Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas

4 (2), 2019, 55-63

JEKK
Berbagai Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Barotrauma Telinga Tengah pada Penyelam Tradisional
(Studi di Wilayah Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala)
Ishak Martinus*,Suharyo Hadisaputro**,Munasik***
*
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah,**Politeknik Kesehatan Semarang,***Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRACT

Background: Ear barotrauma is a damage to the ear tissue in which the ears are unable to equal the
pressure inside the middle ear with the pressure of the external environment. Most of the injuries
occur on diving in shallow water--from 1.3 to 5.3 meters, in which the eardrum rupture.
Objective: To describe the influence of host and environmental factors on the incidence of the
middle ear barotrauma in traditional divers.
Method: The research was conducted through a cross-sectional study supported by the qualitative
approach with in-depth interviews. The population of the study was traditional divers, numbering of
78 respondents. The dependent variable was the incidence of middle ear barotrauma on traditional
divers with otoscopic examination. The indpendent variables include the host and environmental
factors. The data analysis used were bivariate and multivariate.
Results: The results of the study showed that 32 people (41.0%) of the 78 traditional divers examined
for middle ear barotrauma. The logistic regression test results showed that the variables that proved
to influence the incidence of middle ear barotrauma were no health education (p = 0.009; PR =
3.920; 95% CI = 1.405 - 10.936), the frequency of dives was often (p = 0.0106; PR = 5.310; 95% CI
= 1,619 - 17,413)
Conclusion: The factors that influence the incidence of middle ear barotrauma on the traditional
divers are the lack of health education for the divers and frequent diving activity or ≥ 4 days /week,
with a probability of 70.72%.

Keywords: Ear barotrauma, Eardrum, Otoscopy.

*Penulis korespondensi : ishakmartinus@yahoo.co.id


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 56

Pendahuluan 18.000 kaki diatas bumi. 14,15 Perubahan


tekanan relatif terbesar dalam menyelam
Penyelaman dikenal dengan terjadi pada kedalaman 10 meter pertama.16
penyelaman basah atau dalam air dan Perubahan tekanan udara dalam rongga
penyelaman kering atau di dalam ruang udara fisiologis tubuh dengan tekanan
udara bertekanan tinggi (RUBT).1,2,3,4 disekitarnya, menyebabkan kerusakan
Penyelaman mempunyai risiko tinggi jaringan tubuh yang di sebut
terhadap kejadian kesakitan, kelumpuhan/ barotrauma.17,18 Barotrauma dapat terjadi
kecacatan, sampai dengan kematian.5,6,7 pada bagian tubuh yang berongga, antara
Kondisi ini bisa terjadi bukan hanya akibat lain paru-paru, sinus-sinus paranasalis, dan
lingkungan bawah air seperti binatang laut telinga.1,15,19
berbahaya, suhu air, pancaran cahaya dan Telinga merupakan salah satu organ
perbedaan tekanan, juga dipengaruhi oleh tubuh yang sangat sensitif terhadap
teknik menyelam, peralatan yang digunakan perubahan tekanan, dimana pada saat
serta kondisi fisik dan mental penyelam itu penyelam turun dan tekanan air naik
sendiri.7 menyebabkan tekanan yang makin tinggi
Indonesia merupakan negara kepulauan, pada permukaan luar gendang telinga.
memiliki 17.508 pulau, tersebar dari Kondisi ini menyebabkan saluran tuba
Sabang sampai Merauke dengan wilayah eustachius akan terbuka dan tekanan udara
laut seluas 5,8 juta km2 dan garis pantai dibagian belakang gendang telinga akan
sepanjang 81.000 km, Bisa dikatakan lebih menyeimbangkan dengan tekanan diluar,
dari 70 persen wilayah Indonesia jika saluran tuba eustachius tidak terbuka,
merupakan lautan sehingga laut dijadikan dan udara tak dapat masuk ke dalam rongga
sebagai lapangan pekerjaan,8,9 dan sebagian udara untuk menyamakan tekanan, maka
besar penduduknya mempunyai sumber gendang telinga akan membengkak dan
penghasilan utama pada subsektor tekanan di luar akan mendorong gendang
perikanan, dengan jumlah nelayan sebanyak telinga kedalam sehingga menyebabkan
2.275.139 jiwa, dimana 95% diantaranya rasa sakit.
adalah nelayan tradisional termasuk nelayan Barotrauma paling sering terjadi pada
penyelam tradisional.10 telinga tengah, hal ini terutama karena
Penyelam tradisional atau penyelam rumitnya fungsi tuba eustachius.18 Insidens
pekerja adalah orang yang melakukan barotrauma pada telinga tengah realitf
kegiatan penyelaman dengan teknik tahan tinggi pada saat menyelam di bandingkan
nafas dan dengan menggunakan suplai saat terbang.19 Barotrauma telinga tengah
udara dari permukaan laut yang dialirkan terjadi pada 30% penyelam pemula dan
melalui kompresor udara (Surface Supplied 10% pada penyelam berpengalaman.20 Di
Breathing Apparatus/ SSBA).1,3,11 Penyelam Statens dykkerskole (Norwegian State
tradisional antara lain penyelam mutiara, Diving School) menemukan 17 dari 47
nelayan penyelam ikan hias, dan petani penyelam atau 36% penyelam mengalami
rumput laut.12 barotrauma telinga tengah.21 Indonesia
Lingkungan bertekanan lebih dari 1 tahun 1994-1996 sebanyak 41,37%
atmosfir atau biasa disebut lingkungan penyelam di Kepulauan Seribu, Pulau
hiperbarik merupakan permasalahan Panggang dan Pulau Pramuka mengalami
kesehatan bagi penyelam traidisional.13 barotrauma telinga. Barotrauma telinga
Perubahan tekanan lingkungan lebih cepat yang banyak terjadi di Karimunjawa adalah
terjadi pada saat menyelam dibandingkan gangguan pendengaran yaitu sebanyak
pada saat terbang, hal ini dinyatakan pada 43,2% pada penyelam tradisional.22 Angka
kedalaman 17 kaki di bawah air setara kejadian barotrauma pada penyelam
dengan perubahan tekanan pada ketinggian tradisional di Banyuwangi sebanyak 32,4%

©20xx, JEKK, All Right Reserved


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 57

dari 74 orang penyelam, dan yang adalah untuk menjelaskan pengaruh faktor
menderita barotruma telinga tengah host dan environment terhadap kejadian
sebanyak 83,3%.11 barotrauma telinga tengah pada penyelam
Di Balaesang Tanjung Kabupaten tradisional.
Donggala memiliki penyelam tradisional
tahan nafas, untuk memenuhi kebutuhan
Metode
hidup sehari-hari dan sebagai sumber mata
pencahariannya.7,11 Penyelam memulai
Penelitian ini merupakan penelitian
penyelaman dengan turun dari perahu
observasional analitik, dengan desain studi
membawa jaring dan menyelam untuk
cross-sectional ditunjang dengan penelitian
memasang jaring di sekitar tebing yang ada,
kualitatif, melalui indepth interview.
selesai memasang jaring penyelam naik ke
Populasi penelitian dalam penelitian ini
perahu kembali dan beberapa saat
adalah semua penyelam tradisional tahan
kemudian turun menyelam kembali untuk
nafas di Kecamatan Balaesang Tanjung
menggiring ikan hingga masuk ke dalam
Kabupaten Donggala. Propinsi Sulawesi
jaring, atau hanya untuk melihat apakah
Tengah. Sampel penelitian adalah semua
jaring yang terpasang tidak tersangkut di
penyelam tradisional tahan nafas yang
tebing. Kegiatan ini dilakukan berulang dan
memenuhi kriteria inklusi dan eklusi,
hampir tiap hari tanpa menggunakan alat
berjumlah 78 responden. Kejadian
bantu selam, kedalaman menyelam pada
barotrauma telinga tengah didiagnosa
kedalaman < 10 meter, keahlian menyelam
dengan pemeriksaan otoskopi terutama
diperoleh dari lingkungan kehidupannya,
untuk melihat gendang telinga.23 Variabel
sebagian besar berlatar belakang pendidikan
terikat penelitian ini adalah kejadian
tingkat sekolah dasar, dan belum pernah
barotrauma telinga tengah pada penyelam
mengikuti pendidikan atau mendapatkan
tradisional tahan nafas di Balaesang
sosialisasi atau penyuluhan tentang
Tanjung. Variabel independen meliputi
kesehatan penyelaman, hal ini berarti
faktor host dan environment faktor host
bahwa tingkat pendidikan tergolong rendah,
meliputi ketaatan standar operasional
dan kemungkinan pengetahuan tentang
prosedur (SOP) penyelaman, kecepatan
penyelaman juga kurang. Rendahnya
naik ke permukaan, kecepatan turun ke
pendidikan dan pengetahuan tentang
kedalaman, sakit pilek, kebiasaan konsumsi
kesehatan penyelaman akan mempengaruhi
alkohol, kebiasaan merokok, penyuluhan
perilaku penyelam dan patut diduga tidak
kesehatan, dan faktor environment
mematuhi standart operating procedure
kedalaman menyelam, frekuensi
(SOP) penyelaman yang aman dan benar
penyelaman dan lama menyelam.
sehingga bisa menyebabkan barotrauma
Data primer diperoleh dengan
telinga tengah, dan dapat menimbulkan
melakukan wawancara dan pengukuran
kerusakan telinga dalam yang merupakan
langsung kepada responden dan data
masalah serius dan mungkin memerlukan
sekunder diperoleh dari hasil pencatatan
pembedahan untuk mencegah kehilangan
atau pelaporan Puskesmas Malei, dan
pendengaran menetap.
Kantor Kecamatan. Pengumpulan data
Dengan besarnya permasalahan dan
primer dari hasil wawancara dengan
pada penelitian sebelumnya masih terdapat
menggunakan kuesioner, dan pemeriksaan
beberapa faktor yang belum diteliti
otoskopi oleh dokter puskesmas, di
berkaitan dengan barotrauma telinga tengah
damping dokter dari RSUD Undata Palu
pada penyelam tradisional yaitu sakit pilek,
dan dilanjutkan indepth interview pada
kebiasaan konsumsi alkohol dan
responden yang didiagnosis barotrauma
penyuluhan kesehatan, untuk itu penelitian
telinga tengah. Data yang diperoleh
perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini
dianalisis secara statistik dengan
©20xx, JEKK, All Right Reserved
Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 58

menggunakan analisis univariat, bivariat memperlihatkan gendang telinga yang intak


dengan menggunakan uji Chi-Square dan atau utuh, namun telinga yang mengalami
analisis multivariat menggunakan regresi barotrauma akan memperlihatkan adanya
logistik ganda dengan metode enter. perdarahan, bombans dan adanya perforasi
Tingkat signifikansi ditetapkan pada 0,05. pada gendang telinga. Hasil pemeriksaa
diperoleh kelainan gendang telinga pada
penyelam tradisional dengan kategori
Hasil Penelitian
derajat 0 (hanya keluhan sakit telinga) ada
46 orang (59,0%), derajat I (perdarahan
Hasil pemeriksaan otoskopi terlihat
kecil) ada 5 orang (6,4%), derajat II
pada tabel 1. diperoleh sebanyak 32 orang
(perdarahan sedang ada 6 penyelam (7,7%),
(41,0%) dari 78 penyelam tradisional yang
derajat III (perdarahan luas) ada 4 penyelam
diperiksa mengalami barotrauma telinga
(5,1%), derajat IV (Bombans) ada 3
tengah, dan sebanyak 20 orang (25,6%)
penyelam (3,8%), dan derajat V (Perforasi)
mengalami pada telinga kanan, sedangkan
ada 14 penyelam (17,9%) seperti pada tabel
pada telinga kiri sebanyak 19 orang
2.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
(24,4%). Berdasarkan hasil pemeriksaan
otoskopi, telinga normal akan

Tabel 1. Distribusi Kejadian Barotrauma Telinga Tengah pada Penyelam Tradisonal


Telinga
Kejadian barotrauma
f % Kanan Kiri
telinga tengah
F % f %
Ya 32 41.0 20 25,6 19 24,4
Tidak 46 59.0 58 79,9 59 75,6
Jumlah 78 100.0 78 100.0 78 100.0

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan derajat Barotrauma Telinga Tengah


Derajat barotrauma telinga tengah Frekuensi %
Derajat 0 (hanya keluhan tanpa kerusakan pda membran timpani) 46 59.0
Derajat I (perdarahan sedikit pada membran timpani) 5 6.4
Derajat II (perdarahan sedang pada membran timpani) 6 7.7
Derajat III (perdarahan yang luas pada membran timpani) 4 5.1
Derajat IV (membran timpani bombans, tampak biru gelap) 3 3.8
Derajat V (perforasi membran timpani) 14 17.9
Jumlah 78 100.0

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat


BTT P PR 95% CI
Variabel Independen
Ya mmmmmm Tidak
Usia
> 35 tahun 22 42,3 30 57,7 0,935 1,173 0,448–3,073
≤ 35 tahun 10 38,5 16 61,5
Kedalaman penyelaman
< 7 Meter 14 46,7 16 53,3 0,573 1,458 0.578–3,678
≥ 7 Meter 18 37,5 30 62,5
Lama Menyelam

©20xx, JEKK, All Right Reserved


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 59

≥ 7 Menit 12 30,8 27 69,2 0,107 0,422 0.167–1,065


< 7 Menit 20 51,3 19 48,7
Frekunsi penyelaman
≥ 4 hari/minggu 27 51,9 25 48,1 0,012* 4,536 1.485–13,857
< 4 hari/minggu 5 19,2 21 80,8
Ketaatan SOP penyelaman
Tidak Taat 27 40,3 40 59,7 0,497 0,810 0.224–2,923
Taat 5 45,5 6 54,5
Kecepatan Naik
> 18 meter/menit 2 66,7 1 33,3 0,357 3,000 0.260–34,357
≤ 18 meter/menit 30 40,0 45 60,0
Kecepatan Turun
> 22 meter/menit 2 66,7 1 33,3 0,357 3,000 0.260–34,357
≤ 22 meter/menit 30 40,0 45 60,0
Sakit Pilek
Ya 13 50,0 13 50,0 0,371 1,737 0.669–4,508
Tidak 19 36,5 33 63,5
Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Ya 11 50,0 11 50,0 0,451 1,667 0.616–4,510
Tidak 21 37,5 35 62,5
Kebiasaan Merokok
Ya 20 36,4 35 63,6 0,297 0,524 0.196–1,403
Tidak 12 52,2 11 47,8
Penyuluhan Kesehatan
Tidak 19 57,6 14 42,4 0,021* 3,341 1.299–8,591
Pernah 13 28,9 32 71,1
Keterangan : * nilai p < 0,05 hasil signifikan

Dari hasil analisis bivariat dengan uji dapat masuk menjadi kandidat untuk
Chi-Square (tabel 2), terdapat 2 variabel dilanjutkan dalam analisis multivariat yaitu
yang signifikan secara statistik lama menyelam nilai p<0,107.(tabel 4).
berhubungan dengan kejadian barotrauma Hasil analisis menunjukkan ada 2
telinga tengah pada penyelam tradisional di variabel bebas secara statistik, berpengaruh
wilayah Balesang Tanjung yaitu frekuensi terhadap kejadian barotrauma telinga
penyelaman p<0,012 dan penyuluhan tengah pada penyelam tradisional (tabel 5):
kesehatan p<0,021, dan 1 variabel yang

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat dengan p<0,25


No. Variabel P PR 95% CI
1. Lama Menyelam ≥ 7 Menit 0,107 0,442 0,167-1,065
2. Frekuensi Penyelaman ≥ 4 hari/minggu 0,012 3,920 1,405–10,936
3. Tidak Pernah Penyuluhan Kesehatan 0,021 5,310 1,619–17,413

©20xx, JEKK, All Right Reserved


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 60

Tabel 4. Hasil Analisis Multivariat Bermakna prosedur penyelaman dikarenakan tidak atau
secara Statistik belum pernah mendapatkan informasi tentang
No. Variabel B hal tersebut
P baikPRmelalui pendidikan
95% CI formal
1. Tidak Pernah Penyuluhan Kesehatan 1.366 maupun0,006 penyuluhan-penyuluhan
5,310 1,619–17,413 yang
2. Frekuensi Penyelaman ≥ 4 hari/mggu 1.670diadakan, 0,009hal ini juga bisa1,405–10,936
3,920 berdampak terhadap
Constant - 2.154kegagalan dalam menyamakan tekanan
(ekualisasi) yang menyebabkan barotrauma
Berdasarkan hasil tersebut yang termasuk telinga tengah.
faktor risiko terhadap kejadian barotrauma Penyuluhan merupakan faktor yang sangat
telinga tengah pada penyelam tradisional di membantu dalam program kesehatan utamanya
wilayah Balaesang Tanjung adalah frekeunsi berkaitan dengan penyampaian informasi
penyelaman ≥ 4 hari/minggu p = 0,009; PR = maupun edukasi. Penyuluhan kesehatan
0,442, 95% CI = 1,405-10,936 dan tidak atau merupakan penambahan pengetahuan dan
bekum pernah penyuluhan kesehatan p = kemampuan seseorang melalui tehnik praktek
0,006; PR=3,920, 95% CI = 1,619-17,413. belajar atau intruksi dengan tujuan mengubah
atau mempengaruhi perilaku manusia secara
individu, kelompok, maupun masyarakat untuk
Pembahasan dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan
sehat.25 Peningkatan pengetahuan yang
Hasil analisis menunjukkan adanya faktor dihasilkan dari proses pendidikan kesehatan
risiko terjadinya barotrauma telinga tengah melalui penyuluhan pada penyelam tradisional
pada penyelam tradisional adalah tidak atau akan berpengaruh pada kemampuan dan
belum pernah penyuluhan kesehatan p<0,009; ketrampilan serta sikap penyelam tradisional
PR=3,920 (95% CI=1,405– 10,936), artinya yang akan menghasilkan perilaku penyelam
penyelam tradisional yang tidak atau belum yang sesuai dengan ketentuan.
pernah penyuluhan kesehatan mempunya besar Berdasarkan hasil in depth interview
risiko 3,341 kali untuk mengalami barotrauma responden penyelam tradisional didapatkan
telinga tengah di banding penyelam tradisional keterangan bahwa para penyelam tradisional
yang sudah pernah mengikuti penyuluhan sebagian besar belum pernah mendapatkan
kesehatan. Dengan demikian penyuluhan pelatihan atau pun penyuluhan tentang dampak
kesehatan merupakan faktor risiko terjadinya yang ditimbulkan akibat penyelaman dan
barotrauma telinga tengah. Hasil penelitian ini teknik menyelam yang sesuai standar prosedur
selaras dengan penelitian Gold Davit et al. penyelaman yang aman dan benar, hal ini juga
menunjukan bahwa hasil pretest dengan jumlah didukung dengan pernyataan dari kepala
545 peserta dengan skor rata-rata 54% sebelum puskesmas setempat yang manyatakan pernah
dilakukan pelatihan dan pendidikan. Setelah dilakukan kegiatan kesehatan penyelam oleh
dilakukan pendidikan dan pelatihan hasil post kementerian kesehatan yang masih sebatas
test meningkat signifikan pengetahuan dengan pendataan dan sosialisasi kepada petugas
skor 85% dengan jumlah peserta yang sama.24 kesehatan di Puskesmas belum langsung ke
Proporsi penyelam tradisional yang tidak masyrakat penyelam.
atau belum pernah mengikuti penyuluhan Frekuensi penyelaman ≥ 4 hari/minggu
kesehatan lebih besar (57,6%) dibandingkan terbukti menjadi faktor risiko barotrauma
dengan penyelam tradisional yang sudah telinga tengah penyelam tradisional, setelah di
mengikuti penyuluhan kesehatan (28,9%). analisis multivariat hasil bermakna secara
Hasil ini menunjukkan bahwa masih banyak statistik dengan nilai p<0,006, PR=5,310 (95%
penyelam tradisional yang tidak atau belum CI=1,619–17,413), memberikan arti bahwa
pernah mengikuti penyuluhan kesehatan frekuensi penyelaman ≥ 4 hari/minggu
tentang kesehatan penyelaman dan hiperbarik memiliki risiko terjadi barotrauma telinga
utamanya terkait pengetahuan teknik tengah sebesar 5,310 kali lebih besar dibanding
menyelam yang sesuai dengan standar dengan penyelam tradisional yang jarang
operasional prosedur penyelaman. melakukan penyelaman.
Ketidaktahuan penyelam tradisional tentang
Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 61

Penelitian ini selaras dengan penelitian Hasil indpeph interview dengan reponden
yang dilakukan oleh Tuti Ekawati (2005), pada kami menyelam hampir tiap hari, pagi dan sore
nelayan penyelam tradisional di Semarang hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pagi
Utara Kota semarang dan Sugianto (2014) pada kami menyelam dan memasang jaring, sore
penyelam pengais uang logam di Banyuwangi, menyelam untuk mengambil hasil tangkapan
menyatakan bahwa frekuensi penyelaman ada kami. Kadang setelah memasang jaring kami
hubungan dengan kejadian barotrauma telinga menyelam kembali untuk melihat jaring
membrane timpani.2,3 tersangkut di terumbu karang atau sudah ada
Seorang penyelam semakin sering hasil tangkapan.
menyelam akan lebih sering terjadi trauma Lama menyelam tidak terbukti menjadi
tekanan yang berulang pada telinga tengah dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap
dalam, tuba eustachius akan tertekan,26,27 ini kejadian barotrauma telinga tengah, saat
cenderung menyebabkan penciutan tuba dilakukan analisi multivariat menunjukkan
eustachius dan menyebabkan organ hasil yang tidak bermakna secara statistik
keseimbangan dalam telinga dalam mengalami p=0,133 (p>0.05). Berbeda dengan hasil
pembengkakan jaringan dan penyumbatan pada penelitian yang dilakukan oleh Navisah SF,
tuba eusthacius sehingga gagal untuk dkk (2016), yang membuktikan bahwa lama
membuka. Jika tuba eusthacius tersumbat maka menyelam memiliki hubungan yang signifikan
tekanan di dalam telinga tengah berbeda terhadap kejadian barotrauma telinga tengah.28
dengan tekanan udara di luar gendang telinga Semakin lama penyelam di bawah permukaan
hal ini menyebabkan terjadi perforasi gendang air artinya semakin lama terpapar dengan
telinga bahkan telinga mungkin akan terlihat tekanan dan semakin sering untuk
berdarah.6 Ini dikarenakan pecahnya gendang menyamakan tekanan (ekualisasi), maka
telinga disebabkan oleh robeknya selaput tipis semakin besar pula kemungkinan gagal dalam
yang memisahkan telinga tengah dengan menyamakan tekanan tersebut. Jika gagal
telinga luar. Hal ini bisa terjadi karena adanya melakukan ekualisasi akan berisiko mengalami
peningkatan tekanan udara lingkungan. Jika barotrauma telinga.1,29 Variabel lama
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah menyelam pada penenlitian ini tidak terbukti
dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar secara statistik sebagai faktor yang
(sekitar 90 sampai 100 mmHg), bagian berpengaruh terhadap kejadian barotrauma
kartilaginosa tuba eustachius akan sangat telinga tengah penyelam tradisional,
menciut. Jika tidak ditambahkan udara melalui kemungkinan dikarenakan paparan tekanan
tuba eustachius untuk rnernulihkan volume lingkungan pada penyelam tidak lama karena
telinga tengah, maka struktur-struktur dalam penyelam tahan nafas biasanya waktu
telinga tengah dan jaringan di dekatnya akan menyelamnya tidak lama, hanya beberapa
rusak, mula-mula gendang telinga tertarik ke menit saja.30 dan perlu juga diperhatikan faktor
dalam menyebabkan membran teregang dan resiko penyelaman lainnya seperti ketaatan
pecahnya pembuluh - pcmbuluh darah kecil kepada SOP penyelaman, kedalaman
sehingga tampak gambaran injeksi dan bula penyelaman, frekuensi penyelaman dan
hemoragik pada gendang telinga. Semakin kecepatan turun ke kedalaman sewaktu
meningkatnya tekanan, pembuluh - pembuluh menyelamm serta kebiasaan konsumsi obat-
darah pada mukosa telinga tengah juga akan obatan pada penyelam sebelum melakukan
berdilatasi dan pecah, menimbulkan aktivitas penyelam.
hemotimpanum atau terdapatnya darah pada
kavum timpani. Semakin sering frekuansi
Kesimpulan
penyelaman yang dilakukan akan semakin
berbahaya bagi kesehatan penyelam, karena
Faktor yang terbukti sebagai faktor risiko
semakin sering menerima tekanan dan mereka
terhadap kejadian Barotrauma telinga tengah
harus menyamakan tekanan dalam rongga
adalah tidak atau belum pernah penyuluhan
telinga dengan lingkungan disekitarnya
kesehatan dan frekuensi penyelaman ≥ 4
(ekualisasi).
hari/minggu, Faktor-faktor tersebut memiliki

©20xx, JEKK, All Right Reserved


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 62

probabilitas 70,72% terhadap kejadian Kesehatan. Jakarta; Pusat Kesehatan


Barotrauma telinga tengah pada penyelam Kerja; 2002. Hal. 1-27.
tradisional. 7. BPS, Kabupaten Donggala dalam Angka
Untuk mencegah terjadinya barotrauma 2017. Donggala : CV. Alfa Beta ; 2017
telinga tengah pada penyelam tradisional, perlu 8. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Nelayan
diadakan penyuluhan atau penyebarluasan tahun 2013. Jakarta: Direktorat Kesehatan
informasi tentang faktor risiko dan pelatihan Kerja.
penyelaman yang benar dan aman bagi 9. Hanifa M, Mansyur DM, Dharmawan Y,
penyelam yang bekerjasama dengan instansi Sugihantono A, Marampa J.N, Riyadi S.
atau organisasi yang menguasai dalam bidang Profil Kesehatan Masyarakat Nelayan
penyelaman. 2015. Semarang: FKM Undip Press; 2016
10. BPS, Statistik Sumber Daya Laut dan
Pesisir 2016. Jakarta: Badan Pusat
Ucapan Terima Kasih
Statistik; 2016
11. BPS. Kecamatan Balaesang Tanjung
Terima kasih kepada kepala Puskesmas
dalam Angka 2018. Donggala: CV.Alfa
Malei beserta staf yang telah memberikan
Beta; 2018.
kontribusi dalam pengumpulan data serta
12. Kemenkes RI. Penyakit Akibat Kerja
penyelam tradisional di Balaesang Tanjung
karena Pajanan Hiperbarik dan Penyakit
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah yang
lain Akibat Penyelaman. Jakarta:
bersedia menjadi obyek penelitian.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Kerja
dan Olah Raga; 2012.
DAFTAR PUSTAKA 13. Rahmadayanti, Budiyono, Yusniar. Faktor
Resiko Gangguan Akibat Penyelaman
1. Riyadi, S.R. Ilmu Kesehatan Penyelaman Pada Penyelam Tradisional di
dan Hiperbarik. 2 ed. Surabaya: Lakesla; Karimunjawa Jepara. Jurnal Kesehatan
2016 Masyarakat (e-Journal) 2017 Januari; 5 (1)
2. Sugianto. Beberapa Faktor yang (ISSN:2356-3346)
Berpengaruh Terhadap Barotrauma 14. Bentz BG, Hughes CA. Barotrauma
Membran Timpani pada Penyelam :American Hearing Research Foundation.
Tradisional di Kabupaten Banyuwangi. Northwestern University. USA; 2012.
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas http://american-
(JEKK) 2017 Februari; 2 (1). Hal 27-35. hearing.org/disorders/barotrauma/
3. Ekawati T. Analisis Faktor Risiko 15. Pengenalan Penyakit Barotrauma.
Barotrauma Membran Timpani pada www.Jurnalasia.id.
Penyelam Tradisional di Kecamatan 16. David G, dkk. The Indigenous Fisherman
Semarang Utara Kota Semarang. Tesis, Divers of Thailand: Strengthening
Pasca Sarjana Program Studi Magister Knowledge Through Education and
Kesehatan Lingkungan: Information. Journal of Safety Research,
UniversitasDiponegoro; 2005. 2000 ; 31(3).
4. Abshor U. Pengaruh Barotrauma Auris 17. Bofe J, Implementasi Kebijakan Kesehatan
terhadap Gangguan Pendengaran pada Peselam Di Kecamatan Balaesang
Nelayan Penyelam di Kecamatan Puger Tanjung Kabupaten Donggala, Tesis,
Kabupaten Jember 2008. Skripsi, Fakultas Pasca Sarjana Program Studi Magister
Kedokteran Universitas Jember: 2008. Administrasi Publik: Universitas Tadulako
5. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Nelayan Palu; 2014.
tahun 2013. Jakarta: Direktorat Kesehatan 18. Prasetyo AT, Soemantri JB, Lukmantya.
Kerja. Pengaruh Kedalaman dan Lama
6. Depkes RI. Pedoman Upaya Kesehatan Menyelam Terhadap Ambang-Dengar
Kerja Bagi Nelayan Penyelam Penyelam Tradisional dengan Barotrauma
Tradisional: Panduan bagi Petugas

©20xx, JEKK, All Right Reserved


Martinus., et al., JEKK. 4 (2) 2019 63

Telinga. Laporan Penelitian, ORLI 2012; 26. David G, dkk. The Indigenous Fisherman
42(2). Divers of Thailand: Strengthening
19. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Knowledge Through Education and
Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997. Information. Journal of Safety Research,
Hal. 27-138. 2000 ; 31(3).
20. Bentz BG, Hughes CA. Barotrauma 27. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan dan
:American Hearing Research Foundation. Ilmu Perilaku. Jakarta; Rineka Cipta:
Northwestern University. USA;2012. 2007.
http://american- 28. Edmonds, Carl, McKenzei B, Thomas R,
hearing.org/disorders/barotrauma/ Pennefather J. Diving Medicine for
21. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku SCUBA Divers 5 th Edition 2013.
Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997. Published by Carl Edmonds Ocean Royale,
Hal. 27-138. 11/69-74 North Steyne Manly, NSW,
22. Lynch JH, Bove AA. Diving Medicine : A 2095 Australia ISBN : 978-0-646-57276-
review of current evidence : Clinical 0.2012.
Review. JABFM. 2009;22(4)399-407. 29. Ramos CC, Rapoport PB, Brito Neto RV.
23. Goplen FK, Gronning M, Aasen T, Clinical and Tympanometric Findings in
Nordahl SHG. Vestibular Effects of Diving Repeated Recreational Scuba
– a 6-year Prospective Study. Diving.Travel Medicine and Infectious
Occupational Medicine. 2010;60:43-48. Disease 2005.
24. Kartono SA. Prevalensi dan Faktor Risiko 30. Navisah SF, Ma’ruf I, Sujoso ADP. Faktor
Kejadian Penyakit Dekompresi dan Resiko Barotrauma Telinga pada Nelayan
Barotrauma pada Nelayan Penyelam di Penyelam di Dusun Watu Ulo Desa
Kecamatan Karimun Jawa Kabupaten Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten
Jepara. Universitas Gajah Mada: 2007. Jember. Jurnal IKESMA 2016;12 (1).
25. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J,
Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher,
edisi ke empat, Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2000:
1-2

©20xx, JEKK, All Right Reserved

You might also like