Professional Documents
Culture Documents
Makalah Kelompok 10 Fikih Jinayah
Makalah Kelompok 10 Fikih Jinayah
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
PURWOKERTO
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hukum pidana Islam disebut Al-baghyu yakni golongan yang melawan
khalifah/presiden yang sudah sah dan tidak melakukan sesuatu yang menyalahi
ketentuan agama. Dan golongan yang sengaja melakukan tindak pidana Al-baghyu
harus diperangi.
Jarimah adalah objek kajian utama Fiqih Jinayah yang mempunyai unsur-unsur
diantaranya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu Al- rukn al-syar’i atau unsur formil,
Al-rukn al-madi atau unsur materil, dan Al-rukn al-adabi atau unsur moril. Al- rukn
alsyar’i atau unsur formil. Jarimah al-baghyu termasuk kedalam kategori hudud.
Kejahatan dalam kategori ini didefinisikan sebagai kejahatan yang diancam dengan
hukuman had yaitu hukuman yang ditentukan kadarnya sebagai hak Allah.
2
A. Latar Belakang
Apabila ada perintah dari pemerintah untuk memerangi kaum pemberontak atau
al-Baghyu, maka setiap muslim yang mampu wajib melaksanakan perintah tersebut,
karena taat kepada permerintah pada hal-hal yang bukan maksiat hukumnya adalah
wajib.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Jarimah Al-Baghyu
2. Bagaimana Dasar Hukum Al-Baghyu
3. Bagaimana Pengertian Uqubah Dan Contohnya
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mamnpu mengetahui Pengertian Jarimah Al-Baghyu
2. Agar mahasiswa mamnpu mengetahui Dasar Hukum Al-Baghyu
3. Agar mahasiswa mamnpu mengetahui Pengertian Uqubah Dan Contohnya
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
pemimpin tertinggi (Imam al’azam) atau wakilnya dengan menolak hak yang wajib atas
mereka atau tidak taat padanya.1
وإن طايفتان من المؤمنين أقتتلوا فأصلحوا بينهما فإن بغت إحدتهما على األخرى فقتلوا التي تبغى حتى
تفيء إلى أمر هلال فإن فاءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا إن هلال تحب المقسطيب
Artinya: Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang,
maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu,
berbuat aniaya terhadap golongan lain, maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah, jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. (Qs. al-Hujurat: 9)
Firman Allah SWT dalam ayat berikutnya adalah:
إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتقوا هلال لعلكم ترحمون
5
Artinya: "Apabila ada yang menyerang kamu, Maka seranglah dia,
seimbang dengan serangannya terhadapmu". (Qs. al-Baqarah: 194).
b. Dalil Sunnah
Dalil sunah sabda Rasulullah SAW tentang pemberontakkan adalah;
، وأبو الستنا ئب سا لم بن جنادة حد ثنا أبو أسامة عن بريد بن عبد هلال بن أبي بردة،حد ثنا أبو كر يب
قال من حمل علينا السلح فليسي منا، عن أبي موس عن النبي صلى هلال عليه وسلم،عن جده أبي بردة
Artinya: Abu Kuraib dan Abu as-Sa'ib Salim bin Janadah telah
menyampaikan kepada kami dari Abu Usmah, dari Buraid bin Abdullah bin
Abu Burdah, dari kakeknya, Abu Burdah, dari Musa bahwa Nabi SAW
bersabda, "Siapa yang menghunus Senjata untuk memerangi kami maka dia
bukan termasuk golongan kami. (HR. Ibnu Umar).
Perintah Allah SWT dan Rasul sebagaimana sabda Rasulullah SAW untuk taat
dan patuh terhadap pemimpin:
عن أبن، حد ثنا األعمش عن أبي صا لح، قاال حد ثنا وكيع،حد ثنا أبو بكر بن أبي شيبة وعلي بن محمد
فقد عص، ومن عصا في، فقد أطاع هلال،قال رسول هلال صلى هلال عليه ومن أطاع هلال: هر يرة قال
ومن عص اإل مام فقد عصا ني، فقد أطا عني،وسلم (من أطا إل مام
Artinya: Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad menyampaikan
kepada kami dari Waki', dari al-A'masy, dari Abu Salih, dari 5 Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "siapa yang mematuhuiku berarti dia
mematuhi Allah dan siapa yang durhaka kepada ku berarti dia durhaka kepada
Allah. Siapa yang mematuhi pemimipin berarti dia mematuhiku dan siapa yang
durka kepada pemimpin berarti dia durhaka kepada ku. (HR. Ibnu Majah).
Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafadz ‘uqubah menurut bahasa berasal
dari kata yang sinonimnya و ء,artinya “mengiringinya dan datang dibelakangnya”.
Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barangkali lafadz
tersebut bisa diambil dari lafadz yang sinonimnya اه اءartinya “membalasnya sesuai
6
dengan apa yang dilakukan”.Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa
sesuatu disebut hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah
perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian kedua dapat dipahami bahwa
sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang
menyimpang yang telah dilakukannya.
B. Macam-macam Uqubah
Hukuman dalam hukum pidana Islam dapat dibagi kepada beberapa bagian, dengan
meninjaunya dari beberapa segi. Dalam hal ini ada lima penggolongan. 2
1. Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang lainnya,
hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman pokok (‘uqubah ashliyah), yaitu hukuman yang ditetapkan untuk
jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli.
Contohnya: hukuman qishas untuk jarimah pembunuhan, hukuman dera seratus
kali untuk jarimah zina, atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian.
b. Hukuman pengganti (‘uqubah badaliyah), yaitu hukuman yang menggantikan
hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena
alasan yang sah.
Contohnya: hukuman diyat (denda) sebagai pengganti hukuman qishas, atau
hukuman ta’zir sebagai pengganti hukuman had atau hukuman qishas yang tidak
dapat dilaksanakan. Sebenarnya hukuman diyat itu sendiri adalah hukuman
pokok, yaitu untuk pembunuhan menyerupai sengaja atau kekeliruan, akan
tetapi juga menjadi hukuman pengganti untuk hukuman qishas dalam
pembunuhan sengaja. Demikian pula hukuman ta’zir juga merupakan hukuman
pokok untuk jarimah ta’zir, tetapi sekaligus juga menjadi hukuman pengganti
untuk jarimah hudud atau qishas dan diyat yang tidak bisa dilaksanakan karena
ada alasan-alasan tertentu.
2
Ahmad Mawardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,
cetakan I, 2004, hlm. 142
7
c. Hukuman tambahan (‘uqubah taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikuti
hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri.
Contohnya: larangan menerima warisan bagi orang yang membunuh orang yang
akan diwarisinya, sebagai tambahan untuk hukuman qishas atau diyat, atau
hukuman pencabutan hak untuk menjadi saksi bagi orang yang melakukan
jarimah qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), di samping hukuman
pokoknya yaitu jilid (dera) delapan puluh kali.
d. Hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliyah), yaitu hukuman yang mengikuti
hukuman pokok dengan syarat harus ada keputusan tersendiri dari hakim dan
syarat inilah yang membedakannya dengan hukuman tambahan.
Contohnya: seperti mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong
dilehernya.3
2. Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman
maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. Hukuman yang mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau
batas terendah.
Contohnya: hukuman jilid (dera) sebagai hukuman had (delapan puluh kali atau
seratus kali). Dalam hukuman jenis ini, hakim tidak berwenang untuk
menambah atau mengurangi hukuman tersebut, karena hukuman itu satu macam
saja.
b. Hukuman yang mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah.
Dalam hal ini hakim diberi kewenangan dan kebebasan untuk memilih hukuman
yang sesuai antara kedua batas tersebut.
Contohnya: hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah ta’zir.
3. Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, hukuman
dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman yang sudah ditentukan (‘uqubah muqaddarah), yaitu hukuman-
hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan oleh syara’ dan hakim
berkewajiban untuk memutuskannya tanpa mengurangi, menambah, atau
menggantinya dengan hukuman yang lain. hukuman ini disebut hukuman
3
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, cetakan ke V, 1993,
hlm. 261
8
keharusan (‘uqubah lazimah). Dinamakan demikian, karena ulil amri tidak
berhak untuk menggugurkannya atau memaafkannya.
b. Hukuman yang belum ditentukan (‘uqubah ghair muqaddarah), yaitu hukuman
yang diserahkan kepada hakim untuk memilih jenisnya dari sekumpulan
hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ dan menentukan jumlahnya
untuk kemudian disesuaikan dengan pelaku dan perbuatannya. Hukuman ini
disebut juga hukuman pilihan (‘uqubah mukhayyarah), karena hakim dibolehkan
untuk memilih di antara hukuman-hukuman tersebut.
4. Ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman maka hukuman dapat dibagi
kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera,
penjara.
b. Hukuman jiwa, yaitu dikenakan atas jiwa seseorang, bukan badannya, seperti
ancaman, peringatan, teguran.
c. Hukuman harta, yaitu yang dikenakan terhadap harta seseorang, seperti diyat,
denda, dan perampasan harta.
5. Ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman, hukuman dapat
dibagi kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman had, yaitu hukuman untuk jarimah hudud.
b. Hukuman qishas-diyat, yaitu hukuman untuk jarimah qishas-diyat.
c. Hukuman kifarat, yaitu hukuman bagi sebagian jarimah qishasdiyat dan
beberapa macam jarimah kifarat.
d. Hukuman ta’zir, yaitu hukuman untuk jarimah-jarimah ta’zir.4
4
Marsuni, Jinayat, Yogjakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII, 1991, hlm. 186
9
3. Taubatnya pelaku
4. Perdamaian (shuluh)
5. Pengampunan
6. Diwarisnya hak qishas
7. Kadaluwarsa.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Uqubah/takzir atau sering disebut pada zaman ini adalah hukuman, terhadap
orang yang melanggar suatu aturan sebagaimana yang mereka langar. Macam-macam
dari uqubah ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang
lainnya, segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman, segi
keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, segi tempat dilakukannya
hukuman, dan dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman.
Uqubah dalam hukum pidana Islam dapat dibagi kepada beberapa bagian,
dengan meninjaunya dari beberapa segi. Dalam hal ini ada lima penggolongan. Jika
ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang lainnya, uqubah
dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu Uqubah ashliyah, uqubah badaliyah, uqubah
taba’iyah, dan uqubah takmiliyah. Dan jika ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam
menentukan berat ringannya hukuman maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu Hukuman yang mempunyai satu batas dan Hukuman yang mempunyai dua batas.
Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, uqubah
dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu Uqubah muqaddarahdan uqubah ghair
muqaddarah. Ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman maka hukuman dapat
dibagi kepada tiga bagian, yaitu Hukuman badan, Hukuman jiwa, dan Hukuman harta.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aprilyady, Rany. 2008. “Hukum Terhadap Pemberontak” Jurnal Skripsi, Bandar Aceh
Muslih, Ahmad M. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar
Grafika.
Hanafi, Ahmad. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang.
12