Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

http://dx.doi.org/10.35137/jmbk.v8i3.

481
Tanggal Upload: 08 Desember 2020

p-ISSN: 2338 – 4794


e-ISSN: 2579-7476
Vol.8. No. 3 September-Desember 2020

PENGARUH PRICE EARNING RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO,


INFLASI, BI RATE, DAN KURS DOLAR TERHADAP HARGA
SAHAM INDUSTRI KIMIA YANG LISTING
DI BURSA EFEK INDONESIA

Budhi Suparningsih 1)
1)
Dosen Program Studi Manajemen FE UNKRIS
Email : budhiunkris@gmail.com
Ella Siti Chaeriah 2)
2)
Dosen Program Studi Manajemen FE UNKRIS
Alamat: Kampus UNKRIS, Jatiwaringin Jakarta Timur
Email : ellasiti.unkris@gmail.com

Abstract: The purpose of this study was to determine the effect of price earning ratio, debt
to equity ratio, inflation, BI rate, and dollar exchange rate on stock prices. The population
used in this study were chemical sector companies that had gone public in the Indonesian
capital market until the end of 2018. The population in this study were 7 companies.
Sampling was done by using the census method. Sample selection criteria, namely:
a). Chemical sector companies listed on the Jakarta Stock Exchange before December 31,
2018. b). Remain listed on the Jakarta Stock Exchange until 31 December 2018.
c). Providing periodic financial reports to the Jakarta Stock Exchange on December 31.
Methods of data analysis using descriptive analysis and simple and multiple linear
regression analysis. The results show that: (1) Simultaneously, price earning ratio, debt to
equity ratio, inflation, BI rate, and dollar exchange rate on stock prices have a significant
effect on stock prices (2) Partially price earning ratio, debt to equity ratio, inflation , BI
rate, rupiah / dollar exchange rate do not have a significant effect on share prices. The
conclusion is that in general investors who invest in chemical sector stocks are more short-
term investors who only pay attention to stock price fluctuations in the market.

Keyword: Price earning ratio, debt to equity ratio, inflasi, BI rate, kurs dollar, harga saham

PENDAHULUAN
Naik turunnya harga saham di pasar ekonomi makro seperti inflasi, suku
modal menjadi sebuah fenomena yang bunga, dan nilai tukar.
menarik untuk dibicarakan. Krisis Di Indonesia perusahaan
ekonomi global yang terjadi pada tahun manufaktur merupakan perusahaan yang
2008 berdampak terhadap pasar modal. ikut terkena dampak dalam krisis
Kondisi seperti ini tentu akan ekonomi tersebut. Walaupun perusahaan
mempengaruhi para investor untuk manufaktur memiliki perkembangan yang
melakukan investasi di pasar modal begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari
khususnya saham, dan berdampak semakin bertambahnya perusahaan
terhadap harga pasar saham di bursa. manufaktur di Indonesia yang terdaftar di
Seorang investor dalam melalukan Bursa Efek Indonesia. Oleh sebab itu
aktivitas perdagangan saham di suatu bertambahnya perusahaan manufaktur
negara harus memperhatikan situasi tidak menutup kemungkinan perusahaan
moneter dan pergerakan variabel ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
124 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

dan rencana kerja kedepannya akan perusahaan industri dasar dan kimia,
menguntungkan perusahaan untuk di salah satunya yaitu sub sektor kimia.
masa yang akan datang, akan tetapi “Harga saham adalah harga yang
persaingan pun semakin pesat. Adapun terbentuk melalui mekanisme permintaan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di dan penawaran di pasar modal. Apabila
Bursa Efek Indonesia terdiri atas sektor suatu saham mengalami kelebihan
industri dasar dan kimiau sektor aneka permintaan, maka harga saham
industri, dan sektor industri konsumsi. cenderung naik. Sebaliknya, apabila
Sektor industri dasar dan kimia kelebihan penawaran maka harga saham
merupakan suatu sektor yang memiliki cenderung turun”, menurut Sartono
unsur dasar yang sering digunakan (2015). Berikut data harga saham
sehari-hari merupakan produk dari perusahaan sub sektor kimia periode
2009 – 2018, yaitu:

Tabel 1. Harga Saham Perusahaan Sub Sektor Kimia


Tahun 2009-2018
Data Harga Saham Penutupan (Rupiah)
Kode Tahun
Emite 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
BRPT 226 159 519 431 288 208 148 508 1.549 1.557
DPNS 274 252 264 400 305 273 248 256 256 266
EKAD 328 342 407 294 300 328 341 405 491 492
INCI 160 209 209 156 168 160 193 206 249 251
SRSN 32 34 34 37 34 34 34 34 33 34
TPIA 1.875 2.250 5.520 2.202 2.171 1.870 2.233 6.353 15.007 15.924
UNIC 1.244 1.087 1.128 1.320 1.303 1.234 1.087 1.106 2.343 2.436
Sumber: Data diolah dari Bursa Efek Indonesia, 2019

BRPT = Barito Pasifik Tbk. fundamental keuangan perusahaan seperti


DPNS = Duta Pertiwi Nusantara Tbk. Price Earning Ratio (PER), Debt to
EKAD = Ekadharma Internasional Tbk. Equity Ratio (DER) dan faktor
INCI = Intan Wijaya Internasional Tbk. fundamental makro seperti Inflasi, tingkat
SRSN = Indo Acitama Tbk. / d.h Sarasa bunga khususnya BI Rate, Kurs
Nugraha Tbk. Rupiah/Dollar, dan faktor-faktor lainnya.
TPIA = Chandra Asri Petrochemical Penelitian ini bertujuan untuk
Tbk. menganalisis secara bersama-sama price
UNIC = Unggul Indah Cahaya Tbk. earning ratio (PER), Debt to Equity Ratio
(DER) inflasi, BI rate, dan kurs
Berdasarkan Tabel 1, menjelaskan rupiah/dollar, terhadap harga saham
tentang Harga Saham Perusahaan Sub perusahaan sub sektor kimia.
Sektor Kimia periode tahun 2009 sampai
dengan tahun 2018, yang mengalami LANDASAN TEORI
fluktuasi dan tentunya akan berimbas
pada pasar modal di Indonesia. Harga Saham
Secara normatif banyak faktor yang Harga saham merupakan nilai
mempengaruhi harga saham, yaitu Faktor saham yang ditentukan melalui

125 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

permintaan dan penawaran yang terjadi di saham yang dikeluarkan. 2). Harga
pasar modal. Menurut para ahli harga perdana; Harga yang didapatkan pada
saham memiliki pengertian sebagai waktu harga saham tersebut dicatat di
berikut: bursa efek. 3). Harga pasar; Harga jual
“Harga saham terbentuk melalui dari investor yang satu dengan investor
mekanisme permintaan dan penawaran di yang lain. Jika pasar sudah ditutup maka
pasar modal. Apabila suatu saham harga pasar adalah harga penutupannya
mengalami kelebihan permintaan, maka (closing price).
harga saham cenderung naik. Sebaliknya Faktor yang mempengaruhi harga
apabila kelebihan penawaran maka harga saham menurut Fahmi (2015) sebagai
saham cenderung turun, menurut Sartono berikut: 1). Kondisi mikro dan makro
(2015)”. “Harga suatu saham yang terjadi ekonomi. 2). Kebijakan perusahaan
di pasar bursa pada saat tertentu yang di dalam memutuskan untuk ekspansi.
tentukan oleh pelaku pasar dan 3). Pergantian direksi secara tiba-tiba.
ditentukan oleh permintaan dan 4). Direksi atau pihak komisaris terlibak
penawaran saham yang bersangkutan di tindak pidana dan kasusnya sudah masuk
pasar modal menurut Jogiyanto (2014)” ke pengadilan. 5). Kinerja perusahan
“Harga saham ditentukan menurut yang terus mengalami penurunan dalam
hukum permintaan dan penawaran atau setiap waktunya. 6). Risiko sistematis,
kekuatan tawar– menawar. Makin banyak yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi
orang yang ingin membeli, maka harga secara menyeluruh dan telah ikut
saham tersebut cenderung bergerak naik. menyebabkan perusahaan ikut terlibat.
sebaliknya, semakin banyak orang yang 7). Efek dari psikologi pasar yang
ingin menjual saham maka saham ternyata mampu menekan kondisi
terrsebut akan bergerak turun menurut teknikal jual beli saham.
Rusdin (2008)”
“Harga saham merupakan cerminan Rasio Keuangan
dan ekspektasi investor terhadap faktor – Menurut Fahmi (2015) rasio
faktor earning aliran kas dan tingkat keuangan memiliki beberapa jenis
return yang disyaratkan investor, yang sebagai berikut: 1). Rasio likuiditas;
mana ketiga faktor tersebut juga sangat Adalah rasio yang menggambarkan
berpengaruh oleh kinerja ekonomi makro kemampuan perusahaan untuk
menurut Tandelilin (2010)” “Harga menyelesaikan kewajiban jangka
saham menentukan kekayaan pemegang pendeknya secara tepat waktu, rasio
saham. Maksimalisasi kekayaan likuiditas memiliki bebrapa rasio antara
pemegang saham diterjemahkan menjadi lain: a). Current ratio. b). Quick ratio
maksimalkan harga saham perusahaan. atau acid test ratio. c). Net working
Harga saham pada waktu tertentu akan capital ratio. d). Cash flow liquidity
bergantung pada arus kas yang ratio. 2). Rasio leverage atau solvabilitas;
diharapkan diterima dimasa depan oleh Merupakan rasio yang mengukur
investor (rata-rata) jika investor membeli seberapa besar perusahaan dibiayai
saham, menurut Brigham dan Houston dengan utang. Penggunaan utang yang
(2010)” terlalu tinggi akan membahayakan
Harga saham memiliki tiga jenis perusahaan karena perusahaan akan
menurut Widoatmojo (2012), antara lain: masuk dalam kategori extreme leverage
1). Harga normal; Harga yang tercantum (utang ekstrem), yaitu perusahaan
dalam sertifikat, saham yang ditetapkan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi
oleh emiten untuk menilai setiap lembar dan sulit untuk melepaskan beban

126 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

tersebut. Rasio leverage antara lain: Price Earning Ratio (PER)


a). Total debt to equity ratio. b). Total merupakan variabel independen dalam
debt to total assets ratio. c). Time interest penelitian ini. PER yang di maksud
earned. d). Cash flow coverage. e). Long dalam penelitian ini adalah rasio yang
term debt to total capitalization. f). Fixed membandingkan antara harga pasar per
charge coverage. g). Cash flow lembar saham biasa yang beredar dengan
adequancy. laba per lembar saham. Price Earning
ratio (PER) dapat dihitung dengan rumus
Price Earning Ratio (PER) Darmadji, (2011).

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑟−𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


PER =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

Debt to equity ratio (DER) (leverage) yaitu menilai batasan


“Debt to equity ratio (DER) perusahaan dalam meminkam uang
merupakan rasio antara total hutang menurut darsono dan ashari (2010)”.
dengan total modal sendiri. Ia “Debt adalah ukuran yang dipakai dalam
mendifinisikan bahwa rasio ini menganalisis laporan keuangan untuk
menunjukan berapa bagian dari setiap memperlihatkan besarnya jaminan yang
rupiah modal sendiri yang dijadikan tersedia untuk kreditor menurut Siegel
jaminan hutang menurut Munawir dan Shim dalam Fahmi (2015)”
(2010)”. “Debt to equity ratio merupakan “Debt to equity ratio merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur rasio yang di gunakan untuk menilai
tingkat leverage (penggunaan hutang) hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari
terhadap total shareholder’s equity yang dengan cara membandingkan antara
dimiliki perusahaan menurut Harahap seluruh hutang, termasuk hutang lancar
(2012)” dengan seluruh ekuitas. Rasio ini
“Debt to equity ratio merupakan digunakan untuk mengetahui jumlah dana
salah satu rasio leverage atau solvabilitas. yang disediakan peminjam (kreditor)
Rasio solvabilitas adalah rasio untuk dengan pemilik perusahaan. Dengan kata
mengetahui kemampuan perusahaan lain rasio ini berfungsi untuk mengetahui
dalam membayar kewajiban jika setiap rupiah modal sendiri yang
perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini dijadikan untuk jaminan hutang menurut
juga disebut dengan rasio pengukit Kasmir (2014)”

Berikut rumus untuk menghitung debt to equity ratio menurut Sartono (2015):

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔)


𝐷𝐸𝑅 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠)

Inflasi hanya dari satu atau dua barang saja tidak


Menurut Sukirno (2012) “Inflasi disebut inflasi, kecuali bila kenaikan
adalah kecenderungan dari harga-harga tersebut meluas atau menyebabkan
untuk naik secara umum dan terus kenaikan sebagian besar dari harga
menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga barang-barang lain”. Lebih lanjut

127 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

menurut Pohan (2008) “Kenaikan harga- oleh kenaikan harga bahan-bahan baku,
harga barang itu tidaklah harus dengan misalnya: a). Harga bahan bakar naik.
persentase yang sama. Inflasi merupakan b). Upah buruh naik. 3). Tingginya
kenaikan harga secara terus-menerus dan Peredaran Uang; Inflasi yang terjadi
kenaikan harga yang terjadi pada seluruh karena uang yang beredar di masyarakat
kelompok barang dan jasa. Bahkan lebih banyak dibanding yang dibutuhkan.
mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut Ketika jumlah barang tetap sedangkan
tidak bersamaan, yang penting kenaikan uang yang beredar meningkat dua kali
harga umum barang secara terus-menerus lipat, maka bisa terjadi kenaikan harga-
selama suatu periode tertentu”. harga hingga 100%. Hal ini bisa terjadi
Sedangkan menurut Sukwiaty, et al, ketika pemerintah menerapkan sistem
(2009) “Inflasi adalah suatu proses atau anggaran defisit, dimana kekurangan
kejadian yang tidak berhubungan dengan anggaran tersebut diatasi dengan
tinggi rendahnya tingkat harga. Inflasi mencetak uang baru. Namun hal tersebut
berlangsung apabila proses kenaikan membuat jumlah uang yang beredar di
harga berjalan secara terus-menerus serta masyarakat semakin bertambah dan
saling mempengaruhi”. mengakibatkan inflasi.
“Kenaikan harga barang yang Inflasi dapat dibedakan menjadi 3
terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam jenis, yaitu berdasarkan tingkat
persentase yang cukup besar dan terus- keparahan, penyebab, dan sumbernya.
menerus, bukanlah merupakan inflasi”, Berikut penjelasan selengkapnya:
menurut Nopirin (2011). Kenaikan 1). Jenis Inflasi Berdasarkan Tingkat
sejumlah bentuk barang yang hanya Keparahannya; Berdasarkan tingkat
sementara dan sporadis tidak dapat keparahannya, inflasi dibagi menjadi 4
dikatakan akan menyebabkan inflasi. yaitu : a). Inflasi Ringan, yaitu inflasi
Inflasi tidak terjadi begitu saja, tapi yang mudah untuk dikendalikan dan
disebabkan oleh berbagai faktor. Secara belum begitu menganggu perekonomian
umum, penyebab inflasi adalah karena suatu negara. Terjadi kenaikan harga
terjadinya kenaikan permintaan dan biaya barang/jasa secara umum, yaitu di bawah
produksi. Selengkapnya, berikut ini 10% per tahun dan dapat dikendalikan.
adalah beberapa penyebab inflasi: b). Inflasi Sedang, yaitu inflasi yang
1). Meningkatnya Permintaan (Demand dapat menurunkan tingkat kesejahteraan
Pull Inflation); Inflasi yang terjadi masyarakat berpengahsilan tetap, namun
disebabkan karena peningkatan belum membahayakan aktivitas
permintaan untuk jenis barang/ jasa perekonomian suatu negara. Inflasi ini
tertentu. Dalam hal ini, peningkata berada di kisaran 10% – 30% per tahun.
permintaan jenis barang/ jasa tersebut c). Inflasi Berat, yaitu inflasi yang
terjadi secara agregat (agregat demand). mengakibatkan kekacauan perekonomian
Hal ini terjadi bisa disebabkan oleh di suatu negara. Pada kondisi ini
beberapa faktor, diantaranya: umumnya masyarakat lebih memilih
a). Meningkatnya belanja pemerintah. menyimpan barng dan tidak mau
b). Meningkatnya permintaan barang menabung karena bunganya jauh lebih
untuk diekspor. c). Meningkatnya rendah ketimbang nilai inflasi. Inflasi ini
permintaan barang untuk swasta. berada di kisaran 30% – 100% per tahun.
2). Meningkatnya Biaya Produksi (Cost d). Inflasi Sangat Berat (Hyperinflation),
Pull Inflation); Inflasi yang terjadi karena yaitu inflasi yang telah mengacaukan
meningkatnya biaya produksi. Adapun perekonomian suatu negara dan sangat
peningkatan biaya produksi disebabkan sulit untuk dikendalikan meskipun
128 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

dilakukan kebijakan moneter dan fiskal. (satu triwulan), kecuali ditetapkan


Inflasi ini berada di kisaran 100% ke atas berbeda oleh RDG bulanan dalam
per tahun. 2). Jenis Inflasi Berdasarkan triwulan yang sama. (Bank indonesia
Penyebabnya; Berdasarkan penyebabnya, dalam Inflation Targeting Framework).
inflasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: Pengertian tersebut terlihat jelas
a). Demand pull inflation, yaitu inflasi bahwa BI Rate berfungsi sebagai sinyal
yang terjadi karena permintaan akan dari kebijakan moneter Bank Indonesia,
barang/ jasa lebih tinggi dari yang bisa dengan demikian dapat diambil
dipenuhi oleh produsen. b). Cost push kesimpulan bahwa respon kebijakan
inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena moneter dinyatakan dalam kenaikan,
terjadi kenaikan biaya produksi sehingga penurunan, atau tidak berubahnya BI
harga penawaran barang naik. c). Bottle Rate tersebut. “BI Rate adalah suku
neck inflation, yaitu inflasi campuran bunga dengan tenor satu bulan yang
yang disebabkan oleh faktor penawaran diumumkan oleh Bank Indonesia secara
atau faktor permintaan. 3). Jenis Inflasi periodik untuk jangka waktu tertentu
Berdasarkan Sumbernya; Berdasarkan yang berfungsi sebagai sinyal (Stance)
sumbernya, inflasi dapat dibedakan kebijakan moneter”, menurut Siamat
menjadi 2, yaitu : a). Domestic inflation, (2005).
yaitu inflasi yang bersumber dari dalam Pengertian yang dikeluarkan oleh
negeri. Inflasi ini terjadi karena jumlah Dahlan Siamat tersebut dapat diambil
uang di masyarakat lebih banyak kesimpulan bahwa BI Rate digunakan
daripada yang dibutuhkan. Inflasi jenis sebagai acuan dalam operasi moneter
ini juga dapat terjadi ketika jumlah untuk mengarahkan agar rata-rata
barang/ jasa tertentu berkurang tertimbang suku bunga SBI-1 bulan hasil
sedangkan permintaan tetap sehingga lelang OPT (Operasi Pasar Terbuka)
harga-harga naik. b). Imported inflation, berada disekitar BI Rate. Selanjutnya
yaitu inflasi yang bersumber dari luar suku bunga SBI-1 bulan tersebut
negeri. Inflasi ini terjadi pada negara diharapkan akan mempengaruhi suku
yang melakukan perdagangan bebas bunga pasar uang antar Bank (PUAB),
dimana ada kenaikan harga di luar negeri. suku bunga deposito dan kredit serta suku
Contoh, Indonesia melakukan impor bunga jangka waktu yang lebih panjang.
barang modal dari negara lain. Ternyata
harga barang-barang modal di negara Mekanisme Penetapan BI Rate
tersebut naik, kenaikan harga tersebut BI Rate ditetapkan oleh Dewan
berdampak bagi Indonesia sehingga Gubernur Bank Indonesia dalam Rapat
mengakibatkan inflasi. Dewan Gubernur (RDG) triwulanan
setiap bulan Januari, April, Juli dan
BI Rate Oktober. Dalam kondisi tertentu, jika
Sebagaimana yang disebutkan dipandang perlu, BI Rate dapat
dalam Inflation Targeting Framework disesuaikan dalam RDG pada bulan-
bahwa BI Rate merupakan suku bunga bulan yang lain.
acuan Bank Indonesia dan merupakan Pada dasarnya perubahan BI Rate
sinyal (Stance) dari kebijakan moneter menunjukkan penilaian Bank Indonesia
Bank Indonesia. BI Rate adalah suku terhadap prakiraan Inflasi ke depan
bunga instrumen sinyaling Bank dibandingkan dengan sasaran Inflasi yang
Indonesia yang ditetapkan pada RDG ditetapkan. Pelaku pasar dan masyarakat
(Rapat Dewan Gubernur) triwulanan akan mengamati penilaian Bank
untuk berlaku selama triwulan berjalan Indonesia tersebut melalui penguatan dan
129 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

transparansi yang akan dilakukan, antara ekonomi untuk pencapaian sasaran


lain dalam Laporan Kebijakan Moneter inflasi. Berbagai informasi lainnya seperti
yang disampaikan secara triwulanan dan leading indocators, expert opinion,
press release bulanan. “Operasi Moneter asesmen faktor resiko dan ketidakpastian
dengan BI Rate dilakukan melalui lelang serta hasil-hasil riset ekonomi dan
mingguan dengan mekanisme variabel kebijakan moneter, Bank Indonesia
rate tender dan multiple price dalam Inflation Targeting Framework.
allotments”, menurut Siamat (2005).
Dengan demikian “Sinyal respon Kurs
kebijakan moneter melalui BI Rate yang “Pertukaran suatu mata uang
ditetapkan oleh Bank indonesia akan dengan mata uang lainya disebut
diperkuat melalui berbagai transaksi transaksi valas”, menurut Kuncoro
keuangan di pasar keuangan. Untuk (2007). Lebih lanjut “Harga suatu mata
meningkatkan efektifitas pengendalian uang terhadap mata uang lainnya disebut
likuiditas di pasar, Bank Indonesia akan kurs atau nilai tukar mata”, menurut
memperkuat operasi moneter harian Salvatore (2005). “Kurs valuta asing juga
melalui instrumen Fine-Tune Operations dapat didefinisikan sebagai harga mata
(FTO) dengan underlying instrument SBI uang suatu negara dalam suatu negara
dan SUN”, menurut Siamat (2005). dalam unit komoditas (seperti mata uang
Proses Penetapan respon kebijakan dapat diartikan sebagai perbandingan
moneter dalam hal ini BI Rate: nilai mata uang). Kurs menunjukan harga
1). Penetapan respon kebijakan moneter suatu mata uang, jika dipertukarkan
dilakukan dalam RDG triwulanan. dengan mata uang lain. Sebagai contoh,
2). Respon kebijakan moneter diharapkan nilai kurs Rp/USD sebesar 800, berarti
untuk periode satu triwulan kedepan. bahwa untuk membeli 1 USD diperlukan
3). Penetapan respon kebijakan moneter Rp. 800” menurut Yulianti dan Prasetyo
dilakukan dengan memperhatikan efek (2002).
tunda (Lag) kebijakan moneter dalam “Penurunan kurs antara Rupiah dan
mempengaruhi inflasi. USD (misalnya, dari Rp. 800/USD
Dalam kondisi yang luar biasa, menjadi Rp. 900/USD) berarti Dolar
penetapan respon kebijakan moneter menjadi lebih mahal dalam nilai Rupiah.
dapat dilakukan dalam RDG bulanan. Ini mencerminkan bahwa nilai Dolar naik
Bank Indonesia dalam Inflation karena jumlah Rupiah yang diperlukan
Targeting Framework, selain itu yang untuk membeli Dolar meningkat. Dengan
menjadi pertimbangan dalam penetapan kata lain, Dolar mengalami apresiasi
respon kebijakan tersebut adalah : BI terhadap Rupiah. Dari sisi lain, Rupiah
Rate merupakan respon bank sentral menjadi lebih murah dinilai asing
terhadap tekanan inflasi ke depan agar mengalami apresiasi. Sebaliknya
dapat tetap berada pada sasaran yang penurunan kurs mencerminkan terjadinya
telah ditetapkan. Perubahan BI Rate apresiasi mata uang domestik dan
dilakukan terutama jika deviasi proyeksi depresiasi mata uang asing”, menurut
inflasi terhadap targetnya dipandang telah Kuncoro (2007).
bersifat permanen dan konsisten dengan “Kebijakan kurs tukar dimana
informasi dan indikator lainnya. BI Rate pemerintah suatu negara mengatur nilai
ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara tukar mata uangnya, maka
diskresi dengan mempertimbangkan diklasifikasikan sebagai kurs tetap (fixed
rekomendasi BI Rate yang dihasilkan exchange rate). Sedangkan jika besarnya
oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model nilai kurs tukar diserahkan kepada
130 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

mekanisme pasar tanpa campur tangan uang domestik. Namun kenyataannya


pemerintah, diklasifikasikan sebagai negara membutuhkan banyak mata uang
sebagai sistem kurs mengambang”, asing yang tidak cukup hanya
menurut Yulianti dan Prasetyo (2002). mengandalkan ekspor negara tersebut. Di
“Suatu mata uang dikatakan sisi lain, mata uang negara tersebut
konvertibel (convertible curency) apabila mengalami penawaran tinggi yang tidak
mata uang tersebut bisa dipertukarkan diimbangi dengan permintaan sehingga
secara bebas dengan mata uang negara hal inilah yang kemudian menyebabkan
lain. Tidak adanya mata uang yang nilai mata uang mengalami depresiasi.
konvertibel akan menyulitkan “Nilai mata uang dan inflasi
perdagangan antar negara, karena selanjutnya akan berdampak pada nilai
masing-masing tidak akan mau menerima suku bunga. Suku bunga adalah biaya
mata uang mitra dagangnya. Dalam yang dikeluarkan oleh kreditur atas
keadaan seperti ini yang terjadi adalah pinjamannya sekaligus menjadi imbalan
perdagangan barter, yaitu menukar untuk pemberi dana utang. Dari sini bank
barang secara langsung, tetapi jika mata sentral suatu negara akan memberlakukan
uang semua negara konvertibel maka suku bunga yang tinggi untuk menekan
perdagangan multinasional yang terjadi inflasi agar uang yang beredar dapat
akan lebih efektif”, menurut Yuliati dan dikendalikan. Namun yang terpenting
Prasetyo (2002). adalah dengan diberlakukannya suku
“Konvertibiltas penuh dari suatu bunga yang tinggi maka hal tersebut
mata uang yang dihambat, akan dapat menarik minat para investor serta
memunculkan pasar gelap dan beroperasi modal asing sehingga kemudian nilai
di luar kontrol pemerintah. Pada dasarnya mata uang pun meningkat”, menurut
pasar gelap adalah suatu pasar bebas yang Thobarry (2009). Sehingga dapat
berdampingan dengan pasar resmi dan dikatakan bahwa sebenarnya nilai mata
menawarkan konversi penuh dalam mata uang sebanding dengan suku bunga.
uang lokal kendati ditambah premi yang Berdasarkan pendekatan hukum
cukup substansial di atas tarif resmi”, permintaan dan penawaran, maka harga
menurut Kuncoro (2007). dari valuta asing (misal US Dollar) akan
Nilai tukar mata uang suatu negara menjadi lebih mahal dari nilai
memiliki korespondensi dengan tingkat nominalnya apabila permintaan melebihi
inflasi. Dalam kondisi inflasi rendah, jumlah yang ditawarkan, atau jumlah
nilai mata uang cenderung mengalami permintaan tetap sementara penawaran
apresiasi atau kenaikan karena uang yang berkurang. Sebaliknya, harga valuta
beredar tidak banyak. Sedangkan kondisi asing akan menjadi lebih murah dari
sebaliknya terjadi ketika inflasi mencapai harga nominal atau harga berlakunya bila
angka yang tinggi maka uang yang permintaan sedikit sementara penawaran
beredar banyak dan mengakibatkan banyak, atau permintaan semakin
depresiasi terhadap nilai mata uang. menurun meskipun jumlah penawaran
Harga barang mengalami kenaikan tetap. Pada mekanisme pasar, nilai tukar
sehingga kemudian banyak barang impor terjadi pada saat tercapainya titik
yang masuk sebagai pesaing. Ketika keseimbangan yaitu pada saat permintan
negara melakukan impor, hal itu berarti sama dengan penawaran. Secara grafis
negara sedang menambah angka keseimbangan harga melalui mekanisme
permintaan terhadap mata uang asing pasar dapat dijelaskan sebagai berikut:
dibandingkan permintaan terhadap mata

131 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

0 Quantitas US $

Gambar 1: Keseimbangan Nilai Tukar Rupiah – Dollar

Dalam gambar 1, diasumsikan Dalam penelitian ini yang menjadi


sumbu vertikal adalah harga rupiah dari objek adalah perusahan-perusahaan yang
setiap unit US Dollar (bila harga bergerak bergerak di sektor kimia di Indonesia.
keatas maka harga per unit dollar makin Data yang digunakan dalam penelitian ini
mahal atau dikatakan rupiah adalah data sekunder, yaitu data yang
melemah/depresiasi) atau sebaliknya, diperoleh dari listing BEI periode tahun
sedangkan sumbu horizontal menunjukan 2009 sampai dengan periode tahun 2018.
jumlah US Dollar yang diminta atau Populasi yang digunakan dalam
ditawarkan. Kurva Sf adalah kurva penelitian ini adalah perusahaan sektor
penawaran valuta asing (US Dollar). kimia (berdasarkan listing Bursa Efek
Sedangkan kurva Df adalah kurva Jakarta) yang telah go public di pasar
permintaan US dollar. Bila harga US modal Indonesia sampai akhir tahun
Dollar semakin murah, maka permintaan 2018. Jumlah populasi dalam
terhadap jumlah US Dollar akan semakin penelitian ini adalah sebanyak 7
meningkat, atau sebaliknya. Sekiranya perusahaan. Pengambilan sampel
dilihat dari sisi penawaran, harga US dilakukan dengan metode sensus.
Dollar akan semakin mahal apabila Sampel yang digunakan dalam
jumlah US Dollar yang ditawarkan penelitian ini didasarkan pada kriteria
semakin meningkat, atau sebaliknya. pemilihan sampel, yaitu : a). Perusahaan
Gambar diatas mengasumsikan yang sektor kimia yang terdaftar di Bursa Efek
berubah adalah harga dari US Dollar-nya, Jakarta sebelum tanggal 31 Desember
dan yang terjadi adalah pergerakan 2018. b). Tetap terdaftar di Bursa Efek
sepanjang kurva permintaan (movement Jakarta sampai 31 Desember 2018. c).
along the demand curve). Kurva Memberikan laporan keuangan secara
permintaan bergeser (shifting) bila yang periodik kepada Bursa Efek Jakarta
berubah misalnya ada arus dana dari hasil pada tanggal 31 Desember. Metode
ekspor, terjadinya keseimbangan awal analisis data dengan menggunakan
pada saat nilai tukar rupiah adalah Rp analisis deskriptif dan analisis regresi
10.000,00 per US Dollar. linear sederhana maupun berganda.
(Sugiyono, 2017).
METODE PENELITIAN

132 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

1. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai


VIF < 10, maka dapat disimpulkan
HASIL PENELITIAN DAN bahwa tidak ada multikolinearitas
PEMBAHASAN antar variabel bebas dalam model
regresi.
2. Jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai
Hasil Uji Asumsi
VIF > 10, maka dapat disimpulkan
Uji asumsi bertujuan untuk bahwa ada multikolinearitas antar
mengetahui apakah model regresi yang variabel bebas dalam model regresi.
diperoleh dapat menghasilkan estimator Dari perhitungan uji
yang baik, yaitu : multikolinearitas didapat nilai tolerance
masing-masing variabel: 1). Nilai
Uji Normalitas tolerance PER 0,481 > 0,10; 2). Nilai
Uji normalitas digunakan untuk tolerance DER 0,8224 > 0,10; 3). Nilai
menguji apakah dalam model regresi tolerance Inflasi 0,502 > 0,10; 4). Nilai
variabel pengganggu dan residual tolerance BI Rate 0,529 > 0,10; dan 5).
berdistribusi normal atau tidak. Uji Nilai tolerance Kurs Rupiah 0,481 >
normalitas dapat dilakukan dengan banyak 0,10.
cara, diantaranya yaitu dengan Uji sampel Sedangkan dari hasil nilai VIF
(KS) Kolmogorov–Smirnov yaitu apabila A masing-masing variable diperoleh: 1).
symp. Sig > taraf Signifikan (α) atau data VIF PER 2,079 < 10; 2). VIF DER 4,469
normal bila nilai sig (p) > 0,05 dan data tidak < 10; 3). VIF Inflasi 1,993 < 10; 4). VIF
normal bila nilai sig (p) < 0,05. Uji BI Rate 1,891 < 10; dan 5). VIF Kurs
normalitas dengan melihat angka signifikan Rupiah 2,079 < 10
dari Kolmogorov-Smirnov pada data Hasil pengujian tolerance
residual. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak ada variabel bebas
menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. yang memiliki nilai tolerance > 0,10 dari
(2-tailed) sebesar 0,808 yang berarti lebih nilai Variance Inflation Factor (VIF) <
besar dari 0,05 (0,808 > 0,05), Sehingga 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
dapat diartikan bahwa nilai residual tidak terdapat gejala multikolinearitas.
berdistribusi normal dan menandakan
bahwa data layak digunakan dalam Uji Heteroskedastisitas
penelitian. Uji heteroskedastisitas digunakan
untuk mengetahui apakah dalam model
Uji Multikolinearitas regresi terjadi ketidaksamaan varian dari
Uji multikolinearitas digunakan residual satu pengamatan ke
untuk menguji apakah di dalam pengamatanan. Suatu model dapat
persamaan regresi terdapat korelasi antara dikatakan tidak mengalami gejala
varian variabelnya. Di dalam persamaan heteroskedastisitas jika hasil nilai
regresi tidak boleh terjadi probabilitasnya memiliki nilai
multikolinearitas, maksudnya tidak boleh signifikansi > nilai alpha-nya (0,05),
ada korelasi atau hubungan yang maka model tidak mengalami
sempurna antara variabel bebas yang heteroskedastisitas. Dari hasil uji
membentuk persamaan tersebut. Uji heteroskedastisitas dapat disimpulkan
multikolinearitas dilakukan dengan bahwa probabilitas atau taraf signifikan
melihat nilai Variance Inflation Factor PER 1,000, DER 1,000, Inflasi bernilai
(VIF). 1,000, BI Rate bernilai 1,000 dan Kurs
Rupiah bernilai 1,000 sehingga dapat
133 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

dipastikan model tersebut tidak Dalam penelitian ini akan


mengalami gejala heteroskedastisitas, digunakan uji autokorelasi dengan
dengan kata lain korelasi PER, DER, menggunakan metode Durbin-Waston,
Inflasi, BI Rate, dan Kurs Rupiah dengan hasil pengelolahan dapat disimpulkan
nilai residualnya menghasilkan nilai yang bahwa suatu model dapat dinyatakan
lebih tinggi dari alphanya. Karena suatu tidak terjadi gejala autokorelasi, jika
model dapat dikatakan mengalami gejala probabilitas nilai Durbin-Waston > 0,05.
heterokedastitas jika nilai probabilitasnya Pada tabel di atas probabilitas nilai
atau nilai tarif signifikannya < 0,05. Durbin-Waston adalah 1,575 > 0,05,
maka dapat di pastikan bahwa metode
Uji Autokorelasi tersebut tidak mengalami gejala
Uji autokorelasi digunakan untuk autokorelasi.
mengetahui ada tidaknya korelasi antar
anggota serangkaian data yang di Analisis Hasil Penelitian
observasi dan di analisis menurut ruang
atau menurut waktu, cross section atau Analisis Regresi Linear Berganda
time–series. Beberapa cara untuk Untuk mengetahui sejauh mana
mendeteksi ada tidaknya autokorelasi pengaruh secara simultan price earning
yaitu dapat diketahui dengan metode ratio (PER), debt to equity ratio (DER),
grafik, metode Durbin-Waston, metode inflasi, BI rate, dan kurs rupiah/dollar
runtest, dan uji statistik non parametrik. terhadap harga saham.

Tabel. 2 Pengaruh Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Inflasi, BI Rate, dan
Kurs Rupiah/Dollar Terhadap Harga Saham
Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
PER -99.867 0.267
0.910 8826.481 0.05
DER -5981.264 0.123
Inflasi 540.373 0.663
BI_Rate -599.952 0.037
Kurs_Rupiah 0.039 0.700
Pengujian Signifikansi
F hitung > F tabel = 8.057 > 6.256
Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 2, dapat sebesar 8,057 yang lebih besar dari F


diketahui bahwa price earning ratio tabel 6,256 (8,057 > 6,256).
(PER), debt to equity ratio (DER), inflasi, Secara simultan price earning ratio
BI rate dan kurs rupiah/dollar secara (PER), debt to equity ratio (DER),
simultan memiliki pengaruhi signifikan inflasi, BI rate, dan kurs rupiah mampu
terhadap harga saham Perusahaan Sub memberi kontibusi sebesar 0,910 atau
Sektor Kimia. Dengan poin nilai yang 91,0% terhadap harga saham perusahaan-
diperoleh sebesar 0,015a lebih kecil dari α perusahaan sektor kimia, sedangkan
= 0,05 (0,033 < 0,05). Atau dapat juga sisanya sebesar 0,9% dipengaruhi oleh
diketahui dengan melihat nilai F hitung

134 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penilitian ini.

Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y = 8826.481 - 99.867 PER - 5981.264 DER + 540.373 Inflasi


- 599.952 BI Rate + 0.039 Kurs Rupiah

Price earning ratio memiliki nilai positif antara inflasi dengan harga saham
koefisien regresi sebesar -99.867. Hal ini Perusahaan Sub Sektor Kimia.
menggambarkan bahwa jika terjadi BI rate memiliki nilai koefisien
kenaikan price earning ratio sebesar 1 regresi sebesar -599.925. Hal ini
point atau 1%. Maka harga saham menggambarkan bahwa jika terjadi
Perusahaan Sub Sektor Kimia mengalami kenaikan BI rate sebesar 1 point atau 1%.
kenaikan sebesar -99.867 dengan asumsi Maka harga saham Perusahaan Sub
bahwa price earning ratio bernilai negatif Sektor Kimia akan meningkat sebesar -
artinya terdapat hubungan negatif antara 599.925 dengan asumsi bahwa BI rate
price earning ratio dengan harga saham bernilai negatif artinya terdapat hubungan
Perusahaan Sub Sektor Kimia. negatif antara BI rate dengan harga
Debt to equity ratio memiliki nilai saham Perusahaan Sub Sektor Kimia.
koefisien regresi sebesar -5981.264. Hal Kurs rupiah memiliki nilai
ini menggambarkan bahwa jika terjadi koefisien regresi sebesar 0.039. Hal ini
kenaikan debt to equity ratio sebesar 1 menggambarkan bahwa jika terjadi
point atau 1%. Maka harga saham kenaikan kurs rupiah sebesar 1 point atau
Perusahaan Sub Sektor Kimia mengalami 1%. Maka harga saham Perusahaan Sub
kenaikan sebesar -5981.264 dengan Sektor Kimia akan meningkat sebesar
asumsi bahwa debt to equity ratio 0.039 dengan asumsi bahwa kurs rupiah
bernilai negatif artinya terdapat hubungan bernilai positif artinya terdapat hubungan
negatif antara debt to equity ratio dengan positif antara kurs rupiah dengan harga
harga saham Perusahaan Sub Sektor saham Perusahaan Sub Sektor Kimia.
Kimia.
Inflasi memiliki nilai koefisien Analisis Regresi Linear Sederhana
regresi sebesar 540.373. Hal ini Untuk mengetahui pengaruh secara
menggambarkan bahwa jika terjadi parsial masing-masing variabel bebas
kenaikan inflasi sebesar 1 point atau 1%. terhadap Harga Saham, maka dilakukan
Maka harga saham Perusahaan Sub
uji statistik secara parsial dengan hasil
Sektor Kimia akan meningkat sebesar
540.373 dengan asumsi bahwa Inflasi sebagai berikut:
bernilai positif artinya terdapat hubungan

Tabel. 3 Pengaruh Price Earning Ratio Terhadap Harga Saham


Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
Price Earning Ratio 0.225 -563.164 169.344 0.166 0.05
Pengujian Signifikansi

135 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

t hitung > t tabel = 1.522 > 2.306


Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 3, nilai R- Perusahaan Sub Sektor Kimia. Nilai


Square sebesar 0.225, sehingga dapat koefisien price earning ratio sebesar
diartikan bahwa kontribusi price earning 169.344, hal ini menggambarkan bahwa
ratio kepada harga saham Perusahaan
jika terjadi kenaikan price earning ratio
Sub Sektor Kimia sebesar 22,5%,
sedangkan sisanya sebesar 77,5% sebesar 1 persen, maka harga saham
disumbangkan variabel lain, seperti debt Perusahaan Sub Sektor Kimia mengalami
to equity ratio, inflasi, BI rate, dan kurs kenaikan sebesar 169.344. Hasil t hitung
rupiah/dollar. price earning ratio sebesar 1,522. Jika t
hitung 1,522 < t tabel 2,306, maka ho
Persamaan regresi Y = -563.164 + terima dan ha tolak, artinya price earning
169.344 PER
ratio secara parsial tidak berpengaruh
Hasil penelitian menunjukkan signifikan terhadap harga saham
bahwa koefisien price earning ratio Perusahaan Sub Sektor Kimia.
berpengaruh positif terhadap harga saham

Tabel. 4 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham


Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
Debt to Equity Ratio 0.664 5783.317 -7857.050 0.004 0.05
Pengujian Signifikansi
t hitung > t tabel = -3.976 > 2.306
Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4, nilai R- berpengaruh negatif terhadap harga


Square sebesar 0.664, sehingga dapat saham Perusahaan Sub Sektor Kimia.
diartikan bahwa kontribusi debt to equity Nilai koefisien debt to equity ratio
ratio kepada harga saham Perusahaan sebesar -5783.317, hal ini
Sub Sektor Kimia sebesar 66,4%, menggambarkan bahwa jika terjadi
sedangkan sisanya sebesar 33,6% kenaikan debt to equity ratio sebesar 1
disumbangkan variabel lain, seperti price persen, maka harga saham Perusahaan
earning ratio, inflasi, BI rate, dan kurs Sub Sektor Kimia mengalami penurunan
rupiah/dollar. sebesar -5783.317. Hasil t hitung price
earning ratio sebesar -3,976. Jika t hitung
Persamaan regresi Y = 5783.317 - -3,976 < t tabel 2,306, maka ho terima
7857.050 DER dan ha tolak, artinya debt to equity ratio
secara parsial tidak berpengaruh
Hasil penelitian menunjukkan signifikan terhadap harga saham
bahwa koefisien debt to equity ratio Perusahaan Sub Sektor Kimia.

136 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

Tabel. 5 Pengaruh Inflasi Terhadap Harga Saham


Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
Inflasi 0.168 2053.131 -2223.656 0.240 0.0
5
Pengujian Signifikansi
t hitung > t tabel = -1.270 > 2.306
Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 5, nilai R- negatif terhadap harga saham Perusahaan


Square sebesar 0.168, sehingga dapat Sub Sektor Kimia. Nilai koefisien inflasi
diartikan bahwa kontribusi inflasi kepada sebesar -2223.656, hal ini
harga saham Perusahaan Sub Sektor menggambarkan bahwa jika terjadi
Kimia sebesar 16,8%, sedangkan sisanya kenaikan inflasi sebesar 1 persen, maka
sebesar 83,2% disumbangkan variabel harga saham Perusahaan Sub Sektor
lain, seperti price earning ratio, debt to Kimia mengalami penurunan sebesar -
equity ratio, BI rate, dan kurs 2223.656. Hasil t hitung inflasi
rupiah/dollar. sebesar -1,270. Jika t hitung -1,270 < t
tabel 2,306, maka ho terima dan ha tolak,
Persamaan regresi Y = 2053.131 - artinya inflasi secara parsial tidak
2223.656 Inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga
saham Perusahaan Sub Sektor Kimia.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa koefisien inflasi berpengaruh

Tabel. 6 Pengaruh BI Rate Terhadap Harga Saham


Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
BI Rate 0.683 6068.832 -776.862 0.003 0.05
Pengujian Signifikansi
t hitung > t tabel = -4.148 > 2.306
Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 6, nilai R- sisanya sebesar 31,7% disumbangkan


Square sebesar 0.683, sehingga dapat variabel lain, seperti price earning ratio,
diartikan bahwa kontribusi BI rate debt to equity ratio, inflasi, dan kurs
kepada harga saham Perusahaan Sub rupiah/dollar.
Sektor Kimia sebesar 68,3%, sedangkan
137 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

Persamaan regresi Y = 6068.832 - sebesar 1 persen, maka harga saham


776.862 BI rate Perusahaan Sub Sektor Kimia mengalami
penurunan sebesar -776.862. Hasil t
Hasil penelitian menunjukkan hitung inflasi sebesar -4,148. Jika t hitung
bahwa koefisien BI rate berpengaruh -4,148 < t tabel 2,306, maka ho terima
negatif terhadap harga saham Perusahaan dan ha tolak, artinya BI rate secara
Sub Sektor Kimia. Nilai koefisien inflasi parsial tidak berpengaruh signifikan
sebesar -776.862, hal ini menggambarkan terhadap harga saham Perusahaan Sub
bahwa jika terjadi kenaikan BI rate Sektor Kimia.

Tabel. 7 Pengaruh Kurs Rupiah/Dollar Terhadap Harga Saham


Parameter
Variabel Koef.
R Square Konstanta Sig. α
Regresi
Kurs Rupiah/Dollar 0.314 -1634.457 0.245 0.092 0.05
Pengujian Signifikansi
t hitung > t tabel = 1.913 > 2.306
Keterangan: Variabel Harga_Saham
Sumber: data diolah 2019

Berdasarkan Tabel 7, nilai R- berpengaruh signifikan terhadap harga


Square sebesar 0.314, sehingga dapat saham Perusahaan Sub Sektor Kimia.
diartikan bahwa kontribusi Kurs
Rupiah/Dollar kepada harga saham
Perusahaan Sub Sektor Kimia sebesar
31,7%, sedangkan sisanya sebesar 68,3%
disumbangkan variabel lain, seperti price
earning ratio, debt to equity ratio, Pembahasan
inflasi, dan BI rate.
Pengaruh Price Earning Ratio, Debt to
Persamaan regresi Y = -1634.457 + 0.245 Equity Ratio, Inflasi, BI Rate, dan Kurs
Kurs Rupiah/Dollar Rupiah/Dollar Terhadap Harga Saham
Hasil penelitian menunjukkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa price earning ratio, debt to equity
bahwa koefisien Kurs Rupiah/Dollar ratio, inflasi, BI rate, dan kurs
berpengaruh positif terhadap harga saham rupiah/dollar secara bersama-sama
Perusahaan Sub Sektor Kimia. Nilai berpengaruh terhadap harga saham
koefisien kurs rupiah/dollar sebesar Perusahaan Sub Sektor Kimia. Hal ini
0.245, hal ini menggambarkan bahwa jika dapat dilihat dalam investasi saham di
terjadi kenaikan kurs rupiah/dollar pasar modal seorang investor yang
sebesar 1 rupiah/dollar, maka harga membutuhkan beberapa informasi untuk
saham Perusahaan Sub Sektor Kimia membantunya dalam melakukan
mengalami kenaikan sebesar 0.245. Hasil pengambilan keputusan. Pasar modal
t hitung inflasi sebesar 1,913. Jika t yang efisien merupakan pasar yang
hitung 1,913 < t tabel 2,306, maka ho mencerminkan semua informasi yang
terima dan ha tolak, artinya kurs relevan terhadap harga sekuritas saham.
rupiah/dollar secara parsial tidak Informasi relevan tersebut salah satunya
dengan melihat kondisi mikro dan makro
138 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

ekonomi yaitu dalam penelitian ini adalah investor terhadap harga saham
inflasi, BI rate, dan kurs rupiah/dollar. perusahaan terutama terkait dengan
Dengan melihat kondisi mikro dan makro berapa dana yang akan diinvestasikan
ekonomi tersebut, maka dapat membantu oleh investor untuk setiap pendapatan
investor untuk melakukan pengambilan yang dilaporkan oleh perusahaan. Price
keputusan yaitu pembelian atau penjualan earning ratio yang tinggi akan
saham. Karena harga saham merupakan meningkatkan penilaian investor terhadap
hal yang penting bagi investor yang saham perusahaan. Penilaian yang tinggi
nantinya digunakan investor untuk ini akan meningkatkan harga saham.
memprediksi naik turunnya harga saham Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
dan nantinya menghasilkan return. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratih, et
penelitian ini sejalan dengan penelitian al, (2013) yang menyatakan bahwa price
yang dilakukan oleh Ginting, earning ratio tidak berpengaruh terhadap
Topowijoyo, dan Sulasmiyati (2016) harga saham.
yang menyatakan bahwa price earning
ratio, debt to equity ratio, inflasi, BI rate, Pengaruh Debt to Equity Ratio
dan Kurs Rupiah/Dollar berpengaruh Terhadap Harga Saham
terhadap Terhadap harga saham. Secara umum debt to equity ratio
merupakan salah satu rasio keuangan
Pengaruh Price Earning Ratio yang mengukur seberapa besar
Terhadap Harga Saham kemampuan perusahaan melunasi utang
Secara umum price earning ratio dengan modal yang dimiliki. Hal ini
merupakan indikator yang digunakan dapat dilihat semakin tinggi nilai debt to
untuk menghitug tingkat pengembalian equity ratio maka akan diikuti semakin
modal yang diinvestasikan pada suatu tinggi tingkat harga saham perusahaan
saham. Hal ini dapat dilihat dari yang bersangkutan. Harga saham
kemampuan yang kecil price earning perusahaan umumnya dapat menjadi
ratio dalam memprediksi harga saham tolak ukur atau memonitor perusahaan
sangat tidak dimungkinkan karena sifat dalam penelitian ini debt to equity ratio
dan pola price earning ratio yang mempengaruhi tingkat harga saham
dilakukan oleh perusahaan sangat tidak perusahaan yang bersangkutan. Hal ini
tepat sehingga ada sebagian aktiva yang disebabkan karena tingkat debt to equity
bekerja atau digunakan secara tidak ratio tidak berpengaruhi secara langsung
efisien sehingga harga saham yang sehingga tidak langsung akan semakin
diperoleh tidak maksimal. Selain itu meningkatkan harga saham. debt to
pendapatan yang dihasilkan oleh modal equity ratio menyatakan bahwa
yang berasal dari hutang tidak dapat monitoring yang dilakukan oleh investor
digunakan untuk menutup besarnya biaya perusahaan tentunya akan menjamin
modal dan kekurangan tersebut harus kemakmuran untuk pemegang saham,
ditutup oleh sebagian pendapatan yang pengaruh debt to equity ratio sebagai
berasal dari pemegang saham. Dengan agen pengawas ditekan melalui debt to
mengetahui besaran price earning ratio equity ratio mereka yang cukup besar
tersebut, calon investor potensial dapat dalam pasar modal. Tingkat debt to
mengetahui apakah harga sebuah saham equity ratio yang tinggi akan
tergolong wajar atau tidak sesuai dengan menimbulkan usaha pengawasan yang
kondisi saat ini dan bukan berdasarkan lebih besar oleh pihak investor
pada perkiraan di masa mendatang. Price perusahaan sehingga dapat mengurangi
earning ratio menunjukkan penilaian perilaku oportunistik manajer dan debt to
139 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

equity ratio. Debt to equity ratio yang (2016) yang menyatakan bahwa inflasi
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga saham.
sangat bergantung pada pihak luar dalam
mendanai kegiatan sehingga beban Pengaruh BI Rate Terhadap Harga
perusahaan juga akan meningkat. Hasil Saham
penelitian ini sejalan dengan penelitian Bursa saham merupakan pasar yang
yang dilakukan oleh Ramadhani dan menjual reputasi perushaan-perusahaan
Pustikaningsih, (2017) yang menyatakan yang memiliki tingkat kelas. Kesetabilan
bahwa debt to equity ratio tidak perusahaan merupakan indikator utama.
berpengaruh terhadap harga saham. Untuk itu ada istilah perusahaan Blue
. Chip yang merupakan perusahaan-
Pengaruh Inflasi Terhadap Harga perushaan yang memiliki kestabilan
Saham dalam perjalanannya sehingga presentase
Secara umum Inflasi merupakan naik dan turunnya tidak berfluktuasi
indikator untuk melihat perubahan atau secara extrim dalam hal value serta
terjadinya proses kenaikan harga yang fluktuasinya tidak terus terjadi setiap
terjadi secara terus-menerus. Semakin waktu. Dalam hal ini tentu tentu ada
besar nilai inflasi merupakan bukti bahwa suatu bentuk badan yang menjadi acuan
nilai mata uang menjadi semakin kecil sebagai pengawas sebagai acuan rating.
dan roda ekonomi menjadi melambat. Dalam hal ini BI merupakan muara dari
Perusahaan – perusahaan yang dapat data dan informasi kesetabilan keuangan
memprediksi range analisis dengan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
cermat maka akan menjadi faktor penentu bursa saham. Hal ini dapat dilihat dari
perusahaan tersebut dapat memiliki status pengaruh BI Rate menjadi patokan bagi
kesetabilan dan perkembangan kedepan. investor untuk mengestimasi apakah
Tapi inflasi tidak berdampak sehebat nantinya suku bunga bank seperti suku
keperusahaan perusahaan non pokok. bunga deposito atau suku bunga kredit
Sedangkan sektor kimia merupakan akan naik atau turun. Berdasarkan
kategori perusahaan yang menghasilkan kaitannya dengan investasi, jika suku
kebutuhan pokok seperti dibidang bunga BI Rate naik maka return investasi
makanan, kesehatan hingga atribut yang terkait dengan suku bunga seperti
pendukung produksi seperti pupuk. Hal deposito akan naik juga. Kondisi seperti
ini dapat dilihat dari Inflasi yang terjadi ini akan menarik minat investor yang
sama sekali tidak mempengaruhi terhadap sebelumnya berinvestasi di saham untuk
perubahan harga saham. Kondisi ini dapat memindahkan dananya dari saham ke
dipahami, karena Inflasi yang terjadi pada dalam deposito. Jika sebagian besar
periode yang diteliti relatif stabil. investor melakukan tindakan yang sama
Walaupun Inflasi trennya menurun, dan maka banyak investor yang akan menjual
Harga Saham trennya naik, tetapi saham untuk berinvestasi dalam bentuk
penurunan Inflasi tidak mempengaruhi deposito. Jika banyak pihak yang menjual
Harga Saham secara signifikan. Investor saham, maka harga saham akan turun.
dan trader masih mempercayai bahwa Hal tersebut disebabkan oleh banyak
keadaan Inflasi tidak akan terlalu investor yang lebih memilih berinvestasi
berpengaruh terhadap perubahan Harga di deposito karena bunga yang
Saham karena kondisi inflasi yang terjadi ditawarkan oleh bank lebih tinggi
masih dalam batas wajar. Hasil penelitian dibandingkan berinvestasi dalam bentuk
ini sejalan dengan penelitian yang saham yang beresiko.
dilakukan oleh Indriyani dan Armereo
140 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

Kemudian sebaliknya pada saat Harga Saham tidak adanya pengaruh


suku bunga BI Rate diturunkan, suku signifikan yang mengindikasikan bahwa
bunga deposito akan ikut turun juga. besar kecilnya nilai tukar pada tahun
Sehingga investor akan mencari alternatif 2009-2018 tidak berdampak besar pada
yang memberikan hasil investasi lebih naik turunnya harga saham. Sehingga
tinggi dibandingkan deposito yaitu salah secara praktis mengimplikasikan bahwa
satunya saham. Akibatnya terjadi pemerintah harus selalu mengambil
permintaan yang besar pada saham yang langkah-langkah strategis untuk
menyebabkan harga saham naik. Naiknya memperkuat tingkat Kurs mata uangnya.
harga saham yang terus meningkat akan Sektor kimia merupakan sektor minoritas
meningkatkan pula jumlah return investor dimana pelaku usaha ini kurang dari 5%.
berupa capital gain yang cukup menarik Dengan 2 hipotesis dasar tersebut yang
bagi investor. Dugaan tersebut menjadi jika disimpulkan Indonesia kaya akan
dasar variabel BI Rate menjadi sangat bahan baku dan kurang pelaku usaha
berpengaruh dalam harga saham dalam bidang pengolahan kimia serta
perusahaan-perusahaan di sektor kimia. pasar yg masih terbuka lebar di dalam
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dan luar negeri maka nilai mata uang
penelitian yang dilakukan oleh tidak terlalu berpengaruh dalam
Rohmanda et al, (2014) yang menyatakan perusahan–perusahaan di sektor kimia.
bahwa BI rate tidak berpengaruh Hasil penelitian ini sejalan dengan
terhadap harga saham. penelitian yang dilakukan oleh Ilmi
(2017) yang menyatakan bahwa kurs
Pengaruh Kurs Rupiah/Dolar rupiah/dollar tidak berpengaruh terhadap
Terhadap Harga Saham harga saham.
Nilai tukar mata uang suatu Negara
menjadi acuan perkembangan ekonomi KESIMPULAN DAN SARAN
Negara tersebut secara general. Praktik
ekonomi terbagi kebanyak bidang seperti Kesimpulan
bidang pertanian, pariwisata, produksi Berdasarkan hasil analisis dan
mesin produksi bahan kimia dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat
sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari kurs disimpulkan sebagai berikut: 1). Price
rupiah yang merupakan indikator maupun earning ratio, debt to equity ratio, inflasi,
gambaran dari stabilitas perekonomian BI rate, dan kurs rupiah/dollar secara
suatu negara. Jika permintaan kurs rupiah bersama-sama berpengaruh signifikan
relatif lebih sedikit daripada suplai rupiah terhadap harga saham perusahaan sektor
maka kurs rupiah ini akan terdepresiasi kimia. 2). Price earning ratio secara
dan juga sebaliknya. Bagi investor parsial tidak berpengaruh terhadap harga
depresiasi rupiah terhadap dollar saham. Hal ini menunjukkan bahwa price
menandakan bahwa prospek earning ratio tidak dapat menjadi tolak
perekonomian Indonesia menurun. ukur investor untuk berinvestasi di pasar
Negara dengan stabilitas perekonomian saham perusahaan sektor kimia. 3). Debt
yang bagus biasanya memiliki mata uang to equity ratio secara parsial tidak
yang stabil pula pergerakannya. Negara berpengaruh terhadap harga saham. Hal
dengan stabilitas perekonomian yang ini menunjukkan bahwa debt to equity
buruk, mata uangnya cenderung bergerak ratio tidak dapat menjadi tolak ukur
tidak menentu dan cenderung melemah. investor untuk berinvestasi di pasar
Kemudian dapat disimpulkan saham perusahaan sektor kimia.
bahwa Kurs Rupiah/Dollar terhadap 4). Inflasi secara parsial tidak
141 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

berpengaruh terhadap harga saham. Hal


ini menunjukkan bahwa inflasi tidak DAFTAR PUSTAKA
dapat menjadi tolak ukur investor untuk
berinvestasi di pasar saham perusahaan Andriyani, Ima dan Armereo, Crystha.
sektor kimia. 5). BI rate secara parsial 2016. Pengaruh Suku Bunga,
tidak berpengaruh terhadap harga saham. Inflasi dan Nilai Buku Terhadap
Hal ini menunjukkan bahwa BI rate tidak Harga Saham Perusahaan Indeks
dapat menjadi tolak ukur investor untuk LQ45 yang Terdaftar di Bursa Efek
berinvestasi di pasar saham perusahaan Indonesia (BEI). Jurnal Ilmiah
sektor kimia. 6). kurs rupiah/dollar secara Orasi Bisnis-Volume 15 Bulan Mei
parsial tidak berpengaruh terhadap harga 2016, ISSN: 20851375.hal. 44-64.
saham. Hal ini menunjukkan bahwa kurs Brigham dan Houston. 2010. Dasar-
rupiah/dollar tidak dapat menjadi tolak Dasar Manajemen Keuangan.
ukur investor untuk berinvestasi di pasar (Edisi III). Jakarta: Salemba
saham perusahaan sektor kimia. Empat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Darmadji, M. dan M. Fakhrudin. 2011.
secara umum investor yang berinvestasi Pasar Modal Di Indonesia.
di saham sektor kimia, lebih banyak Jakarta: Salemba Empat.
investor jangka pendek yang hanya Harahap, Sofyan Syafri. 2012. Analisis
memperhatikan fluktuasi harga saham di Kritis atas Laporan Keuangan.
pasar. Jakarta: Rajawali Pers.
Ilmi, Maisaroh Fathul. 2017. Pengaruh
Saran Kurs/Nilai Tukar Rupiah, Inflasi
Penelitian ini diharapkan dapat dan 1tingkat Suku Bunga SBI
dijadikan bahan pertimbangan bagi para Terhadap Indeks Harga Saham
investor maupun calon investor dalam Gabungan LQ-45 Periode Tahun
melakukan investasi saham yang tepat 2009-2013. Jurnal Nominal Volume
dan menguntungkan khususnya untuk VI Nomor 1 Tahun 2017. Hal: 93-
saham perusahaan sub sektor kimia. 108.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai Fahmi, Irham. 2015. Pengantar
masukan, khususnya keterkaitan Manajemen Keuangan Teori dan
fundamental keuangan, teknikal dan Soal Jawab. Bandung: Alfabeta.
fundamental makro ekonomi terhadap Jogiyanto, 2014. Teori Portofolio dan
kegiatan investasi saham di pasar modal. Analisis Investasi (Edisi ke 10).
Bagi investor yang akan melakukan Yogyakarta: BPFE.
investasi jangka panjang, sebaiknya Kasmir. 2012, Analisis Laporan
selain memperhatikan faktor teknikal Keuangan. Jakarta: PT. Raja
juga harus memperhatikan analisis Grafindo Persada.
fundamental keuangan, karena Kuncoro, Mudrajad. 2007. Manajemen
fundamental keuangan perusahaan yang Keuangan Internasional:
baik akan mempengaruhi kelangsungan Pengantar Ekonomi dan Bisnis
hidup perusahaan. Global. Yogyakarta: BPFE:
Bagi peneliti selanjutnya Munawir, S. 2010. Analisa Laporan
diharapkan dapat meneliti industri Keuangan.Yogyakarta: Liberty.
lainnya, dengan periode dan alat ukur Nopirin. 2011. Pengantar Ilmu Ekonomi
yang sama agar dapat diambil kesimpulan Makro dan Mikro. Yokyakarta:
umum tentang prilaku investor secara BPFE.
rata-rata di Bursa Efek Indonesia.
142 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Budhi Suparningsih dan Ella Siti Chaeriah

Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi


Moneter Indonesia. Jakarta: PT. Internasional. Edisi 9. Jakarta:
Raja Grafika Persada. Penerbit Salemba Empat
Ramadhani, Fendi Hudaya dan Sartono, Agus. 2015. Manajemen
Pustikaningsih, Adeng. 2017. Keuangan: Teori dan Aplikasi.
Pengaruh Debt to Equity Ratio Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.
(DER), Return on Equity (ROE), Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen
dan Net Profit Margin (NPM) Lembaga Keuangan. Jakarta:
Terhadap Harga Saham Perusahaan Lembaga Penerbit Fakultas
Sektor Pertambangan Yang Ekonomi Universitas Indonesia.
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Sugiyono. 2017. Statikstika Untuk
Periode 2011-2015. Jurnal Profita Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Edisi 8 Tahun 2017. Hal. 1-13. Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi
Ratih, Dorothea., Apriatni E.P Dan Teori Pengantar. Edisi Ketiga.
Saryadi. 2013. Pengaruh EPS, PER, Jakarta: Rajawali Pers.
DER, ROE Terhadap Harga Saham Sukwiaty,dkk. 2009. Pengertian Ilmu
Pada Perusahaan Sektor Ekonomi. Jakarta: Rineka Cipta
Pertambangan Yang Terdaftar Di Tandelilin, Eduardus.2010. Portofolio
Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun dan Investasi Teori dan Aplikasi.
2010-2012. DIPONEGORO Edisi Pertama. Yogyakarta :
JOURNAL OF SOCIAL AND Kanisius.
POLITIC Tahun 2013, Hal. 1- Thobarry, Achmad Ath. 2009. Analisis
12http://Ejournal- Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga,
S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/. Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP
Rohmanda, Deny., Suhandak dan Terhadap Indek Harga Saham
Topowijono. 2014. Pengaruh Kurs Sektor Properti Kajian Empiris
Rupiah, Inflasi dan BI Rete pada Bursa Efek Indonesia Tahun
Terhadap Harga Saham (Studi pada 2000-2008.
Indeks Sektoral Bursa Efek Widoatmodjo, Sawidji. 2012. Cara Sehat
Indonesia Periode 2005-2013). Investasi di Pasar Modal. Edisi
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Revisi. Jakarta: PT. Jurnalindo
Vol. 13. No. 1 Agustus 2014. Hal. Aksara Grafika.
1-10. Yulianti, Sri Handaru dan Prasetyo,
Rusdin. 2008. Pasar Modal. Cetakan Handoyo. 2002. Dasar-Dasar
Kedua. Bandung: Alfabeta. Manajemen Keuangan, Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Yogyakarta.
.

143 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.

You might also like