Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 30

URGENSI PENERAPAN PRINSIP PEDOMAN BISNIS DAN HAK ASASI

MANUSIA PADA ATURAN PERUSAHAAN INDUSTRI PERKEBUNAN


KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Dilla Amanda Khalisha Gaviota


Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan
email: 6051901122@student.unpar.ac.id

Abstract
The development of the palm oil industry business in Indonesia has a significant impact on society, the
economy, and the environment. In this regard, both the government and companies play a crucial role
in ensuring that business sustainability can be achieved without neglecting the full-fillment of human
rights obligations. This article will further discuss the urgency of implementing business principles
and human rights in the regulations of the palm oil industry in Indonesia. By using normative juridical
research methods, it is concluded that Indonesia needs to adopt United Nations Guiding Principles on
Business and Human Rights (UNGPs) framework so that the oil palm industry in Indonesia can
contribute to sustainable development and maintain a balance between economic, social, and
environmental aspects. Therefore, palm oil companies should rightfully apply business respect and
respect for human right through a regulatory framework that is in accordance with the UNGPs
framework in order to help them identify and mitigate operational, legal, and reputational risks
related to human rights violations.

Keywords:
Business, Human Rights, Palm Oil, UNGPs.

Abstrak
Perkembangan bisnis industri kelapa sawit di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap
masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal ini, negara dan perusahaan seharusnya menjadi
aktor utama yang bertanggung jawab serta memastikan agar keberlanjutan bisnis industri kelapa
sawit dapat berjalan tanpa mengabaikan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Tulisan
ini akan membahas lebih lanjut urgensi penerapan prinsip bisnis dan HAM dalam aturan
perusahaan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif, diperoleh kesimpulan bahwa Indonesia perlu mengadopsi kerangka
United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) agar industri perkebunan
kelapa sawit di Indonesia dapat berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan serta menjaga
keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karenanya, perusahaan
perkebunan kelapa sawit sudah seharusnya menerapkan prinsip penghormatan bisnis dan HAM
melalui kerangka peraturan yang sesuai dengan kerangka UNGPs agar dapat membantu
perusahaan mengidentifikasi dan mengurangi risiko operasional, hukum, dan reputasi terkait
pelanggaran HAM.

Kata Kunci:
Bisnis, Hak Asasi Manusia, Kelapa Sawit, UNGPs.

1
Pendahuluan
Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
dimaksud dengan:
“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”1
Hak asasi bersifat inheren, kemudian pemerintah memegang tanggung jawab
utama, dalam penerapan relasi satu sama lain pemerintah memformulasikan
hukum untuk dapat dipatuhi orang perorangan dan badan hukum dengan tujuan
melindungi harkat martabat masyarakat. Dalam konteks ini, perusahaan sebagai
entitas yang berbadan hukum sudah sepatutnya patuh pada hukum.

Pada ranah praktikal, pengaturan Hak Asasi Manusia (yang selanjutnya disebut
dengan “HAM”) diberlakukan dalam hukum positif. Namun, belum sepenuhnya
menjamin HAM dihormati dan dipatuhi. Hal tersebut tercakup pada Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa
setiap masyarakat memiliki hak untuk dilindungi harkat dan martabatnya serta
memiliki hak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif, perlindungan
terhadap kekerasan, dan kesetaraan. Secara spesifik, undang-undang memberikan
perlindungan agar hak-hak individu tidak dieksploitasi, dihormati, dan dijamin..

Penelitian ini menyoroti penerapan prinsip pedoman bisnis dan hak asasi manusia
(HAM) dalam regulasi perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang merupakan
entitas bisnis yang wajib mengikuti prinsip perlindungan HAM. Perusahaan
perkebunan dalam konteks tulisan ini merujuk pada definisi dalam Undang-
Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang mengatur bahwa
perkebunan mencakup seluruh proses pengelolaan sumber daya alam, sumber
daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan, dan
pemasaran berkaitan dengan tanaman perkebunan. Dengan demikian, penelitian

1
Undang-Undang R.I., No. 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia, L.N.R.I. Tahun 1999 No. 165, Pasal 1 angka 1.

2
ini menggali penerapan prinsip-prinsip pedoman bisnis dan HAM dalam konteks
perusahaan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan kerangka regulasi yang
mengharuskannya untuk mematuhi prinsip perlindungan HAM.2

Industri kelapa sawit di Indonesia berkontribusi besar dalam pertumbuhan


perekonomian Indonesia. Berdasarkan data pada tahun 2021, pendapatan dari
industri kelapa sawit adalah sebesar Rp 420.508.200.000.0003 yang merupakan
penyumbang devisa negara terbesar dan tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. 4

Dari sisi tenaga kerja, industri kelapa sawit menyerap sekitar 16 juta orang tenaga
kerja.5 Secara geografi industri kelapa sawit tersebar luas di seluruh Indonesia
dengan konsentrasi di provinsi Riau dan Kalimantan Barat. 6 Di sisi lain, industri
kelapa sawit menghadapi permasalahan-permasalahan seperti perampasan tanah
masyarakat tanpa persetujuan atau konflik lahan, pemindahan paksa dari suatu
wilayah untuk digunakan sebagai lahan produksi, pengingkaran hak lingkungan
dasar, kekerasan terhadap masyarakat, pelecehan, kriminalisasi bahkan
merenggut korban jiwa apabila mencoba mempertahankan tanah dan hutan
daerah.7

Dalam United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (yang
selanjutnya disebut dengan “UNGPs”) telah diatur secara tersurat hak dan
kewajiban masing-masing pemangku kepentingan terkait bisnis berbasis HAM
serta menjamin tidak terjadinya pelanggaran HAM dalam melakukan operasi
kegiatan bisnis. UNGPs merujuk pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (yang

2
Undang-Undang R.I., No. 35 Tahun 2014, Perkebunan, L.N.R.I. Tahun 2014 No. 308, Pasal 1 angka 1.
3
Badan Pusat Statistik, Ekspor Minyak Kelapa Sawit Menurut Negara Tujuan Utama 2012-2021,
https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1026/ekspor-minyak-kelapa-sawit-menurut-negara-tujuan-utama-2012-
2021.html, diakses 4 Mei, 2023.
4
M Nurhadi, Penyumbang Devisa Negara Indonesia adalah Kelapa Sawit, Berapa Nominalnya?
https://www.suara.com/bisnis/2022/01/26/143508/penyumbang-terbesar-devisa-negara-indonesia-adalah-kelapa-
sawit-berapa-nominalnya, diakses 4 Mei, 2023.
5
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Dinamika dan Perkembangan Terkini terkait Minyak
Sawit dan Minyak Nabati Lain di Uni Eropa, https://ekon.go.id/publikasi/detail/4076/dinamika-dan-perkembangan-
terkini-terkait-minyak-sawit-dan-minyak-nabati-lain-di-uni-eropa, diakses 4 Mei, 2023.
6
Pemerintah Kota Dumai, 10 Provinsi Pemilik Lahan Kelapa Sawit Terluas di Indonesia,
https://web.dumaikota.go.id/berita/detail/10-provinsi-pemilik-lahan-kelapa-sawit-terluas-di-indonesia, diakses 6 Mei,
2023.
7
Walhi, Laporan baru mencatat berbagai pelanggaran HAM di dalam industri minyak sawit Indonesia yang memasok
perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, https://www.walhi.or.id/laporan-baru-mencatat-berbagai-pelanggaran-ham-di-
dalam-industri-minyak-sawit-indonesia-yang-memasok-perusahaan-perusahaan-terbesar-didunia, diakses 23 Juni, 2023.

3
selanjutnya disebut dengan “DUHAM”) yang memiliki 30 pasal dan berisi hak
mendasar bagi manusia dengan tujuan untuk melindungi masing-masing individu
di seluruh negara atas HAM. Prinsip pedoman bisnis ini menegaskan bahwa
pengelola perusahaan menjadi subjek hukum, tanpa mengabaikan tanggung jawab
negara dalam melindungi hak asasi manusia (HAM). Sifat pemberlakuan pedoman
prinsip UNGPs ini berlaku soft law. Artinya, dalam penerapannya, setiap negara
tidak wajib mengimplementasikannya. Di Indonesia, pemberlakuan pedoman
prinsip UNGPs perlu disahkan oleh pemerintah sebagai salah satu pemangku
kepentingan, sehingga pedoman ini dapat diterapkan secara konsisten dan
berkesinambungan oleh negara, perusahaan, serta pengelola perkebunan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
selanjutanya disebut dengan PBB, melalui pembentukan UNGPs bisa menjadi
acuan di Indonesia dalam mengatasi dan meminimalisir pelanggaran HAM dalam
dunia bisnis. Sebagai referensi, terlihat dari beberapa negara yang telah
mengadopsi UNGPs ke dalam peraturan negaranya, seperti Inggris dan Belanda. 8
Penerapan UNGPs di Belanda dilakukan melalui Rencana Aksi Nasional (yang
selanjutnya disebut dengan “RAN”) Bisnis dan HAM, di mana Belanda secara resmi
meluncurkan RAN Bisnis dan HAM pada bulan Desember 2013 dengan melibatkan
Kementerian Luar Negeri dan berbagai kementerian terkait lainnya. 9 RAN Bisnis
dan HAM yang menjadi pedoman bagi pemerintah Belanda dalam menerapkan
prinsip-prinsip UNGPs ini mencakup forum penyelesaian di tingkat daerah, baik di
pengadilan maupun non-pengadilan, yang dianggap efektif dan dapat dipercaya
oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa. 10 Penerapan UNGPs melalui RAN
Bisnis dan HAM di Belanda merupakan contoh langkah konkret untuk memastikan
bahwa HAM dihormati dan dilindungi dalam proses bisnis. 11 Meskipun UNGPs
bersifat soft law, adopsi oleh negara-negara seperti Belanda menunjukkan
keseriusan mereka dalam mengatasi dampak negatif yang mungkin timbul dari
8
INFID, Belajar dari Negara-Negara yang Telah Mengimplementasikan UNGPs, https://infid.org/news/read/belajar-dari-
negara-negara-yang-telah-mengimplementasikan-ungps, diakses 23 Juni, 2023.
9
Id.
10
Id.
11
Walhi, Laporan baru mencatat berbagai pelanggaran HAM di dalam industri minyak sawit Indonesia yang memasok
perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, https://www.walhi.or.id/laporan-baru-mencatat-berbagai-pelanggaran-ham-di-
dalam-industri-minyak-sawit-indonesia-yang-memasok-perusahaan-perusahaan-terbesar-didunia, diakses 23 Juni, 2023.

4
kegiatan bisnis terhadap HAM. Keberhasilan negara Belanda dalam menangani
persoalan pelanggaran HAM dalam proses bisnis dan mengelola pelanggaran HAM
berdampak positif pada aspek sosial, budaya, dan ekonomi negara, antara lain
ditandai dengan meningkatnya minat investor dan pembeli untuk terlibat dalam
bisnis perusahaan yang memperhatikan lingkungan dan HAM. Masyarakat juga
diuntungkan dengan terjaganya keadilan dan kesejahteraan, karena negara dan
perusahaan melindungi HAM. Para pekerja juga akan merasa memiliki tanggung
jawab, komitmen, dan loyalitas terhadap perusahaan yang menghargai kinerja
mereka. Tidak ketinggalan, konsumen juga memberikan penilaian positif sebagai
bentuk peningkatan kepercayaan pasar terhadap produk.

Berdasarkan fakta bahwa industri perkebunan kelapa sawit berpotensi besar


dalam pelanggaran HAM, serta terlihat bahwa belum ada pengaturan spesifik
dalam hukum Indonesia yang mengadopsi penerapan prinsip pedoman bisnis dan
HAM sesuai dengan UNGPs. UNGPs sendiri merupakan pedoman prinsip global dan
internasional mengenai bisnis dan HAM, dapat digunakan sebagai panduan untuk
praktik bisnis yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, disusunlah penelitian
berjudul "Urgensi Penerapan Prinsip Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia
dalam Peraturan Perusahaan Industri Perkebunan Kelapa Sawit di
Indonesia" yang bertujuan mengeksplorasi jenis pengaturan yang dapat
diimplementasikan perusahaan-perusahaan di industri perkebunan kelapa sawit
sehingga menjalankan praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab serta
diharapkan dapat menjamin pemenuhan HAM dalam operasional perusahaan.

Pembahasan
Sektor pertanian dalam subsektor industri perkebunan (diatur dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor serta Kemudahan
dan Persyaratan Investasi Paragraf 3 Pertanian Pasal 28A) 12, khususnya
perkebunan kelapa sawit menjadi sorotan dan memiliki kontribusi yang cukup

12
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang R.I., No. 2 Tahun 2022, Cipta Kerja, L.N.R.I. Tahun 2022 No. 238, Pasal
28A.

5
besar dalam neraca perdagangan. Pengertian perkebunan mencakup seluruh
rangkaian kegiatan, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, sumber daya
manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan, hingga
pemasaran yang terkait dengan tanaman perkebunan.13 Karena proses
pengelolaan perkebunan kelapa sawit hingga pemasaran melibatkan serangkaian
tahapan yang panjang, investor dan pembeli global seringkali menghubungkan isu
hak asasi manusia (HAM) dengan aktivitas perkebunan yang dilakukan oleh
perusahaan. Oleh karena itu, secara etis, perusahaan harus bertanggung jawab atas
praktik bisnisnya14 dan memastikan keberlanjutan (sustainability) lingkungan
kerja perusahaan. Dengan kata lain, hubungan antara bisnis dan HAM tidak dapat
dipisahkan satu sama lain

Tidak sedikit kasus pelanggaran HAM berkaitan dengan bisnis yang dilaporkan
sejak tahun 1990. Di antaranya adalah Kasus Shell di Nigeria yang melanggar HAM
di masyarakat Ogoni, Nigeria.15. Dalam kasus ini, terjadi pelanggaran hak-hak
masyarakat setempat, seperti pemindahan paksa, pencemaran lingkungan, dan
pelanggaran hak atas tanah. hal ini menarik perhatian karena menggambarkan
betapa perusahaan besar seperti Shell terlibat dalam pelanggaran HAM demi
mencapai keuntungan pribadi. Dampak serupa dalam situasi serupa seringkali
merugikan masyarakat yang secara langsung terpengaruh oleh aktivitas bisnis
tersebut, dan seringkali memicu tuntutan untuk mencari keadilan dan mendorong
perusahaan agar bertanggung jawab secara sosial. Dengan kata lain, kasus ini
menunjukkan bagaimana bisnis dapat berdampak negatif pada hak asasi manusia
dan masyarakat jika tidak diawasi dan diatur dengan baik. Disusul kasus Nike yang
mendapat kritik mempekerjakan anak di bawah umur di pabrik mitra negara
berkembang sehingga standar kerja dan rantai pasoknya tidak dapat dipastikan. 16

13
Undang-Undang R.I., No. 39 Tahun 2014, Perkebunan, L.N.R.I. Tahun 2014 No. 308, Pasal 1 angka 1.
14
A.Sutardi Nawaningsih, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya,Jurnal Hukum, 1.2, 2019, hlm.153.
15
Devita Prinanda, Shell dan The Movement for the Survival of the Ogoni People dalam Pelanggaran HAM di Nigeria
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjm4OCil8aAAxVwd2wGHccMCi8QFnoECBsQAQ&url=https%3A
%2F%2Ftransformasiglobal.ub.ac.id%2Findex.php%2Ftrans%2Farticle%2Fdownload
%2F67%2F57&usg=AOvVaw3bFmuN4idz1kkXyHGsfklF&opi=89978449, diakses 4 Juni, 2023.
16
Novina Eka S, Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada Nike, Inc Di Indonesia,
https://www.termpaperwarehouse.com/essay-on/Analisis-Kasus-Sumber-Daya-Manusia-Pada-Nike-Inc-Di-Indonesia/
79064, diakses 4 Juni, 2023.

6
Belum lagi konflik Berlian De Beers dituduh terlibat mendukung kelompok
bersenjata dalam perdagangannya di Angola, Sierra Leona, dan Liberia.17

Di Indonesia sendiri, kasus pelanggaran HAM dalam bisnis Perusahaan Kelapa


Sawit terjadi di PT Korindo di Kecamatan Gane, Halmahera Selatan, Maluku Utara
yang melakukan pembukaan hutan, pembakaran, perampasan lahan, dan tindakan
kekerasan serta penangkapan masyarakat secara sewenang-wenang. 18
Pelanggaran HAM dalam bisnis juga terjadi di PT PP Lonsum Tbk di Kabupaten
Bulukumba, Sulawesi Selatan di mana terjadi penembakan oleh aparat Brimob
terhadap masyarakat asli Bulukumba, yang juga berprofesi petani kebun karena
PT PP Lonsum sangat antusias menguasai seluruh wilayah tersebut. Sementara
aparat kepolisian terlibat dalam sejumlah banyak kekerasan di mana dari tindakan
menolak melakukan penegakan hukum sampai turut serta secara langsung
melakukan kekerasan, bahkan penembakan terhadap masyarakat. Alasan yang
diberikan oleh pihak-pihak terkait seringkali terkesan sebagai upaya retorika
semata, bersifat sepihak, dan tidak mempertimbangkan konteks konflik yang
sebenarnya. Dalam sejumlah kasus aparat kepolisian juga bersama-sama dengan
beberapa masyarakat sipil yang dipersenjatai melakukan kekerasan, penggusuran,
pembakaran, dan penggeledahan terhadap masyarakat.19

Merespons banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada ranah bisnis,
pada tahun 2005, Sekretaris Jenderal PBB melalui perwakilan khusus yang
dipimpin Prof. John Gerard Ruggie menginisiasi kerangka dasar. Kerangka dasar
tersebut dikembangkan pada tahun 2008 dan berpegang pada tiga pilar yang
menunjukan peranan setiap stakeholder, yaitu pilar perlindungan, pilar
penghormatan, dan pilar pemulihan.

17
BBC News Indonesia, Berlian berdarah terus diperdagangkan,
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2011/12/111205_diamondcampaign, diakses 4 Juni, 2023.
18
Sapariah Saturi, Laporan Terbaru Ungkap Pelanggaran Perusahaan Sawit Korindo di Gane
https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2018/11/21/laporan-terbaru-ungkap-pelanggaran-perusahaan-
sawit-korindo-di-gane/amp/, diakses 6 Agustus, 2023.
19
Kontras, Amuk PT. Lonsum Di Bulukumba, https://www.kontras.org/backup/buletin/indo/2003-09-10.pdf, diakses 6
Agustus, 2023.

7
Di Indonesia sendiri pada umumnya perusahaan kelapa sawit merupakan
perusahaan transnasional. Di mana sudah mulai banyak perusahaan transnasional
yang beroperasi dan tidak jarang secara sukarela mengadopsi prinsip pedoman
bisnis dan HAM yang diatur dalam UNGPs. Ini berarti Indonesia signifikan dalam
melaksanakan UNGPs. Kemudian, pada 16 Juni 2017, Komisi Nasional HAM
bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat merilis Peraturan Komisi
Nasional HAM No. 1 Tahun 2017 tentang Pengesahan RAN Bisnis dan HAM. 20
Namun, karena RAN Bisnis dan HAM hanya berupa Peraturan Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, maka dianggap belum cukup kuat mendorong institusi pemerintah
untuk mengadopsinya karena RAN Bisnis dan HAM ini bukan merupakan bagian
dari hukum positif yang berlaku secara umum di Indonesia. 21 Dalam hal ini
Indonesia memerlukan suatu pengaturan tersebut sebab Indonesia sebagai salah
satu negara tempat beroperasinya berbagai macam perusahaan kelapa sawit
transnasional membutuhkan suatu dasar jaminan HAM oleh perusahaan
transnasional dalam menjalankan operasinya di Indonesia.

Tinjauan Umum Human Rights Due Diligence dalam UNGPs


Pada tahun 2011, Dewan HAM PBB secara aklamasi menerima kerangka dasar
yang disusun oleh Sekjen PBB kemudian disahkan menjadi UNGPs. Prinsip dari
UNGPs didasarkan pada DUHAM untuk menjembatani pertentangan antara
penggiat HAM dengan korporasi, kepentingan bisnis dan HAM, serta ekspansi
perusahaan transnasional.22 Pedoman tersebut merupakan seperangkat prinsip
yang memberikan standar global untuk mencegah dan mengatasi dampak negatif
terhadap HAM yang disebabkan oleh aktivitas bisnis. UNGPs lahir dalam rangka
mencari terobosan baru guna menghadapi pelanggaran HAM yang terkait
keterlibatan dan peran serta aktif dari sektor bisnis. Sejarah UNGPs dapat
ditelusuri kembali pada awal tahun 2000-an ketika kekhawatiran tentang
pelanggaran HAM oleh perusahaan semakin meningkat karena banyak perusahaan
multinasional terlibat dalam kegiatan yang berdampak negatif bagi masyarakat,

20
Id, hlm 1-2.
21
Id, hlm 2-3.
22
Sunarto, Fitriani dan Fahd Riyadi, Buku Saku Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia: Kerangka
Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan”, (Konsil LSM Indonesia, Jakarta, 2018), hlm. 1.

8
pekerja, dan masyarakat adat sehingga menimbulkan desakan untuk adanya
akuntabilitas dan regulasi yang lebih kuat.

Lebih lanjut, tiga pilar utama di dalam UNGPs, yakni kewajiban negara untuk
melindungi (prinsip 1-10), tanggung jawab perusahaan untuk menghormati
(prinsip 11-24), dan akses terhadap pemulihan (prinsip 25-31). 23 Kerangka kerja
pertama, menegaskan bahwa negara bertugas dan berkewajiban untuk melindungi
dan memenuhi HAM warganya, termasuk di dalamnya kewajiban negara untuk
memberikan perlindungan dari pihak ketiga seperti korporasi atau perusahaan
melalui regulasi dan judikasi. Pada kerangka kerja yang kedua, perusahaan
bertanggung jawab penuh memberikan penghormatan terhadap pemenuhan HAM.
Dalam arti terhindar dari setiap bentuk pelanggaran HAM, baik dalam hal
kebijakan maupun penerapannya. Serta, pada kerangka kerja ketiga, sebagai
arahan guna memastikan dilakukannya suatu pemulihan efektif oleh pemerintah
bersama dengan perusahaan dengan disediakannya akses dan cara dari setiap
pelanggaran HAM yang terjadi, baik melalui mekanisme internal perusahaan,
pengaduan, langkah hukum litigasi, maupun non-litigasi.

Pemulihan ini dilakukan dengan uji tuntas HAM (human rights due diligence)
berupa penanganan keluhan terkait pelanggaran HAM yang dilakukan secara
berkala dengan melibatkan pihak eksternal yang bersifat independen dalam
penilaiannya melalui proses yang inklusif dan transparansi. 24 Dalam pedoman
prinsip bisnis dan HAM dalam UNGPs, uji tuntas HAM menekankan
pertanggungjawaban perusahaan terhadap dampak operasional perusahaan yang
potensial dan faktual. Ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dan meminimalisir
risiko perusahaan agar tidak melanggar HAM dan merugikan pemangku
kepentingan lainnya. Di Indonesia sendiri, permasalahan terkait
pertanggungjawaban perusahaan terhadap dampak operasional yang terjadi
belum cukup diatur. Pengaturan yang sudah berlaku belum dapat menjamin
negara maupun perusahaan menghormati bisnis dan HAM. Salah satu alasan

23
Id.
24
id.

9
utama adalah kurangnya penegakan hukum yang efektif, yang membuat
perusahaan merasa bebas untuk melanggar aturan tanpa takut sanksi yang tegas.
Selain itu, masalah juga meliputi kurangnya transparansi dalam praktik bisnis,
tekanan untuk mencapai keuntungan ekonomi yang lebih besar, ketidaksetaraan
kekuasaan antara perusahaan dan pemerintah, serta kompleksitas masalah yang
mencakup konflik lahan, hak buruh, dan dampak lingkungan. Untuk memastikan
penghormatan yang lebih baik terhadap bisnis beretika dan HAM, diperlukan
reformasi, peningkatan transparansi, penegakan hukum yang lebih kuat, serta
kesadaran akan pentingnya mematuhi prinsip-prinsip bisnis beretika dan HAM
dalam aktivitas bisnis.

Dalam proses pengembangannya, UNGPs tidak dimaksudkan untuk mempersekusi


entitas bisnis, melainkan diformulasi sebagai suatu panduan pembantu
perusahaan untuk melakukan penghormatan terhadap HAM dalam berbagai aspek
operasional perusahaan.25 Oleh karena itu, kehadiran UNGPs dapat dianggap
sebagai suatu jalan tengah untuk memfasilitasi efektivitas negara dalam memenuhi
serta melindungi HAM warganya melalui UNGPs yang bersifat tidak mengikat (soft
law).26

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan


aspek lingkungan dan sosial dalam industri kelapa sawit. Salah satu peraturan
utama adalah Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 tentang Manajemen
Lingkungan Hidup dan Sosial dalam Perkebunan Kelapa Sawit. Namun,
pengawasan dan penegakan hukum terhadap peraturan-peraturan ini bisa
menjadi tantangan, dan kepatuhan perusahaan bisa bervariasi. Meskipun
demikian, peraturan-peraturan tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi para
pelaku bisnis di sektor industri kelapa sawit sebagai panduan moral yang wajib
dijalankan dalam pelaksanaan kegiatan usaha. Salah satu langkah yang dapat
diambil adalah dengan mengadopsi lembaga independent yang dapat

25
Sandang, Yesaya, Pengarusutamaan Prinsip-Prinsip Bisnis dan Hak Asasi Manusia Bagi Sektor Pariwisata di Indonesia,
Jurnal HAM, 10.1, 2019, hlm 6, https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/ham/article/view/657/pdf_1, diakses 8
Agustus, 2023.
26
Id. hlm 6

10
mengklasifikasikan dan menangani masalah yang terjadi dalam industri
perkebunan kelapa sawit.27

Prinsip-Prinsip HAM yang telah Diratifikasi atau Diadopsi oleh Pemerintah


Indonesia
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi beberapa peraturan dan undang-undang
yang relevan dengan prinsip-prinsip HAM dalam sektor bisnis, terutama dalam
konteks perkebunan kelapa sawit. Dalam konstruksi HAM, tanggung jawab negara
lebih spesifik dalam bentuk penghormatan (to respect), melindungi (to protect),
dan memenuhi (to fullfil). Konsepsi ini tidak saja didasarkan pada DUHAM yang
diproklamirkan pada 10 Desember 1948, tetapi juga Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Convenant on Economic, Social and
Cultural Rights/ICESCR), juga termaktub dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pasal 8 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia mengakui hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai bagian
dari HAM yang harus dihormati dan dijamin oleh negara. Serta Undang-Undang
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak-hak ini di
dalamnya termasuk mengatur hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak untuk memperoleh keadilan, hak atas kebebasan
pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak untuk berpartisipasi
dalam pemerintahan, hak anak, dan hak perempuan.

Implementasi dari konsepsi ini adalah negara diwajibkan memenuhi hak-hak


warga negara, termasuk hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (yang selanjutnya
disebut dengan “EKOSOB”) secara bertahap menuju realisasi penuh hak. Beberapa
ciri khasnya meliputi hak atas perumahan, hak atas pangan, dan hak atas
pekerjaan. Adanya ketentuan mengenai perlindungan HAM terhadap pekerja
dalam konsepsi tersebut menjadi langkah awal yang harus ditindaklanjuti untuk
mengadopsi lebih lanjut pengaturan yang memuat prinsip-prinsip HAM dalam
UNGPs terkait penerapan HAM pada pelaksanaan bisnis khususnya dalam hal ini
perusahaan perkebunan kelapa sawit.
27
Prihandono, Iman. "Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia." Jakarta: ELSAM (2015).

11
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan memberikan
panduan tentang implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility/CSR) dan mendorong perusahaan di sektor perkebunan
kelapa sawit untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari
kegiatan bisnis mereka. Peraturan ini mengarahkan perusahaan untuk
berkontribusi pada pembangunan sosial dan lingkungan di wilayah-wilayah di
mana mereka beroperasi, serta mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan
dalam praktik bisnis mereka. Hal ini mencakup upaya-upaya untuk melindungi
hak-hak pekerja, memitigasi dampak lingkungan, dan berkolaborasi dengan
komunitas setempat. Meskipun demikian, penting untuk mencatat bahwa
pelaksanaan dan pemantauan kepatuhan terhadap peraturan ini masih
memerlukan pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa
perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit mematuhi prinsip-prinsip
keberlanjutan dan HAM dalam praktik bisnis mereka secara efektif.

Selain itu, terdapat pula peraturan lainnya seperti Peraturan Pemerintah No. 39
Tahun 2014 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial, serta Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 1605/Kpts/SR.310/M/12/2011 tentang Pedoman
Teknis Penerapan Prinsip dan Kriteria Keberlanjutan Kelapa Sawit Indonesia.
Semua peraturan dan undang-undang ini mencerminkan komitmen pemerintah
dalam menciptakan sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, adil, dan
menghormati hak semua pihak yang terlibat. Dalam upaya ini, kerjasama dan
partisipasi aktif dari semua pihak terkait, termasuk perusahaan, masyarakat, dan
organisasi masyarakat sipil menjadi kunci dalam mencapai visi bersama menuju
sektor perkebunan kelapa sawit yang beretika dan berdampak positif bagi
masyarakat dan lingkungan. Namun Meskipun peraturan dan undang-undang yang
telah disebutkan mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sektor

12
perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan menghormati hak semua pihak
yang terlibat, masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam mengawasi dan
menegakkan implementasinya dengan ketat. Penting untuk diingat bahwa
pelaksanaan dan penegakan hukum adalah faktor kunci dalam memastikan bahwa
perusahaan-perusahaan benar-benar mematuhi prinsip-prinsip keberlanjutan dan
HAM dalam praktik bisnis mereka. Oleh karena itu, selain regulasi yang kuat,
kolaborasi dan partisipasi aktif dari semua pihak terkait, serta pemantauan yang
ketat, tetap diperlukan untuk menghadapi tantangan pelanggaran HAM di sektor
perkebunan kelapa sawit.

Selain itu, pada tingkat nasional, ratifikasi terhadap Kovenan hak EKOSOB
dilakukan melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, di mana
dalam bagian Penjelasan Undang-Undang ini disebutkan Pasal 6 sampai dengan
Pasal 15 mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya,
yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil
dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal
8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9). Hak EKOSOB
disebut sebagai hak-hak positif (positive rights) di mana negara dituntut untuk
melakukan perannya secara maksimal melalui sumber daya dan segenap
kemampuan yang dimilikinya dengan harapan dapat bersikap aktif sebagai bentuk
pemenuhan dan perlindungan hak EKOSOB. Dalam konteks perkebunan kelapa
sawit, ratifikasi ini menjadi dasar penting untuk memahami tanggung jawab
perusahaan dalam melaksanakan praktik bisnis yang menghormati hak asasi
manusia dan memastikan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat setempat.

Pengadopsian nilai-nilai HAM para perundang-undangan belum cukup untuk


mengatasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit,
dimana hal tersebut meliputi penegakan hukum terkait pelanggaran HAM masih
kurang efektif, dan kesenjangan antara praktik bisnis aktual dan regulasi seringkali
masih ada. Pentingnya kesadaran dan kepatuhan perusahaan terhadap prinsip-

13
prinsip HAM dalam praktik bisnis mereka juga harus ditingkatkan. Untuk itu
pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mewujudkan kewajibannya dalam
melindungi warganya. Salah satu langkah konkretnya, pada pertengahan tahun
2017, Komisi Nasional HAM (yang selanjutnya disebut dengan “Komnas HAM)
bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (yang selanjutnya disebut
dengan “ELSAM”) berinisiatif meluncurkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Bisnis
dan HAM Indonesia. Inisiatif RAN ini kemudian dituangkan ke dalam Peraturan
Komnas HAM No. 1 Tahun 2017 tentang Pengesahan RAN Bisnis dan HAM, Berita
Negara No. 856.28 Perkembangan selanjutnya atas inisiatif Kementerian Luar
Negeri, ditunjuk focal point untuk melakukan koordinasi implementasi UNGPs, saat
ini pelaksanaan focal point Bisnis dan HAM di Indonesia telah dilanjutkan
Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM juga
berperan aktif dalam perumusan kebijakan di bidang Bisnis dan HAM dengan
melakukan panduan bisnis dan HAM bagi pelaku usaha, indikator uji tuntas di
bidang pertambangan, perkebunan, dan pariwisata. Dengan ditunjuknya sebagai
focal point, Kementerian Hukum dan HAM berupaya mengintegrasikan isu bisnis
dan HAM ke dalam aktivitas para pelaku usaha di Indonesia melalui
pengembangan aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (yang selanjutnya disebut
dengan “PRISMA”) berbasis web. Aplikasi ini bertujuan memfasilitasi perusahaan
di semua sektor bisnis untuk menilai dirinya sendiri (self-assessment). Perusahaan
dapat melakukan identifikasi pencegahan dan mengurangi risiko pelanggaran
HAM pada rantai pasok, dan seluruh operasional bisnisnya. Penilaian pada aplikasi
PRISMA bukan bertujuan untuk menilai baik buruknya penghormatan HAM oleh
perusahaan, melainkan untuk membantu perusahaan memenuhi dan menghormati
HAM pada perusahaan.29 Efek dari aplikasi PRISMA adalah memberikan sarana
kepada perusahaan di berbagai sektor bisnis untuk melakukan penilaian diri
terkait risiko pelanggaran HAM dalam operasional mereka. Hal ini memungkinkan
perusahaan untuk mengidentifikasi potensi risiko HAM dan mengambil langkah-
langkah pencegahan yang sesuai dalam rantai pasok dan operasional mereka.
28
Fitriani Suprapto, Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Konsil LSM IndonesiaVol.1
No. 2, 2018, Hlm.6.
29
Luncurkan aplikasi PRISMA, Kemenkumham Kawal Pemenuhan HAM dalam Praktik Bisnis,
https://setjen.kemenkumham.go.id/berita/luncurkan-aplikasi-prisma-kemenkumham-kawal-pemenuhan-ham-dalam-
praktik-bisnis, diakses 8 Agustus, 2023.

14
Aplikasi ini juga membantu perusahaan untuk memahami dan mematuhi prinsip-
prinsip HAM dalam praktik bisnis mereka. Dengan demikian, aplikasi PRISMA
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan perusahaan terhadap
HAM, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengurangi pelanggaran HAM dalam
konteks bisnis di Indonesia.

Serta, setelah diterbitkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang


Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal yang mengamanatkan adanya kewajiban pemenuhan HAM dalam bentuk
tanggung jawab sosial dan lingkungan, terutama untuk perusahaan yang bergerak
dalam sektor sumber daya alam. Dalam hal tanggung jawab negara terhadap HAM,
dapat dilihat bahwa negara memiliki peran penting dalam melindungi HAM,
termasuk dalam situasi di mana pelanggaran dilakukan oleh sektor swasta. Secara
tidak langsung, negara memiliki tanggung jawab atas pelanggaran tersebut dan
bisa dianggap melanggar kewajiban yang telah diakui dalam hukum HAM
internasional. Dalam konteks ini, jika negara gagal melakukan tindakan nyata
untuk mencegah, menyelidiki, menghukum, dan memulihkan pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku bisnis swasta, negara dapat diminta
pertanggungjawabannya. Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2015 tentang Rencana
Aksi Nasional HAM 2015-2019 yang mengalami perubahan melalui Peraturan
Presiden No. 33 tahun 2018, belum sepenuhnya memadai dalam mengakomodasi
orientasi yang tegas untuk menjadikan UNGPs sebagai bagian integral dari
kebijakan negara dan implementasinya dalam semua aspek operasional bisnis di
Indonesia. Kurangnya adaptasi UNGPs dalam pengaturan RANHAM 2015-2019
menunjukkan kurangnya perhatian terhadap keselarasan antara bisnis dan HAM.
Namun, perkembangan ini tampaknya tidak cukup mengatasi kendala ini,
mengingat pembaruan Rencana Aksi Nasional HAM melalui Peraturan Presiden
No. 53 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-
2025. Meskipun peraturan presiden ini mencakup berbagai aksi terkait bisnis dan
HAM yang akan diimplementasikan oleh Pemerintah Indonesia hingga tahun 2025,
tantangan utama yang masih ada ialah belum adanya muatan yang mewajibkan
untuk melaksanakan pilar-pilar UNGPs yang melibatkan tanggung jawab negara

15
untuk melindungi, tanggung jawab perusahaan untuk menghormati, serta
mekanisme pemulihan yang seharusnya dikembangkan bersama oleh pemerintah
dan perusahaan. Sementara itu, perbedaan persepsi di antara berbagai elemen
masyarakat mengenai isu bisnis dan HAM juga masih relevan. Tidak dapat
diabaikan bahwa pandangan ini memunculkan persepsi bahwa salah satu
hambatan dalam kemajuan isu bisnis dan HAM adalah peran negara.

Dengan adopsi peraturan dan undang-undang tersebut, pemerintah Indonesia


menegaskan komitmennya untuk melindungi HAM, memastikan keberlanjutan
lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam sektor
perkebunan kelapa sawit. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia mengakui hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai bagian
dari HAM yang harus dihormati dan dijamin oleh negara. Hal ini penting
mengingat sektor perkebunan kelapa sawit sering kali berinteraksi dengan
masyarakat adat dan komunitas lokal yang memiliki klaim atas tanah dan sumber
daya alam di wilayah perkebunan.

Urgensi Penerapan Prinsip Bisnis dan HAM pada Aturan Perusahaan Industri
Perkebunan Sawit di Indonesia
Berdasarkan analisis spasial Tim Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan
Korupsi (Korsup KPK) menemukan 3,47 juta hektar kawasan hutan berubah wajah
menjadi kebun sawit.30 Sepertiga kebun ilegal tersebut digarap oleh korporasi
sawit. Sementara, ada 528 korporasi sawit yang keseluruhan rambah kawasan
hutan. Hal ini menunjukkan dampak industri bisnis kelapa sawit terhadap EKOSOB
dengan memperlihatkan bentuk deforestasi dan indikasi korupsi dalam sektor
sumber daya alam, khususnya hutan. Catatan ini belum seberapa dibandingkan
reportase sebelumnya. Korsup KPK menggunakan citra satelit resolusi tinggi spot
milik LAPAN.31 Citra 2014-2016 menunjukkan luas tutupan sawit di 25 provinsi
mencapai 16,8 juta hektar. Angka ini 5,5 juta hektar lebih luas dibanding data area

30
Herlambang P. Wiratraman, Relasi Bisnis Dan Hak Asasi Manusia: Tanggung Jawab Korporasi Dalam Penghormatan Hak
Asasi Manusia, https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2019/04/Herlambang-Kuliah-Umum-Bisnis-dan-HAM-
PelatihanACCESS-25-Maret-2019.pdf, diakses 28 Mei, 2023.
31
Id.

16
kelapa sawit 2016 pada Statistik Perkebunan 1 dari 6 Indonesia 2017-2019 yang
hanya mencatat 11,2 juta hektar.32 Menariknya, dari 3,47 juta hektar kawasan
hutan berubah wajah menjadi kebun sawit, 1,1, juta hektar memiliki izin
perkebunan, 0,7 juta hektar dengan izin pemanfaatan hutan, dan 1,6 juta hektar
tanpa izin.33 Kebun sawit yang luas tersebut memiliki dampak operasional yang
sangat besar terhadap masyarakat dan lingkungan. Secara ekonomi, keberadaan
kebun sawit ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan kontribusi ekonomi
bagi daerah setempat. Namun, di sisi lain, operasional kebun sawit juga dapat
memiliki dampak negatif seperti konflik lahan, pemindahan penduduk, dan
pencemaran lingkungan yang dapat merugikan masyarakat setempat. Selain itu,
dampak lingkungan dari perkebunan kelapa sawit mencakup deforestasi,
hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim, yang semuanya memiliki
implikasi serius pada lingkungan global. Konversi kawasan hutan menjadi kebun
sawit dapat menyebabkan deforestasi dan degradasi lingkungan. Selain itu,
korporasi sawit yang terlibat dalam perambahan kawasan hutan menunjukkan
indikasi korupsi dalam sektor sumber daya alam. Dampak negatif ini mencakup
hilangnya akses masyarakat lokal terhadap sumber daya alam dan lingkungan
yang dapat menyebabkan masalah sosial, seperti konflik lahan. Pelanggaran HAM
yang terkait dengan perambahan kawasan hutan juga dapat mengakibatkan
pemindahan paksa penduduk asli serta pelanggaran hak tanah mereka, yang
merupakan dampak serius dari praktik bisnis yang tidak beretika.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit, tak bisa dipungkiri berperan turut


menyejahterakan masyarakat di pedesaan. Pasalnya, bisnis kelapa sawit menyerap
16,2 juta orang tenaga kerja yang terdiri dari 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12
juta tenaga tidak langsung.34 Tetapi, pada tahun 2020 dilaporkan terjadi 1.061
konflik di perkebunan sawit dan hanya 1,2 persen atau 13 kasus dari seluruh kasus
sudah selesai. Di samping itu, kondisi pekerja terabaikan, ancaman ketersediaan
pangan, dan praktik kerja yang masih eksploitatif terus terjadi di perkebunan

32
Id.
33
Id.
34
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Industri Kelapa Sawit Indonesia Serap 16,2 Juta Pekerja,
https://www.bpdp.or.id/Industri-Kelapa-Sawit-Indonesia-Serap-16-2-Juta-Pekerja, diakses 4 Mei, 2023.

17
sawit.35 Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terdapat
dampak negatif pada hak pekerja, termasuk praktik eksploitasi, pemindahan
paksa, serta pemenuhan hak-hak yang tidak memadai. Dampak ini juga mencakup
masalah ketersediaan pangan, akses pendidikan, dan kesehatan yang kurang
memadai. Konflik di tempat kerja dan ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap
pekerja juga dapat memicu pelanggaran hak asasi manusia, yang menekankan
pentingnya mengintegrasikan aspek-aspek HAM dalam pengelolaan sektor
perkebunan kelapa sawit. Hal ini bukan hanya tanggung jawab sosial dan ekonomi,
melainkan juga bagian dari penghormatan hak asasi manusia secara keseluruhan.

Seperti pedang bermata dua, meskipun menyumbang devisa negara terbesar dan
membuka lapangan kerja, industri sawit menyebabkan risiko sosial dan
lingkungan. Pada tahun 2021, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
total seluas 14.663.416 ha, sebanyak 6.088.703 ha dikelola sebagai perkebunan
rakyat (smallholders), 573.474 ha perkebunan negara (government), dan 8.001.239
ha dikelola swasta (private).36 Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) mencatat terdapat 74 kejadian konflik agraria di sektor perkebunan dan
sebanyak 59 konflik terjadi di sektor perkebunan sawit dengan luas mencapai
255.006,06 ha.37 Pengelolaan bisnis perkebunan sawit yang buruk berdampak
pada perampasan tanah, kekerasan, dan perusakan lingkungan yang tidak
mencerminkan perlindungan HAM. Selain itu, bervariasinya pelanggaran terhadap
undang-undang nasional oleh perusahaan kelapa sawit dan melibatkan berbagai
aspek HAM. Salah satu pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran hak-hak
pekerja, termasuk hak pekerja perkebunan kelapa sawit.

Mengingat risiko atau dampak sosial dan lingkungan dari perkebunan sawit,
pengelolaan bisnis perlu perbaikan. Di samping harus menghormati hak-hak

35
Lusia Arumningtyas, Industri Sawit Masih Terlilit Persoalan Lingkungan dan HAM, Pemerintah Ingatkan Perbaikan Tata
Kelola, https://www.mongabay.co.id/2021/02/16/industri-sawit-masih-terlilit-persoalan-lingkungan-dan-ham-
pemerintah-ingatkan-perbaikan-tata-kelola/ , diakses 4 Mei, 2023.
36
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022,
https://ditjenbun.pertanian.go.id/template/uploads/2022/08/STATISTIK-UNGGULAN-2020-2022.pdf, diakses 4 Mei,
2023.
37
CNN Indonesia, KPA: 80 Persen Konflik Agraria Terjadi di Sektor Perkebunan Sawit,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220106150234-20-743435/kpa-80-persen-konflik-agraria-terjadi-di-sektor-
perkebunan-sawit , diakses 4 Mei 2023.

18
manusia seiring dengan peningkatan peran mereka dalam pemajuan ekonomi,
UNGPs perlu diadopsi dalam upaya perbaikan. Instrumen hukum internasional ini,
dinilai inovatif dalam menempatkan korporasi sebagai aktor baru yang
bertanggung jawab atas pemajuan hak-hak manusia.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh PBB melalui pembentukan UNGPs bisa
jadi acuan di Indonesia dalam mengatasi dan meminimalisir pelanggaran HAM
dalam dunia bisnis. Sebagai referensi, terlihat dari beberapa negara yang telah
mengadopsi UNGPs ke dalam peraturan negaranya, seperti Inggris dan Belanda. 38
Penerapan UNGPs di Belanda dilakukan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN)
Bisnis dan HAM. Belanda secara resmi meluncurkan RAN Bisnis dan HAM pada
bulan Desember 2013 dengan melibatkan Kementerian Luar Negeri dan berbagai
kementerian terkait lainnya. Proses penyusunan RAN Bisnis dan HAM di Belanda
dimulai pada pertengahan tahun 2012 dengan pembentukan sebuah kelompok
kerja (yang selanjutnya disebut dengan “pokja”) yang terdiri dari berbagai
kementerian dan menggabungkan bidang ekonomi, keamanan dan hukum, serta
sosial dan ketenagakerjaan. Pokja ini menganalisis substansi UNGPs dan
membandingkannya dengan kebijakan yang telah berlaku di Belanda.39

Selama proses analisis, pokja juga melakukan konsultasi dengan berbagai pihak
yang berkepentingan, termasuk organisasi non-pemerintah. Berdasarkan hasil
analisis dan konsultasi ini, pokja merumuskan RAN Bisnis dan HAM yang menjadi
pedoman bagi pemerintah Belanda dalam menerapkan prinsip-prinsip UNGPs.
RAN Bisnis dan HAM Belanda terdiri dari 4 bab utama, yaitu pengantar, kebijakan
terkini, hasil analisis dan konsultasi, serta rencana aksi. RAN ini mencerminkan
komitmen pemerintah Belanda dalam melindungi HAM dalam konteks bisnis.
Salah satu aspek menarik dari RAN Bisnis dan HAM Belanda adalah adanya
ACCESS Facility, yang merupakan program pengembangan pengetahuan dan

38
INFID, Belajar dari Negara-Negara yang Telah Mengimplementasikan UNGPs, https://infid.org/news/read/belajar-dari-
negara-negara-yang-telah-mengimplementasikan-ungps, diakses 23 Juni, 2023.
39
Id.

19
perbaikan akses terhadap forum penyelesaian sengketa antara perusahaan dan
masyarakat.40

Program ini mencakup forum penyelesaian di tingkat daerah, baik di pengadilan


maupun non-pengadilan, yang dianggap efektif dan dapat dipercaya oleh para
pihak yang terlibat dalam sengketa. Penerapan UNGPs melalui RAN Bisnis dan
HAM di Belanda memiliki tujuan yang sama dengan penerapan di negara lain, yaitu
untuk memastikan bahwa perusahaan menghormati HAM dalam semua aspek
kegiatan bisnis mereka. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip UNGPs, Belanda
berupaya menjaga reputasi perusahaan, memenuhi harapan konsumen yang
semakin memperhatikan aspek etika, meningkatkan loyalitas dan produktivitas
pegawai, mengurangi risiko operasional, menarik investor yang peduli dengan
HAM, serta bermitra dengan perusahaan lain dan proyek pemerintah yang peduli
pada penghormatan HAM.41

Setelah penerapan UNGPs di Belanda, terdapat beberapa dampak yang dapat


diamati. Berikut adalah detail mengenai dampak-dampak tersebut:
1. Peningkatan Kesadaran dan Tanggung Jawab Perusahaan: Penerapan UNGPs
mendorong perusahaan-perusahaan di Belanda untuk lebih sadar dan
bertanggung jawab terhadap isu-isu HAM dalam operasional bisnis mereka.
UNGPs memberikan kerangka kerja yang jelas mengenai tanggung jawab
perusahaan untuk menghormati HAM, sehingga perusahaan-perusahaan di
Belanda mengadopsi kebijakan dan praktik yang mendukung perlindungan
HAM;
2. Peningkatan Perlindungan HAM: Penerapan UNGPs di Belanda memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap HAM, terutama dalam konteks
hubungan antara perusahaan dan masyarakat. Dengan adanya RAN Bisnis dan
HAM yang mengikuti UNGPs, perusahaan-perusahaan di Belanda diharapkan
mematuhi prinsip-prinsip HAM dalam kegiatan bisnis mereka, sehingga
mengurangi risiko pelanggaran HAM;

40
Id.
41
Id.

20
3. Kolaborasi antara Pemerintah dan Pihak Swasta: Penerapan UNGPs di Belanda
mendorong kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam melindungi
dan menghormati HAM. Dalam rangka melaksanakan RAN Bisnis dan HAM,
pemerintah Belanda bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk
mempromosikan praktik bisnis yang berkelanjutan dan beretika. Ini
menciptakan sinergi antara sektor publik dan swasta dalam mencapai tujuan
HAM;
4. Peningkatan Akses ke Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Melalui ACCESS
Facility, penerapan UNGPs di Belanda meningkatkan akses masyarakat dan
perusahaan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa. Program ini
memfasilitasi penyelesaian sengketa antara perusahaan dan masyarakat, baik
melalui proses pengadilan maupun alternatif. Dengan adanya akses yang lebih
mudah ke mekanisme penyelesaian sengketa, kepentingan masyarakat dapat
lebih terjamin dan peluang penyelesaian yang adil dapat tercapai;
5. Peningkatan Reputasi dan Daya Tarik Investasi: Dengan mengadopsi UNGPs
dan melaksanakan RAN Bisnis dan HAM, perusahaan-perusahaan di Belanda
dapat meningkatkan reputasi mereka sebagai entitas yang bertanggung jawab
secara sosial dan menghormati HAM. Hal ini dapat menarik investor yang
peduli dengan isu-isu HAM dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan.

Penerapan UNGPs melalui RAN Bisnis dan HAM di Belanda merupakan contoh
langkah konkret untuk memastikan bahwa HAM dihormati dan dilindungi dalam
proses bisnis. Meskipun UNGPs bersifat soft law, adopsi oleh negara-negara seperti
Belanda menunjukkan keseriusan mereka dalam mengatasi dampak negatif yang
mungkin timbul dari kegiatan bisnis terhadap HAM.42

Keberhasilan negara Belanda dalam menangani persoalan pelanggaran HAM


dalam proses bisnis dan mengelola pelanggaran HAM berdampak positif pada
aspek sosial, budaya, dan ekonomi negara, antara lain ditandai dengan

42
Walhi, Laporan baru mencatat berbagai pelanggaran HAM di dalam industri minyak sawit Indonesia yang memasok
perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, https://www.walhi.or.id/laporan-baru-mencatat-berbagai-pelanggaran-ham-di-
dalam-industri-minyak-sawit-indonesia-yang-memasok-perusahaan-perusahaan-terbesar-didunia, diakses 23 Juni, 2023.

21
meningkatnya minat investor dan buyer untuk terlibat dalam bisnis perusahaan
yang memperhatikan lingkungan dan HAM. Manfaat lain yang dirasakan, di
antaranya terjaganya keadilan dan kesejahteraan masyarakat karena negara dan
perusahaan melindungi HAM. Para pekerja memiliki tanggung jawab, komitmen,
dan loyalitas terhadap perusahaan yang menghargai kinerja mereka. Tidak
ketinggalan, konsumen juga memberikan penilaian positif sebagai bentuk
peningkatan kepercayaan pasar terhadap produk.

Sebagai contoh, di Indonesia terdapat praktik kegiatan bisnis yang menerapkan


prinsip-prinsip dari UNGPs dengan melakukan uji tuntas HAM di PT Astra Agro
Lestari (yang selanjutnya disebut dengan “PT AAL”) yang meletakkan koridor HAM
dalam standar operasional. Perusahaan yang memiliki latar belakang sebagai
investor dan buyer, secara teknis, PT AAL mengimplementasi Sustainability
Aspirations Strategy dalam 13 aspirasi, di antaranya melakukan upaya penurunan
emisi gas rumah kaca, meningkatkan penggunaan energi terbarukan, bertanggung
jawab menggunakan air, memanfaatkan kembali limbah padat untuk bahan bakar
proses produksi, mengelola area lahan gambut, berkomitmen tidak melakukan
deforestasi, menjaga seluruh area konsesi dari kebakaran lahan, memberikan
kesempatan setara kepada semua karyawannya, menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan nyaman, berkomitmen melakukan pengembangan untuk
masyarakat sekitar, dan berkomitmen menerapkan good corporate governance
(GCG).43

Selain PT AAL, perusahaan kelapa sawit di Indonesia yang telah menerapkan


prinsip-prinsip HAM dan mengacu pada UNGPs adalah PT SMART Tbk (dahulu
dikenal sebagai PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk). PT SMART Tbk
adalah salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia dan
merupakan bagian dari Golden Agri-Resources (GAR), salah satu produsen minyak
sawit terkemuka di dunia.

43
Laporan Tahunan 2022 Annual Report, PT Astra Agro Lestari Tbk.,
https://www.astra-agro.co.id/wp-content/uploads/2023/03/Annual-Report-PT-Astra-Agro-Lestari-Tbk-2022.pdf,
diakses 4 Mei, 2023.

22
Sebagai bagian dari komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip HAM, PT SMART
Tbk telah mengadopsi kebijakan dan sistem manajemen yang berfokus pada
menghormati HAM, melindungi masyarakat sekitar, dan meminimalkan dampak
lingkungan. Salah satu langkah konkrit yang diambil oleh PT SMART Tbk adalah
penerapan Kebijakan Sustainability Implementation Framework (SIF). Kebijakan ini
mencakup komitmen untuk menghormati HAM, melindungi lingkungan, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi operasional perusahaan.
PT SMART Tbk juga telah membangun mekanisme pengaduan dan pertemuan
rutin dengan masyarakat untuk mendengarkan masukan dan kekhawatiran
mereka terkait operasional perusahaan.

Selain itu, PT SMART Tbk juga telah aktif dalam mendukung keberlanjutan
lingkungan melalui implementasi kebijakan zero deforestation, zero burning, dan
zero peatland development. Hal ini berarti perusahaan berkomitmen untuk tidak
melakukan deforestasi, pembakaran lahan, atau pengembangan lahan gambut baru
dalam operasionalnya. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan upaya melindungi hutan
alam, keanekaragaman hayati, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. PT SMART
Tbk juga telah berpartisipasi dalam inisiatif yang mendukung prinsip-prinsip HAM
di tingkat global. Misalnya, perusahaan menjadi anggota Roundtable on Sustainable
Palm Oil (RSPO), sebuah organisasi yang mendorong praktik perkebunan sawit
yang berkelanjutan dan menghormati HAM. PT SMART Tbk juga aktif dalam
menyediakan laporan keberlanjutan dan bertransparansi terkait praktik bisnisnya.

Kedua contoh perusahaan yang telah dipaparkan di atas, mengadopsi prinsip-


prinsip HAM dalam aturan perusahaan di dorong oleh adanya komitmen dari
investor atau buyer yang memiliki pasar di internasional, atau dalam artian
tekanan dari pasar secara keseluruhan, baik investor maupun konsumen.
Meskipun demikian, kedua kebijakan perusahaan tersebut belum sempurna, dua
perusahaan di atas merupakan contoh nyata positif bahwa perusahaan kelapa
sawit di Indonesia telah berusaha menerapkan prinsip-prinsip bisnis dan HAM
dalam aturan operasional perusahaan serta berupaya untuk memperbaiki praktik
bisnisnya secara berkesinambungan walaupun sebenarnya tidak memiliki

23
kewajiban untuk menerapkannya dan melakukan berdasarkan pada kesukarelaan.
Oleh karena itu, diperlukan tindak lanjut positif dalam menghadapi tantangan
dalam industri perkebunan sawit terkait isu HAM dan lingkungan di Indonesia
melalui peran penting negara yang dapat menjadikannya suatu kewajiban bagi
perusahaan untuk menerapkan pada peraturan perusahaan melalui hukum positif
sebab peraturan yang sudah berlaku positif di Indonesia sendiri belum secara
spesifik mengatur bisnis dan HAM.

Mengadopsi prinsip-prinsip HAM dalam aturan operasional perusahaan sangat


realistis untuk diterapkan karena merupakan kebutuhan dari perusahaan untuk
meningkatkan dan menjaga reputasi nama perusahaan di masyarakat dan investor
serta memiliki daya tarik terhadap investor yang lainnya untuk berkerjasama
dengan perusahaan tersebut. Laporan yang dirilis oleh HRRCA (Human Rights
Resources Center ASEAN) tentang status dan pelaksanaan UNGPs di Indonesia
menunjukkan bahwa Indonesia sangat mendukung keberadaan UNGPs. Indonesia
mengemukakan dua masalah utama. Pertama, tanggung jawab negara untuk
mempertimbangkan persetujuan bisnis dengan pihak ketiga. Kedua, Indonesia
telah menunjukkan betapa pentingnya memiliki sistem peradilan yang
independen.44 Dalam mengimplementasikan solusi atas masalah utama, sejumlah
perusahaan besar telah berkomitmen terhadap kebijakan HAM dan
menyebarkannya di berbagai media.

Hal ini menunjukkan pentingnya mengoptimalkan penerapan UNGPs di Indonesia.


Pada level nasional, terdapat beberapa kondisi yang merepresentasikan urgensi
dalam mengimplementasikan UNGPs di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:45
1. Indonesia adalah salah satu negara tujuan favorit bagi investor asing. Data
BKPM menunjukkan nilai investasi asing dan dalam negeri mengalami
peningkatan dari Rp. 612.6 Triliun (2016) menjadi 692.8 Triliun (2017), di
mana sebanyak 80,2% merupakan investasi baru. Data BPS juga

44
Perspektif Sektor Bisnis dalam Mengimplementasikan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights
(UNGP), https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2019/11/PPT-Mrs.-Suryani-Motik_KADIN.pdf, diakses 4 Mei,
2023.
45
Adrian Subagja, Menuju Implementasi Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Kertas Kebijakan,
2020.

24
menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 meningkat
menjadi 5.07%, yang merupakan tertinggi sejak tahun 2014 (5.02%);
2. Tumbuhnya kesadaran global, bahwa kegiatan usaha memainkan peran yang
penting dalam pemajuan dan pemenuhan HAM. Sebagai contoh, produk
perikanan asal Thailand dilarang masuk ke pasar Amerika Serikat, karena
ditemukan adanya unsur perbudakan dan perdagangan manusia dalam
industri perikanannya;
3. Indonesia memiliki kewajiban internasional yang bersifat mengikat dan
tertuang dalam berbagai instrumen HAM serta telah diratifikasi. Seluruh
instrumen ini, mewajibkan pemerintah Republik Indonesia untuk menjamin
agar pemenuhan HAM tidak dilanggar oleh perorangan, kelompok, korporasi,
dan pelaku usaha. Hal ini juga telah ditekankan oleh Komisioner Tinggi PBB
untuk Hak Asasi Manusia, dalam kunjungannya di Jakarta pada tangal 7
Februari 2018;
4. Kekhawatiran terhadap pemerintah tentang kemudahan berinvestasi dan
berusaha. Narasi pembangunan Pemerintah Indonesia berusaha
meningkatkan daya saing Indonesia dan salah satu alat ukurnya adalah
Indeks Kemudahan Berusaha atau Ease of Doing Business Index (EoDB).
Presiden Republik Indonesia menyatakan pada 2020 lalu Indonesia berada di
peringkat 73 dari 190 negara dengan nilai rata-rata 66.47 dan berambisi
masuk dalam peringkat 40 peringkat teratas.46

Kesimpulan
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang memiliki dampak
signifikan terhadap HAM dan lingkungan. Oleh karena itu, pengadopsian UNGPs
sangat penting untuk memastikan perlindungan dan penghormatan terhadap HAM
dalam industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dengan mengadopsi UNGPs
ke dalam hukum positif Indonesia, perusahaan industri perkebunan kelapa sawit
di Indonesia akan lebih terdorong untuk melaksanakan uji tuntas HAM sebagai

46
Kementerian Sekretarian Negara RI, Presiden Ingin Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Naik ke Posisi 40,
https://www.setneg.go.id/baca/index/presiden_ingin_peringkat_kemudahan_berusaha_indonesia_naik_ke_posisi_40 (Diakses pada
17 Juli 2023)

25
bagian dari kewajiban mereka. Hal ini akan memperkuat perlindungan dan
penghormatan terhadap HAM dalam industri perkebunan kelapa sawit serta
memberikan manfaat yang lebih baik bagi perusahaan dan pemangku kepentingan
lainnya.

Penghormatan terhadap HAM merupakan salah satu pilar konstitusi yang tidak
bisa ditawar. Pendekatan bisnis dan HAM pada UNGPs masih bersifat soft law yang
belum bisa mengikat secara hukum dan hanya alternatif dari norma hukum positif
di Indonesia. Oleh karena itu, adopsi UNGPs dianggap penting, bukan hanya
sebagai tuntutan bagi perusahaan untuk menghormati HAM, tetapi juga sebagai
daya tawar perusahaan dan negara di dunia internasional. Bentuk dari UNGPs
yang dirancang sebagai resolusi yang tidak mengikat menyebabkan permasalahan
tentang status hukumnya sehingga pemerintah perlu membuat hukum positif agar
memberikan landasan hukum yang jelas dan perusahaan industri kelapa sawit di
Indonesia wajib untuk menyelaraskan kembali peraturan perusahaannya dalam
rangka melindungi dan menghormati HAM.

Dalam menerapkan UNGPs, perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu lebih sadar


dan bertanggung jawab terhadap isu-isu HAM dalam operasional bisnis mereka.
Perusahaan dapat mengadopsi kebijakan dan praktik yang mendukung
perlindungan HAM, serta melakukan prosedur pelaksanaan pemeriksaan
menyeluruh (due diligence), dan pengelolaan rantai pasok yang bertanggung
jawab.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sunarto, F. d. Buku Saku Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi
Manusia: Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa "Perlindungan,
Penghormatan, dan Pemulihan". Jakarta : Konsil LSM Indonesia.2018.

Jurnal
Bianca. Hak Asasi Manusia dalam Lingkungan Pekerjaan. Jurnal ELSAM, 3.2. 2017

26
Gultom, Pardomuan. Analisis Yuridis Terhadap Kewajiban Pemenuhan Hak Asasi
Manusia Dalam Praktik Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal HAM.2022.
Motik, Suryani Sidik. Perspektif Sektor Bisnis dalam Implementasi UNGPs, Jurnal
Formulasi Adopsi Good Corporate Governance, Perseroan Terbatas
Indonesia.
Nawaningsih, A. S. Hak Asasi Manusia dan Hukumnya. Jurnal Hukum, 1.2. 2019.
Prihandono, Iman. Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di
Indonesia. Jakarta: ELSAM (2015).
Sandang, Yesaya. Pengarusutamaan Prinsip-Prinsip Bisnis dan Hak Asasi Manusia
Bagi Sektor Pariwisata di Indonesia. Jurnal HAM 10.1. 2019.
Subagja, Adrian. Menuju Implementasi Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan
Hak Asasi Manusia, Jurnal Kertas Kebijakan, 2020.
Sunarto, Fitriani. Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Konsil LSM
Indonesia, 1.2, 2018.

Web documents
Arumningtyas, Lusia. Industri Sawit Masih Terlilit Persoalan Lingkungan dan HAM,
Pemerintah Ingatkan Perbaikan Tata Kelola,
https://www.mongabay.co.id/2021/02/16/industri-sawit-masih-terlilit-
persoalan-lingkungan-dan-ham-pemerintah-ingatkan-perbaikan-tata-
kelola/.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Kelapa Sawit Indonesia Serap
16,2 Juta Pekerja, https://www.bpdp.or.id/Industri-Kelapa-Sawit-
Indonesia-Serap-16-2-Juta-Pekerja.
Badan Pusat Statistik Ekspor-Impor. Retrieved from Ekspor Minyak Kelapa Sawit
Menurut Negara Tujuan Utama, 2012-2021,
https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1026/ekspor-minyak-
kelapa-sawit-menurut-negara-tujuan-utama-2012-2021.html.
BBC News Indonesia, Berlian berdarah terus diperdagangkan,
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2011/12/111205_diamondcamp
aign.

27
CNN Indonesia. 10 Negara Tujuan Ekspor CPO Terbesar Sejak Januari-Maret 2022,
Retrieved from CNN Indonesia,
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220423100116-532-
788650/10-negara-tujuan-ekspor-cpo-terbesar-sejak-januari-maret-2022.
CNN Indonesia. KPA: 80 Persen Konflik Agraria Terjadi di Sektor Perkebunan
Sawit, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220106150234-20-
743435/kpa-80-persen-konflik-agraria-terjadi-di-sektor-perkebunan-
sawit.
Humas Kemensetneg. Presiden Ingin Peringkat Kemudahan Berusaha di Indonesia
Naik ke Posisi 40,,
https://www.setneg.go.id/baca/index/presiden_ingin_peringkat_kemudah
an_berusaha_indonesia_naik_ke_posisi_40.
Index Mundi. Palm Oil Production by Country in 1000 MT,
https://www.indexmundi.com/agriculture/?commodity=palm-
oil&graph=production.
INFID, Belajar dari Negara-Negara yang Telah Mengimplementasikan UNGPs,
https://infid.org/news/read/belajar-dari-negara-negara-yang-telah-
mengimplementasikan-ungps.
Infid. Berantas Tuntas Pelanggaran HAM di Sektor Bisnis,
https://infid.org/news/read/berantas-tuntas-pelanggaran-ham-di-sektor-
bisnis.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. Dinamika
dan Perkembangan Terkini terkait Minyak Sawit dan Minyak Nabati Lain di
Uni Eropa, https://ekon.go.id/publikasi/detail/4076/dinamika-dan-
perkembangan-terkini-terkait-minyak-sawit-dan-minyak-nabati-lain-di-
uni-eropa.
Kementerian Hukum dan HAM, Luncurkan aplikasi PRISMA, Kemenkumham Kawal
Pemenuhan HAM dalam Praktik Bisnis,
https://setjen.kemenkumham.go.id/berita/luncurkan-aplikasi-prisma-
kemenkumham-kawal-pemenuhan-ham-dalam-praktik-bisnis
Kementerian Sekretarian Negara RI, Presiden Ingin Peringkat Kemudahan
Berusaha Indonesia Naik ke Posisi 40,

28
https://www.setneg.go.id/baca/index/presiden_ingin_peringkat_kemudah
an_berusaha_indonesia_naik_ke_posisi_40
Kontras. Amuk PT Lonsum Di Bulukumba,
https://www.kontras.org/backup/buletin/indo/2003-09-10.pdf
Laporan Tahunan 2022 Annual Report, PT Astra Agro Lestari Tbk.,
https://www.astra-agro.co.id/wp-content/uploads/2023/03/Annual-
Report-PT-Astra-Agro-Lestari-Tbk-2022.pdf.
Nurhadi, M. Penyumbang Terbesar Devisa Negara Indonesia adalah Kelapa Sawit,
Berapa Nominalnya?,
https://www.suara.com/bisnis/2022/01/26/143508/penyumbang-
terbesar-devisa-negara-indonesia-adalah-kelapa-sawit-berapa-nominalnya.
Pemerintah Kota Dumai. 10 Provinsi Pemilik Lahan Kelapa Sawit Terluas di
Indonesia, https://web.dumaikota.go.id/berita/detail/10-provinsi-pemilik-
lahan-kelapa-sawit-terluas-di-indonesia.
Prinanda, Devita. Shell dan The Movement for the Survival of the Ogoni People
dalam Pelanggaran HAM di Nigeria https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjm4OCil8aAAxV
wd2wGHccMCi8QFnoECBsQAQ&url=https%3A%2F
%2Ftransformasiglobal.ub.ac.id%2Findex.php%2Ftrans%2Farticle
%2Fdownload
%2F67%2F57&usg=AOvVaw3bFmuN4idz1kkXyHGsfklF&opi=89978449.
Rainforest Action Network, Annual Report 2020-2021, https://www.ran.org/wp-
content/uploads/2021/11/RAN_AR_2021-1.pdf.
S, Novina Eka. Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada Nike, Inc Di Indonesia,
https://www.termpaperwarehouse.com/essay-on/Analisis-Kasus-Sumber-
Daya-Manusia-Pada-Nike-Inc-Di-Indonesia/79064.
Saturi, Sapariah. Laporan Terbaru Ungkap Pelanggaran Perusahaan Sawit Korindo
di Gane,
https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2018/11/21/lapor
an-terbaru-ungkap-pelanggaran-perusahaan-sawit-korindo-di-gane/amp.
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Statistik Perkebunan Unggulan
Nasional 2020-2022,

29
https://ditjenbun.pertanian.go.id/template/uploads/2022/08/STATISTIK-
UNGGULAN-2020-2022.pdf.
Walhi. Laporan baru mencatat berbagai pelanggaran HAM di dalam industri
minyak sawit Indonesia yang memasok perusahaan-perusahaan terbesar di
dunia, https://www.walhi.or.id/laporan-baru-mencatat-berbagai-
pelanggaran-ham-di-dalam-industri-minyak-sawit-indonesia-yang-
memasok-perusahaan-perusahaan-terbesar-didunia.
Wiratraman, Herlambang P. Relasi Bisnis Dan Hak Asasi Manusia: Tanggung Jawab
Korporasi Dalam Penghormatan Hak Asasi Manusia,
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2019/04/Herlambang-
Kuliah-Umum-Bisnis-dan-HAM-PelatihanACCESS-25-Maret-2019.pdf

Instrumen Hukum
Undang-Undang R.I., No. 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia, L.N.R.I. Tahun 1999
No. 165.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
United Nations, 2011, “Guiding Principles on Business and Human Rights Guiding
Principles on Business and Human Rights.”

30

You might also like