Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 15

KATA PENGANTAR

Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas selesainya makalah yang berjudul “KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DI
INDONESIA”. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari teman-
teman yang telah membantu dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sadar bahwa makalah yang dibuat ini masih belum sempurnah. Oleh karena itu,
dengan rendah hati penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
Ekonomi Makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengkhususkan mempelajari
mekanisme bekerjanya perekonomian sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian
hubungan yang ngin dipelajari oleh Ekonomi Makro pada pokoknya ialah kebijakan-
kebijakan yang ada dalam ekonomi makro.
Tujuan yang ingin dicapai dibidang ekonomi adalah mencapai tingkat kesejahteraan
yang besar-besarnya dalam segala aspek kehidupan. Disini pemerintah sangat
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Krisi global membuat keadaan perekonomian di Indonesia sedikit mengkhawatirkan,
yang mengakibatkan suara ketidakpastiannya terhadap Negara Indonesia yang
mengalaminya. Kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian pun ikut menurun di
karenakan terjadinya krisis global tersebut, maka ditulislah makalah ini sebagai sarana
untuk pembelajaran lebih lanjut mengenai kebijakan ekonomi makro.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa saja tujuan kebijakan ekonomi makro?
 Apa saja jenis-jenis kebijakan ekonomi makro?
 Bagaimana dampak kebijakan-kebijakan ekonomi makro terhadap perekonomian?
 Bagaimana instrumen-instrumen kebijakan ekonomi makro?
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui tujuan kebijakan ekonomi makro.
 Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis kebijakan ekonomi makro.
 Untuk mengetahui bagaimana instrumen-instrumen kebijakan ekonomi makro.
 Untuk mengetahui bagaimana dampak kebijakan-kebijakan ekonomi makro
terhadap perekonomian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Lanadasan Teori

 Ilmu ekonomi adalah penyelidikan tentang keadaan dan sebab adanya kekayaan
negara (Adam Smith).
 Ilmu ekonomi adalah studi tentang cara masyarakat mengelolah sumber-sumber
daya yang langkah (N.Gregory Mankiw).
 Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan sumber daya yang
langkah untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas (Richard
G.Lipsey).
 Ilmu ekonomi adalah sains praktikal tentang pengeluaran dan penagihan
(J.S.Mill).
 Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari cara individu dan masyarakat yang
mempunyai keinginan yang tidak terbatas memilih untuk mengalokasikan sumber
daya yang terbatas demi memenuhi keinginan mereka (Robert B.Ekelund Jr. dan
Robert D.Tollison)
 Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha individu dalam ikatan
pekerjaan dalam kehidupannya sehari-hari dan membahas kehidupan manusia
yang berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana
pula ia mempergunakan pendapatan itu (Alfred Marshall).
 Ekonomi Makro menurut Muana Nanga merupakan cabang ilmu ekonomi yang
menelaah perilaku dari perekonomian atau tingkat kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, termasuk di dalamnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
perekonomian atau kegiatan ekonomi agregat tersebut. (Nanga, 2001:1).
 Ekonomi Makro adalah cabang ilmu ekonomi yang berurusan dengan berbagai
masalah makro ekonomi yang penting dan sekaligus merupakan persoalan yang
dihadapi didalam kehidupan sehari-hari. (Dornbusch and Fischer, 1994:3).
 Ekonomi Makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengkhususkan
mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian sebagai suatu keseluruhan.
Dengan demikian hubungan-hubungan kausal yang dipelajari oleh ilmu ekonomi
makro pada pokoknya ialah hubungan-hubungan antara variabel-variabel ekonomi
agregatif. (Soediyano, 1981:2).
 Ekonomi Makro sangat penting bagi pembuat kebijakan (Policymakers), karena
beberapa alasan sebagai berikut:
a.Ekonomi Makro dapat membantu para pembuat kebijakan (untuk
menemukan apa saja yang dapat di lakukan untuk membantu memecahkan resesi
yang dihadapi suatu perekonomian.
b.Ekonomi Makro dapat pula membantu para pembuat kebijakan melalui
berbagai pilihan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka
panjang.
c.Ekonomi Makro dapat membantu para pembuat kebijakan untuk
mempertahankan agar inflasi tetap berada pada tingkat yang rendah dan stabil
tanpa menyebabkan perekonomian mengalami ketidakstabilan dalam jangka
pendek.
d.Ekonomi Makro juga dapat menjelaskan kepada kita bagaimana perubahan
dalam suatu kebijakan itu mempengaruhi jenis-jenis barang yang dihasilkan dalam
perekonomian (Hall and Taylor, 1993:5).
 Sebagai suatu cabang dari ilmu ekonomi yang berdiri sendiri, ekonomi makro
mempunyai tugas untuk menjelaskan mengenai:
a.Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk nasional bruto
(GNP) atau produk domestik bruto (GDP) rill didalam suatu negara yang merupakan
ukuran dari kemampuan suatu perekonomian didalam memproduksi barang dan jasa,
dan sekaligus juga menjadi ukuran standar hidup dan pertumbuhan pendapatan rill
penduduk.
b.Sebab-sebab timbulnya pengangguran dan bagaimana cara untuk mengatasinya.
c.Sebab-sebab timbulnya inflasi dan cara-cara untuk mengatasinya .
d.Sebab-sebab naiknya inflasi turunnya tingkat suku bunga di dalam
perekonomian.
e.Sebab-sebab terjadinya ketidakseimbangan (defisit dan surplus) didalam neraca
pembayaran.
f.Faktor-faktor penyebab fluktuasi nilai mata uang dalam negri terhadap mata
uang asing (Parkin and Bade, 1992:2-4).

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukan oergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang di konsumsi masyarakat. Sejak juli 2008, paket barang dan jasa
dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor
perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar
tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota. Indikator inflasi
lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1.Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas
ialah harga transaksin yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan
pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada dasar pertama atas suatu
komoditas.

2.Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang
akhir dan jasa yang di produksi di dalam suatu ekonomi. Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstanta.

Laju Inflasi adalah tingkat presentase kenaikan dalam beberapa indeks harga dari satu
periode ke periode lainnya. Perubahan tingkat harga berkaitan dengan perubahan dalam daya
beli uang atau nilai uang. Kedua istilah ini mengacu pada sejumlah barang dan jasa yang
dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu. Daya beli turun jika tingkat harga naik. Dengan
demikian, inflasi yang berarti kenaikan umum pada tingkat harga,akan mengurangi daya beli
uang. Sebaliknya daya beli uang akan baik bila tingkat harga menurun.(Lipsey, Steiner,
Purvis, 1990:3).

Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Saat ini kita menghitung inflasi dengan
menggunakan indeks harga, rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks
harga konsumen (CPI) mengukur biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa konsumen
yang dikaitkan dengan biaya dari sekeranjang pasar dari barang dan jasa tersebut pada tahun
1993.
BAB III PEMBAHASAN
A.Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro
Tujuan ditetapkannya kebijakan ekonomi adalah untuk mencapai kemakmuran
masyarakat di Indonesia. Kebijakan ekonomi dapat pula mencakup didalamnya sistem untuk
menetapkan sistem perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah. Ada pula beberapa
tujuan kebijakan ekonomi makro sebagai berikut:
a. Menjaga Stabilitas Kegiatan Ekonomi, stabilitas ekonomi pada suatu negara meliputi
kestabilan harga barang., lapangan pekerjaan, dan tingkat pendapatan masyarakat.
Penerapan kebijakan ekonomi makro bertujuan untuk menstabilkan harga barang dan
lapangan pekerjaaan.
b. Meningkatkan Kesempatan Kerja, pada umumnya berbagai negara tidak dapat terus
menerus mencapai kesempatan dan penggunaan tenaga kerja penuh. Jika tujuan ini
dapat tercapai, tujuan lain seperti stabilitas ekonomi akan tercapai.
c. Mengendalikan Inflasi,Inflasi merupakan kondisi meningkatnya harga barang secara
berkala. Jika kenaikkan harga terjadi pada satu atau dua barang saja, hal ini tidak
dapat disebut inflasi. Kondisi inflasi di suatu negara dapat menimbulkan akibat buruk
dari segi kegiatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Inflasi dapat
disebabkan oleh ketidakstabilan politik yang memengaruhi perekonomian suatu
negara. Jika terjadi kasus demikian, umumnya tingkat inflasi menjadi tinggi dan sulit
untuk dikendalikan oleh suara negara. Namun, biasanya inflasi terjdi lantaran
banyaknya permintaan dari masyarakat, pertambahan penawaran uang, dan kenaikan
biaya produksi. Untuk mengatasi inflasi, diperlukan kebijakan ekonomi pemerintah
yang tegas dengan berfokus kepada kesejahteraan masyarakat.
d. Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi, terdapat dua(2) alasan yang menyebabkan suatu
negara harus mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam jangka panjang. Di
antaranya untuk menyediakan kesempatan kerja kepada masyarakat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan rekyat. Kedua alasan tersebut merupakan pendorong
utama pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kuat.
e. Menyeimbangkan Neraca Pembayaran dan Nilai Mata Uang Asing, setiap negara
melakukan transaksi perdagangan dengan negara lain. Praktik perdagangan ini sangat
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara yang bersangkutan. Perdagangan
internasional akan berdampak ke neraca pembayaran internasional dan nilai mata
uang asing. Neraca pembayaran yang tidak seimbang akan mengurangi kemampuan
suatu negara dalam menghadapi masalah pengaliran dana ke luar negeri. Akibatnya,
cadangan mata uang asing akan merosot dan nilai mata uang asing meningkat. Hal ini
akan menimbulkan efek buruk terhadap kegiatan ekonomi di dalam negeri seperti
inflasi dan biaya produksi meningkat.
B.Jenis-Jenis Kebijakan Ekonomi Makro
Kebijakan Ekonomi Makro, ialah kebijakan ekonomi yang mencakup semua aspek
ekonomi pada tingkat nasional (agregat).
1.Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor
publik. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengatur pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan fiskal dalam penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengatur
mobilisasi dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Di negara sedang
berkembang berkembang seperti Indonesia, kebijakan moneter dan kebijakan luar negeri
belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian, peranan kebijakan fiskal dalam
bidang perekonomian menjadi semakin penting.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada saat kondisi yang lebih baik. Caranya
yaitu mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh
pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan
pembangunan.
Kebijakan pemerintah ini ditunjukan untuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan
ekonomi masyarakat melalui Anggaran Belanja Negara atau APBN. Dari semua unsur APBN
hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh
pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian
nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat
dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan
lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan
maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat
meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Perubahan tingkat dan komposisi
pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
a. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
b. Pola persebaran sumber daya
c. Distribusi pendapatan
Dengan kebijakan fiskalnya pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya
perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti keadaan dimana banyak
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit dan
sebagainya. Ada analisis yang dipakai dalam kebijakan fiskal, yaitu:
a. Analisis kebijaksanaan fiskal dalam sistem perpajakan yang sederhana. Dengan
adanya tindakan fiskal pemerintah, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi tidak lagi
secara lansung ditentukan oleh tinggi rendahnya pendapatan nasional, akan tetapi oleh
tinggi rendahnya pendapatan yang siap untuk di belanjakan atau disposable income.
b. Analisis Kebijakan Fiskal dalam system perpajakan yang Built-in Flexible. Yang
dimaksud dengan system perpajakan yang built-in flexibel adalah system pemungutan
pajak pendapatan, maksudnya adalah untuk meratakan distribusi pendapatan agar
tidak terjadi ketegangan-ketegangan social. Dikatakan flexible karena mengikuti
pendapatan, apabila pendapatan besar maka jumlah pajak yang di bayar besar dan
begitu sebaliknya.
Kebijakan fiskal memiliki beberapa konsep, adapun konsepnya adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak
pemerintah pusat yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerjapenu,
stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
b. Kelebihan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja oemerintah dan/atau penurunan
pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian.
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan
menurunkan angka pengangguran.
c. Kebijakan Fiskal Kontraksioner: Pengurangan belanja pemerintah dan/atau
peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.
d. Efek Pengganda: dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen,
perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain. Ketika
orang ini membelanjakan pendapatkannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi
orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi
dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika
belanja mengalami penurunan.
2.Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter meliputi langkah-langlah pemerintah yang dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk memengaruhi (mengubah) penawaran uang dalam perekonomian atau
mengubah suku bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregart.
Salah satu komponen dari pengeluaran agregat adalah penanaman modal (investasi) oleh
perusahaan-perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi penanaman modal dan
apabila suku bunga rendah lebih banyak penawaran modal akan dilakukan. Dengan demikian
salah satu cara yang dapat dijalankan pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran agregat
ialah dengan mempengaruhi penanaman modal.
Apabila pengangguran berlaku dalam perekonomian, pengeluaran agregat perlu
ditambah untuk mengurangi pengangguran. Menurunkan suku bunga untuk menggalakkan
pertambahan penanaman modal adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan ini dapat dicapai pemerintah dengan menjalankan kebijakan moneter.
Menurut pandangan Keynes suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran
uang. Bank Sentral (di Indonesia adalah Bank Indonesia) dapat mempengaruhi penawaran
uang. Melalui alat-alat dalam kebijakan moneter pemerintah dapat menambah penawaran
uang. Ceteris paribus, pertambahan ini akan menurunkan suku bunga. Dengan penurunan
suku bungan tersebut diharapkan penanaman modal akan bertambah dan ini akan
meningkatkan pengeluaran agregat. Sebagai implikasi dari perubahan ini kegiatan ekonomi
akan meningkat dan pengangguran menurun. Dalam masa inflasi langkah sebaliknya perlu
dilakukan, yaitu penawaran uang dikurangi untuk menaikkan suku bunga.
Diharapkan langkah tersebut akan menurunkan investasi dan seterusnya pengeluaran
agregat akan menurun. Hal ini akan mengurangi tekanan inflasi.
3.Kebijakan Segi Penawaran
Kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter seperti yang diterapkan sebelum ini dapat
dipandang sebagai kebijakan yang mempengaruhi pengeluaran agregat. Dengan demikian
kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat dipandang sebagai kebijkan dari segi permintaan.
Disamping melalui permintaan, kegiatan perekonomian Negara dapat pula dipengaruhi
melalui segi penawaran. Kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efesiensi
kegiatan perusahaan-perusahaan sehingga dapat manawarkan barang-barangnya dengan
harga yang lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik.
Salah satu kebijakan segi penawaran adalah kebijakan pendapatan (incomes policy),
yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikkan pendapatan
pekerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikkan pendapatan yang
berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikkan upah yang melebihi kenaikan
produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang
berlebihan.
Kebijakan segi penawaran yang lain lebih menekankan kepada,
 Meningkatkan kegairah tenaga kerja untuk bekerja
 Meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi ifisiensi kegiatan
memproduksinya.
Kebijakan segi penawaran dapat dijalankan dengan cara mengembangkan infrastruktur
dan peningkatan pelayan pemerintah dalam mengembangkan kegiatan usaha sektor swasta,.
Infrstruktur yang lebih baik dan peraturan pemerintah yang kondusif kepada pengembangan
sektor swasta sangan penting perannya dalam mengembangkan kegiatan usaha swasta dan
meningkatkan efisiensi kegiatan tersebut.
C.Dampak Kebijakan Ekonomi Makro terhadap Perekonomian
 Dampak Kebijakan Inflasi terhadap Output dan Inflasi
Literatur yang ada mengelompokkan dampak kebijakan fiskal menjadi dua yaitu dampak
terhadap sisi permintaandan dampak terhadap sisi penawran. Dampak kebijakan fiskal
terhadap sisi penawaran mempunyai implikasi jangka panjang. Kebijakan fiskal yang
yang berorientasi untuk meningkatkan supply side dapat mengatasi masalah keterbatasan
kapasitas produksi dan karena itu dampaknya lebih bersifat jangka panjang.
Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian melalui pendekatan permintaan
agregat diterangkan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan keynesian mengasumsikan
adanya price rigidity dan excess capacity sehingga output ditentukan oleh permintaan
agregat. Keynes menyatakan bahwa dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis
mekanisme pasar tidak akan mampu untuk pilih tanda investasi dari pemerintah.
Kebijakan moneter tidak berdaya untuk memulihkan perekonomian karena kebijakan
hanya bergantung kepada penurunan suku bangsa sementara dalam kondisi resesi tingkat
suku bunga umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol. Dalam pendekatan
Keynes, kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian karena peningkatan
pengeluaran pemerintah atau pemotong pajak mempunyai efek multiplierdengan cara
menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Demikian
pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotong pajak sebagai stimulus
perekonomian. Pemotong pajak akan meningkatkan disposable income dan pada
akhirnya mempengaruhi permintaan. Kecendrungan rumah tangga untuk meningkatkan
konsumsi dengan meningkatkan marginal prospensity to consumen(mpc), menjadi rantai
perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada akhirnya
terhadap output.
 Crowding Out
Dalam model IS-LM dengan perekonomian yang terbuka, ceowding out dapat
terjadi melalui nilai tukar. Tingkat suku bunga yang tinggi akan menarik capital
inflow sehingga terjadi apresiasi pada nilai tukar dan mengakibatkan penurunan
pada external account akan menganulir peningkatan permintaan domestik yang
awalnya dipicu oleh ekspansi fiskal.
Besaran pengaruh crowding out melalui suku bunga dan nilai tukar dipengaruhi
oleh beberapa faktor dalam kerangka IS-LM. Dampak Kebijakan Fiskal
Terhadap Output dan inflasi besar apabila investasi sensitif terhadap perubahan
tingkat suku bunga. Semakin sensitif permintaan akan uang terhadap perubahan
suku bunga dibandingkan terhadap perubahan pendapatan maka akan semakin
besar pula efek crowding out. Tingkat crowding out juga dipengaruhi oleh
fleksibilitas harga. Walaupun terbatas pada jangka pendek, fleksibilitas harga
berpotensi mengurangi nilai fiskal multiplier khususnya pengaruh dari rezim
nilai tukar. Dalam perekonomian yang tertutup,ekspansi fiskal akan mendorong
kenaikan harga sehingga dapat menghambat peningkatan permintaan agregat
dalam jangka pendek dan pada akhirnya memperkuat crowding out. Dalam
perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar yang fleksibel, tingkat crowding
out bergantung kepada respon dari harga domestik terhadap perubahan nilai-nilai
tukar, maka tingkat crowding out yang terjadi akan lebih kecil dibandingkan
pada kondisi dengan price rigidity. Hal ini dikarenakan apresiasi nilai tukar akan
mengurangi harga. Di lain pihak pada sistem dengan nilai tukar tetap, crowding
out akan lebih tinggi dalam kondisi herga yang fleksibel dibandingkan pada
kondisi dengan price rigidity.
Studi empiris mengenai hubungan antara kebijakan fiskal dengan aktivitas
perekonomian memberikan hasil yang beragam. Standar Real Business Cycle
(RBC) model umumnya menyatakan konsumsi akan menurun sebagai respons
terhadap peningkatan pengeluaran pemerintah sementara model IS-LM
(Keynesian) menyatakan sebaliknya. Oleh karenanya debat mengenai hubungan
antara kebijakan fiskal dengan aktivitas perekonomian masih terus berlanjut.
Terlepas dari perdebatan tersebut, sebagaian besar penelitian yang ada masih
membuktikan hubungan yang didasari oleh teori Keynes.
Studi empiris yang menggunakan sampel negara berkembang masih sangat
terbatas, salah satu diantaranya dilakukan oleh Schlarek (2005). Schlarek
menggunakan data panel yang melibatkan 40 negara dan 19 diantaranya adalah
negara berkembang. Hasil empiris membuktikan bahwa shock pengeluaran
pemerintah memiliki Keynesia effect terhadap konsumsi swasta baik di negara
industri maupun dinegara berkembang. Sementara itu tax effect hanya memiliki
Keynesin effect di negara-negara berkembang. Schlarek juga menemukan Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2012 bahwa shock pengeluaran
pemerintah memiliki Keynesian effect terhadap konsumsi swasta yang lebih
tinggi de negara berkembang dibandingkan dengan di negara maju. Tidak
terbuktinya Keynesian effect sebagaimana dikemukakan oleh Levine dan Renelt
(1992) yang terdapat dalam Fu, et all (2003) disebabkan penggunaan indikator
fiskal yang terpisah. Penggunaan salah satu variabel kebijakan fiskal saja
ditengarai tidak cukup untuk dapat menatap stance kebijakan fiskal. Sebagai
contoh peningkatan pengeluaran pemerintah dapat dikatakan ekspansif apabila ia
dibiayai dengan peningkatan defisit. Akan tetapi pengeluaran pemerintah dapat
dikategorikan sebagai kontraktif jika ia dibiayai dengan peningkatan pajak
karena kebijak tersebut dapat berimplikasi pada meningkatnya peran sektor
piblik. Bahwa penurunan pajak dapat berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi hanya bila public capital dijaga tetap konstan. Untuk kasus Indonesia,
aplikasi teori Keynes tersebut di beberapa model ekonomi makro yang yang
dikembangkan Bank Indonesia, meliputi SOFIE dan SEMAR, sejalan dengan
temuan empiris tersebut. Namun, derajat pengaruhnya terhadap output saling
berbeda. Dalam SOFIE, kenaikan pengeluaran pemerintah, baik dalam bentuk
konsumsi maupun investasi, sebesar Rp10 triliun akan menaikkan PDB sebesar
0,3%. Sementara penambahan pengeluaran pemerintah untuk program
infrastruktur sebesar Rp10,8 triliun akan menaikan PDB sebesar 0,0512% di
model SEMAR. Perbedaan pengaryh tersebut mungkin disebabkan oleh sifat
kedua model tersebut yang berbeda, yaitu SOFIE yang bersifat dinamis stokastik,
sementara SEMAR lebih bersifat statis deterministk.
 Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Inflasi
Dalam setting perekonomian secara umum, fungsi bank sentral adalah
mengendalikan tingkat harga. Hal ini terkait dengan teori quantity of money oleh
Milton Friedman yang menyatakan bahwa inflation is always and every where a
monetary phenomenon. Namun demikian pandangan tradisional ini mendapat
tantangan dari fiskal theory of the price level (FTPL) yang dikembangkan oleh
Leeper (1991), (Woodford (1994,1995), dan Sims (1994), yang menyatakan
bahwa kebijakan fiskal memegang peranan penting dalam penentuan harga
melalui budget constraint yang terkait dengan kebijakan utang, pengeluaran dan
perpajakan. Fiskal theory of the price level (FTPL). Weak form FTPL yang
mencerminkan dominasi kebijakan fiskal (fiskal dominance) diterangkan melalui
adanya tautan antar kebijakan fiskal dan kebijakan SOFIE dan SEMAR
merupakan model makro yang dikembangkan secara internal di Bank
Indonesia.Model ini belum memasukan variabel pajak dalam permodelannya.
SOFIE merupakan model makro ekometri, sedangkan SEMAR merupakan
model Computable General Equilibrium.
Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Output dan Inflasi moneter melalui
seigniorage. Karena seigniorage (pendapatan dari percetakan uang) merupakan
salah satu sumber penerimaan Pemerintah, maka kebijakan fiskal dan moneter
jangka panjang ditentukan secara bersamaan oleh fiskal budget constraint. Weak
form mengasumsikan bahwa otoritas fiskal akan bergerak lebih dahulu dengan
menetapkan primary budget surplus/deficit dan kemudian respons oleh otoritas
moneter dengan menciptakan seigniorage untuk menjaga solveney pemerintah.
Apabila kedua otoritas menolak untuk menciptakan siegnorage maka rasio utang
terhadap PDB dapat meningkat secara tidak berkesinambungan. Hal ini
selanjutnya akan berdampak pada peningkatan suku bunga rill utang pemerintah
seiring dengan peningkatan permintaan premi oleh pasar. Namun demikian
proses ini tidak dapat berlanjut. Salah satu dari otoritas kebijakan harus berubah.
Weak form FTPL mengasumsikan bahwa bank sentral akan merespon dengan
menciptakan seiniorage guna menghindari default. Oleh karenanya teori ini juga
menyatakan bahwa kebijakan fiskal turut menentukan inflasi melalui fature
money growth. Teori ini secara sederhana menyatakan bahwa penyebab utama
money supply adalah otoritas fiskal. Dengan kata lain kebijakan fiskal bersifat
eksogen sementara pergerakan money supply bersifat endogen. Berbeda dengan
weak form FTPL, dimana money suplly bersifat endogen untuk memenuhi
government budget constraint, strong form FTPL mengasumsikan baik kebijakan
fiskal maupun kebijakan moneter bersifat eksogen dan harga menyesuaikan
untuk memastikan solvecy pemerintah. FTPL berangkat dari pemahaman
mengenai persamaan velocity of money dan government budget constraint.
Velocity of money pada periode t ditanyakan sebagai rasio dari output nominal
(tingkat harga dikalikan dengan outpu rill) terhadap money balance nominal.
Dalam persamaan ini tingkat harga proposional dengan money supply.
D. Instrumen Kebijakan Ekonomi Makro
Tujuan kebijakan akhir dari setiap negara pada umumnya adalah untuk memiliki
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengembangan. Langkah-langkah kebijakan
diarahkan untuk mencapai tingkat inflasi yang moderat, menjaga tingkat pengangguran
rendah, menyeimbangkan perdagangan luar negeri, menstabilkan nilai tukar dan suku bunga,
dll dan secara umum mencapai lingkungan ekonomi makro yang stabil dan berfungsi dengan
baik.
 Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter mengacu pada penerapan kebijakan yang sesuai mengenai
pengendalian jumlah uang beredar dan pengelolaan kredit yang merupakan
ukuran penting untuk menyesuaikan permintaan agregat mengendalikan inflasi.
Ini berkaitan dengan jumlah uang beredar, suku bunga pinjaman dan suku bunga
dan sering dikelola oleh bank sentral.
Kebijakan Moneter adalah alat kebijakan stabilitas yang sangat fleksibel.
Misalnya, selama ekonomi resesi di mana output turun dengan penurunan
permintaan agregat, kebijakan moneter bertujuan untuk meningkat permintaan
dan karenanya produksi serta lapangan kerja akan mengikuti pola permintaan
yang sama. Sebaliknya, pada saat ledakan ekonomi dimana permintaan melebihi
produksi dan memperlakukan untuk menciptakan inflasi, instrumen kebijakan
moneter digunakan yang dapat mengimbangi kondisi tersebut dan mencapai
stabilitas herga dengan tindakan counter cyclical atas pasokan uang. Peraturan
kebijakan moneter pemerintah berada dibawah tanggung jawab Bank Sentral.
Pusat Bank mengontrol jumlah uang beredar untuk mengontrol suku bunga
nominal. Investasi dan tabungan keputusan didasarkan pada tingkat bunga rill.
Ketika pemerintah menurunkan suku bunga, perusahaan meminjam lebih banyak
dan berinvestasi lebih banyak. Suku bunga yang lebih tinggi berarti lebih sedikit
investasi.
 Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal melibatkan penggunaan pengeluaran pemerintah, perpajakan
dan pinjaman untuk mempengaruhi baik pola kegiatan ekonomi maupun tingkat
dan pertumbuhan permintaan agregat, output dan pekerjaan. Penting untuk
disadari bahwa perubahan kebijakan fiskal mempengaruhi keduanya secara
agregat permintaan dan penawaran agregat. Sebagaian besar pemerintah
menggunakan kebijakan fiskal untuk mempromosikan stabilitas dan
pertumbuhan berkelanjutan sambil mengejar efek redistribusi pendapatannya
untuk mengurangi kemiskinan. Fiskal oleh karena itu kebijakan memainkan
peran penting dalam mempengaruhi perilaku ekonomi sebagai kebijakan moneter
tidak. Pilihan kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat jangka pendek dan
jangka panjang pengaruh istilah. Alat yang paling penting dari pelaksanaan
kebijakan fiskal pemerintah adalah pajak, pengeluaran dan utang publik.
Kebijakan Fiskal tradisional telah dilihat sebagai instrumen manajemen
permintaan. Ini berarti bahwa perubahan pengeluaran pemerintah, perpajakan
lansung dan tidak lansung dan keseimbangan anggaran dapat terjadi digunakan
untuk membantu memuluskan beberapa volatilitas output nasional rill terutama
ketika perekonomian mengalami guncangan eksternal.
Keputusan kebijakan fiskal berdampak luas pada keputusan dan perilaku
sehari-hari rumah tangga dan bisnis individu. Jadi, ini terutama digunakan untuk
mencapai keseimbangan internal, dengan menyusaikan permintaan agregat
dengan memastikan neraca transaksi berjalan yang berkelanjutan dan dengan
mengurangi risiko krisis eksternal. Secara umum, ini membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui pendidikan dan perawatan kesehatan yang lebih
banyak dan lebih baik.
 Mendorong Laju Investasi
Jenis transaksi besar pada dunia perekonomian adalah nilai investasi
Yang masuk kedalam suatu negara. Dengan adanya kebijakan fiskal, maka laju
investasi bisa didorong dengan tujuan bisa meningkatkan kepercayaan serta
perekonomian bagi para investor. Hal ini karena terjadi kestabilan ekonomi di suatu
negara dan hal ini karena terjasi kestabilan ekonomi disuatu negara dan hal ini sangat
berpengaruh untuk mendorong laju investasi.
Apabila investasi baik, maka bisa membuat investor tertarik untuk berinvestasi dan
negara juga bisa menarik nilai pajak lebih banyak dari sana. Kebijakan fiskal sangat
menguntungkan bagi pelaku pasar modal. Itulah sebabnya pemerintah harus
menerapkan kebijakan fiskal dengan baik demi laju investasi semakin meningkat di
Indonesia.

You might also like