Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 29

PENGARUH MUSIM TERHADAP USAHA TANI SAYUR DI DESA RASAU

JAYA TIGA, KABUPATEN KUBU RAYA

*Gunarsih / Fariastuti Djafar


Universitas Tanjungpura, Indonesia

ABSTRACT

This research is in the form of descriptive and explorative. This study aims to investigate the
characteristics, comparison of the business conditions of cucumber farmers to the seasons (dry,
rainy and peak of the rainy season) as well as the strategies used by cucumber farmers in dealing
with the seasons that occur. The results showed that vegetable farmers were dominated by men
who had graduated from elementary school (SD) who were married and aged between 36-45
years. Based on the One-Way Anova test, it was found that there was no difference in average
production costs or sales turnover during the dry, rainy and peak rainy seasons. There are also
differences in the number of cucumber sales in the three seasons, namely at the peak of the rainy
season sales are lower while the highest sales occur in the dry season. In an effort to adapt to the
changing seasons, the majority of cucumber farmers in Rasau Jaya Tiga Village, Rasau Jaya
District, Kubu Raya Regency, which reached 60.61%, changed their planting time.

Keywords: Human Development Index, Education, Health

ABSTRAK
Penelitian ini berbentuk deskriptif dan eksploratif. penelitian ini bertujuan untuk
menginvestigasikan karakteristik, perbandingan keadaan usaha petani ketimun terhadap musim
(kemarau, hujan dan puncak musim hujan) serta strategi yang dilakukan oleh petani sayur ketimun
dalam menghadapi musim yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan bahwa petani sayur
didominasi oleh laki-laki tamatan Sekolah Dasar (SD) yang sudah menikah dan berusia antara 36-
45 tahun. Berdasarkan uji One Way ANOVA diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata
biaya produksi maupun omset penjualan pada musim kemarau, hujan dan puncak musim hujan.
Jumlah penjualan ketimun pada ketiga musim juga terdapat perbedaan, yaitu pada puncak musim
hujan penjualan lebih rendah sedangkan penjualan tertinggi terjadi pada musim kemarau. Dalam
upaya beradaptasi terhadap perubahan musim yang terjadi, mayoritas petani sayur ketimun di Desa
Rasau Jaya Tiga, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya yang mencapai 60,61%
melakukan perubahan waktu tanam.
Kata kunci : Karakteristik, Musim, Usaha Tani Sayur.

1. PENDAHULUAN
Sebagai wilayah agraris, Kabupaten Kubu Raya memiliki keunggulan di bidang
pertanian. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) sektor pertanian yang menjadi penyumbang terbesar kedua di Kubu Raya (15,95
persen) sedangkan kontribusi terbesar pertama adalah dari sektor industri pengolahan
(33,61 persen) (Gambar 1).

1
Gambar 1 Distribusi PDRB Menurut Sektor, Kabupaten Kubu Raya, 2021
0.90
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.03
3.34
3.09
Jasa Perusahaan 0.48
2.79
1.55
Informasi dan Komunikasi 4.96
1.49
5.92
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan 10.40
Sepeda Motor
11.11
0.05
Pengadaan Listrik dan Gas 0.35
33.61
2.98
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 15.95
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 (%)

Sumber: BPS Kubu Raya (2021)


Kubu Raya merupakan wilayah yang berdekatan dengan ibu kota Provinsi
Kalimantan Barat (Pontianak). Hal ini menjadikan Kubu Raya sebagai wilayah sumber
hasil pertanian terutama sayur untuk wilayah Pontianak. Rasau Jaya merupakan
kecamatan penghasil tanaman sayur terbesar di Kubu Raya. Produksi tanaman sayur di
kecamatan ini mencapai 49.275,9 Kuintal, dengan panen terluas (363,5 Hektar).
Sementara itu, Sungai Raya menjadi kecamatan dengan produksi sayur terendah (84
Kuintal). Kecamatan yang memiliki luas panen tanaman sayur paling sempit adalah
Sungai Ambawang (3,87 Hektar) (Tabel 1).

Tabel 1
Produksi dan Luas Panen Sayur Menurut Kecamatan, Kabupaten Kubu Raya, 2021
N Kecamatan Produksi (Kuintal) Luas Panen (Ha)
o
1 Batu Ampar 69 21,5
2 Terentang 129 22
3 Kubu 3.314 67,5
4 Teluk Pakedai 248 52
5 Sungai Kakap 802,5 40,8
6 Rasau Jaya 49.276 363,5
7 Sungai Raya 84 38
8 Sungai Ambawang 33,12 3,87
9 Kuala Mandor B 1.366 143
Sumber: BPS Kubu Raya (2021)
Di Desa Rasau Jaya, cabai rawit adalah sayuran dengan jumlah produksi yang
paling sedikit (19,5 Kuintal) sedangkan dari luas panen, sayuran tomat adalah yang paling
sempit (2,5 Ha). Ketimun merupakan sayuran dengan jumlah produksi terbesar (114
Kuintal), sedangkan produksi luas lahan terbesar ditempati oleh kacang panjang (10 Ha)
(Tabel 2).
2
Tabel 2
Produksi dan Luas Panen Sayur, Desa Rasau Jaya Tiga, 2022
Sayur Produksi Luas Panen (Ha)
an (Kuintal)
Cabai Besar 34,88 7,75
Cabai Rawit 19,5 7,5
Tomat 33,5 2,5
Kacang Panjang 54 10
Ketimun 114 9,5
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Desa Rasau Jaya Tiga (2022)
Sayuran sensitif terhadap musim, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) membagi musim menjadi tiga, yaitu: musim kemarau (Juni-Agustus) saat curah
hujan kurang dari 60 milimeter/mm, yang ditandai dengan penguapan air (evaporasi)
yang lebih besar dibandingkan dengan curah hujan; musim hujan (Januari-Mei) dengan
curah hujan antara 60-100 mm yang merata dan stabil; puncak musim hujan (September-
Desember) dengan curah hujan lebih dari 100 mm yang turun secara terus menerus
(BMKG, 2021).
Petani sayur sangat bergantung pada perubahan musim. Produksi ketimun paling
banyak terjadi pada musim hujan (71 kuintal) dan paling sedikit pada puncak musim
hujan (35,5 kuintal). Harga ketimun paling tinggi terjadi pada puncak musim hujan
(Rp.6.000/Kg) sedangkan paling rendah pada musim hujan (Rp.2.000/Kg). Luas lahan
produksi untuk ketiga musim sama yaitu sebesar 9,5 Ha (Tabel 3). Perubahan musim ini
berpengaruh terhadap jumlah produksi dan harga produksi.
Tabel 3

Produksi, Harga dan Luas Lahan Ketimun, Desa Rasau Jaya Tiga, 2022
Musim
Sayur
Kemarau Hujan Puncak Hujan

Produksi (Kuintal) 56,8 71 35,5

Harga/(Kg) Rp4.000 Rp2.000 Rp6.000

Luas lahan Produksi


9,5 9,5 9,5
(Ha)

Sumber: Kelompok Tani Desa Rasau Jaya Tiga (2022)


Petani melakukan adaptasi terhadap musim untuk memenuhi permintaan pasar
akan sayuran jenis tertentu, tindakan tambahan pada tanaman ini memerlukan biaya. Saat
musim kemarau, tindakan tambahan yang dilakukan oleh petani adalah menambah

3
penyiraman pada ketimun. Pada puncak musim hujan, petani lebih sering melakukan
pemupukan karena pupuk akan lebih mudah terurai karena hujan. Petani mengeluarkan
biaya lebih besar saat puncak musim hujan.
Sayuran yang kurang cocok dengan puncak musim hujan akan membuat petani
lebih sering pergi ke kebun untuk melakukan perlindungan terhadap sayuran dari
tingginya curah hujan. Petani ketimun mengatakan jumlah hari kerja lebih banyak ketika
musim kemarau, karena petani harus mengeluarkan waktu untuk menyirami tanaman.
Ketika musim hujan sulit untuk dilakukan aktivitas lapangan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) mendeskripsikan karakteristik keluarga petani
sayur ketimun; 2) membandingkan kondisi usaha tani sayur ketimun saat musim
kemarau, musim hujan, dan puncak musim hujan; 3) menginvestigasi strategi petani
sayur ketimun dalam memenuhi kebutuhan hidup pada saat puncak musim hujan. Tulisan
ini terdiri dari pendahuluan, kajian literatur, metode penelitian, gambaran kontekstual,
hasil dan pembahasan, simpulan dan rekomendasi.

2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Tinjauan Teoritis
Peranan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomian sangatlah penting karena
sebagian besar penduduk di negara berkembang sangat menggantungkan penghasilan
mereka pada sektor pertanian. Kegiatan pada sektor pertanian di negara berkembang juga
masih bersifat tradisional. Sebagian output yang diproduksi ditujukan untuk konsumsi
keluarga dan diperjualbelikan hanya untuk pasar lokal. Penggunaan alat pertanian
tradisional dengan modal produksi yang rendah, tenaga kerja seadanya dan lahan yang
sempit menjadi faktor yang membuat tingkat output yang dihasilkan menjadi rendah
(Todaro, 2014).
Dalam pertanian tradisional, produksi dan konsumsi sama banyaknya dan hanya
satu atau dua tanaman saja yang merupakan sumber pokok bahan makanan. Produksi dan
produktivitasnya rendah karena hanya menggunakan peralatan sangat sederhana.
Penanaman atau penggunaan teknologi hanya sedikit sekali, sedangkan tanah dan tenaga
kerja manusia merupakan faktor produksi yang dominan. Pada tahap ini hukum
penurunan hasil (law of diminishing return) berlaku karena terlampau banyak tenaga
kerja yang beralih pekerjaan, kegagalan panen akibat pengaruh cuaca yang ekstrim, atau
periode masa tanam yang sering berganti karena lama musim kemarau dan musim hujan
yang tidak menentu (Arsyad, 2015).
Ketidakpastian sektor pertanian di negara berkembang juga dipengaruhi oleh
ketahanan hasil yang diproduksi oleh para petani. Menurut Saragih (2015) bahwa produk
sektor pertanian mempunyai ketahanan yang tidak lama karena perubahan cuaca dan
penggunaan teknologi tradisional dalam menyimpan hasil panen. Hal ini berdampak pada
permintaan dan penawaran pada produk pertanian di pasar.
Menurut Mankiw (2014) permintaan dan penawaran merupakan kekuatan yang
mendorong bekerjanya ekonomi pasar dalam menetapkan harga dan jumlah barang.
Pembeli menentukan besarnya jumlah permintaan pada suatu produk sedangkan penjual
menentukan besarnya jumlah penawaran suatu produk. Hukum permintaan yaitu saat
4
harga suatu produk menurun atau rendah, maka jumlah produk yang diminta akan
bertambah. Sebaliknya saat harga suatu produk meningkat atau naik, maka jumlah produk
yang diminta akan menurun. Sedangkan hukum penawaran berkebalikan dengan hukum
permintaan yaitu saat harga suatu barang meningkat, maka produsen akan meningkatkan
jumlah barang yang dijualnya. Sebaliknya semakin rendah harga barang, jumlah barang
yang ditawarkan semakin berkurang,
Keadaan disuatu pasar dikatakan dalam keseimbangan atau equilibrium apabila
jumlah yang ditawarkan oleh para penjual pada suatu harga tertentu adalah sama dengan
jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Hal ini dijelaskan melalui kurva
permintaan (D1, D2) dan kurva penawaran (S). Keseimbangan awal pada titik E 1 terjadi
pada saat kurva permintaan D1 bertemu dengan kurva penawaran S, dengan jumlah
penjualan barang adalah Q1 dan Harga penjualan adalah P 1. Jika jumlah penjualan
bertambah menjadi Q2 sedangkan jumlah penawaran tetap, maka ada kecenderungan
harga jual akan naik menjadi P2 sehingga titik keseimbangan berubah menjadi E2 (Gambar
2).
Harga Jual D2
D1 S
P2 E2
P1 E1

Jumlah Penjualan
Q1 Q2
Gambar 2 Kurva Permintaan dan Penawaran

2.2 Kajian Empiris


Penelitian oleh Tanaya dkk (2021) di Lombok Utara menjelaskan bahwa musim
hujan sangat memengaruhi jumlah produksi tanaman tomat, cabai dan kacang panjang.
Cabai rawit dan tomat dapat diproduksi pada bulan saat curah hujan relatif stabil yaitu
sepanjang November hingga Maret, sedangkan produksi tertinggi kacang panjang terjadi
pada April saat bulan kekeringan ekstrim.
Penelitian oleh Jati (2018) di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta mengungkapkan
bahwa musim hujan lebih menunjukkan dampak yang signifikan dalam memengaruhi
penurunan harga beras apabila dibandingkan dengan musim kemarau.
Penelitian oleh Zaenun dkk (2017) di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal
mengungkapkan bahwa perubahan musim sangat memengaruhi petani dalam
mengeluarkan biaya produksi. Petani membutuhkan tenaga kerja tambahan dalam
melakukan pengolahan pertanian saat musim hujan apabila dibandingkan dengan musim
kemarau seperti pemupukan, pengolahan tanah, pengairan hingga pengendalian hama
penyakit.
Penelitian oleh Andrianyta dan Hermawan (2017) di Nusa Tenggara Timur
mengungkapkan bahwa iklim kering mempunyai kecenderungan lebih berisiko dalam
pengelolaan lahan pertanian karena dibutuhkan jumlah hari dan jumlah tenaga kerja yang
banyak apabila dibandingkan dengan lahan pertanian yang beriklim kering-basah.
5
Penelitian oleh Murni dan Purnama (2020) mengungkapkan bahwa perubahan
iklim di desa Teluk Pandak Kabupaten Bungo turut memengaruhi pemilihan pola
pergantian jenis tanaman. Penelitian juga menemukan bahwa pengembangan pola
tanaman pangan dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi dalam Kalender Tanam
Terpadu (informasi jadwal tanam, varietas, pupuk, dll) dengan memperhatikan tingkat
curah hujan bulanan di masing-masing daerah.
Penelitian oleh Tando (2019) di kota Kendari mengungkapkan bahwa perubahan
iklim memengaruhi petani sayuran untuk memanfaatkan teknologi Greenhouse dan
mengganti media tanaman dari konvensional menjadi hidroponik. Hal tersebut untuk
melindungi tanaman sayur dari perubahan cuaca yang ekstrim dan membuat pertumbuhan
tanaman sayur menjadi lebih optimal.
Penelitian oleh Saragih (2021) di Kelurahan Lambanapu Kabupaten Sumba Timur
menjelaskan bahwa pendapatan usaha tani sayur seperti sawi, kangkung dan bayam telah
optimal dikarenakan adanya efisiensi biaya tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman.
Sawi, kangkung dan bayam dinilai sangat cocok ditanam pada musim kemarau (Mei-
Juni). Sehingga usaha tani dapat memenuhi kewajiban membayar modal dan biaya tenaga
kerja sehingga akan mendapatkan keuntungan.
Penelitian oleh Marseva (2016) di Desa Sidamulya Kabupaten Brebes menjelaskan
bahwa perubahan musim menyebabkan petani beradaptasi dengan membuat strategi
bertahan hidup dengan cara memiliki mata pencaharian ganda. Pekerjaan lain sebagai
bentuk adaptasi rumah tangga petani dapat meningkatkan kemampuan rumah tangga
petani bawang merah dalam menghadapi variabilitas curah hujan.
Penelitian oleh Safitri dan Hariyanto (2019) di Kecamatan Kalibagor Kabupaten
Banyumas menjelaskan bahwa tingkat pendidikan petani tidak memiliki hubungan
dengan strategi petani dalam menghadapi musim. Meskipun petani tidak memiliki
pendidikan yang tinggi, kearifan lokal seperti sistem penanggalan atau kalender yang
dikaitkan dengan aktivitas pertanian (pranata mangsa) yang didapatkan secara turun
temurun dipraktikkan langsung oleh petani di lapangan.
Penelitian oleh Aldila dkk (2015) di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal
menjelaskan bahwa usaha tani bawang merah pada musim hujan, musim kemarau I
(Februari hingga Mei) dan musim kemarau II (Juni hingga September) secara umum
menguntungkan. Keuntungan usaha tani terbesar dicapai pada musim kemarau II untuk
Kabupaten Cirebon, musim kemarau I untuk Kabupaten Brebes, dan musim hujan untuk
Kabupaten Tegal. Kecenderungan di beberapa daerah lainnya menunjukkan bahwa
keuntungan usaha tani bawang merah terbesar dicapai pada musim kemarau.
Penelitian oleh Asyifa dan Eviyati (2020) di Kota Cirebon menjelaskan bahwa
musim tidak berpengaruh terhadap harga sawi di pasar Jagasatru. Kemarau memiliki
dampak terhadap penambahan stok sayuran karena musim kemarau diprioritaskan pada
upaya peningkatan jaringan pasokan sayuran sawi.
Penelitian oleh Aditia dkk (2013) di Kabupaten Garut menjelaskan bahwa variabel
tenaga kerja pria, benih dan luas lahan berpengaruh positif sedangkan tenaga kerja wanita
memiliki pengaruh negatif terhadap usaha tani kedelai.
Penelitian oleh Dian, Dwi dan Novi (2014) di Kecamatan Natar menjelaskan
bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani jagung bersumber dari kegiatan usaha
6
tani (on-farm) sebesar 86,01%, dari luar kegiatan usaha tani (off-farm) sebesar 2,96% dan
aktivitas di luar kegiatan pertanian (non-farm) sebesar 11,03%. Pendapatan rumah tangga
dari jagung memberikan kontribusi lebih besar terhadap petani (68,38%) dibandingkan
dengan pendapatan dari tanaman lainnya seperti cabai dan sawi (8,63%). Selain itu,
petani juga melakukan usaha non-tani untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya saat
tanaman jagung belum menghasilkan.
Penelitian oleh Fatmawati (2013) di Kecamatan Langowan Timur menjelaskan
bahwa besar kecilnya pendapatan usaha tani padi di Desa Teep dipengaruhi oleh
penerimaan dan biaya produksi. Jika produksi dan harga jual padi semakin tinggi maka
akan meningkatkan penerimaan. Apabila biaya produksi lebih tinggi dari penerimaan,
maka akan menyebabkan kerugian usaha para petani.
Penelitian oleh Dodi, Siti dan Armaene (2014) di Desa Ciaruteun Ilir Kabupaten
Bogor menjelaskan bahwa usaha tani sayuran di kelompok tani Jaya sangat
menguntungkan dan efektif dengan cara menambah luas area tanam, yang akan
meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
Penelitian oleh Lusia, Ita dan Mauna (2022) di Desa Sinsir Kabupaten Minahasa
Selatan menjelaskan bahwa secara parsial besarnya luas lahan dan produksi berpengaruh
positif dan signifikan sedangkan biaya usaha tani berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap petani kentang.
Penelitian oleh Nova, Djaimi dan Novia (2016) di Kecamatan Pulau Burung
menjelaskan bahwa sebagian besar usaha tani kelapa tidak efisien secara teknis,
ditunjukkan oleh penggunaan tenaga kerja yang sudah melebihi dari kapasitas yang
seharusnya. Sebagian besar usaha tani kelapa juga tidak efisien secara alokatif,
ditunjukkan oleh harga input yang dibayar petani lebih besar dari harga output.
Penelitian oleh Imas dan Lestari (2019) di Kabupaten Madiun menjelaskan bahwa
produksi bawang merah sudah efisien. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap
ketidakefisienan produksi bawang merah adalah potensi tenaga kerja dalam keluarga dan
keikutsertaan dalam kelompok tani.
Penelitian oleh Ahmad, Dwidjono dan Any (2019) di Kecamatan Pelalawan
menjelaskan bahwa variabel pemanfaatan luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk tsp,
herbisida, insektisida, tenaga kerja dan faktor sosial berpengaruh positif terhadap
produksi usaha tani padi lahan gambut. Pemanfaatan benih dan pupuk urea belum efisien
dalam usaha tani.
Penelitian oleh Melissa, Rita dan Amzul (2013) di Desa Gunung Malang
menjelaskan bahwa petani jagung manis tidak efisien dalam penggunaan input dan
produksinya. Faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi usaha tani jagung manis yaitu
tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan di dalam rumah tangga petani dan
keanggotaan dalam kelompok tani.

2.3 Kerangka Konseptual


Penelitian ini menguji pengaruh musim terhadap usaha tani di Desa Rasau Jaya
Tiga, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya dan mendeskripsikan bagaimana
strategi adaptasi petani menghadapi perubahan dalam mempertahankan usaha tani.

7
Petani sering dihadapkan pada masalah ketidakpastian terhadap besarnya
pendapatan usaha tani yang diperoleh karena terbatasnya pemahaman straregi bertani
untuk menghadapi pengaruh musim. Pada saat musih hujan, curah hujan lebih meningkat
jika dibandingkan dengan musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan dampak bagi
petani sayur berupa biaya produksi meningkat, namun volume penjualan menurun
sehingga omset penjualan juga menurun.
Dengan diketahuinya pengaruh musim terhadap usaha tani sayur, maka dapat
diketahui berbagai strategi yang dapat dilakukan oleh petani. Sehingga diperoleh suatu
rekomendasi secara umum mengenai strategi atau cara yang perlu dilakukan oleh petani
sayur ketimun pada saat memasuki puncak musim hujan.

Musim Usaha Tani


1. Biaya Produksi
Musim Kemarau
2. Volume Penjualan Strategi Petani
Musim Hujan
3. Omset Penjualan
Puncak Musim Hujan

Gambar 3 Kerangka Konseptual

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh dari BPS Kubu Raya dan Balai Penyuluhan Pertanian Rasau Jaya Tiga dan data
primer diperoleh dari petani sayur ketimun di Desa Rasau Jaya Tiga. Populasi dalam
penelitian ini adalah rumah tangga petani sayur di Desa Rasau Jaya Tiga sebanyak 190
rumah tangga. Sampel sebanyak 66 rumah tangga diambil dengan teknik purposive
sampling dengan kriteria menjalankan usaha tani sayur ketimun minimal satu tahun dan
bercocok tanam di lahan pribadi. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus Slovin:
N
n= 2
1+ Ne
Keterangan:
N = Populasi
n = Sampel
e = Margin error (10%)
190
n= 2
1+190 x 0 ,1
190
n=
1+1 , 9
n=65 , 52=66

8
Metode analisis dalam penelitian ini diawali dengan pendekatan deskriptif dalam
menjelaskan karakteristik keluarga petani ketimun. Kemudian uji one way ANOVA
digunakan untuk membandingkan kondisi usaha tani sayur ketimun pada 3 musim yang
berbeda. Selanjutnya, diinvestigasi strategi petani sayur ketimun dalam memenuhi
kebutuhan hidup pada saat puncak musim hujan.
One-Way ANOVA atau Analysis of Variance merupakan suatu metode statistika
yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua atau lebih kelompok yang
berbeda. Tujuan utama dari one way ANOVA adalah untuk menentukan apakah terdapat
perbedaan signifikan antara rata-rata 2 kelompok atau lebih. Secara umum, langkah-
langkah dalam melakukan ANOVA adalah sebagai berikut:
 Menyusun Hipotesis
Ho : μ1=μ2 =…=μ k (Terdapat kesamaan rata-rata pada k kelompok pengujian)
Ha : minimal ada μi ≠ 0 ,i=1 , 2 , … k (Rata-rata kelompok berbeda)
 Menentukan kriteria pengujian
Ho ditolak apabila p-value < tingkat signifikansi (0,05)
 Membuat analisis variansnya yang ditampilkan pada Tabel ANOVA
Data hasil observasi one-way Anova tampak seperti berikut
Musim
Responden
1 2  k
1 x 11 x 21  xk 1
2 x 12 x 22  xk 2
⁝ ⁝ ⁝ ⁝
n x1 n x2n  x kn
Rata-rata tiap perlakuan dan rata-rata total perlakuan
n n n

∑ x1 i ∑ x2 i ; ∑ x ki ; x́=
x 1+ x 2 +…+ x k
i i i
x 1= ; x 2= xk= k
n n n
Jumlah kuadrat total disingkat JKT (sum square of total) merupakan selisih data
dengan rata-rata total seluruh data.
n k
JK T =∑ ∑ ( x ij −x́ )
2

i=1 j=1
Jumlah kuadrat antara disingkat JKA (sum square between) atau ada juga yang
menyebut jumlah kuadrat perlakuan (sum square treatment) merupakan selisih
rata-rata tiap perlakuan terhadap rata-rata total.
n k
JK A =∑ ∑ ( x j− x́ )
2

i=1 j=1
Jumlah kuadrat error disingkat JK E (sum square of error) merupakan jumlah
kuadrat total dikurangi jumlah kuadrat perlakuan.
JK E =JK T −JK A
Bentuk Tabel one way Anova

9
Sumber Jumlah Derajat Rata-rata F
Variansi Kuadrat bebas Kuadrat
Perlakuan JK A ( k −1 ) JK A RK A
RK A = F=
k −1 RK E
Error JK E k ( n−1 ) JK E
RK E =
k ( n−1 )
Total JK T kn−1 JK T
RK T =
kn−1
 Membuat kesimpulan
Menyimpulkan Ho diterima atau ditolak dengan membandingkan kriteria
pengujian.
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Karakteristik keluarga petani:
a. Pendidikan kepala keluarga, artinya pendidikan terakhir yang ditamatkan
oleh kepala keluarga.
b. Jumlah anggota keluarga, artinya jumlah anggota keluarga inti yang tinggal
bersama (orang).
c. Jumlah anggota keluarga yang bertani artinya, jumlah anggota keluarga yang
membantu kegiatan usaha tani (orang).
d. Pengalaman bertani artinya, lama waktu bekerja sebagai petani ketimun
(tahun).
e. Luas lahan artinya, luas lahan yang digunakan untuk menanam ketimun
(hektar).
2. Musim:
a. Musim kemarau: musim dengan curah hujan paling rendah (<60
milimeter/mm), terjadi pada Juli sampai dengan Agustus.
b. Musim hujan: musim dengan curah hujan sedang (60-100 mm), terjadi pada
Januari sampai dengan Mei.
c. Puncak musim hujan: musim dengan curah hujan paling tinggi (>100 mm),
terjadi pada September sampai dengan Desember.
3. Usaha tani:
a. Biaya produksi: Biaya yang dikeluarkan oleh petani sayur ketimun untuk
produksi dalam satu musim tanam.
b. Volume penjualan: Jumlah sayur ketimun yang berhasil di jual per kilogram.
c. Omset Penjualan: Total dari volume penjualan dikali dengan rata-rata harga
jual sayur ketimun
4. Strategi adaptasi petani, upaya petani ketimun dalam mencari penghasilan saat
usaha tani tidak memberikan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

4. GAMBARAN KONTEKSTUAL
Desa Rasau Jaya Tiga merupakan salah satu desa di Kecamatan Rasau Jaya
dengan jumlah penduduk sebesar 5.868 jiwa dan luas wilayah 2.586 Ha. Desa Rasau Jaya
Tiga terdiri dari 6 dusun yaitu Sangkar Mas, Sumber Makmur, Mangunggal Karso, Maju

10
Jaya, Margo Sari dan Suka Damai. Sebagian besar penduduk Desa Rasau Jaya Tiga
adalah petani. Sebagian warga menjadikan ternak kambing dan ayam untuk tambahan
penghasilan.
Tabel 4 Penduduk, Kepadatan Penduduk, dan Status Indeks Desa Membangun,
Kecamatan Rasau Jaya, 2023
Kepadatan Penduduk
Desa Penduduk (Jiwa) Status Desa
(Jiwa/Km²)
Bintang Mas 1.572 70 Maju
Pematang Tujuh 1.852 62 Maju
Rasau Jaya Dua 5.613 233 Maju
Rasau Jaya Satu 9.674 710 Mandiri
Rasau Jaya Tiga 5.868 171 Mandiri
Rasau Jaya Umum 7.018 81 Mandiri
Sumber: BPS Kubu Raya (2023)
Desa Rasau Jaya Tiga termasuk desa mandiri karena sudah memiliki sumber daya
ekonomi sendiri, seperti sektor pertanian atau sumber ekonomi lainnya sehingga taraf
kemiskinan di desa relatif kecil, serta akses pelayanan dasar sudah tersedia seperti
pendidikan (TK Al Ikhlas Rasau Jaya Tiga, SDN 04 Rasau Jaya Tiga, MIN 02 Rasau
Jaya Tiga, dan MTSN Rasau Jaya Tiga), pelayanan kesehatan seperti tersedianya
Polindes untuk Ibu Hamil dan Posyandu bagi bayi dan lansia yang ada di Rasau Jaya
Tiga, serta pelaayanan. Desa ini memiliki Balai Penyuluhan Pertanian yang berfungsi
memberikan sarana dan prasarana kepada petani untuk meningkatkan hasil produksi
pertanian. Sarana dan prasarana ini diantaranya berupa peminjaman alat pertanian,
pemberian pupuk subsidi, dan penyuluhan tentang pertanian.
Lahan terutama lahan gambut, oleh masyarakat di wilayah desa Rasau Jaya Tiga
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sayur ketimun. Hasil panen dijual kepada pengepul
tingkat desa kemudian dibawa menuju pasar yang ada di Pontianak seperti Pasar
Flamboyan, Pasar Mawar, Pasar Dahlia dan lainnya. Petani lebih menjual pada pengepul
walau lebih murah harganya sebesar Rp 5000/kg, sedangkan harga timun di pasar sebesar
Rp 8000/kg. Hal ini dikarenakan ketersediaan alat transportasi yang kurang dan jarak
tempuh menuju pasar-pasar besar yang cukup jauh.

5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil
5.1.1 Karakteristik Responden
Sebagian besar responden adalah berumur 36-45 tahun (56%), laki-laki (92%),
menikah (99%), tamat SD (70%), jumlah keluarga yang bekerja sebanyak 1 orang (91%),
dan jumlah tanggungan 1-3 orang (52%) (Tabel 5).

Tabel 5 Karakteristik Rumah Tangga Petani Responden

11
Jumlah Responden
No Karakteristik Presentase (%)
(Orang)
1 Umur (Tahun)
25-35 5 8
36-45 37 56
46-55 17 25
56-65 6 10
66-70 1 1
Jumlah 66 100
2 Jenis Kelamin
Laki-Laki 61 92
perempuan 5 8
Jumlah 66 100
3 Status Perkawinan
Menikah 65 99
Belum Menikah 1 1
Jumlah 66 100
4 Tingkat Pendidikan
Tidak Bersekolah 2 3
Tamat SD 46 70
Tamat SMP 11 17
Tamat SMA 6 9
Sarjana 1 1
Jumlah 66 100
5 Jumlah Keluarga yang Bekerja (Orang)
1 60 91
2-5 6 9
Jumlah 66 100
6 Jumlah Tanggungan (Orang)
1-3 34 52
4-6 32 48
Jumlah 66 100
Sumber : Data primer, 2023
Sebagian besar responden memiliki lahan pribadi (96%), lama menjadi petani 6-
10 tahun (44%), memiliki luas lahan 0,25 Ha (65%), dan tidak ada kerja sampingan
(38%) (Tabel 6).
Tabel 6 Karakteristik Kondisi Usaha Petani Desa Rasau Jaya Tiga
Jumlah Responden
No Kondisi Usaha Presentase (%)
(Orang)
1 Kepemilikan Lahan
Pribadi 63 96
Sewa 2 3
12
Jumlah Responden
No Kondisi Usaha Presentase (%)
(Orang)
Lainnya 1 1
Jumlah 66 100
2 Menjadi Petani (Tahun)
1-5 29 44
6-10 34 51
11-15 3 5
Jumlah 66 100
3 Luas Lahan (Ha)
0,2 11 17
0,25 43 65
0,5 9 14
0,75 1 1
1 2 3
Jumlah 66 100
4 Kerja Sampingan
Tidak ada 25 38
Peternak 21 32
Buruh 13 20
Usaha 6 9
Tani lainnya 1 1
Jumlah 66 100
Sumber: Data primer, 2023

5.1.2 Pengaruh Musim terhadap Usaha Tani Ketimun


Tabel 7 Biaya Produksi Sayur Ketimun Per Musim
Musim
Responden
Kemarau Hujan Puncak Musim Hujan
1 Rp 2.535.000 Rp 3.035.000 Rp 3.035.000
2 Rp 4.040.000 Rp 4.040.000 Rp 4.540.000
⁝ ⁝ ⁝ ⁝
65 Rp 4.820.000 Rp 5.020.000 Rp 5.020.000
66 Rp 1.810.000 Rp 1.810.000 Rp 1.810.000
Rata-rata Rp 3.540.136 Rp 3.900.061 Rp 4.135.937
Tertinggi Rp 18.000.000 Rp 24.000.000 Rp 26.000.000
Terendah Rp 408.000 Rp 408.000 Rp 408.000
Sumber: data diolah 2023

Rata rata biaya produksi tertinggi terjadi pada puncak musim hujan yaitu sebesar
Rp 4.135.937. Biaya produksi tertinggi pada ketiga musim terjadi pada puncak musim
hujan sebesar Rp 26.000.000 sedangkan biaya produksi terendah untuk semua musim
sama yaitu sebesar Rp 408.000. (Tabel 7).
13
Hipotesis Uji:
H0 : μ1=μ2 =μ 3 (Rata-rata biaya produksi tidak berbeda pada ketiga musim)
Ha : minimal ada 1, μi  0 (Rata-rata biaya produksi berbeda paling sedikit pada
dua musim)
Keterangan:
μ1: Rata-rata biaya produksi pada musim kemarau
μ2: Rata-rata biaya produksi pada musim hujan
μ3: Rata-rata biaya produksi pada puncak musim hujan
Daerah Penolakan Ho:
Ho ditolak jika p-value < 0,05
Tabel 8 Uji ANOVA Variabel Biaya Produksi
Source of p-
Variation SS df MS F value
3.279E+1
Between Groups 6.559E+12 2 2 0.296 0.7436
1.105E+1
Within Groups 2.156E+15 195 3
Total 2.162E+15 197
Sumber: Microsoft Excel

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai p-value (0,7436) lebih dari α (0,05), artinya H0
diterima. Artinya rata-rata biaya produksi tidak berbeda pada ketiga musim.
Tabel 9 Volume Penjualan Ketimun (Kg) Per Musim
Musim
Responden
Kemarau Hujan Puncak Hujan
1 450 500 300
2 400 500 350
⁝ ⁝ ⁝ ⁝
66 500 1.000 600
Rata-rata 2.671 3.975 2.110
Tertinggi 23.000 25.000 20.000
Terendah 50 70 60
Sumber: data diolah 2023

Rata rata volume tertinggi terjadi pada musim hujan yaitu sebesar 3.975 kg.
Volume penjualan tertinggi pada ketiga musim terjadi pada musim hujan sebesar 25.000
kg sedangkan volume penjualan terendah untuk semua musim terjadi pada musim
kemarau sebesar 50 kg. (Tabel 9).
Hipotesis Uji:
H0 : μ1=μ2 =μ 3 (rata-rata jumlah penjualan tidak berbeda diantara ketiga musim)
Ha : minimal ada 1, μi0 (rata-rata jumlah penjualan berbeda paling sedikit pada
dua musim)
Keterangan:
14
μ1: Rata-rata jumlah penjualan ketimun pada musim kemarau
μ2: Rata-rata jumlah penjualan ketimun pada musim hujan
μ3: Rata-rata jumlah penjualan ketimun pada musim puncak hujan
Daerah Penolakan Ho:
Ho ditolak p-value < 0,05

Tabel 10 Uji ANOVA Variabel Volume Penjualan Ketimun


Source of P-
Variation SS df MS F value
60444642.9
Between Groups 120889285.9 2 3 3.367 0.0364
17949127.9
Within Groups 3500079947 195 3
Total 3620969233 197
Sumber : Microsoft Excel
Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai p-value (0,0364) kurang dari α (0,05), artinya
H0 ditolak. Artinya rata-rata volume penjualan ketimun berbeda secara signifikan paling
sedikit pada dua musim.
Tabel 11 Omset Penjualan Sayur Ketimun Per Musim
Musim
Responden Puncak Musim
Kemarau Hujan
Hujan
1 Rp 1.350.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 1.500.000,00
2 Rp 1.200.000,00 Rp 500.000,00 Rp 1.400.000,00
⁝ ⁝ ⁝ ⁝
65 Rp 300.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 1.500.000,00
66 Rp 3.000.000,00 Rp 5.000.000,00 Rp 1.800.000,00
Rata-rata Rp 13.917.424,00 Rp 13.880.455,00 Rp 10.205.606,00
Tertinggi Rp 90.000.000,00 Rp 125.000.000,00 Rp 140.000.000,00
Terendah Rp 250.000,00 Rp 210.000,00 Rp 350.000,00
Sumber: data diolah 2023
Rata rata omset penjualan tertinggi terjadi pada musim kemarau yaitu sebesar Rp
13.917.424. Omset penjualan tertinggi pada ketiga musim terjadi pada puncak musim
hujan sebesar Rp 140.000.000 sedangkan omset penjualan terendah terjadi pada musim
hujan yaitu sebesar Rp 210.000. (Tabel 11).
Hipotesis Uji:
H0 : μ1=μ2 =μ 3 (rata-rata omset penjualan tidak berbeda diantara ketiga musim)
Ha : minimal ada 1, μi 0 (Rata-rata omset penjualan berbeda paling sedikit pada
dua musim)
Keterangan:
μ1: Rata-rata omset penjualan ketimun pada musim kemarau
μ2: Rata-rata omset penjualan ketimun pada musim hujan

15
μ3: Rata-rata omset penjualan ketimun pada puncak musim hujan
Daerah Penolakan Ho:
Ho ditolak jika p-value < 0,05
Tabel 12 Uji ANOVA Variabel Omset Penjualan Ketimun
Source of P-
Variation SS Df MS F value
6.00236E+1
Between Groups 4 2 3.00118E+14 0.690 0.5023
8.47087E+1
Within Groups 6 195 4.34403E+14
8.53089E+1
Total 6 197
Sumber: Microsoft Excel

Tabel 12 menunjukkan bahwa p-value (0,5023) lebih dari α (0,05), artinya H0


diterima. Artinya rata-rata omset penjualan tidak berbeda pada ketiga musim yaitu musim
kemarau, musim hujan dan puncak musim hujan.

5.1.3 Strategi Adaptasi Petani


Berbagai macam strategi adaptasi dilakukan oleh petani dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Diperlukan adaptasi dikarenakan musim yang tidak menentu
membuat omset penjualan ketimun juga akan berubah. Strategi yang bisa dilakukan oleh
petani ketimun dalam menghadapi perubahan musim adalah sebagai berikut:
a. Menyesuaikan jenis tanaman atau produksi dengan musim
Upaya yang dilakukan petani menyesuaikan dengan jenis tanaman dan kondisi
wilayah yang mempengaruhi pola produksi dengan menyesuaikannya dengan pola
musim. Selain itu petani juga bisa melakukan penyesuaian produksi dengan memajukan
atau memundurkan musim tanam untuk menghindari puncak musim hujan yang ekstrim.
b. Meningkatkan Jumlah Penyiraman
Petani sayur ketimun tidak merubah volume produksinya, dengan melakukan
penyesuaian pengairan. Saat musim kemarau, petani melakukan penyiraman setiap hari
agar tanaman mendapat kebutuhan air yang cukup. Pada saat puncak musim hujan, petani
membuat atap yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari guyuran hujan langsung
yang terlalu tinggi intensitasnya.
c. Meningkatkan Penyemprotan Hama Pada Puncak Musim Hujan
Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada musim kemarau, musim hujan, dan
puncak musim hujan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga lebih banyak
penyemprotan hama pada puncak musim hujan.
Tabel 13
Upaya Adaptasi Petani Ketimun Terhadap Perbedaan musim
Upaya Jumlah Persen
Menyesuaikan produksi dengan musim 48 72,72
Meningkatkan Jumlah Penyiraman 20 30,30
Meningkatkan Pengendalian Hama Pada Puncak Musim Hujan 12 18,18
16
Sumber: data diolah 2023

Dari 66 responden dalam hal ini petani ketimun, dimana bisa melakukan lebih
dari satu upaya adaptasi terhadap perbedaan musim yang terjadi. Berdasarkan Tabel 13
menunjukkan bahwa 72,72% petani ketimun di Desa Rasau Tiga melakukan upaya
adaptasi menyesuaikan produksi dengan musim. Sedangkan upaya strategi meningkatkan
pengendalian hama pada puncak musim hujan sebesar 18,18% responden.

5.2 Pembahasan
Hasil pengujian One-Way ANOVA pada biaya produksi menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga musim. Hal ini karena biaya produksi
seperti penggunaan pupuk, pestisida, obat dan bibit tidak berbeda terlalu jauh. Menurut
petani disebutkan bahwa musim tidak memengaruhi biaya produksi. Petani tetap
mengeluarkan biaya produksi yang sama. Akan tetapi mereka selalu melebihkan
kapasitas biaya produksi misalnya yaitu mereka selalu melebihkan jumlah bibit, pupuk
dan obat agar saat masalah terjadi dapat tertangani dengan baik. Hal ini sesuai dengan
penelitian di kota Cirebon bahwa musim tidak berpengaruh pada biaya produksi sayuran
sawi di pasar Jagasatru (Asyifa dan Eviyati, 2020). Namun hal berbeda terjadi pada
penelitian di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal yang menunjukkan bahwa perubahan
musim sangat memengaruhi petani dalam mengeluarkan biaya produksi (Zaenun dkk,
2017).
Hasil pengujian One-Way ANOVA pada volume penjualan, ditemukan hasil
bahwa jumlah penjualan pada musim kemarau, musim hujan dan musim puncak hujan
secara signifikan berbeda. Hal ini dikarenakan pada musim puncak musim hujan jumlah
penjualan lebih rendah dibandingkan musim hujan dan kemarau. Saat musim puncak
musim hujan, membuat media tanam sayur ketimun terlalu basah sehingga dapat
mengganggu perkembangan tanaman. Pada musim hujan, jumlah penjualan sayur
ketimun adalah paling tinggi dibanding musim lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian
di Lombok Utara yang menunjukkan bahwa musim hujan sangat memengaruhi jumlah
produksi tanaman tomat, cabai dan kacang panjang (Tanaya dkk, 2021). Selain itu sesuai
pula dengan penelitian di kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal dimana terjadi perbedaan
hasil panen bawang merah berdasarkan musim (Aldila dkk, 2015).
Untuk pengujian One-Way ANOVA omset penjualan menunjukkan hasil bahwa
tidak ada perbedaan signifikan omset penjualan. Saat musim kemarau jumlah penjualan
rendah namun harga jual tinggi. Sedangkan saat musim hujan maupun musim puncak
hujan jumlah penjualan tinggi namun harga jual rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian
di Bojong Kabupaten Tegal yang menunjukkan omset penjualan pedagang buah di pasar
tradisional tidak terdapat perbedaan pada musim kemarau dan musim hujan (Andriyanto,
2018). Namun hal berbeda diperoleh pada penelitian di Pasar Induk Beras Cipinang,
Jakarta mengungkapkan bahwa omset penjualan terjadi penurunan secara signifikan pada
musim hujan dibandingkan musim kemarau (Jati, 2018).

17
6. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Petani sayur di Desa Rasau Jaya Tiga, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu
Raya didominasi oleh laki-laki tamatan Sekolah Dasar (SD), sudah menikah dan berusia
antara 36-45 tahun. Kebanyakan dari mereka bekerja sendiri di dalam keluarganya. Hasil
One-Way ANOVA, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam biaya
produksi dan omset penjualan sayur ketimun pada perbedaan musim. Jumlah penjualan
hasil analisis One-Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
terhadap pengaruh musim. Pada musim kemarau jumlah penjualan lebih rendah
dibandingkan musim hujan maupun musim puncak hujan.
Rekomendasi strategi adaptasi petani sayur ketimun dengan dipengaruhi oleh
perbedaan musim, yaitu petani dalam memenuhi kebutuhan hidup dapat menyesuaikan
produksi dengan musim tanam.

DAFTAR PUSTAKA
Amandasari, M., Nurmalina, R., & Rifin, A. (2014). Efisiensi Usaha Tani Jagung Manis
di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan
Data Envelopment Analysis. Inforum Agribisnis: Agribussines Forum (Vol.4,
No:.121-138).
Andrianyta, H., & Hermawan, H. (2017). Analisis Perubahan Perilaku Petani Sebagai
Adaptasi Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Daerah Iklim Kering Nusa
Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Agro inovasi Spesifik Lokasi Untuk
Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (pp. 571-584).
Bogor: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Arsyad, Lincolin. 2015. Ekonomi Pembangunan Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Aumora, N. S., Bakce, D., & Dewi, N. (2016). Analisis Efisiensi Produksi Usaha Tani
Kelapa di Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir, Sorot, 11(1), 47-59.
BMKG. (2021). Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika. Jakarta: BMKG
BPS. (2022). Badan Pusat Statistik Dalam Angka Kubu Raya. Sungai Raya: BPS Kubu
Raya.
BPS. (2021). Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Kubu Raya. Sungai Raya: BPS Kubu Raya
Huang, H. (2017). Uji Anova, Teori Satu Arah dan Dua Arah. Global Stats Academic:
China
Jati, K. (2018). Analisis Efek Musim Hujan dan Kemarau Terhadap Harga Beras. Jurnal
Manajemen Industri dan Logistik, 40-51.

18
Lumintang, F. N. (2013). Analisis Pendapatan Petani Padi di Desa Teep Kecamatan
Langowan Timur. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi, 1(3).
Palulungan, L., Rorong, L. P., & Maranus, M. B. (2022). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pendapatan Petani Hortikultura (Studi Kasus Pada Usaha Tani
Sayur Kentang di Desa Sinsir Kecamatan Modoinding). Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi, 22(3)
Mahabirama, A.K.,Kuswanti, H., Darianto, S., & Winandi, R. (2017). Analisis Efisiensi
dan Pendapatan Usaha Tani Kedelai di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
Jurnal aplikasi manajemen, 11(2), 197-206.
Mankiw, N.Gregory., Quah, E & Wilson, P (2014). Pengantar Ekonomi Mikro, Edisi
Asia Volume 2. Jakarta: Salemba Empat
Matheus, R. (2019). Skenario Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering. Menuju
Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Miller, R. L., & Meiners, E. R. (2000). Teori Mikroekonomika Intermediate,
Penerjemahan Haris Munandar. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Minarsih, I., & Waliyati, R. L. (2019). Efisiensi Produksi Pada Usaha Tani Bawang
Merah di Kabupaten Madiun. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 3(1), 128-
137.
Murni, W. S., & Purnama, H. (2020). Pengembangan Pola Tanam Tanaman Pangan
dengan Introduksi Teknologi Kalender Tanam (KATAM) Terpadu. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-8 Tahun 2020, Palembang 20 Oktober
2020 “Komoditas Sumber Pangan untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan di
Era Pandemi Covid -19” (pp. 1057- 1064). Palembang: Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jambi.
Nazeb, A., Darwanto, D. H., & Suryantini, A. (2019). Efisiensi Alokatif Usaha Tani
Padi Pada Lahan Gambut di Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau,
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 3(2), 267-237.
Normansyah, D., Rochaini, S., & Humaerah, A. D. (2014). Analisis Pendapatan Usaha
Tani Sayuran di Kelompok Tani Jaya Desa Ciaruteun Hilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Agribusiness journal, 8(1), 29-44.
Pesik, C. S., Kapantow, G. H. M., & Katiangdagho, T. M. .(2016). Faktor-Faktor
Penyebab Pergeseran Tenaga Kerja Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di
Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara. Agrisosioekonomi Unsrat, 67-
68.
Putong, Iskandar. 2013. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Rustan. (2019). Pusaran Pembangunan Ekonomi. Makassar: CV Sah Media

19
Saragih, Jef, Rudianto. 2015. Perencanaan Wilayah Dan Pengembangan Ekonomi Lokal
Berbasis Pertanian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, D. K., Haryono, D., & Rosanti, N. (2014). Analisis Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal ilmu-ilmu agribisnis, 2(1), 64-70.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:PT
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2017). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Tanaya, I. L., Rosmilawati, Hidayati, A., & Septiadi, D. (2021). Analisis Risiko Produksi
Spesialisasi Tanaman Hortikultura di Kabupaten Lombok Utara. Prosiding
SAINTEK (pp. 314-327). Mataram: LPPM Universitas Mataram.
Tando, E. (2019). Review: Pemanfaatan Teknologi Greenhouse dan Hidroponik Sebagai
Solusi Menghadapi Perubahan Iklim Dalam Budidaya Tanaman Hortikultura.
Buana Sains, 91-102.
Todaro P. Michael & Smith. 2014. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga Jilid II Edisi ke
11, Jakarta: Erlangga
Winarto, Y. T., Stigter, B. D., Nurhaga, M., & Bowolaksono, A. (2013).
Agrometeorological Learning Increasing Farmer Knowledge in Coping with
Climate Change and Unusual Risks. Southeast Asian Studies, 323-349.
Zaenun, S., Ekowati, T., & Purbajanti, E. D. (2017). Daya Adaptasi Perubahan Iklim
Terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.
AGROMEDIA, 58-64.

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian


Kuesioner Penelitian
Nama Koresponden : Gunarsih
Lokasi Penelitian : Desa Rasau Jaya Tiga, Kec. Rasau Jaya, Kab.
Kubu Raya

Identitas Responden
Nama :
Nomor HP :
Umur : Tahun

20
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Status Pernikahan :
Belum Menikah Menikah

Pendidikan : Tidak bersekolah Tidak Tamat SD


SD/Sederajat SMP/Sederajat
SMA/Sederajat Diploma I/II/III
Strata 1 Lainnya:

BAGIAN I : KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI


1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjalankan pekerjaan sebagai petani sayur?
Jawaban: Tahun
2. Jumlah tanggungan Bapak/ibu dalam keluarga?
Jawaban: Orang
3. Berapa jumlah anggota keluarga yang bekerja?
Jawaban: Orang
4. Berapa luas lahan yang digunakan Bapak/Ibu untuk menanam sayur?
Jawaban:
5. Apa pekerjaan sampingan Bapak/Ibu selain menjadi petani sayur?
Jawaban:
6. Bagaimana status kepemilikan lahan yang Bapak/Ibu gunakan saat ini?
Jawaban: Kepemilikan Pribadi/Hibah/Warisan/Sewa/Lainnya:

Catatan: Lingkari salah satu

21
BAGIAN II : KONDISI USAHA TANI PETANI SAYUR KETIMUN
7. Jumlah realisasi biaya yang Bapak/Ibu keluarkan saat proses produksi tanaman sayur dalam
satu kali musim tanam:
Biaya Produksi (Rp) / Musim Tanam
Output Musim Kemarau Musim Hujan Puncak Musim Hujan
Pupuk
Bibit
Pestisida
Obat-obatan

8. Produk Pertanian

Jumlah Omset Penjualan (Rp)


penjualan (Kg)
Musim Musi Puncak Musi Musim Puncak Musim
kemara m Musim Hujan m Hujan Hujan
u huja kemar
n au

BAGIAN III : ADAPTASI YANG DILAKUKAN PETANI MENGHADAPI MUSIM


9. Upaya apa yang bapak/ibu lakukan untuk mengatasi dampak dari perubahan musim yang
terjadi?

a. Menyesuaikan produksi dengan musim


b. Menyesuaikan jenis tanaman komoditas
c. Meningkatkan jumlah penyiraman
d. Meningkatkan jumlah penyiraman
e. Meningkatkan pengendalian hama pada puncak musim hujan
10. Jika Bapak/Ibu tidak melakukan upaya untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim terhadap
produksi sayur, apa alasannya?
Jawaban:
11. Apakah Bapak/Ibu pada saat ini melakukan perubahan waktu tanam dibandingkan saat awal
mulai bertani?
Jawaban : Iya/tidak

22
12. Jika Jawaban sebelumnya adalah iya, bagaimana bentuk perubahan waktu tanam tersebut?

23
13. Apakah bapak/Ibu pada saat ini melakukan perubahan pola tanaman dibandingkan saat awal
mula bertani?
Jawaban : Iya/Tidak
14. Jika jawaban pertanyaan sebelumnya adalah iya, bagaimana bentuk perubahan jenis/varietas
bibit/benih/tanaman tersebut?

15. Apakah Bapak/Ibu pada saat ini melakukan perubahan teknik pengairan dan drainase pada
lahan pertanian sayur?
Jawaban: iya/Tidak
16. Jika Jawaban pertanyaan sebelumnya adalah iya bagaimana perubahan teknik pengairan dan
drainase pada lahan pertanian sayur?

17. Apakah Bapak/Ibu pada saat ini melakukan perubahan cara pengelolaan tanah dibandingkan
saat awal mulai bertani?
Jawaban: iya/tidak
18. Jika jawaban sebelumnya adalah iya, bagaimana bentuk perubahan pengelolaan tanah tersebut?
19. Di musim apakah Bapak/Ibu lebih sering mengeluarkan ekstra tambahan tenaga maupun biaya
dalam merawat tanaman sayur yang ditanaman?
a. Musim Kemarau
b. Musim Hujan
c. Puncak Musim Hujan
20. Dalam mengendalikan hama yang menyerang apakah Bapak/Ibu menerapkan bentuk perubahan
pengendalian OPT?
Jawaban: Iya/Tidak

24
21. Alasan melakukan merubah bentuk pengendalian OPT?

22. Apakah Bapak/Ibu melakukan penerapan teknologi pertanian dalam menanam


sayuran? Jawaban: Iya/Tidak
23. Jika iya, sebutkan jenis teknologi yang digunakan dan sebutkan alasan
mengapa Bapak/Ibu menggunakan teknologi pertanian tersebut?
24. Jika sedang tidak bertani apakah Bapak/Ibu mempunyai pekerjaan sampingan
atau usaha sampingan?
Jawaban : iya/tidak
25. Alasan Bapak/Ibu mengambil pekerjaan atau usaha sampingan tersebut?

25
26

Lampiran II. Hasil Pengolahan Excel


- Biaya Produksi

Anova: Single Factor

SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Kemarau 66 233649000 3540136.364 7.973E+12
Hujan 66 257404000 3900060.606 1.148E+13
Puncak 66 260564000 3947939.394 1.371E+13

ANOVA
P-
Source of Variation SS df MS F value
Between Groups 6.559E+12 2 3.279E+12 0.296 0.743
Within Groups 2.156E+15 195 1.105E+13

Total 2.162E+15 197

26
27

- Volume Penjualan

Anova: Single Factor

SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Kemarau 66 176300 2671.212 16268696.97
Hujan 66 262370 3975.303 26242609.91
Puncak 66 139260 2110 11336076.92

ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value
Between Groups 120889285.9 2 60444642.93 3.3676 0.0365
Within Groups 3500079947 195 17949127.93

Total 3620969233 197

27
28

- Omset Penjualan

Anova: Single Factor

SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
3.09089E+1
Kemarau 66 918550000 13917424.24 4
4.78604E+1
Hujan 66 916110000 13880454.55 4
5.15517E+1
Puncak 66 673570000 10205606.06 4

ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value
6.00236E+1
Between Groups 4 2 3.00118E+14 0.691 0.5024
8.47087E+1
Within Groups 6 195 4.34403E+14

8.53089E+1
Total 6 197

Rata rata biaya produksi tertinggi terjadi pada puncak musim hujan Rp. 4.135.937. Biaya
produksi tertinggi pada ketiga musim terjadi pada puncak musim hujan Rp. 26.000.000
dan biaya produksi terendah Rp. 408.000.

Rata rata volume penjualan tertinggi terjadi pada musim hujan 3.975 Kg. Volume
penjualan tertinggi terjadi pada musim hujan 25.000 Kg dan terendah pada musim
kemarau 50 Kg.

Rata rata omset penjualan tertinggi terjadi pada puncak musim hujan Rp. 10.205.606.
omset penjualan tertinggi terjadi pada puncak musim hujan Rp. 140.000.000 dan omset
terendah terjadi pada musim hujan Rp. 210.000.

28
29

29

You might also like