
BAB 8
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
BAB 9
1. Keluarga
2. Madrasah/Sekolah
3. Pesantren
4. Universitas
BAB 12
PENUTUP