Admin Ojs,+artikel+jadi+rina

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

ISSN: 2716-3334 FASCHO.

9(2), 17-32

Journal Homepage: - journal.stkipm-bogor.ac.id/index.php/pascho

Article DOI:….
DOI URL:.....

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

Rina Nuryani1, Khaerunnisa2


1
STKIP Muhammadiyah Bogor, 2Universitas Muhammadiyah Jakarta
rinanoeryanii@gmail.com, khaerunnisa@umj.ac.id
……………………………………………………………………………………………………...
.
Manuscript Info Abstract
…………………….
………………………………………………………………
Manuscript History Based on etymology, multicultural education consists of two
Received: 01 April 2020 keywords, namely education and multicultural. Education is simply a
Final Accepted: 09 April 2020 process of developing attitudes and behavior of a person or group
Published: 13 April 2020
through teaching, training, and coaching. Whereas multiculturalism
itself is interpreted as cultural diversity consisting of values, beliefs,
Key words:- Multicultural,
basic assumptions, attitudes, and behaviors that are owned by a
Bhineka Tunggal Ika,
group of people. Since the struggle for independence and
Diversity, Education
independence in 1945, the predecessors of the Indonesian people
realized that Indonesia was a country of such high diversity. In the
Youth Pledge, it is stated that although Indonesia is very diverse, it
has one nation, one blood and one language of unity; Indonesia.
From here also was born "Bhineka Tunggal Ika" which means unity
in diversity. This paper is a literature study on the implementation of
multicultural education at the elementary and secondary school
levels in several regions in Indonesia based on seven previous
studies. The results of this paper indicate that the implementation of
multicultural education in Indonesia at this time is shown some
weaknesses and weaknesses that apply. An integrated increase in
both the quantity and quality of multicultural education is still very
much needed.
……………………………………………………………………………………………………...
.
PENDAHULUAN Menurutnya, sangat penting bagi guru/tenaga

P endidikan multikultural berakar dari


gagasan seorang ahli pendidikan
Amerika Serikat, Prudence Crandall
(18-3-1890), yang secara intensif
pendidik untuk memahami latar belakang
peserta didik. Pendidikan semacam inilah
yang merupakan cikal bakal munculnya
pendidikan multikultural.
menyampaikan pemikirannya tentang Secara etimologi, pendidikan multikultural
pentingnya latar belakang para peserta didik, terdiri dari dua kata kunci, yaitu pendidikan
baik dari segi aspek budaya, etnis, dan agama dan multikultural. Pendidikan secara
(Na’imah, Sukirman, & Nurdin, 2017). sederhana adalah proses pengembangan sikap

1
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

dan perilaku seseorang atau kelompok melalui (Mahfud, 2006) menyatakan bahwa setiap
pengajaran, pelatihan dan pembinaan. budaya dalam multikulturalisme tumbuh
Sedangkan multikultural sendiri diartikan bersama dan memiliki kesempatan yang sama
sebagai keanekaragaman budaya yang terdiri untuk kesejahteraan bersama. Setiap budaya
dari nilai-nilai, keyakinan, dasar asumsi, tersebut memiliki peluang yang sama untuk
sikap, dan perilaku yang dimiliki oleh berkembang tanpa diskriminasi.
sekelompok orang. Pemahaman bahwa setiap budaya punya hak
Banks (2001) dalam (Özturgut, 2011) untuk diakui ini memiliki implikasi penting
mendefinisikan pendidikan multikultural dalam pendidikan, karena pendidikan
sebagai suatu gagasan, gerakan reformasi dipahami sebagai proses tanpa akhir atau
pendidikan, dan sebuah proses yang tujuan proses seumur hidup. Pendidikan multikultural
utamanya adalah untuk mengubah struktur berorientasi pada rasa hormat yang tinggi
pendidikan tiap peserta didik yang merupakan terhadap martabat manusia. Model pendidikan
bagian dari beragam ras, kelompok etnis, semacam ini tentulah sangat baik jika
bahasa, dan budaya akan memiliki diimplementasikan di negara yang memiliki
kesempatan yang sama untuk mencapai beragam etnis, agama dan budaya seperti
prestasi akademis di sekolah. (Omar, Noh, Indonesia.
Hamzah, & Majid, 2015) menyatakan tujuan Sejak masa perjuangan meraih kemerdekaan
utama pendidikan multikultural adalah untuk dan hingga merdeka pada tahun 1945, para
menawarkan kesempatan yang adil bagi pendahulu bangsa Indonesia menyadari bahwa
semua anak dengan latar belakang budaya Indonesia adalah negara yang memiliki
yang berbeda dan secara bersamaan keanekaragaman yang begitu tinggi. Dimulai
memungkinkan mereka untuk berinteraksi pada bulan Oktober 1928, beberapa pemuda
dengan komunitas dari berbagai latar Indonesia dari berbagai latar belakang etnis
belakang, sehingga menghasilkan kualitas merasa membutuhkan identitas terpadu.
dan generasi masa depan yang tak Mereka lalu membuat deklarasi yang disebut
tergoyahkan mengintegrasikan elemen fisik, Sumpah Pemuda (The Youth Pledge)
emosional, spiritual dan intelektual. Hal ini (Buwono X, 2008). Ini merupakan deklarasi
berarti, terminologi pendidikan multikultural pertama persatuan Indonesia. Pada Sumpah
memiliki makna seluruh proses Pemuda, disebutkan bahwa meskipun
pengembangan potensi manusia yang Indonesia sangat beragam, tetapi memiliki
menghormati pluralitas dan heterogenitas satu bangsa, satu tumpah darah dan satu
sebagai konsekuensi dari keragaman budaya, bahasa persatuan; Indonesia. Dari sini pula
etnis, dan agama. lahir lah "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti
Perhatian terhadap keragaman budaya kesatuan dalam keragaman. Slogan ini
dipahami sebagai tantangan untuk merupakan cerminan dari identitas bangsa,
memperkuat pemerataan dan persamaan yang dibuat dari berbagai etnis, agama,
(Vélez & Olivencia, 2017). Multikulturalisme bahasa, budaya, dan adat istiadat. Awalnya,
secara signifikan dapat membawa kedamaian filosofi ini dikutip dari "buku Sutasoma."Itu
karena tidak ada dominasi mayoritas budaya, adalah buku kuno dari abad ke-14 warisan
dan kemudian tirani bagi minoritas budaya.

2
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

Jawa, yang ditulis oleh Mpu Tantular METODE


(Buwono X, 2008).
Namun, meskipun Indonesia sudah akrab
dengan fenomena multikultural sejak dulu,
pendidikan multikultural di Indonesia
P enulis melakukan analisis data
sekunder terhadap tujuh penelitian
mengenai implementasi pendidikan
multikultural di beberapa sekolah dari tingkat
merupakan hal yang cukup baru (Rachmawati, usia dini, dasar dan menengah di Indonesia.
Pai, & Hui, 2015). Multikulturalisme hanya Data diambil sesuai dengan ketersediaan akses
sebatas “dikenalkan” saja pada peserta didik yang dimiliki oleh penulis.
dan tidak sampai pada bagaimana menerima Adapun tujuh penelitian tersebut dalah sebagai
dan menghormati keberagaman yang ada. berikut:
Memang, orang Indonesia saat ini dapat hidup 1. Strategi Pendidikan Multikultural di Taman
bersama secara harmonis, tetapi ada begitu Kanak-Kanak (Tk) Katolik Sang
banyak tantangan dalam waktu dekat. Bahkan, Timur Yogyakarta oleh Tri Wulaningrum
masalah intoleransi agama dan etnis yang (Wulaningrum, 2017)
terjadi di tahun lalu terasa sangat menganggu 2. Implementasi Kurikulum Multikultural di
dan sangat berpotensi memicu disintegrasi Sekolah Dasar di Tangerang Selatan oleh
bangsa. Selain itu fakta bahwa anak-anak, Sutjipto(Sutjipto, 2017)
yang merupakan bagian yang tidak dapat 3. Model Pendidikan Multikultural Ppada
dipisahkan dari masyarakat, dipengaruhi oleh Pesantren Tradisional di Kota
konflik budaya ini mengubah masalah sosial Tasikmalaya dalam Mencegah Ancaman
ini menjadi masalah Pendidikan (Demir & Radikalisme oleh Akhmad Satori dan Wiwi
Özden, 2014). Widyastuti (Satori, 2018)
Pendidikan multikultural yang berhasil akan 4. Model Pendidikan Multikultural di
menguatkan rasa persatuan dan kesatuan di ‘Sekolah Pembauran’ Medan oleh Saliman,
antara generasi penerus bangsa ini. Dengan Taat Wulandari, dan Mukminan (Saliman,
kesadaran akan keragaman, upaya untuk Wulandari, & Mukminan, 2014)
mempertahankan, melestarikan dan 5. Toleransi Beragama dalam Pendidikan
mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam Multikulturalisme Siswa SMA Katolik
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, Sang Timur Yogyakarta oleh Wasisto Raharjo
disintegrasi dapat diatasi. Hal ini juga harus Jati (Jati, 2014)
didukung dengan menghilangkan 6. Pandatara dan Jarlatsuh: Model
egosentrisme di tingkat lokal, regional, dan Pendidikan Multikultural di SMA Taruna
nasional yang berpotensi menjadi konflik yang Nusantara Magelang oleh Laila Octaviani
akan mengancam integritas Republik (Octaviani, 2013)
Indonesia. 7. Multicultural Citizenship Education in
Tulisan ini merupakan studi pustaka mengenai Indonesia: The Case of a Chinese
pelaksanaan pendidikan multikultural di Christian School oleh Chang Yau Hoon
tingkat sekolah dasar dan menengah di (HOON, 2013)
beberapa wilayah di Indonesia berdasarkan
penelitian- penelitian terdahulu. HASIL DAN PEMBAHASAN

3
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

1. Integrasi Pendidikan dalam Kurikulum agar peserta didik memahami dan menghayati
(Content Integration) nilai-nilai moral keagamaan, kenegaraan,
Dari hasil ketujuh penelitian di atas terlihat kejuangan, kemasyarakatan, dan kesusilaan
bahwa memang integrasi pendidikan guna membentuk insan Tuhan Yang Maha
multikultural dalam proses pembelajaran Esa, insan politik, ekonomi, sosial budaya dan
sangat bergantung pada kebijakan sekolah dan ksatria Pancasila yang memiliki watak luhur
juga peran serta pemahaman tenaga pendidik yang bewawasan kebangsaan, kejuangan, dan
yang berinteraksi langsung dengan peserta kebudayaan.
didik. Tentunya, tidak ada dokumen Semangat untuk mengintegrasikan pendidikan
kurikulum di sekolah-sekolah tersebut yang multikultural dalam proses pembelajaran
mengandung gesekan-gesekan kultural antar memang sudah ada, namun pada praktiknya,
individu ataupun stereotip-stereotip tentang budaya sekolah dalam kerangka
etnis tertentu. Namun, secara umum, mempromosikan nilai-nilai inklusif guna
pendidikan multikultural dimunculkan dalam merawat dan mengelola multikulturalisme
proses pembelajaran dengan cara belum diprogramkan secara baik. Apalagi,
memasukkan nilai-nilai multikulturalisme seperti yang dikatakan oleh (Ndura &
dalam setiap materi pembelajaran seperti yang Dogbevia, 2013), lingkungan ruang kelas
dilakukan di TK Katolik di Yogyakarta. SMA adalah ruang yang pentinguntuk keragaman
Katolik Yogyakarta juga melakukan hal yang untuk berkembang, dan berpotensi
sama, sebagai contoh dalam pelajaran bahasa mempengaruhi semua dimensi iklim sekolah.
Jawa, guru meminta para siswa asli Jawa Misalnya seperti yang terjadi di empat sekolah
untuk membantu menerjemahkan Bahasa dasar di Tangerang, walau dalam kelas
Jawa dan menerangkan bahasa Jawa yang terdapat siswa yang berbeda agama, ritual doa
tidak mengerti oleh siswa non Jawa. Pada sesi yang dilaksanakan saban hari umumnya masih
diskusi, guru bertanya kepada siswa yang dilakukan untuk satu agama tertentu. Begitu
berasal dari daerah lain tentang sesuatu hal pula kegiatan lainnya, seperti pentas budaya
dalam bahasa daerahnya. Di pesantren, santri (kesenian, berpakaian, dan penggunaan atribut
diajarkan pada sikap pengembangan budaya lainnya) yang mengusung tema asal daerah
pesantren yang merupakan integrasi dari juga belum tergarap secara proporsional.
pengembangan sikap saling menghargai, Integrasi pendidikan multikultural memiliki
pengendalian diri, tolong menolong, tantangan yang lebih besar pada sekolah di
kebersamaan dalam kegiatan sosial sebuah lingkungan etnis homogen yang
kemasyarakatan. Sekolah Taruna Magelang didominasi etnis tionghoa, yaitu Sekolah
punya kurikulum khusus untuk pendidikan Kristen Olive Tree di mana multikulturalisme
multikultural. Materi yang diajarkan sangat bukan merupakan pengalaman yang natural
berkaitan dengan multikultural peserta bagi para siswanya. Di sekolah ini, tidak ada
didiknya akan tetapi ada materi yang lebih kurikulum khusus yang membahas pendidikan
signifikan dengan multikultural yakni untuk multikulturalisme dan toleransi. Meski
kelompok mata pelajaran bagian mata memang sekolah mengklaim bahwa ada juga
pelajaran kenusantaraan dan pengembangan upaya mempromosikan multikulturalisme dan
diri. Mata pelajaran kenusantaraan bertujuan toleransi dalam mata pelajaran seperti

4
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

Pendidikan Agama, Pendidikan pembelajaran di kelas umumnya memahami


Kewarganegaraan dan Karakter. konsep multikulturalisme, tetapi masih belum
2.Konstruksi Ilmu Pengetahuan kuat dalam tataran penerapannya. Yang terjadi
(Knowledge Construction) adalah guru menyampaikan informasi
Konstruksi ilmu pengetahuan mengenai mengenai keberagaman hanya dalam konteks
pendidikan multikultural tentunya dapat diraih akademik saja. Sehingga pembelajaran
proses pembiasaan yang diterapkan di terkesan datar karena belum menjadikan
sekolah. SD di Tangerang sebagai contoh pada pluralisme sebagai dinamika pembelajaran.
saat pembelajaran di sekolah baik di kelas Seperti yang terjadi di 4 SD di Tangerang,
maupun di luar kelas, senantiasa melakukan (Sutjipto, 2017), sang peneliti, menunjukkan
hal-hal yaitu 1) mengajar tentang pengetahuan temuannya bahwa guru-guru di SD-SD
berkaitan dengan mata pelajaran, 2) tersebut, belum terbiasa untuk mampu
membimbing siswa ke arah kebaikan, 3) mengendalikan diri dari sikap-sikap yang
menasihati siswa yang memiliki perilaku yang dapat menyinggung dan merendahkan
tidak sesuai norma, 4) menularkan budaya, identitas sesama warga sekolah yang berbeda
dan 5) menanamkan kebaikan kepada orang agama, ras, golongan, dan adat-istiadat.
lain melalui contoh konkret. Di pesantren, Kasus yang lebih ekstrim dapat dilihat di
proses ini dilakukan melalui pengamalan sekolah kristen Tionghoa Olive Tree. Seperti
tradisi pesantren dalam kehidupan sehari hari, yang dilaporkan oleh penulisnya (HOON,
oleh karena itu para santri menikmati 2013). Untuk mendapatkan wawasan lebih
pembelajaran di dalam lembaga pesantren jauh ke dunia 'nyata' siswa di seolah ini,
secara lues, tanpa batasan-batasan artifisial (HOON, 2013) bertanya kepada siswa tentang
dan formal seperti usia dan latar belakang pilihan universitas setelah menyelesaikan
sosial lainnya. Proses seperti ini diharapkan sekolah menengah. Lebih dari separuh siswa
dapat membantu santri memahami, mengindikasikan bahwa mereka akan memilih
menemukan, dan menentukan pola pikir santri untuk masuk universitas swasta di Indonesia
yang terbuka dan egaliter. Kegiatan berdoa di Jakarta yang memiliki mayoritas mahasiswa
menurut agama dan kepercayaan masing- Tionghoa - seperti Universitas Tarumanagara,
masing sebelum pelajaran pertama dimulai Katolik Atma JayaUniversitas, Universitas
dan seusai pelajaran terakhir, serta pengaturan Bina Nusantara dan Universitas Pelita
tempat duduk untuk interaksi dan pertukaran Harapan - bukan universitas negeri. Siswa dari
budaya yang optimal, dan student activities latar belakang yang lebih kaya, mengatakan
(aktivitas peserta didik) merupakan upaya mereka berencana untuk melanjutkan
yang dilakukan oleh Sekolah Pembauran pendidikan tinggi di luar negeri di Singapura,
Medan agar proses konstruksi pengetahuan Australia atau Amerika Serikat. Para siswa
akan multikulturalisme dapat terlaksana khawatir tentang bergaul dengan orang-orang
dengan baik. yang berbeda, terutama yang non-Tionghoa.
Tentunya, kualitas proses ini sangat Kepala sekolah ini menjelaskan, bukan berarti
bergantung kepada guru/tenaga pendidik yang mereka tidak ingin bersosialisasi (dengan
mengawasi langsung proses ini. Memang, orang non-Tionghoa) tetapi mereka khawatir
guru/tenaga pendidik sebagai pengelola bahwa mereka tidak akan diterima (oleh

5
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

orang non-Tionghoa). Ini merupakan sebuah mushola. Begitupun juga di 6 sekolah lainnya.
kenyataan yang menyedihkan, bahwa Sekolah-sekolah ini mengklaim bahwa
prejudice (prasangka) sudah dibangun sejak sekolah, dan juga para tenaga pendidiknya
awal. Hal semacam ini seharusnya bisa senantiasa menanamkan nilai- nilai kehidupan
teratasi jika pendidikan multikultural berjalan yang akan memunculkan kesadaran bagi siswa
dengan baik. untuk mengekspresikan perasaan toleransinya
3. Pengurangan Prasangka (Prejudice bahwa Indonesia adalah negara multikultural,
Reduction) yang memerlukan warganya berbudaya
Sehubungan dengan poin dua di atas, Nusantara. Pertanyaannya, seberapa kuat
prasangka (prejudice) merupakan hal yang peran semua guru saat mengajar di sekolah
harus dihindarkan dalam pendidikan sampel dapat terlibat dalam penghapusan
multikultural. Oleh karena itu, Pengurangan prasangka? Seperti temuan yang ada di empat
atau bahkan mungkin penghilangan prasangka SD di Tangaerang, (Sutjipto, 2017)
merupakan salah satu unsur yang harus ada melaporkan bahwa di sekolah-sekolah ini para
pelaksananaan pendidikan multikultural. Dari guru umumnya belum membantu siswa dalam
temuan (Jati, 2014), SMA Katolik Sang Timur mengembangkan perilaku positif tentang
Yogyakarta menerapkan sanksi yang begitu perbedaan kelompok, baik mengenai
tegas bagi siapa saja yang melanggar aturan keagamaan, kesukuan maupun identitas
untuk tidak saling menyakiti dan menghakimi lainnya.Misalnya, ketika siswa memiliki
satu sama lain. Pernah suatu ketika terdapat perilaku negatif dan terjadi kesalahpahaman
dua siswa yang terlibat aksi bullying kepada terhadap keberadaan agama, suku, kelompok
adik kelasnya sehingga memicu kehebohan atau etnik lain, guru belum melakukan aksi
dalam internal sekolah. Sekolah pun dengan yang dapat membantu mereka
tegas mengeluarkan mereka karena tidak mengembangkan perilaku akomodatif dan
sesuai dengan misi sekolah untuk yang lebih positif maupun menyediakan
mengajarkan toleransi kepada sesamanya. kondisi yang memiliki citra positif tentang
Prinsip sekolah sebagai “rumah bersama” perbedaan kelompok. Ini tentunya menjadi
harus senantiasa ditegakkan melalui toleransi pekerjaan rumah untuk penyelenggaraan
maupun sikap tenggang rasa. Selain halnya pendidikan multikultural yang lebih terencana.
sikap tenggang rasa, sikap tolernasi menjadi 4. Pedagogik Kesetaraan (EquityPedagogy)
kata penting dalam keseharian pembelajaran Untuk mewujudkan pedagogik kesetaraan
sekolah. Pada suatu kesempatan, (Jati, tentunya adalah dengan terselenggaranya
2014)secara tidak langsung melihat pendidikan secara adil di kelas. Namun, ‘adil’
bagaimana wujud toleransi tersebut juga perlu didefinisikan dengan lebih baik
diberlakukan, terlebih lagi dilakukan kepada lagi. Temuan seperti guru umumnya masih
siswa yang berbeda keyakinan. Suatu ketika melakukan penyeragaman pola berpikir dan
terdapat salah seorang siswa muslim bertindak yang difokuskan pada satu titik
meninggalkan pelajaran di saat adzan dzuhur materi, tanpa melibatkan siswa secara adil dan
berkumandang. Siswa tersebut meminta izin setara untuk memberikan tanggapan,
untuk menunaikan shalat di suatu ruang sumbangan pemikiran, atau sekadar bertanya
sekolah yang khusus dirancang sebagai (Sutjipto, 2017) menjadi parameter bahwa

6
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

pembelajaran yang mengusung prinsip dicontoh bagi para siswa untuk mewujudkan
keberagaman masih jauh dari harapan. semangat toleransi dalam membangun
Demikian pula, aktivitas produksi sosial persatuan bangsa Indonesia.
berbasis kesetaraan teman sebaya melalui Pelaksanaan pendidikan multikultural di masa
berbagai dinamika pembelajaran di kelas depan harus difokuskan pada resolusi
umumnya juga belum menjadi kebiasaan. kelemahan dan kerugian dari implementasi
Dalam hal ini sekolah didorong mendesain sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan
ulang bagaimana model penguatan nilai-nilai peningkatan terintegrasi baik dalam kuantitas
multikulturalisme. Seyogyanya, Pembelajaran dan kualitas pendidikan multikultural, perlu
bisa meletakkan dasar nila-nilai pertimbangan lagi misalnya, sekolah-sekolah
multikulturalisme melalui sjian nyata tentang dengan konsep eksklusif yang khusus hanya
kehidupan, misalnya dalam satu kelas ada untuk etnis, agama, penduduk, atau komunitas
siswa yang beda agama. Bagaimana tertentu, karena akan terbangun hambatan pola
menyikapi hal ini? Apa yang harus guru pikir yang dapat merusak nilai-nilai toleransi
lakukan? Model konkret seperti apa dalam dan semangat persatuan. Demikian pula,
menghargai yang berbeda itu. Misalnya, Perspektif tentang pribumi dan non-pribumi
perlukah di kelas dilakukan saling doa dengan harus dihilangkan karena pada akhirnya, hal
siswa yang berbeda agama. Sejumlah temuan itu akan menciptakan perbedaan yang
itu, menandakan bahwa siswa belum diajak akhirnya menghancurkan semangat persatuan
membiasakan sebuah ritual nilai tentang nasional.
kehidupan yang berbeda dari dirinya. Artinya,
pendekatan pedagogis guna pemberian ruang REFERENSI
dan kesempatan yang sama bagi yang lain 1. Buwono X, S. H. (2008). Merajut
masih kurang tampak. Temuan ini kembali KeIndonesiaan Kita. Jakarta:
mengindikasikan bahwa aktivitas dalam kelas PT. Gramedia.
yang mestinya penuh dengan nilai-nilai 2. Demir, S., & Özden, S. (2014). The
multikulturalisme tampak belum dibiasakan Evaluation of Multicultural Teaching
dengan semangat damai dan cinta kepada Design Education Program. Procedia -
sesama. Social and Behavioral Sciences, 116,
4732–4736.
SIMPULAN https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.0

A
nalisis implementasi pendidikan 1.1017
multikultural di Indonesia pada saat 3. HOON, C. Y. (2013). Multicultural
ini ditunjukkan beberapa kelemahan Citizenship Education in Indonesia:
dan kekurangan yang berlaku. Ini karena The Case of a Chinese Christian
kurangnya kesadaran publik akan pentingnya School. Journal of Southeast Asian
keberagaman. Di bidang pendidikan, ada Studies, 44(3), 490–510.
sekolah-sekolah yang belum mengapresiasi https://doi.org/10.1017/S00224634130
terhadap keragaman. Guru sebagai salah satu 00349
pemangku kepentingan di sektor pendidikan 4. Jati, W. R. (2014). Toleransi Beragama
belum menyediakan sarana yang patut dan Pendidikan Multikulturalisme

7
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

Siswa SMA Katolik Sang Timur Issues in Education, 14(2). Retrieved


Yogyakarta. Jurnal Cakrawala from
Pendidikan, 23(1). Retrieved http://cie.asu.edu/ojs/index.php/cieatas
fromhttps://www.academia.edu/67105 u/article/view/732
16/Toleransi_Beragama_dan_Pendidik 10. Rachmawati, Y., Pai, Y.-F., & Hui, H.-
an_Multikult C. (2015, November 23). Pursuing
uralisme_Siswa_SMA_Katolik_Sang_ Multicultural Education In Indonesia.
Timur_Yogyakarta The International Academic Forum.
5. Na’imah, Sukirman, & Nurdin, I. F. Retrieved June 20, 2018, from
(2017). Developing the Model of www.iafor.org
Inclusive Religious Education at 11. Saliman, S., Wulandari, T., &
Indonesia and Thailand Elementary Mukminan, M. (2014). MODEL
Schools. IOSR Journal of Research & PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Method in Education, 7(5), 63–67. DI ‘SEKOLAH PEMBAURAN’
https://doi.org/10.9790/7388- MEDAN. Cakrawala Pendidikan, 3(3).
0705066367 Retrieved from
6. Ndura, E., & Dogbevia, M. K. (2013). https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/a
Re-envisioning Multicultural rticle/view/2383
Education in Diverse Academic 12. Satori, A.-. (2018). MODEL
Contexts. Procedia - Social and PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Behavioral Sciences, 93, 1015–1019. PADA PESANTREN TRADISIONAL
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.0 DI KOTA TASIKMALAYA DALAM
9.321 MENCEGAH ANCAMAN
7. Octaviani, L. (2013). PANDATARA RADIKALISME. Sosiohumaniora,
DAN JARLATSUH: MODEL 20(1).
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL https://doi.org/10.24198/sosiohumanio
DI SMA TARUNA NUSANTARA ra.v20i1.10304
MAGELANG | Octaviani | 13. Sutjipto. (2017). IMPLEMENTASI
KOMUNITAS: INTERNATIONAL KURIKULUM MULTIKULTURAL
JOURNAL OF INDONESIAN DI SEKOLAH DASAR. Jurnal
SOCIETY AND CULTURE. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 2(1).
Komunitas, 5(1), 112–127. 14. Vélez, A. P., & Olivencia, J. J. L.
8. Omar, N., Noh, M. A. C., Hamzah, M. (2017). Attitudes and Perceptions
I., & Majid, L. A. (2015). towards Cultural Diversity and
Multicultural Education Practice in Interculturality in the University
Malaysia. Procedia - Social and Context. A Comparative Study.
Behavioral Sciences, 174, 1941–1948. Procedia - Social and Behavioral
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.0 Sciences, 237, 548–553.
1.859 https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2017.0
9. Özturgut, O. (2011). Understanding 2.105
Multicultural Education. Current

8
ISSN: 2716-3334 FASCHO. 9(2), 17-32

15. Wulaningrum, T. (2017). STRATEGI


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DI TAMAN KANAK-KANAK (TK)
KATOLIK SANG TIMUR
YOGYAKARTA. Jurnal Kebijakan
Pendidikan, 3(VI). Retrieved from
http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/48716

You might also like