Professional Documents
Culture Documents
Balaghah (Macam2 Khabar)
Balaghah (Macam2 Khabar)
Nim : 21.134
Mata kuliah : Dirasah Ushlub 3
Dosen pembimbing : Ustadz Naufal Syauqi, Lc
Menghargai Balaghah Al-Qur‟an sebagai khazanah ilmu melalui firman Allah. Pada
makalah ini penulis akan membahasa perbedaan dari beberapa khabar, sehingga lebih jelas
dimana perbedaan dan persamaannya.
1
II. Pembahasan
Pokok bahasan ilmu ma‟âni adalah kata-kata Arab yang dapat mewujudkan maksud hati
seseorang dan sesuai dengan muqtadla al-hâl. Sedang kegunaannya adalah untuk mengetahui
segi-segi kemu‟jizatan Al-Qur'an, baik dari susunan lafazh yang dikemukakan dengan bahasa
yang indah dan ringkas, maupun pengertiannya yang mendalam. Juga untuk mempelajari
rahasia-rahasia balâghah dan fashâhah pada kata-kata arab, baik yang berbentuk syair (puisi)
maupun natsar (narasi)
Ilmu ma‟ani terdiri dari dua pembahasan yaitu kalam khabar dan kalam insya‟. Kalam
khabar adalah kalam dimana pembicara bisa dikatakan benar ataupun salah. Sedangkan kalam
insya‟ suatu pembicaraan yang pembicaranya tidak dapat dikatakan benar ataupun salah
A. Pengertian
Pada dasarnya, setiap kalimat ada yang berbentuk khabar (berita) dan ada yang
berbentuk insyâ‟ (bukan berita). Setiap kalâm Ilmu Ma’ani 13 khabar tidak lepas dari isnâd,
yang di dalamnya terdapat musnad dan musnad ilaih.
”Kalam khabar ialah sesuatu perkataan yang dikatakan benar atau salah menurut
zatnya itu sendiri (perkataan).”
2
perkataan yang benar atau shodiq. Dan apabila perkataan yang dilontarkan mahasiswa
tidak sesuai dengan situasi dan kondisi (fakta) maka perkataan itu dikatakan dengan
perkataan dusta. Misal dalam bahasa arab seperti : حممد “ سافرMuhammad telah pergi”
Pertama:
أ و كلما وردت عكظ قبيلة بعثوا ايل عريفهم م يتوس: كقولك طربف
Seperti perkataan Tharif :Ketahuilah, setiap datang ke Ukaz satu qabilah, mereka
mengutus kepadaku orang pandai mereka yang selalu berpirasat”
Kedua:
1. Faidatul khabar
3
Yaitu menyampaikan suatu hukum yang terkandung dalam suatu kalimat kepada
mukhathab. Contoh:
ِر ِة ِئ
َح َض َر َر ْيُس اُجْلْمُهْو َي
Artinya: Pak Presiden telah datang.
2. Lazimul khabar
Yaitu memberiatahukan mukhathab bahwa mutakallim megetahui suatu hukum. Contoh:
َأْنَت َم ِر ْيٌض
Artinya: Kamu sakit.
Selain kedua tujuan di atas, ada beberapa tujuan kalam khabari sesuai dengan subjek
mutakallim dalam menyampaikan suatu pernyataan. Diantaranya:
1. Al-Fakhr ()الفخر
Yaitu menyampaikan berita untuk menunjukkan kebanggaan (prestise). Contohnya
sebagaimana sabda Rasulullah:
َأَنا َأْفَص ُح الَعَر ِب َبْيَد َأيِّن ِم ْن ُقَر ْيٍش
Artinya: Saya orang yang paling fasih berbahasa Arab selain itu saya berasal dari
keturunan Quraisy.
َقاَل َر ِّب ِإيِّن َو َه َن اْلَعْظُم ِم يِّن َو اْش َتَعَل الَّر ْأُس َش ْيًبا
Artinya: “Ia (Nabi Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah
dan kepalaku telah ditumbuhi uban….” (Q.S.Maryam :4).
3. Al-Tahassur ()التحسر
Yaitu menyampaikan berita untuk menunjukkan penyesalan.
Contohnya sebagaiman disebutkan dalam al-Qur’an yang mengisahkan tentang isteri
Imran yang melahirkan anak perempuan bernama Maryam: Contohnya:
4. Al-Istirham ()االسرتحام
Yaitu menyampaikan berita untuk memohon kasih sayang dan belas kasihan. Contohnya:
4
ِإ َفِق ِإىَل ْف ِو اِهلل ُغْف اِنِه
َو َر ْيِّن ْيٌر َع
Artinya: Saya sangat mengharapkan ampunan dan magfirah dari Allah.
Masih banyak lagi tujuan dari penyampaian kalam khabari tergantung maksud dan niat
pembicara.
Dimaksud dengan kalam ibtida‟i yakni apabila hati mukhatab bebas (khaaliyudz-
dzihni) dari hukum yang terkandung didalam kalimat (yang akan diucapkan).(Ali al-
jarim,220 )Sederhananya ketika mukhatab dalam kondisi tidak mengetahui apa pun
tentang informasi yang dibawakan oleh mutakalim.
Dalam kondisi ini, kalam khabar yang disampaikan tanpa disertai dengan taukid
(penguat). Dan ini sangat masuk akal sekali karena kalau suatu pembicaraan itu
memberikan pengertian pada pendengarnya, maka seyogiannya dia memberikan
pernyataan yang singkat saja, sekedar yang perlu saja, ini untuk menghindari omong
kosong.
Oleh karena itu, kalau pendengar itu pasti bisa menerima pemberitaan, maka
hendaknya pembicara menyatakannya tanpa mempergunakan taukid (kata penegas).
ال ِّر َج ا ُل َقَّو ا ُم و َن َع َل ى الِّنَس ا ِء ِبَم ا َفَّض َل ال َّل ُه َبْع َض ُه ْم َع َل ٰى َبْع ٍض َو ِبَم ا
ِف ِل ِف ِن ِل ِل ِم
َأْنَفُق وا ْن َأْم َو ا ِه ْم ۚ َفال َّص ا َح ا ُت َقا َت ا ٌت َح ا َظا ٌت ْل َغ ْي ِب ِبَم ا َح َظ ال َّلُه
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)
5
Mukhatabnya khaaliyudz-dzihni, pada dasarnya pendengar/mukhatabnya
adalah orang yang kosong hatinya (kosong hatinya, dan akan menerima
sepenuhnya), akan tetapi pembicara menganggapnya sebagai orang yang ragu
2. Kalam khabarThalabi
Yaitu ketika mukhatab ragu-ragu tentang informasi yang diberitakan oleh mutakalim.
Mukhatab diperkirakan tidak akan menerima informasi dari mutakalim. Oleh karena
itu perkataannya harus memakai taukid untuk meyakinkannya.
Pengertian lain diungkapkan oleh Ali alJarim yang disebut dengan kalam thalabi ialah
ketika mukhatab ragu terhadap hukum dan ingin memperoleh sesuatu keyakinan
dalam mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat disampaikan
disertai dengan lafaz penguat agar dapat menguasai dirinya.
Dari kalimat diatas pembicara ingin menjelaskan kalam khabar kepada mukhatab
dengan menggunakan taukid, karena pembicara menilai perlunya memberi taukid
untuk menguasai mukhatab yang sedikit ragu-ragu dengan khabar yang kita
sampaikan.
Maka sebaiknya pembicara harus menyisipkan satu taukid (penguat)
Dalam kasus ini pembicara harus memasukkan kalimat penguat lebih dari satu
ataupun dua bahkan diharuskan lebih apabila frekuensi dari keingkarannya itu sudah
fatal.
6
وألكرمن الللني, وألغمد ن سيفى حىت يسله إال الش دة,اخلاصة ماأمنتهم على العامة
وألعطني,حىت الينفع ألعملنً ة موضعا حىت األرى للعطي احل ق
a. Taukid Lafzi.
Taukid lafzi adalah taukid yang diulang-ulang seperti dalm perkataan udruji,
udruji (naiklah-naiklah). Bait ini menjelaskan tentang bagian kedua dar jenis
taukid, yaitu taukd lafzi. Yang dimaksud adalah mengulangi lafaz yang pertama
untuk menonjolkan kepentingannya seperti:
ادرجي ادرجي
”Naiklah, naiklah“
7
Taukid (penegas) itu bisa dengan inna, anna, lam ibtida‟ (la), huruf-huruf tanbih,
huruf-huruf qasam (sumpah), nun taukid (khafifah atau tsaqilah), huruf-huruf
tambahan,pengulangan kata, dengan qad dan amma syarat.
Sehubungan dengan hal ini lafaz an nafsu dan lafaz al „ainu harus di-
mudhaf-kan kepada dhamir yang sesuai dengan mu‟akkad, contoh:
8
Dikukuhkan dengan memakai lafaz kullun dan jami‟un sesuatu yang
memiliki beberapa bagian, sedangkan sebagaimana diantaranya dapat
menduduki tempat sebagian yang lainnya, seperti:
Akan tetapi kadang-kadang maksud suatu kalam khabar itu menyalahi lahiriahnya
karena ada beberapa pertimbangan yang diperhatikan oleh si pembicara antara
lain
a. al-mutakallim (pembicara yang baligh)
b. Mukhatob ( yang diajak bicara ) diman mukhatab itu terbagi dari beberapa macam
diantaranya :
9
hatinya, dan akan menerima sepenuhnya), akan tetapi pembicara
menganggapnya sebagai orang yang ragu. Dengan
kata lain, bahwa kalam khabar ini dimaksudkan kepada orang yang
khaaliyudz-zhihni akan tetapi pembicara menyampaikannya dengan
menggunakan kalam thalabi atau inkari. Seperti :
اَل َخُتاِط ْبيِن يِف اَّلِذ يَن َظَلُم وا ِإَّنُه ْم ُمْغَر ُقوَن
Pada ayat diatas, apabila ditelaah lebih lanjut maka akan didapatkan
bahwa sebenarnya mukhatabnya adalah khaaliyudz-zdihni (kosong
hatinya, dan akan menerima sepenuhnya khabar yang disampaikan oleh
mukhotib) terhadap hokum yang khusus bagi orang-orang zalim. Jadi,
pada dasarnya kalimat yang disampaikan kepadanya tidak perlu diperkuat
dengan huruf taukid.
Akan tetapi, firman diatas disertai taukid. Maka apakah sebebnya ayat
diatas disimpangkan dari lahiriyahnya?
Sebabnya adalah bahwa ketika Allah melarang Nabi Nuh. a.s.
mengadukan kepadanya tentang urusan orang-orang yang menyalahi
perintah-Nya, maka Allah menunjukkan kepada Nabi Nuh a.s. sesuatu
yang akan menimpa mereka. Oleh karena itu, Allah Swt., menempatkan
Nabi Nuh a.s. sebagai penanya yang meragukan, seolah Nabi Nuh
mengatakan “Apakah mereka akan dihukum dengan ditenggelamkan
ataukah tidak?”. Maka Allah menjawab dengan firman-Nya :
“sesungguhnya mereka akan ditenggelamkan”.
10
Pada ayat diatas, maka akan didapatkan mukhatabnya tidaklah
mengingkari hukum yang terkandung dalam firman Allah: “Kemudian,
sesudah itu sesungguhnya kamu benarbenar akan mati”. Namun, apa
sebabnya firman itu disampaikan kepada mereka dengan
menggunakan taukid? Sebabnya adalah tampaknya tanda-tanda
keingkaran pada mereka karena kelalaian mereka dari kematian dan
ketidaksiapsiagaan mereka dengan amal saleh untuk menghadapi
kematian itu, mereka ditempatkan sebagai orangorang yang inkar, dan
khabar itu disampaikan kepada mereka diperkuat dengan dua taukid.
Mukhatab yang inkar dianggap sebagai orang yang tidak ingkar bila di
hadapannya terdapat beberapa dalil dan bukti, yang seandainya
diperhatikan, niscaya musnahlah keingkaran itu
Pada bagian ketiga ini adalah kebalikan dengan bagian yang pertama,
yakni mukhatab adalah seorang yang benar-benar ingkar akan tetapi
tidak dianggap sebagai orang yang ingkar oleh penyampai khabar itu
sendiri, melainkan dianggap sebagai orang yang kosong hatinya atau
khaaliyudz-dzihni. Contoh :
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa”. [Q. S. AlBaqarah : 163] ِإَلُه ُهَلُك ْم
Pada contoh yang kelima ini, maka akan didapati bahwa Allah
menyeruh orang-orang yang mengingkarinya dan menentang ke-esaan-
Nya. Akan tetapi, Allah menyampaikan khabar kepada mereka tanpa
disertai dengan huruf taukid seperti yang disampaikan dengan
mukhatab yang khaaliyudzdzihni (kosong hatinya). Mengapa
demikian? Sebabnya adalah bahwa sesungguhnya di hadapan mereka
terdapat bukti-bukti yang jelas dan hujjah-hujjah yang pasti, yang
seandainya mereka mau memperhatikannya, niscaya mereka akan
menemukan hal-hal yang sangat memuaskan dan menundukkan.
11
Bagian yang kedua yakni pengungkapan dengan kalam ingkari yang
memuat beberapa taukid (penegas), padahal mukhatabnya adalah
orang yang tidak ingkar, dengan kata lain mukhatab hanya sebagai
khaaliyudz-zhihni ataupun thalabi. Dan yang ketiga adalah
pengungkapan yang diungkapkan dengan kalam Ibtida‟i, akan tetapi
sebenarnya mukhatab atau pendengarnya adalah orang yang inkar.
Dan kalam khabar yang diselewengkan dengan makna lahiriyahnya
harus memiliki indikasi yang mengisyaratkan untuk diselewengkan.
Pada ayat diatas, apabila ditelaah lebih lanjut maka akan didapatkan bahwa sebenarnya
mukhatabnya adalah khaaliyudz-zdihni (kosong hatinya, dan akan menerima sepenuhnya
khabar yang disampaikan oleh mukhotib) terhadap hokum yang khusus bagi orang-orang
zalim. Jadi, pada dasarnya kalimat yang disampaikan kepadanya tidak perlu diperkuat
dengan huruf taukid.
Contoh :
َقْد ْع َل الّٰل ُه اْل َعِّو ِقَنْي ِم ْنُك اْلَق ۤإِى ِلَنْي ِاِل ْخ اِهِن َه ُلَّم ِاَلْيَناۚ اَل ْأ َن اْل ْأ ِااَّل َقِلْيًل
َو َي ُتْو َب َس َو ْم ْم َو ُم َي ُم
Sungguh, Allah mengetahui para penghalang (untuk berperang) dari (golongan)-
mu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.”
Mereka tidak datang berperang, kecuali hanya sebentar.
Pada contoh diatas tergambar bahwa mukhatab sedikit merasa ragu dan tampak
padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Dalam kondisi seperti ini baik
sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan meyakinkan dan
12
menghilangkan keraguannya. Oleh karena itu dalam kalimat ini diperkuat dengan
qüd
3. Khabar Ingkari
F. Kesimpulan
Kalam khabar menurut beberapa pendapat adalah perkataan yang dikatakan
pembicara (mutakalim) bisa benar bisa salah, kalau sesuai kejadian itu benar dan kalau
tidak itu bohong.
Untuk mengetahui kalam khabar ingkari biasanya ada kata taukid atau penegasan
lebih dari dua kali, dan untuk melenyapkan anggapan itu maka harus ada lafadz yang
mengukuhkan lafadz itu, atau memberi penegasan (taukidz) dengan lafadz yang
digunakan untuk meleyapkan anggapan dengan meniadakan pengertian menyeluruh.
13
Daftar pustaka
Abdurrahman al-Ahdhori, Jauharul Maknun, terj. Achmad sunarto, ( Surabaya : Mutiara Ilmu,
2009)
https://repository.uin-suska.ac.id/20791/7/7.pdf
https://nahwusharaf.wordpress.com/ilmu-balaghah-duruusul-balaghoh/ilmu-maani
ILMU BALAGHAH Dilengkapi dengan contoh-contoh Ayat, Hadits Nabi dan Sair Arab
Khamim & H. Ahmad Subakir, IAIN Kediri Press 2018.
https://eprints.iain-surakarta.ac.id/7614/1/scan%20ilmu%20m%27ani%20bu%20hafidah.pdf
14