Professional Documents
Culture Documents
Bab Iv Nandaaa
Bab Iv Nandaaa
Bab Iv Nandaaa
A. Hasil Data
Minimal area daerah 1
Tabel. 4.1 Minimal area daerah 1
SUBPLOT CUMULATIV
NUMBER SIZE (M) SPESIES E
1 0.25 Oplismenus hirtelus
Pterocarpus
santalidoides
Hydrocotile javanica
Hypnum cupressiforme
Hydrophila corymbosa
Gaultheria procumbens 6
2 0.5 Cyperus esculentus
Lysimachia arvensis
Corybas
sanctigeorgianus
Sceptridium dissectum 10
3 1 Boerhavia erecta
Pleurozium schreberi
Lothyrus pratensis
Prunus serotina 14
4 2 Gynura procumbens
Vicia cracca
Thelypteris palustris 17
5 4 Cotoneaster pannosus
Polystichum setiferum 19
6 8 Cardamine hirsuta 20
7 16 Calea sp 21
1
5.0
median Tabel 4.30. INP
maks Daerah 2
Min
Kisaran
modus
2.5
0.0
3) Daerah 3
10.0 Tabel 4.31.
INP Daerah 3
7.5
variable
N
mean
variansi
sd
pH
5.0
median
maks
Min
Kisaran
modus
2.5
0.0
Daerah kedua
Tabel 4.5.2. Data Hasil PCQ Daerah 2
Relative Relative Relative Rank
Nama Spesies I.V
Densitas Dominansi Frekuensi I.V
Homalanthus 52.6315789
populifolius 67.5 74.72845949 5 194.8600384 1
47.3684210
B2 32.5 25.27154051 5 105.1399616 2
Daerah ketiga
A. Pembahasan
Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem
lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah
tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan
dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenik.
Adapun Menurut Kainde (2011), bahwa INP merupakan nilai yang menggambarkan
peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Makin besar INP suatu jenis makin besar
pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. INP dengan nilai yang tersebar merata pada
banyak jenis lebih baik dari pada bertumpuk atau menonjol pada sedikit jenis karena
menunjukkan terciptanya relung (niche) yang lebih banyak dan tersebar merata, spesifik
dan bervariasi. INP yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin
tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem dan perkembangan ekosistem yang
baik untuk mencapai kestabilan pada tahap klimaks.
Pada kegiatan observasi ini, kami melakukan sebuah praktikum lapang di Desa
Lembanna,, Malino, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa tepatnya di Gunung
Bawakaraeng. Kegiatan ini bertujuan dalam rangka mengukur pola persebaran
keanekaragaman hayati suatu vegetasi tumbuhan yang ditemukan disekitar area pegunungan
ini. Langkah pertama dilakukan yaitu mengambil sampel dengan metode transek yang dibuat
sepanjang 100 meter dan setiap plot tersebut dipisahkan menjadi masing-masing 10 plot.
Lalu dibagi menjadi sub transek 10x10 meter digunakan untuk pengidentifikasian tumbuhan
jenis pohon, sub transek 5x5 meter untuk semak dan 2x2 meter untuk herba.
Metode point center quarter merupakan metode jarak yang banyak digunkan untuk pohon
dan semak. Parameter yang digunakan adalah frekuensi, densitas, dan dominasi. Jumlah
individu dalam suatu area dapat ditentukan dengan densitas dan dominansi. Jumlah individu
dalam suatu area dpat ditentukan dengan mengukur jarak individu tumbuhan dengan titik
sampling. Titik sampling merupakan titik dalam garis transek, pada titik tersebut dibagi 4
kuadran yang masing-masing terdapat individu tumbuhan jarak terdekat dengan titik
sampling.
Metode kuadran atau “Point-Centered Quarter Method”merupakan salah satu metode
jarak (Distance Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya
digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole). Namun dapat pula
dilengkapi dengan tingkat pancang (saling atau belta) dan anakan pohon (seedling) jika ingin
mengamati struktur vegetasi pohon. Pohon adalah tumbuhan berdiameter³
20 cm, diameter 10-20 cm adalah pancang, diameter < 10 cm dan tinggi pohon > 2,5
m adalah pancang, serta tinggi pohon < 2,5 m adalah anakan. Syarat penerapan metode
kuadranadalah distribusi pohon atau tiang yang akan dianalisis harus acak dan tidak mengelo
mpok atau seragam.
Basal areal merupakan luasan area dekat dengan permukaan tanah yang dikuasai oleh
tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Jadi pada
praktikum ini dapat dikatakan bahwa semakin besar diameter suatu batang maka semakin
besar pula basal arealnya. Basal area merupakan salah satu factor penting untuk mengetahui
suatu bidang, di mana basal area merupakan bidang atau bagian melintang dari suatu pohon
pada ketinggian ±1,3 m di atas permukaan tanah. Jika dalam satuan pohon basal area tegakan
merupakan suatu jumlah luas penampang dari seluruh pohon tersebut, basal area ini
memberikan gambaran pohon yang menutupi suatu areal. Analisis vegetasi adalah suatu cara
mempelajari susunan dan komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-
tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Untuk kepentingan deskripsi vegetasi, ada tiga macam
parameter kuantitatif yang penting yaitu densitas, frekuensi dan kelindungan atau parameter
dominansi (Arista dkk, 2017).
Kegiatan praktikum ini dilakukan di kawasan Gunung Bawakaraeng, Desa Lembanna,
Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa selama 3 hari. Proses analisis dilakukan
dengan menggunakan metode Transek, metode PCQ, metode Nested Plot dan Diagram
Profile.Transek ialah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki. Tali
sepanjang 100 meter yang terbagi ke dalam 10 plot berukuran masing-masing 10 m × 10 m
untuk analisis vegetasi jenis pohon. Kemudian, di dalam plot yang berukuran 10 m× 10 m,
dibuat lagi plot dengan ukuran5 m× 5 m untuk analisis vegetasi anakan pohon dan semak.
Kemudian, di dalam plot yang berukuran 5 m× 5 m, dibuat lagi plot dengan ukuran 2 m× 2 m
untuk analisis vegetasi herba.
Metode Point Center Quarter merupakan salah satu metode jarak (Distance Method).
Metode ini tidak menggunakan petak contoh dan umumnya digunakan dalam analisis vegetasi
tingkat pohon, anakan pohon, semak dan herba. Parameter yang digunakan dalam metode
iniadalah frekuensi, densitas dan dominansi. Jumlah individu dalam suatu daerah dapat
ditentukan dengan densitas dan dominansi.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas terlihat pada metode transek tali pertama diperoleh
bahwa pada daerah 1 di dominasi oleh pepohonan pinus, namun masih terdapat pula vegetasi
anakan pohon, herba dan semak tetapi tidak sebanyak keberadaan pohon pinus. Pada daerah
dua yang merupakan hutan campuran masih juga didominasi oleh pepohonan, namun
keberadaan vegetasi anakan pohon, semak dan herba juga hampir sama banyaknya. Dan pada
daerah 3 yang dulunya merupakan daerah yang didominasi oleh pohon Lantana camara,
namun saat ini hanya didominasi oleh paku-pakuan yang disebabkan oleh kebakaran hutan
yang terjadi beberapa minggu yang lalu di kawasan Gunung Bawakaraeng. Adapun yang
disebut dengan basal areal merupakan luasan area dekat dengan permukaan tanah yang
dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang.
Jadi pada praktikum ini dapat dikatakan bahwa semakin besar diameter suatu batang maka
semakin besar pula basal arealnya. Basal area merupakan salah satu factor penting untuk
mengetahui suatu bidang, di mana basal area merupakan bidang atau bagian melintang dari
suatu pohon pada ketinggian ±1,3 m di atas permukaan tanah.
Setelah dilakukan proses pengambilan data akan diperoleh beberapa data yang dapat
digunakan melakukan analisis data. Adapun data-data yang dapat diperoleh dari proses
pengambilan data diantaranya yaitu diameter batang, basal area, densitas, frekuensi, serta INP
dari masing-masing vegetasi yang ada pada kawasan tersebut. Faktor lain yang menentukan
kehadiran suatu tumbuhan tidak hanya mencakup kondisi fisik dan kimia, tetapi juga hewan
dan manusia yang mempunyai pengaruh besar terhadap tumbuhan. Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan dilapangan yang menunjukkan bahwa selain karena Kawasan Bawakaraeng
merupakan hutan sekunder masih banyak aktivitas warga yang dapat menyebabkan kerusakan
vegetasi seperti ditemukannya warga yang masih menggunakan kawasan sebagai tempat
penggembalaan ternak