Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

Studi Perilaku Konsumen Minum Teh dalam


Gaya Hidup Berdasarkan Kelas Sosial untuk
Membudayakan Teh Bagian dari Wisata Kuliner
(Studi Wilayah Jakarta Selatan dan Bogor)

Lestari Ningrum.1 email: lestariningrum@stptrisakti.ac.id

Abstract

Drinking tea in Indonesia according to the literature, culture and history has a habit
and populist. But in statistical data consumption rate is still low (0.2 kg / capita /
year) compared with the sequence as a producer of tea in the world's fifth largest.
From a business standpoint it can be seen not many restaurants that offer the main
dish of tea, different things with coffee. Among the existing reality, tea culture has
been attempted by a restaurant in Jakarta and also in Bogor, West Java, with the
concept of on-site cafe and elite with a market share above Based Social Class
(Jakarta) and in Bogor with shop concepts and outlets established in complex with
college students and consumers in the mall with a market share of all ages. At the
restaurant in Jakarta, in the initial conditions of business development a reality more
coffee than tea, this restaurant is able to bring in a 20/2-hour or 70 person / day. In
Bogor, in the shop in the complex could be the arrival of the college day about 60
people, while at the mall about 25 per day. The phenomenon that happens to be very
interesting when examined in terms of consumer behavior in order to make a cup of
tea as a culture among Based Social Class / urban and lower classes, so as to increase
the prestige of the tea itself, and can be part of a culinary tour of Indonesia.

Keywords : consumer behavior , lifestyle , social class , drinking tea, culinary

1
Lestari Ningrum.,MH.,M.Si.Par.: Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti –
Jakarta.

1
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

PENDAHULUAN (Studi Wilayah Jakarta Selatan dan


Latar Belakang Bogor)
Melihat begitu besarnya animo Perumusan Masalah
dari para tamu di Jakarta untuk Masalah – masalah yang dapat
menikmati minuman teh dengan harga dirumuskan dalam penelitian ini,
yang ditawarkan relative mahal antara lain adalah :
(termurah Rp. 30.000,-.di tahun 2012) 1. Seberapa besar pengaruh perilaku
dan Bogor dengan konsep penjualan konsumen, gaya hidup dan
teh ”explorasi’ menjual teh racikan pengetahuan tentang teh di kota
sendiri dengan harga termurah dijual Jakarta dan Bogor terhadap
Rp. 7.700 dan termahal dijual Rp. keputusan membeli teh ?
16.500, membuat ketertarikan 2. Mana yang berpengaruh lebih
tersendiri untuk melakukan penelitian besar antara gaya hidup kelas
dari sudut perilaku konsumen dan bawah (Bogor) atau menengah
gaya hidup dari 2 (dua) kelas sosial (Jakarta) terhadap keputusan
dan lokasi yang sangat jauh berbeda membeli teh?
(kelas sosial bawah dan menengah 3. Seberapa besar tingkat
dan wilayah elite dan wilayah umum. pengetahuan konsumen teh
Setelah mendapatkan data tersebut, terhadap produk dan khasiat teh ?
penelitian akan dilanjutkan dengan 4. Bagaimana model perilaku
mencari tahu berapa besar pengaruh konsumen kelas bawah dan
perilaku konsumen dan gaya hidup menengah dalam meminum teh ?
dari kedua kelas sosial tersebut dapat 5. Bagaimana model gaya hidup
mempengaruhi keputusan konsumen kelas bawah dan menengah
dalam membeli produk teh tersebut. dalam membeli teh ?
Setelah mendapatkan hasil dari
metode korelasi akan di lihat dan Tujuan Penelitian
dianalisa lagi dari perilaku konsumen Sebagai produk minuman, teh
seperti faktor budaya, social, pribadi dapat menjadi produk salah satu usaha
atau psikologi mana yang mempunyai di bidang pariwisata yang dapat
pengaruh terbesar dalam pengambilan diandalkan, mengingat sejarah minum
keputusan konsumen dan demikian teh bukan suatu yang asing bagi
juga dengan gaya hidup akan bangsa Indonesia maupun beberapa
diberlakukan penelitian yang sama. bangsa lain. Keberadaan minum teh
Sehingga dari hasil penelitian tersebut yang belum membudaya seperti
akan diteliti dan diperoleh model halnya kopi, merupakan tantangan
perilaku dan gaya hidup masyarakat tersendiri untuk membudayakannya.
Jakarta Selatan dan Bogor dalam Oleh sebab itu dalam
meminum teh. Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk :
ketertarikan pada hal tersebut, maka 1. Mendapatkan data tentang
dilakukan penelitian dengan judul tingkat pengetahuan
Studi Perilaku Konsumen Minum Teh konsumen tentang produk dan
dalam Gaya Hidup Berdasarkan khasiat teh di Jakarta dan
Kelas Sosial untuk Membudayakan Bogor
Teh Bagian dari Wisata Kuliner

2
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

2. Bagaimana model perilaku berdasarkan data tingkat konsumsi teh


konsumen (antara) kelas di Indonesia masih rendah dibanding
bawah dan menengah (Bogor dengan kenyataan bahwa Indonesia
dan Jakarta) dalam adalah penghasil teh nomor lima
membiasakan diri (budaya) didunia.
meminum teh
3. Mendapatkan data faktor apa Pengertian Teh
yang menyebabkan konsumen Semua teh berasal dari satu
mau membeli teh dengan jenis pohon yaitu Camellia sinensis
harga relative mahal (Jakarta) yang telah disebutkan diatas. Sebutan
4. Mendapatkan data perilaku untuk teh sendiri berbeda – beda di
konsumen teh dalam tiap tempat. Di Sunda teh dikenal
mengambil keputusan dalam dengan sebutan “enteh”. Sementara di
meminum teh Cina teh disebut dengan “pu erh cha”.
5. Menangkap konsep gaya Lain lagi dengan di Prancis dikenal
hidup kalangan kelas bawah dengan “theler”, di Jerman disebut
dan menengah dalam dengan sebutan “teestrauch”, di Italia
meminum teh dinamai “te”, di Portugis dikenal
dengan “cha da”, dan yang terakhir di
Kajian Pustaka Inggris teh biasa disebut dengan
“tea”. (Syahrianti, 2009)
GAYA HIDUP Perilaku Konsumen dan Keputusan
KEPUTUSAN Membeli
MEMBELI TEH Menurut Kotler (2004)
PERILAKU perilaku pembelian konsumen sangat
KONSUMEN dipengaruhi oleh empat faktor yaitu
budaya, sosial, pribadi dan psikologis.
Gambar 1. Kerangka Berfikir Kotler (2004) membagi perilaku
pembelian konsumen ke dalam empat
Penelitian dilakukan di akhir tahun tipe yaitu : a. Perilaku pembelian
2014. Dimana tujuan akhir dari kompleks, keterlibatan konsumen
penelitian ini untuk mengetahui sangat tinggi dalam membeli dan
bagaimana para konsumen adanya persepsi yang signifikan
memutuskan untuk membeli teh mengenai perbedaan antar merek. b.
dengan menggunakan obyek Perilaku pembelian pengurangan
penelitian di Tea Addict cafe dan disonansi, keterlibatan konsumen
kedai Laresolo, dengan pertimbangan yang tinggi namun hanya melihat
bahwa teh sebagai minuman rakyat sedikit perbedaan antar merek. c.
dan murah dapat ditemukan di jenjang Perilaku pembelian kebiasaan,
kalangan bawah sampai menengah keterlibatan konsumen rendah dan
keatas, dimana sebagai perbandingan melihat sedikit perbedaan antar
di Cafe di Jakarta harga teh di merek. d. Perilaku pembelian
tawarkan lebih mahal daripada di pencarian variasi, keterlibatan
kedai teh Bogor. Namun ternyata konsumen yang rendah namun

3
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

mempersepsikan adanya perbedaan Budaya Minum Teh.


merek yang signifikan. Para Teh adalah salah satu
mengkonseptualisasikan model tahap minuman yang tidak asing di
tahap yang paling serasi dengan Indonesia. Syahriyanti (2009:20–22)
pembuatan keputusan yang kompleks, menyebutkan bahwa minuman teh
yakni membeli sesuatu yang mahal, bisa didapatkan di hampir seluruh
produk yang memerlukan keterlibatan wilayah Indonesia. Seperti di kota
lebih mendalam. Tahap penilaian Yogyakarta. Setiap malam, terutama
keputusan menyebabkan konsumen sepanjang jalan Malioboro, akan
membentuk pilihan mereka diantara terlihat banyak sekali tempat-tempat
beberapa produk yang tergabung minum teh yang biasa disebut
dalam perangkat pilihan. Konsumen, “angkringan“. Masyarakat dari
mungkin juga membentuk suatu berbagai kalangan dan status sosial
maksud membeli dan cenderung seperti pengemudi becak, pedagang
membeli produk yang disukai asongan, seniman, dan
pelajar/mahasiswa, tak segan-segan
Konsep Budaya berkumpul dan mengobrol dengan
Kebudayaan (Edi Sedyawati : santainya di tempat ini.
25) adalah ”suatu entitas yang otonom
dalam kehidupan manusia, betapapun Pengertian Gaya Hidup
ia dapat dipengaruhi perkembangan Pengertian gaya hidup
nya oleh faktor-faktor tertentu dalam menurut Engel (2004) adalah pola di
konstelasi sosial maupun lingkungan mana orang hidup dan menghabiskan
alamiah” waktu serta uang. Gaya hidup adalah
Pertumbuhan pariwisata, baik fungsi motivasi konsumen dan
diberbagai sektor tidak terkecuali pembelajaran sebelumnya, kelas
bidang makanan dan minuman, sosial, demografi, dan variabel yang
dengan menjamurnya bisnis restoran lain.
dan sejenisnya baik di lingkungan Pengukuran Gaya Hidup dapat
perkotaan maupun daerah pinggir dilakukan melalui pendekatan
kota bahkan daerah tujuan wisata Psikografik dengan AIO (Activity,
yang belum berkembang, yang Interest, Opinion). Wells dan Tigert
menunjukkan adanya kecenderungan (1971) menuliskan hasil penelitian
untuk dijadikan profit oriented bagi mengenai aktivitas konsumen,
individu maupun pemerintah daerah keinginan, dan opini (AIO) yang
setempat. Pengaruh kegiatan bisnis berusaha untuk menggambarkan
pariwisata dilihat dari sudut soisologi secara jelas kondisi konsumen.
belum banyak dilakukan. Masing – Berdasarkan tujuan utama dari
masing pelaku pariwisata ternyata penelitian gaya hidup maka penelitian
mempunyai kebiasaan, tingkah laku AIO khusus didesain untuk
dan keinginan yang berbeda-beda mengidentifikasikan karakteristik
bahkan bertolak belakang dengan tata kelompok target dalam periklanan dan
cara hidup (the way of life) pemasaran produk.
masyarakat yang dikunjungi.

4
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

Metode dan Unit Analisis lebih tinggi sedikit pada responden di


Penelitian ini diolah dengan kedai Laresolo Bogor. Walaupun bila
menggunakan metode deskriptif dilihat dari pendapatannya yang lebih
korelasi rendah daripada responden Tea
Teknik sampling Addict Jakarta, responden Laresolo
Oleh karena lingkup penelitian lebih sering melakukan kegiatan
ini adalah penelitian kuantitaif minum teh bersama teman-teman, hal
kualitatif, maka teknik pengumpulan ini bisa saja dikarenakan harga yang
sampelnya menggunakan cara ditawarkan oleh kedai Laresolo jauh
purposive, dimana peneliti memakai lebih murah (Rp. 9.000 s/d
berbagai pertimbangan, yaitu Rp,18.000,-/ cangkir) daripada di Tea
berdasarkan konsep teori yang Addict (Rp. 30.000,-/cangkir) atau
digunakan, serta keingintahuan dari alasan berkumpul dengan
pada penelitian tentang karakteristik komunitasnya.
pribadi dari obyek yang diteliti.
B. Pengetahuan tentang teh
Skala Pemgukuran Tingkat pengetahuan baik
Skala yang digunakan adalah responden di Tea Addict maupun di
skala Guttman untuk pernyataan Kedai Laresolo rata-rata sudah baik/
tentang Pengetahuan tentang Teh dan cukup mengetahui tentang khasiat
khasiat Teh dengan menggunakan dari teh, dilihat dari nilai rata-rata,
skor 1 untuk jawaban ’ya’. Skor 2 tengah dan jawaban yang
untuk jawaban ‘tidak tahu’, 3 untuk sering muncul atas pernyataan yang
skor jawaban ‘tidak’, sedangkan diajukan adalah ‘Ya” (1).
untuk pernyataan variabel bebas dan Pengetahuan responden di
terikat menggunakan skala likert kedua lokasi tentang manfaat teh
dengan skor 1, untuk sangat tidak untuk kesehatan sama dan mereka
setuju,2, untuk tidak setuju, 3. Untuk mempunyai pengetahuan yang sama
setuju,4. Untuk sangat setuju. bahwa teh dapat melindungi dari
penyakit (59.7%) dan yang tidak tahu
Waktu dan Tempat tentang manfaat teh dapat melindungi
dilakukan pada di Tea Addict dari penyakit juga sama diantara
Jakarta dan Laresolo Bogor pada responden yaitu 40.3%. Demikian
tahun 2014 (proposal s/d survey), juga tentang manfaat untuk
n:62 responden di kedua obyek. kecantikan sama-sama mengetahui
dan benar, hal ini wajar karena
HASIL DAN PEMBAHASAN sebagain besar responden adalah
wanita.
Tentang pengetahuan teh
A. Data Biografi reponden mengandung kafein ternyata dikedua
responden sama-sama ada yang tidak
Secara nilai rata-rata kunjungan tahu di tea addict sebesar 51.6%
kedua responden di tempat yang sedangkan di Kedai Laresolo 62.9%.
berbeda dalam sebulan 2 sampai Yang benar mengetahui kadar kafein
dengan 3 kali, dimana intensitasnya teh lebih rendah daripada kopi lebih

5
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

banyak di responden Tea Addict 79% responden dari total 124 orang
(48.4%) dibandingkan dengan yang benar-benar mengetahui.
responden Laresolo (17.7%), dan Perasaan para responden
yang menjawab salah hanya ada di sewaktu minum teh untuk mencairkan
responden Laresolo (19.4%). suasana rata-rata menyatakan
Pengetahuan para responden persetujuannya 174.2%, sehingga bila
tentang manfaat teh yang dapat dihubungkan dengan aspek mereka
menurunkan kolesterol ternyata lebih (di laresolo) berkunjung sampai 2 kali
tinggi responden Tea Addict daripada sehari bisa disebabkan karena mereka
Laresolo, dimana yang mengetahui menemukan kenikmatan dalam
manfaat tersebut 75.8% di Tea Addict meminum teh dengan komunitasnya.
dan 33.9% di Laresolo, dan ada 4.8% Para responden berpendapat
responden di Laresolo yang dalah bahwa teh memang sudah terkenal di
dalam menjawab pertanyaan. seluruh indonesia. Bahwa responden
Untuk manfaat teh yang dapat mempunyai kebiasaan minum teh
menurunkan risiko penyakit kanker, sejak kecil sama 50%, juga yang
di Tea Addict sebesar 32.3% menyatakan tidak merupakan
mengetahui lebih kecil tingkat kebiasaan sejak kecil juga 50%.
pegetahuannya daripada responden di Pengetahuan tentang teh antara
Laresolo (58.1%) namun di Tea responden tea addict dan laresolo
Addict ternyata masih banyak 64.5% hampir sama dimana mereka
yang tidak mengetahui manfaat ini menyatakan rata-rata ‘ya’ atas
lebih besar daripada responden di pernyataan yang diajukan. Melihat
Laresolo (41.9%). Hal ini dapat dari jenis pernyataan yang diajukan
menggambarkan bahwa tingkat sosial maka pengetahuan tentang teh para
tinggi tidak menjamin tingkat responden sudah cukup mengetahui
pengetahuan tentang manfaat untuk manfaat teh secara umum.
menurunkan risiko berpenyakit, bila
dianalisa responden tingkat sosial C. Korelasi Koefisien Perilaku
menengah lebih mempunyai Konsumen Terhadap Keputusan
kesempatan dalam aksesbilitas Membeli Di Tea Addict
informasi, namun ternyata hal ini
tidak dimanfaatkan, dapat juga Perilaku konsumen di Tea
mereka tidak tertarik untuk Addict hanya mempunyai hubungan
mengetahuinya. yang rendah terhadap keputusan
Manfaat teh dalam membeli teh. Hal ini dapat dianalisa
memperkuat gigi, pengetahuan para bahwa keputusan membeli para
responden lebih banyak yang tidak responden di Tea Addict tidak kuat
tahu (74.2% di Tea Addict) dan dari perilaku konsumennya. Perilaku
53.2% di Laresolo). konsumen di Tea Addict lebih
Demikian juga halnya dengan mengarah kepada perilaku minum teh
pengetahuan responden terhadap karena sudah terbiasa dari kecil (3.69)
manfaat teh apakah baik untuk wanita dan perilaku konsumen mereka yang
hamil atau tidak, rata-rata responden tertinggi kedua karena kepercayaan
tidak mengetahui hal tersebut, hanya

6
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

mereka bahwa minum teh karena tentang teh responden yang


menyehatkan (3.55). sebenarnya sudah cukup baik, karena
Karena sudah terbiasa minum hubungan tingkat pengetahuan
teh dari kecil dapat dipahami bahwa responden hanya rendah berhubungan
mereka memutuskan membeli teh di dengan keputusan membeli teh di Tea
Tea Addict sebenernya bukan karena Addict.
ingin minum teh atau ingin menikmati
sensasi produk yang ditawarkan Tea D. Korelasi Koefisien Perilaku
Addict, karena bagi responden teh Konsumen Terhadap
bukanlah hal yang baru. Keputusan Membeli Di Laresolo
Gaya hidup responden di Tea
Addict tidak mempunyai hubungan Hubungan perilaku konsumen
terhadap keputusan membeli teh, bisa terhadap keputusan membeli
diartikan bahwa mereka membeli teh berbanding terbalik, artinya perilaku
di Tea Addict bukan karena gaya konsumen di Lerasolo yang
hidup minum teh mereka. Gaya hidup cenderung berperilaku membeli teh
minum teh responden Tea Addict karena harga teh di laresolo
condong karena tertarik akan terjangkau (3.37), hal ini wajar bila
khasiatnya (3.6) dan kecondonganya melihat dari pendapatan mereka dan
kedua karena minum teh sudah selalu tingkat sosial yang menengah, namun
dilakukan dalam dan tersedia di ternyata tidak menjadi alasan mereka
lingkungan keluarga (3.47). untuk membeli teh disana (-0.50). Jadi
Gaya hidup responden di Tea semakin tinggi perilaku mereka
Addict yang condong minum karena mengarah kepada penilaian harga
khasiatnya ternyata juga bukan yang ditawarkan terjangkau oleh
merupakan faktor utama yang mereka justru semakin tidak menjadi
membuat mereka minum teh di Tea faktor menentu mereka membeli the
Addict, kemungkinan ada beberapa di Laresolo.
hal yang menjadi sebabnya. Mereka Hubungan variabel gaya hidup
tahu akan manfaat teh, namun karena responden di Laresolo rendah
sudah mereka lakukan kebiasaan terhadap keputusan membeli teh, hal
minum teh sejak kecil dan selalu ini menggambarkan bahwa responden
tersedia di lingkungan keluarga, maka di Laresolo membeli teh bukan karena
pada saat mereka ke Tea Addict gaya hidupnya mereka. Gaya hidup
alasannya bukan karena gaya hidup responden dilaresolo minum teh
mereka, namun karena hal lain, bisa cenderung untuk bersosialisasi dan
saja karena ada tujuan untuk bertemu karena ingin berkumpul dengan
teman, atau keperluan yang lain. komunitasnya (3.48). Namun justru
Hasil olahan data menyatakan bahwa gaya hidup minum teh responden
pengetahuan tentang teh repsonden di yang untuk bersosialisasi tidak
Tea Addict berhubungan rendah menjadi faktor kuat untuk menjadi
terhadap keputusan membeli teh. tujuan membeli teh di Laresolo.
Dalam hal ini dapat diartikan Pengetahuan tentang teh
bahwa keputusan membeli teh di Tea responden di Laresolo berhubungan
Addict bukan karena pengetahuan berbanding terbalik dengan keputusan

7
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

membeli hal ini mengartikan bahwa dilakukan dalam dan tersedia


semakin tinggi pengetahuan di lingkungan keluarga (3.47),
konsumen tentang teh membuat sedangkan di Laresolo
mereka membeli teh bukan cenderung untuk bersosialisasi
dikarenakan pengetahuannya. dan karena ingin berkumpul
Jawaban 1 atau ‘ya’, menggambarkan dengan komunitasnya (3.48).
bahwa mereka mempunyai 5. Di Tea Addict, hubungan
pengetahuan tentang teh yang cukup terkuat yang membuat
baik. responden memutuskan
membeli teh adalah variabel
perilaku konsumen dan
KESIMPULAN DAN SARAN pengetahuan tentang teh dalam
hubungan rendah (0.3)
A. KESIMPULAN 6. Di Laresolo hubungan terkuat
hanya ada pada gaya hidup
1. Tingkat sosial responden terhadap keoutusan membeli
dilihat dari tingkat pendapatan dalam hubungan rendah (0.2)
di Tea Addict tergolong 7. Gaya hidup yang lebih kuat
menengah keatas dan hubungannya terhadap
konsumen di Kedai Laresolo keputusan membeli ada pada
condong menengah kebawah tingkat sosial menengah ke
2. Tingkat pengetahuan bawah di Kedai Laresolo
responden di Tea Addict dan dalam tingkat rendah, yaitu
Laresolo secara umum sudah terjadi hubungan gaya hidup
mengetahui tentang manfaat minum teh karena sudah
teh tersedia dilingkungan keluarga
3. Perilaku Responden di Tea dan membeli teh karena
Addict mengarah ke perilaku bermanfaat untuk kesehatan.
minum teh karena sudah
terbiasa dari kecil (3.69) dan B. SARAN
perilaku konsumen mereka
yang tertinggi kedua karena 1. Perlunya memberikan
kepercayaan mereka bahwa pengaruh kepada masyarakat
minum teh karena Indonesia tentang khasiat dan
menyehatkan (3.55). manfaat the agar mereka lebih
Sedangkan di Kedai Laresolo memahami dan dapat
cenderung berperilaku menjadikan kebiasaan dalam
membeli teh karena harga teh minum teh ;
di laresolo terjangkau (3.37) 2. Untuk keperluan bisnis agar
4. Gaya hidup responden di Tea dapat membudaya seperti
Addict minum teh responden halnya minum kopi, perlu
Tea Addict condong karena usaha lebih keras lagi dalam
tertarik akan khasiatnya (3.6) membudayakan minum the
dan kecondonganya kedua bukan saja dilingkungan
karena minum teh sudah selalu keluarga/ rumah dengan

8
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

menggunakan strategi ___________.2001. Marketing


th
pemasaran yang mengarah ke Management 11 Ed. Prentice-
konsep ‘healthy’. Hall.
___________. 2003. Marketing
DAFTAR PUSTAKA Management 11th Ed. Prentice-
Hall.
Belch, George E. and Michael A.
Belch. 1995. Introduction to ____________, Bowen dan Makens.
Advertising and Promotion: 2002. Pemasaran Perhotelan
An Integrated Marketing dan Kepariwisataan. PT.
Communication Perspective. Prenhallindo. Jakarta
Richard D. Irwin, Inc.
____________, Philip. 1985.
David, Kurtz and Clow Kenneth E. Manajemen Pemasaran,
1998. Service Marketing. John Analisis perencanaan dan
Wiley & Son. pengendalian. Erlangga.
Jakarta
Davey, Rod and Anthony Jacks.
2001. Meningkatkan Kinerja Kertajaya, 2005. Hermawan,
Pemasaran, diterjemahkan Yuswohadi, Attracting Tourist
oleh Rizki Henriko. PT. Elex Tradrs Investors: Strategi
Media Komputindo, Jakarta Memasarkan Daerah di Era
Otonomi, Jakarta:
Engel, James F., Blackwell, Roger D. Markplus&co,
& Miniard, Paul W. 1995.
Perilaku Lamb, Hair, McDaniel, 2002,
Marketing, Sixth Edition,
Indarto, Prawoto. 2007. Teh Minuman Thomson Southwestern.
Bangsa – Bangsa di Dunia.
Cetakan 1. Jakarta : Pawon Lundberg, Stavenga, Krishnamoorthy.
Publishing. 1997. Ekonomi Pariwisata.
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Jakarta
Pasar Indonesia Segmentasi,
Targeting, Positioning, Lovelock, Christopher H. and Lauren
Jakarta:PT. Gramedia Pustaka K. Wright. 1999. Principles
Utama of Service Marketing and
Management. Prentice-Hall.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen
Pemasaran. Edisi Millenium, Plummer,R. 1983.Life Span
(Terjemahan Jilid 1). Jakarta : DevelopmentPsychology:Pers
PT. Prenhallindo. onality and Socialization.New
York:Academic Press.

9
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 20, NO 2 (2015)

Ratna Jatnika. 1994. Pelatihan _________________. 2011.Consumer


Metodelogi Sosial - Behavior : Buying, Having, and
Merancang dan Menguji Being. Ninth Edition. New
Kuesioner Dengan Statistical Jersey : Pearson Education, Inc.
Program For Social Science.
Forum Manajemen Fakultas Soekadijo. 2000. Anatomi Pariwisata
Ekonomi Jurusan “Memahami Pariwisata sebagai
Manajemen Universitas ‘systemic Linkage’. PT.
Padjadjaran. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Rossiter, John R and Larry Percy.
1998. Advertising Syahriyanti, Eti. 2009. I Love Coffee
Communication and and Tea : Ngopi dan Ngeteh
Promotion Management, 2nd sebagai Bagian dari Gaya
Ed. McGraw-Hill Co. Hidup. Cetakan 1. Yogyakarta
: DIVA Press.
Soekadijo. 2000.Anatomi Pariwisata.
Memahami Pariwisata sebagai Tjiptono.Fandy 1997. Strategi
“Systemic Linkage”. PT. Pemasaran. ANDI Offset,
Gramedia Pustaka Yogyakarta.
Utama.Jakarta
Ukra, Mark. 2011. The Miracle of
Sugiono, 2003. Metode Penelitian Tea. (Terjemahan : Arfan
Bisnis.CV, Alfabeta. Bandung Achyar). Cetakan 1.
Bandung : Qanita.
Sumarwan, Ujang, dkk. 2011. Riset
Pemasaran dan Konsumen. Men’s health Indonesia. Artikel “
Bogor : PT Penerbit IPB Apapun masalahnya, serahkan
Press. saja pada teh. Hal 17 Penerbit
Readers Digest Indonesia
Shimp, Terence A. 2000. Advertising
and Promotion: Supplemental Yuswohady. majalah SWA edisi8
Aspects of Integrated bulan April 2012Departemen
Marketing Communications. Pertanian. 1967. Penerbit
The Dryden Press. Mustikarasa, Jakarta

Singgih Santoso. 2001. SPSS Versi


10 : Mengolah Data Statistik
Secara Profesional. FT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.

Solomon, Michael R. 1999. Consumer


Behavior, 4th Ed. Prentice-Hall.

10

You might also like