Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 39

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Metode Kisah atau Bercerita

Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara yang digunakan guru

dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran. (Hamzah.B dan Nurdin, 2012:7), Metode merupakan cara yang

dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran (Hamdani 2011: 80), Metode adalah suatu cara

yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ngalimun, 2014: 14).

Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi

pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya

sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Dalam

mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah

merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah

itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam.

(Aried.A, 2002:16)

An-Nahlawi mengungkapkan bahwa dalam Al-Quran dan as-Sunnah

dapat ditemukan berbagai metode pendidikan Islam yang sangat menyentuh

perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat peserta didik. Metode

1
tersebut diantara salah satunya adalah metode mendidik dengan kisah-kisah

Qurani dan Nabawi. (Janawi, 2013:143)

Metode kisah Qurani dan Nabawi adalah penyajian bahan pembelajaran

yang menampilkan cerita-cerita yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits

Nabi. Kisah Qurani bukan semata-mata karya seni yang indah, tetapi juga cara

mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Dalam pendidikan Islam, kisah

merupakan metode yang sangat penting karena dapat menyentuh hati manusia.

Kisah menampilkan tokoh dalam konteks yang menyeluruh sehingga pembaca

atau pendengar dapat ikut menghayati, seolah-olah ia sendiri yang menjadi

tokohnya. (Minarti, 2013:142)

Metode kisah diisyaratkan dalam Al-Quran:

‫َن ْح ُن َن ُقُّص َع َلْي َك َاْح َس َن اْلَقَص ِص ِبَم ٓا َاْو َح ْي َن ٓا ِاَلْي َك ٰه َذ ا اْلُقْر ٰا َۖن َو ِاْن‬

‫ُكْن َت ِم ْن َقْبِلٖه َلِمَن اْلٰغ ِفِلْي َن‬


Artinya :

“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan


mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu
sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang
yang belum mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 3)

Kemudian diperkuat oleh ayat lain yang berbunyi:

‫َلَقْد َك اَن ِفْي َقَص ِص ِه ْم ِع ْب َر ٌة ُاِّلوِلى اَاْلْلَب اِۗب َم ا َك اَن َح ِد ْي ًث ا ُّي ْف َتٰر ى َو ٰل ِك ْن‬
‫َت ْص ِد ْي َق اَّلِذ ْي َب ْي َن َي َد ْي ِه َو َت ْف ِص ْي َل ُك ِّل َش ْي ٍء َّو ُه ًد ى َّو َر ْح َم ًة ِّلَقْو ٍم ُّيْؤ ِم ُنْو َن‬
Artinya:

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran


bagi orang-orang yang mempunyai akal.”(Q.S. Yusuf:111).

2
Al-Qasas berarti kisah atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi

di masa yang lalu.(Budiyanto, 2013:157) Secara epistimologis lapazd Al-

Qasas merupakan bentuk jamak qis}as} merupakan bentuk masdar dari

kata Al-Qasas ya Al-Qasas dapat berarti menceritakan, juga dapat

mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak. Makna Al-Qasas dalam

sebagian besar ayat-ayat beratikan kisah atau cerita. Secara terminologis

Al-Qasas berarti: (Munir,2003:300)

a) Menurut Abdul Karim al-Khatib, kisah-kisah al-Quran adalah berarti al-

Quran tentang umat terdahulu.

b) Kisah-kisah dalam al-Quran yang menceritakan ih}wal umat-umat

terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada

masa lampau, masa kini, dan masa yang mendatang.

a. Macam macam Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Metode Qudwah

Mengajar dengan contoh/keteladanan adalah metode paling kuat dalam

pembelajaran Islam. Ada ungkapan “tindakan lebih efektif daripada ucapan”.

Bahasa perilaku (guru) lebih bermakna daripada bahasa lisan. Bahkan Nabi

Muhammad juga dikenal dengan sebutan ‘uswatun hasanah’. Ini menandakan

posisi guru begitu penting sebagai panutan baik di lingkungan sekolah dan

masyarakat. Tingkah laku pendidik punya daya sentuh yang lebih besar bagi

siswa daripada apa yang diceramahkan.

3
2. Metode Khitabah/Qoul

Berceramah masih menjadi metode yang efektif diterapkan dalam setiap

suasana. Sebagaimana kita lihat para dai/kyai yang istiqomah menerapkan

metode ini. Dengan kemampuan bahasa yang fasih dan komunikatif, metode

ceramah akan membawa keberhasilan belajar apalagi jika dilengkapi dengan

teknologi terkini/multimedia.

3. Metode Kitabah/Khat

Satu tingkat lebih tinggi dibanding berceramah adalah kitabah (menulis).

Sejarah mencatat, Nabi Muhammad pernah membebaskan tawanan perang dan

meminta mereka mengajar baca tulis kepada sahabat yang saat itu belum

mampu. Begitu pentingnya aktivitas baca tulis. Metode menulis sendiri di

lembaga-lembaga pendidikan Islam diterapkan dengan berbagai teknik, seperti

imla’ (dekte) atau khat (kaligrafi).

4. Metode hiwar

Hiwar (dialog) bagus diterapkan untuk mengunggah ide kreatif siswa.

Syaratnya, topik/materi yang dipelajari jelas batasannya dan memiliki

kegunaan tinggi. Metode ini juga efektif untuk melatih siswa membaca

peristiwa dan kejadian terbaru yang terjadi di lingkungan sekitar.

5. Metode as’ilah wa ajwibah

Banyak yang bilang di lingkungan lembaga pendidikan Islam/pondok

pesantren kurang terbentuk iklim tanya jawab (as’ilah wa ajwibah). Santri

(siswa) tidak punya keberanian berhadapan apalagi bertanya kepada ustadz.

4
Padaha tidak demikian. Hubungan guru dan murid terjalin atas dasar tawadhu’.

Sehingga proses tanya-jawab tidak bisa seenaknya.

6. Metode musyawarah

Berdiskusi dilakukan untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran,

diskusi berarti menemukan solusi atas suatu permasalahan yang diberikan guru

berkenaan dengan topi k yang sedang dibahas. Ada banyak manfaat berdiskusi.

Selain merangsang daya kreativitas siswa, berdiskusi juga membantu siswa

yang punya kelemahan belajar di saat ia bekerjasama dengan teman yang lebih

mampu.

7. Metode mujadalah/bahtsul masail

Bahtsul masail telah menjadi tradisi di lingkungan pesantren. Inilah

salah satu metode menemukan solusi / dasar hukum dari setiap persoalan

kontemporer. Melalui debat/brainstorming dengan referensi kitab/buku karya

ulama klasik, ketajaman berpikir dan kerangka logika dibangun. Tak salah saat

ini bermunculan cendekia-cendekia dengan latar belakang pesantren.

8. Metode Tafakkur-tadzakkur

Refleksi-kontemplasi di lembaga pendidikan Islam dilakukan dengan

mengambil satu topik khusus untuk ditemukan solusinya dengan

mempertimbangkan dua hal: wahyu (dalil naqli) dan pemikiran/penelitian.

Meskipun metode ini merupakan tradisi para sufi dan filsuf Islam terdahulu,

tidak ada salahnya dicoba untuk siswa pendidikan dasar sekalipun. Tentu saja

harus menyesuaikan usia dan kemampuan berpikirnya.

5
9. Metode Muhasabah an-nafs

Muhasabah an-nafs atau introspeksi diri dilakukan sebagai bentuk rasa

cinta terhadap diri sendiri sekaligus ungkapan syukur kepada Tuhan atas ilmu

yang telah diberikan. Jika dicermati, inilah metode yang jarang dilakukan guru

sehingga berdampak pada kurangnya pengenalan siswa terhadap potensinya

masing-masing. Muhasabah bisa dilakukan tiap akhir pekan atau akhir

semester, untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.

10. Metode Qishah

Anak usia dini biasanya sangat suka jika guru bercerita. Metode bercerita

sangat tepat untuk menjelaskan kisah para tokoh muslim atau peristiwa sejarah

lainnya. Namun, perhatikan target yang ingin dicapai. Metode qishah disebut

berhasil manakala siswa mampu mengambil ibrah (pelajaran) yang baik yang

bisa dijadikan contoh untuk diikuti.

11. Metode tathbiq

Di pendidikan umum lebih dikenal dengan metode demontrasi. Tujuan

menggunakan metode ini agar teori yang dipelajari bisa dialami langsung dan

diaplikasikan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami suatu materi

ajar.

12. Metode Tadabbur Alam

Karyawisata atau studi wisata sangat penting untuk menghadirkan

suasana menyenangkan dalam belajar. Dengan metode ini, kesan jenuh dan

monoton dalam belajar di kelas akan menghilang karena siswa belajar di

tempat yang tidak biasanya.

6
13. Metode Mumarasat

Latihan secara berkelanjutan (drill) sering dipakai untuk siswa ketika

hendak mengikuti tes/ujian akhir. Selain itu, metode ini sangat efektif untuk

melatih keterampilan bahasa asing (Arab, Inggris, dan lain-lain). Saat ini

banyak lembaga pendidikan Islam yang berhasil menciptakan lingkungan

bahasa (bi’ah lughawiyah), dimana bahasa asing dijadikan sebagai bahasa ibu

dan alat komunikasi sehari-hari.

Demikian metode mengajar yang telah menjadi tradisi di lingkungan

institusi pendidikan Islam. Ragam variasi metode tersebut menunjukkan betapa

agama Islam menaruh perhatian tinggi pada berkembangnya ilmu pengetahuan.

Dan tentu saja, metode tersebut kiranya bisa mulai kita terapkan untuk

menerapkan pembelajaran yang tidak hanya fokus pada transfer ilmu, tapi juga

penanaman akhlakul karimah.

b. Langkah langkah Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sasaran akhir dari suatu progam

pembelajaran adalah tercapainya tujuan umum pembelajaran tersebut. Oleh

karena itu, setiap perancang harus mempertimbangkan secara mendalam

tentang rumusan tujuan umum pengajaran yang akan ditentukannya.

Mempertimbangkan secara mendalam untuk merumuskan tujuan umum

pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi,

7
karakteristik siswa, dan kondisi lapangan. Tujuan pembelajaran sangat penting

dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang

dirumuskan secara spesifik dan jelas, akan memberikan keuntungan kepada: a.

Siswa. Tujuan umum pembelajaran yang jelas dapat membantu siswa untuk

mengatur waktu dan memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin di capai. b.

Guru. Tujuan umum pembelajaran dapat membantu guru untuk mengatur

kegiatan belajar mengajar , metode, dan strategi untuk mencapai tujuan

tersebut. c. Evaluator. Tujuan umum pembelajaran dapat membantu evaluator

untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak

didik. Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut dick and carrey (1985)

harus jelas, dapat di ukur, dan berbentuk tingkah laku.

2. Melakukan analisis pembelajaran

Analisi pembelajaran perlu dilakukan untuk mengembangkan metode

pembelajaran. Dick dan Carrey (1985) mengatakan bahwa tujuan pengajaran

yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan–

keterampilan bawahan (subordinate skill) yang mengharuskan anak didik

belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus

diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu. Menganalisis subordinate skill

sangatlah diperlukan, karna apabila keterampilan bawahan yang seharusnya

dikuasai tidak di ajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki latar

belakang yang diperlukan untuk mencapai tujuan, dengan demikian

pembelajaran menjadi tidak efektif. Sebaliknya. Apabila keterampilan bawahan

yang berlebihan, pembelajaran akan memakan waktu lebih lama dari

8
semestinya,dan keterampilan yang tidak perlu diajarkan maka mengganggu

anak didik dalam belajar menguasai keterampilan yang diperlukan.

3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa.

Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa sangat

perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan

sebagai petunjuk dalam mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran.

Aspek-aspek yang ungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi

belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal.

Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat di lakukan dengan

pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan materi ajar sesuai

panduan kurikulum.

4. Merumuskan tujuan performansi

Dick dan Carrey menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri atas:

a.Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat

oleh anak didik. b. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan

yang menjadi syarat, yang hadir waktu anak didik berbuat. c.Menyebutkan

kriteria yang digunakan untuk menilai perbuatan anak didik yang dimaksudkan

pada tujuan. Sedangkan fungsi performansi adalah: a.Menyediakan suatu

sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan.

b.Menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi belajar yang sesuai.

c.Memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian.

d.Membantu anak didik dalam usaha belajarnya.

9
5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan

Tes acuan patokan terdiri atas (soal-soal) yang secara langsung

mengukur istilah patokan yang di deskripsikan dalam suatu perangkap tujuan

khusus. Istilah patokan digunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-

rambu untuk menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan,

maksudnya keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah

mencapai tujuan atau belum. Ada empat tes acuan patokan yang dapat dipakai

yakni: a.Tes antri behavior merupakan tes acuan patokan untuk mengukur

keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran. b.Pretes

merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan –tujuan

yang telah dirancang sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana

pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan. c.Tes sisipan

merupakan tes acuan patokan yang melayani dua fungsi penting, yaitu

pertama untuk mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran di ajarkan

sebelum tes dilaksanakan dan kedua untuk mengetes kemajuan anak didik

setelah dilakukan pembelajaran. Dengan demikian dapat dilakukan remedial

yang dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal. d.Pasca test atau post

test merupakan tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan

pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan belajar sehingga dengan

demikian dapat diidentufikasi bagian-bagian mana di antara tujuan

pembelajaran yang belum tercapai.

10
6. Mengembangkan strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat

material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural harus

berdasarkan karakteristik siswa. Alasannya adalah karena meterial

pembelajaran yang dikembangkan pada akhirnya dimaksudkan untuk

membantu siswa agar memperoleh kemudahan dalam belajar. Untuk itu

sebelum mengembangkan materi seorang guru perlu melihat kembali

karakteristik siswa. Dalam marencanakan satu unit pembelajaran ada tiga tahap

sebagaimana berikut ini:

a. Mengurutkan dan merumpunkan tujuan kedalam pembelajaran.

b. Merencanakan prapembelajaran, pengetesan dan kegiatan tidak lanjut.

c. Menyusu alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.

7. Mengembangkan dan memilih material pembelajaran

Dick dan Carrey menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh

pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran sebagaimana

berikut:

a. Pengajar merancang bahan pembelajaran individual. Semua tahap

pembelajaran dimasukkam kedalam bahan, kecuali pretes dan pascatest.

b. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan

strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam

penyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin disampaikan tanpa

bantuan pengajar, jika tidak ada maka pengajar harus memberi penjelasan

11
c. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran

menurut strategi pembelajaran yang telah disusunnya. Pengajar

menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman, termasuk

latihan dan kegiatan kelompok. Kelebihan dari strategi ini adalah pengajar

dapat dengan segera memperbaiki dan memperbaharui pembelajaran jika

terjadi perubahab isi. Adapun kelemahannya adalah sebagian besar waktu

tersita untuk menyampaikan informasi sehingga sedikit sekali waktu untuk

membantu anak didik.

8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif

Evaluasi formatif perlu dilakukan karena evaluasi ini adalah salah satu

langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk

mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran. Dengan kata lain, melalui

evaluasi formatif akan ditemukan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada

kegiatan pembelajaran sehingga kekurangan-kekurangannya dapat diperbaiki.

Ada tiga fase penilaian formatif yakni: a. Fase perorangan atau fase klinis.

Pada fase ini perancang bekerja dengan siswa secara perseorangan untuk

memperoleh data guna menyempurnakan bahan pembelajaran. b. Fase

kelompok kecil, yaitu sekelompok siswa yang terdiri atas delapan sampai

sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan populasi sasaran mempelajari

bahan secara mandiri dan kemudian diuji untuk memperoleh data yang

diperlukan. c. Fase uji lapangan. Fase ini bisa diikuti oleh banyak siswa.

Tekanan dalam uji coba lapangan ini adalah pada pengujian prosedur yang

12
dilakukan untuk memberlakukan pembelajaran itu dalam suatu keadaan yang

mungkin sangat nyata .

9. Merevisi bahan pembelajaran

Merevisi bahan pembelajaran perlu dilakukan untuk menyempurnakan

bahan pembelajaran sehingga lebih menarik. Ada dua revisi yang perlu

dipertimbangkan yaitu:

a. Revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran agar lebih cermat

sebagai alat belajar.

b. Revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan

pembelajaran.

10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif perlu dilakukan karena melalui evaluasi sumatif dapat

ditetapka atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, dimana

dasar keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan efisiensi dalam

kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu evaluasi sumatif diarahkan pada

keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan di perlihatkan oleh

unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat di capai, efektifitas

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap

berhasil dengan baik

c. Tujuan adanya kisah dan Fungsi Kisah

Maksud dan tujuan Kisah menurut Manna al-Qathan: (Munir,2013 : 304-305)

1. Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT. dan keterangan pokok-

13
pokok shariat yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul.

2. Memantapkan hati Rasulullah serta umatnya serta memperkuat keyakinan

kaum muslimin terhadap kebenaran yang benar dan kehancuran yang fatal.

3. Mengoreksi pendapat para ahlul Kitab yang suka menyembunyikan

keterangan dan petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan

argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab-kitab sucinya sebelum

dirubah mereka sendiri.

4. Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam jiwa

pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari bentuk

peradaban.

5. Untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran dan kebenaran Rasulullah

di dalam dakwah.

6. Menenanamkan pendidikan ahlakul karimah karena kisah yang baik dapat

meresap ke dalam hati nurani dengan mudah, serta mendidik dalam

meneladani perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk.

Fungsi atau Peranan Kisah:

1) Memberikan pelajaran untuk dijadikan teladan yang baik.

2) Menggugah hati untuk memahami hal-hal yang bersifat maknawi.

3) Merupakan bagian dari kesenangan manusia.

d. Macam-macam Metode kisah

Terdapat berbagai macam metode kisah menurut Moeslichatoen

diantarannya sebagai berikut:

14
1. Membaca langsung dari buku cerita.

2. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.

3. Menceritakan dongeng.

4. Bercerita dengan menggunakan papan flanel.

5. Bercerita dengan menggunakan media boneka.

6. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan.(Amalia dan Sa’diyah,Juli-

Desember,2015:341)

Bentuk-bentuk metode bercerita dibagi menjadi dua macam:

1) Bercerita tanpa alat peraga, bentuk cerita yang mengandalkan kemampuan

pencerita dengan menggunakan ekspresi muka, gerak tubuh, dan vokal

pencerita sehingga yang mendengarkan dapat menghidupkan kembali

dalam fantasi dan imajinasinya.

2) Bercerita dengan alat peraga, bentuk cerita yang menggunakan alat peraga

bantu untuk menghidupkan cerita. (Nining,20 Mei 2016)

Manna Khalil al-Qathan, macam-macam Kisah dibagi menjadi tiga

yaitu sebagai berikut:(Munir,2013:301)

1) Kisah para nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta

perkembangannya, mukjizat mereka, posisi para penentang, akibat orang-

orang yang percaya dan yang mendustakan mereka.

2) Kisah peristiwa pada masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui

secara pasti apakah mereka nabi/bukan, misalnya kisah Thalut vs Jalut.

3) Kisah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw seperti perang

Badar, Uhud, Khandak dan lain-lain.

15
Selain itu ada pembagian kisah ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari segi

materi diantarannya sebagai berikut: (Djalal,2013:306-311)

1) Ditinjau dari segi waktu:

a) Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu, yaitu kisah yang

menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap

panca indra yang terjadi pada masa lampau. Contohnya kisah-kisah

Nabi Nuh, Nabi Musa, dan kisah Maryam.

a) Kisah hal-hal ghaib pada masa kini yaitu kisah yang menerangkan

hal-hal ghaib pada masa sekarang. Contohnya tentang Allah dengan

segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, kenikmatan surga, dan

sebagainya.

b) Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang, yaitu kisah-kisah

yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum

terjadi pada waktu turunya al-Quran, kemudian peristiwa itu benar-

benar terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas

Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat Ar-Rum, dan sebagainya.

2) Ditinjau dari segi materi:

a) Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan

penentang serta pengikut mereka. Contohnya kisah Nabi Adam,

Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad

SAW dan lain-lain.

b) Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok

manusia tertentu. Contohnya kisah Lukmanul Hakim, Qarun,

16
Ashabul Khahfi, Ashhabus Sabti, dan lain-lain.

c) Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian zaman

Rasulullah.

Contonya kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain,

Perang Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah, dan lain-lain.

e. Penerapan Penggunaan Metode Kisah

Dalam penggunaan metode kisah, perlu adanya strategi penerapan

metode kisah diantaranya sebagai berikut:

1. Penggalan kisah dapat dijadikan pengantar untuk membawa murid pada

suatu pemikiran, penghayatan, terhadap nilai-nilai tertentu.

2. Penggalan kisah Qurani dapat dijadikan sebagai materi pokok dalam topik

bahasan yang disampaikan.

3. Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk memancing

perhatian murid terhadap materi yang disampaikan.

4. Penggalan kisah dapat dijadikan alat untuk memancing emosi.

5. Potongan kisah dijadikan alat untuk memancing rasa ingin tahu murid

hingga muncul motivasi untuk mengetahui kisah secara lengkap.

6. Potongan kisah dijadikan sebagai titik kulminasi penghayatan murid

terhadap penanaman suatu nilai-nilai tertentu seperti menumbuhkan

keberanian, kejujuran, keikhlasan, kesabaran. (Syahidin,2013:104)

Kisah sebagai metode pendidikan amat penting karena dalam kisah

terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat

beberapa alasan yang mendukungnya yaitu: kisah senantiasa memikat

17
karena mengundang pembaca/pendengar untuk mengikuti peristiwanya

dan merenungkan maknanya, kisah dapat menyentuh hati manusia,

karena kisah menampilkan tokoh dalam konteksnya secara menyeluruh

sehingga pembaca/pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah

tersebut, kisah qurani mendidik keimanan dengan cara membangkitkan

perasaan sehingga terlibat secara emosional.(Gunawan,2010:263)

Dengan Kisah dapat menyetuh hati para peserta didik, sehingga

mereka tertegun hatinya dan diharapkan mereka dapat menjadikan para

tokoh kisah tersebut sebagai model keteladanan dalam berperilaku.

Kisah-kisah penuh hikmah akan senantiasa menggugah hati setiap orang.

Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa sesungguhnya kisah-kisah

hikmah merupakan media yang sangat efektif dalam

menyampaikan pesan moral dan keagamaan.

Bahkan, bisa jadi kisah-kisah hikmah akan jauh lebih efektif

dalam membentuk karakter dan kesadaran seseorang, ketimbang ajaran

moral yang disajikan secara kaku dan tekstual (An-Nabiry,2008:11)

Kisah yang termuat dalam Al-Quran dan Hadis mempunyai

banyak nilai-nilai yang penting yang bisa diambil untuk dijadikan

pelajaran bagi manusia.(Munir,2015:299)Dimana kisah yang dimaksudkan

dalam metode sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan

pelajaran. (Abdullah,2007:209)

18
f. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kisah

Kelebihan metode kisah diantaranya sebagai berikut: (Arief,2015:162)

1. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Karena

setiap anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti

berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan

topik kisah tersebut.

2. Mengarahkan semua emosi hingga menyatu pada satu kesimpulan yang

menjadi akhir cerita.

3. Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk mengikuti

peristiwannya dan merenungkan maknanya.

4. Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela,

senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.

Kekurangan Metode Kisah diantarannya sebagai berikut:

1) Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh

masalah lain.

2) Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.

3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud,

sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.

Maka alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kekurangan metode

kisah diantarannya sebagai berikut:

1) Guru harus mengetahui dan paham benar alur cerita yang disampaikan.

2) Guru harus menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita

19
dengan materi.

3) Anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita sehingga

menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.

2. Pendidikan Nilai

Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang identitas

diyakini sebagai suatu yang memberikan corak yang khusus kepada pola

pemikiran, perasaan, ketertarikan maupun perilaku. (Noor Salimi,2004:202)

Definisi-definisi nilai dalam buku Mengartikulasikan Pendidikan Nilai

diantarannya sebagai berikut:(Mulyana,2006:9-11)

a) Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya.

b) Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam

menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

Kesimpulannya nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan

pilihan. Sedangkan menurut Zaim Elmubarok nilai secara garis besar dibagi

menjadi dua: (Elmubarak,2009:7)

1) Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian

berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang

lain. Nilai nurani adalah kejujuran keberanian, cinta damai, keandalan

diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kesesuaian.

2) Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan/diberi yang

kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada

20
kelompok nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta

kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.

Pengertian Pendidikan Nilai, menurut beberapa ahli diantarannya

sebagai berikut:

Kosasih Jahiri, pendidikan nilai mengacu pada aksiologi pendidikan,

sejauh mana pendidikan itu memunculkan dan menerapkan nilai/moral kepada

peserta didik. (Elmubarok,2006:12)

1) Sastraprateja, pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan

nilai-nilai pada seseorang.

2) Pendidikan nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau

bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran,

kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat

dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

a. Pendekatan Pendididikan Nilai

Menurut Superka ada lima pendekatan pendidikan nilai diantarannya

dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendekatan penanaman nilai :

Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang memberi

penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut

Superka tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah:

diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya nilai-nilai

siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.

21
Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran diantarannya

keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peran.

Menurut Superka pendekatan ini digunakan secara meluas oleh

masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan budaya.

2) Pendekatan perkembangan kognitif

Pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek kognitif dan

perkembangannya untuk mendorong siswa berperan aktif tentang

masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.

3) Pendekatan analisis nilai

Pendekatan ini menekankan pada perkembangan kemampuan siswa

untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang

berhubungan dengan nilai-nilai social.

4) Pendekatan klarifikasi nilai

Pendekatan ini menekankan pada usaha membantu siswa dalam

mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri untuk meningkatkan

kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.

5) Pendekatan pembelajaran berbuat

Pendekatan ini menekankan pada usaha memberikan kesempatan

kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral baik secara

perseorangan maupun secara bersama-sama dalam satu kelompok.

b. Metode Penanaman Nilai Keteladanan

1) Pengertian Metode Penanaman Nilai Keteladanan

22
Penanaman nilai merupakan pendekatan yang memberi penekanan

pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan dari penanaman

nilai ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa,

berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial

yang diinginkan.

Sedangkan keteladanan dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan

bahwa, ”Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu perbuatan yang patut

ditiru dan dicontoh (Gunawan,2014:117). Jadi keteladanan adalah hal-hal

yang dapat ditiru atau dicontoh. Kata keteladanan dalam bahasa arab

diungkapkan dengan kata Ukhwah dan Qudhwah berarti pengobatan dan

perbaikan. Sedangkan menurut Al-Ashfahani, Al Ukhwah dan Al

Ikhwah sebagaimana kata Al Qudwah} dan Al Qidwah} berarti suatu

keadaan ketika seorang manusia yang mengikuti manusia lain, terlepas

yang diikuti itu dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtda>n.

Menurut Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa Iswah berarti Qudwah yang

artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan

adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang

lain.

Metode Penananaman nilai keteladanan adalah merupakan metode

yang lebih efektif dan efisien dalam penanaman nilai-nilai keislaman

kepada peserta didik terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan

menengah, yang pada umumnya cenderung meneladani dan meniru guru.

Keteladanan sangat efektif untuk Internalisasi, karena murid secara

23
psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang

akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya.

Dalam islam bahwa peneladanan ini sangat diistemawakan dengan

menyebut bahwa nabi itu teladan yang baik Ihwah maupun Hasanah

(Tafsir,2012:230).

Oleh karena itu Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW.

Agar menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam

merealisasikan sistem pendidikan Islam tersebut. Dengan kepribadian,

sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama manusia, Rasulullah SAW,

benar-benar merupakan interpretasi praktis yang manusiawi dalam

menghidupkan hakikat, ajaran,‘adab, dan tash}ri Al-Quran, yang

melandasi perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metode pendidikan

Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut. (Ulwan,1981:8)

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling

meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak

di dalam moral, spritual dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh

terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-

tanduknya, dan tata santunya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak

dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam

ucapan atau perbuatan, baik material atau spritual, diketahui atau tidak

diketahui. Oleh karena itu, guru perlu memberikan keteladanan yang baik

kepada peserta didik agar dalam proses penanaman nilai-nilai karakter

Islami menjadi lebih efektif dan efisien.

24
c. Tahap-tahap Penanaman Nilai Keteladanan

Pendekatan Internalisasi ini merupakan teknik penanaman nilai yang

sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke

dalam kepribadian siswa, atau sampai pada tahap karakterisasi atau

mewatak. Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah:

(Muhaimin,2012:178)

1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar

menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada

siswa, yang semata- mata merupakan komunikasi verbal.

2) Tahap tranksaksi nilai, dalam tahap ini guru tidak hanya

menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlihat untuk

melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa

diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima

dan mengamalkan nilai tersebut.

3) Tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar

transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan

lagi sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadian).

Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan

hanya gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan

kepribadiannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam

transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-

25
masing terlibat secara aktif. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari

yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari :

1) Menyimak (receiving), ialah kegiatan siswa untuk bersedia menerima

adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan

dalam sikap afektifnya.

2) Menanggapi (responding), yakni kesediaan siswa untuk merespon

nilai- nilai yang ia terima dan sampai ke tahap memiliki kepuasan

untuk merespon nilai tersebut.

3) Memberi nilai (valuing), yakni sebagai kelanjutan dari aktivitas

merespon nilai menjadi siswa mampu memberikan makna baru

terhadap nilai-nilai yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang

diyakini kebenarannya.

4) Mengorganisasi nilai (organisasi of value) ialah aktivitas siswa untuk

mengatur berlakunya sistem nilai yang diyakini sebagai kebenaran

dalam laku kepribadiannya sendiri, sehingga ia memilki satu sistem

nilai yang berbeda dengan yang lain.

5) Karakteristik nilai (characterization by a value or value complex),

yakni dengan membiasakan nilai-nilai yang benar yang diyakini, dan

yang telah diorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut

sudah menjadi watak (kepribadianya).

Dalam pendekatan penanaman nilai yang dapat digunakan guru dalam

proses pembelajaran antara lain yaitu: pengalaman, pembiasaan,

emosional, rasional, fungsional, dan keteladanan. Penjelasannya sebagai

26
berikut: (Ramayulis,2006:130-134)

1) Pendekatan pengalaman merupakan proses penanaman nilai-nilai

kepada siswa melalui pemberian pengalaman langsung.

2) Pendekatan pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang

sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku

begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pembelajaran

memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan

konsep ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara

berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.

3) Pendekatan emosional adalah upaya untuk menggugah perasaan dan

emosi siswa dalam meyakini konsep ajaran Islam serta dapat

merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.

4) Pendekatan rasional merupakan suatu pendekatan mempergunakan

rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan

Allah.

5) Pendekatan fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai yang

menekankan pada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan

sehari- hari, sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

6) Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik

yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab

antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan

lain yang mencerminkan sikap dan perilaku yang terpuji, maupun

yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah

27
keteladanan.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan

1) Kelebihan dari metode keteladanan adalah:

a) Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang

dipelajarinya di sekolah.

b) Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya.

c) Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.

d) Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa.

e) Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh

oleh siswanya.

2) Kekurangan dari metode keteladanan adalah:

a) Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka

cenderung untuk mengikuti yang tidak baik.

b) Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.

e. Bentuk Metode Keteladanan

Bentuk metode keteladanan terbagi menjadi dua macam yaitu:

(Muchtar,2005:224)

1) Keteladanan Disengaja

Keteladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja,

yaitu pendidik sengaja memberikan contoh yang baik kepada para

peserta didiknya supaya mereka dapat menirunya. Umpamanya

28
pendidik memberikan contoh bagaimana cara membaca yang baik

agar para peserta didik menirunya. Dalam proses belajar mengajar,

keteladanan yang disengaja dapat berupa pemberian secara langsung

kepada peserta didiknya melalui kisah-kisah Nabi yang di dalam kisah

tersebut terdapat beberapa hal yang patut dicontoh oleh para peserta

didik.

2) Keteladanan Tidak Disengaja

Keteladanan ini terjadi ketika pendidik secara alami

memberikan contoh-contoh yang baik dan tidak ada unsur sandiwara

di dalamnya. Dalam hal ini, pendidik tampil sebagai figur yang dapat

memberikan contoh-contoh yang baik di dalam maupun di luar kelas.

Bentuk pendidikan semacam ini keberhasilannya banyak bergantung

pada kualitas kesungguhan dan karakter pendidikan yang diteladani,

seperti kualitas keilmuannya, kepemimpinannya, keikhlasannya, dan

sebagainya. Dalam kondisi pendidikan seperti ini, pengaruh teladan

berjalan secara langsung tanpa disengaja.

Oleh karena itu, setiap orang yang diharapkan menjadi pendidik

hendaknya memelihara tingkah lakunya, disertai kesadaran bahwa ia

bertanggungjawab dihadapan Allah dan segala hal yang diikuti oleh

peserta didik sebagai pengagumnya. Semakin tinggi kualitas pendidik

akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pendidiknya.

29
3. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam. merupakan subjek pelajaran yang berisi materi

dan pengalaman tentang ajaran agama Islam, yang pada umumnya tersusun

secara sistematis dalam ilmu-ilmu keislaman (Prahara,2009:8).

b. Pendekatan Pendidikan Agama Islam

Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam: Keimanan,

pengamalan, pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, keteladanan.

Penjelasannya sebagai berikut:

a) Keimanan, yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mengembangkan pemahaman adanya Allah SWT sebagai sumber

kehidupan.

b) Pengamalan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan keyakinan

akidah dan akhlak dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah

dalam kehidupan.

c) Pembiasaan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan

ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah

kehidupan.

d) Rasional, usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) peserta

30
didik dalam memahami dan membedakan berbagai materi serta

perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan

duniawi.

e) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam

menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya

bangsa.

f) Fungsional, menyajikan materi PAI dari segi manfaatnya bagi

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.

g) Keteladanan, yaitu menjadikan figur pribadi-pribadi teladan dan

sebagai cerminan dari manusia yang memiliki keyakinan tauh}id

yang teguh dan berperilaku mulia.

4. Minat Belajar

a. Pengertian Minat Belajar

Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan

yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

(Mustofa,2015:185)Minat adalah kecenderungan jiwa yang relatif menetap

kepada diri seseorang dan biasannya disertai dengan perasaan senang.

Menurut Behard, minat timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba,

melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada

waktu belajar, dengan kata lain minat dapat menjadikan penyebab

kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.

Sedangkan pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang

31
menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan

perubahan itu dilakukan lewat kegiatan atau usaha yang disengaja. Jadi

minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakan diri

dalam beberapa gejala seperti: gairah, keinginan, perasaan suka untuk

melakukan proses perubahan tingkah laku melalui beberapa kegiatan yang

meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain minat

belajar adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan siswa terhadap belajar

yang ditujukan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam

belajar. (Fathurrohman dan Sulistyarini,2012:173-174)

Sedangkan minat membaca adalah kecenderungan jiwa yang aktif

untuk memahami pola bahasa untuk memperoleh informasi yang erat

hubunganya dengan kemauan, aktivitas dan perasaan senang yang secara

potensial memungkinkan individu untuk memilih, memperhatikan, dan

menerima sesuatu yang datang dari luar dirinya.

b. Faktor yang mempengaruhi minat belajar

Menurut Slameto,(2014:284) ada dua faktor yang mempengaruhi:

1) Faktor Intern, terdiri dari faktor jasmaniah (seperti faktor kesehatan

dan cacat tubuh) dan faktor psikologi (seperti intelegensi, perhatian,

bakat, kematangan dan kesiapan).

2) Faktor Ekstern, terdiri dari faktor keluarga (seperti cara orang tua

mendidik, relasi antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan), dan

faktor sekolah (seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru

32
dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik,

disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar penilaian diatas

ukuran, keadaan gedung, metode mengajar dan tugas rumah).

c. Usaha Pendidik dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik

Minat selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil

belajar siswa. Seorang siswa akan menaruh minat besar dan akan

memusatkan perhatian lebih banyak daripada siswa lainnya. Guru dalam

kaitan ini seyogyanya berusaha membangkitkan minat siswa untuk

menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan

cara membangun sikap positif. (Syah,2015:152)

Jika terdapat siswa kurang berminat terhadap belajar, dapatlah

diusahakan agar ia mampu mempunyai minat yang lebih besar dengan cara

menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-

hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan

pelajaran yang dipelajari itu.(Slameto,2015:7) Selain itu, cara yang efektif

untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan

menggunakan minat-minat yang telah ada disesuaikan dengan minat siswa,

kemudian diarahkan ke materi pelajaran. Di samping itu, pengajar juga

berusaha membentuk minat- minat baru pada diri siswa dengan jalan

memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan

pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu,

menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang.

Untuk mengembangkan minat belajar maka pendidik dituntut untuk

33
memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. Cara

yang dilakukan adalah dengan mengajar yang menyenangkan melalui

pemberian kebebasan pada siswa, perlakuan dan memahami pada siswa

sehingga terjalin komunikasi yang baik, pujian-hadiah, serta metode

belajar yang menyenangkan, dimana metode mengajar harus tepat, efisien

dan efektif sehingga peserta didik dapat memahami dan menguasai,

dan mengembangkan bahan pelajaran. Kepribadian guru juga menjadi

sorotan bagi siswa untuk memperoleh pengamalan belajar yang

menyenangkan.

Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, beberapa

kepribadian guru yang berperan adalah: penghayatan nilai-nilai kehidupan,

motivasi kerja, sifat dan sikap. Dengan kepribadian guru yang positif,

siswa akan merasa senang, puas dan gembira, kegembiraan yang dirasakan

akan mampu menimbulkan pengalaman yang dapat meningkatkan minat

belajar. Jadi, peningkatan minat belajar siswa membutuhkan peran aktif

pendidik dengan cara berkepribadian yang baik. Selain itu, ketika siswa di

luar lingkungan sekolah atau di rumah, kondisi tempat tersebut juga harus

mampu meningkatkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar.

Selain itu untuk menambah minat siswa, guru dapat membawakan

cerita secara humor. Menggunakan humor di ruang kelas memberikan

banyak manfaat mencakup mengurangi stres, meningkatkan motivasi,

mengurangi jarak secara psikologis antara guru-siswa, dan meningkatkan

kreativitas. (Darmayansyah,2011:87)

34
B. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan penelitian terdahulu yang

ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun karya skripsi tersebut

adalah:

Lailatus Salamah dalam penelitiannya dengan judul Penggunaan Metode

Cerita . Hasil penelitian ini menunjukkan metode kisah dalam pembelajaran

aqidah akhlak di madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang sebagai salah

satu bentuk variasi metode yang diharapkan dapat membantu pendidik dalam

proses belajar mengajar agar lebih memudahkan dalam menyampaikan materi

dan menumbuhkan hasil yang maksimal. Penerapan metode kisah tersebut

sangat efektif karena membuat siswa lebih antusias dan lebih mudah

memahami materi pelajaran serta dapat memberikan tauladan dalam bersikap

dan bertingkah laku. (Salamah,2008:5)

Tri Isnaini dalam penelitiannya dengan judul Implementasi Metode

Cerita Islami dalam Menanamkan Moral Keagamaan di TK Islam Terpadu

Permata Hati Ngaliyan Semarang. Penelitian ini mengatakan bahwa

Implementasi metode cerita Islami dalam menanamkan moral keagamaan di

TK Islam Terpadu Permata Hati Ngaliyan Semarang diklasifikasikan pada

persiapan, materi, penyampaian, alat peraga dan evaluasi yang semuanya baik.

Kemudian hal tersebut dipengaruhi faktor penunjang dan penghambat. Faktor

penunjang diantaranya pendidik, lingkungan dan sumber belajar. Faktor

35
penghambat diantarannya hambatan waktu, hambatan pengelolaan kelas, dan

hambatan alat untuk bercerita. (Isnaini,2015:45)

Firman Hakim dalam penelitiannya dengan judul Nilai-Nilai

Keteladanan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di

SMK NU Ungaran, Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011. Hasil

penelitian ini menunjukkan bentuk pelaksanaan nilai keteladanan dalam proses

pembelajaran di SMK NU Ungaran dilaksanakan dua cara yaitu keteladanan

disengaja meliputi, guru menceritakan tentang kegigihan dan kesabaran para

Nabi dalam berjuang menyiarkan agama Islam, berkerudung bagi guru

perempuan dan berpeci untuk guru pria, memberikan motivasi, menahan

amarah, sabar, memilih perkataan yang baik dan berdoa sebelum proses belajar

mengajar. Keteladanan tidak disengaja meliputi adil terhadap semua siswa di

dalam kelas, tidak telat masuk kelas, dan lain-lain. Kemudian tahap

pembentukan nilai dengan tahap menyimak, menanggapi, memberi nilai,

mengorganisasikan nilai, tahap karakteristik nilai, siswa mempraktekan sholat

jamaah dzuhur, menghormati guru, membuang sampah pada tempatnya dan

lain-lain, siswa mampu menangkap nilai keteladanan tidak hanya sekedar

perilaku saja, siswa sudah mampu membentuk kepercayaan kebenaran terkait

dengan keyakinan yang mereka tangkap dan mampu mengembangkan nilai

menjadi prinsip yang melandasi setiap tingkah lakunya setiap hari. Implikasi

pelaksanaan nilai keteladanan meliputi komponen kognisi, kompenen afeksi,

dan komponen psikomotorik prinsip yang sudah melekat pada siswa seperti

sholat dzuhur berjamaah bersama guru, mengucapkan salam ketika bertemu,

36
dan lain-lain. (Hakim,2011:53)

Andi Farwanzah dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Metode

Kisah Berbasis Audio Visual Terhadap Pemahaman Materi Haji Pada

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas X SMA Negeri 6 Pinrang.

Dengan hasil penelitiannya bahwa Metode kisah berbasis audio visual

terhadap pemahaman materi haji pada pembelajaran pendidikan agama islam

kelas X SMA negeri 6 yakni 98,60%.

Lailatus Salamah dalam penelitiannya dengan judul Efektifitas Metode


Kisah Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di Madrasah Aliyah Al-Maarif
Singosari Malang. Dengan hasil penelitian bahwa metode kisah sangat efektif
karena dapat membantu siswa lebih antusias selama proses pembelajaran
berlangsung. Peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran khususnya
materi Aqidah akhlak, data itu didapatkan berdasarkan wawancara oleh guru
dan peserta didik di Madrasah Aliyah Al-Maarif Singosari Malang.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan masalah
yang diteliti oleh penulis dapat disimpulkan hasil sementara bahwa dengan
menggunakan metode kisah, dapat meningkatkan minat belajar peserta didik,
dapat mengektivitaskan pembelajaran dengan penggunaan metode kisah.
Dari telaah pustaka yang telah dilakukan, penulis ingin mengemukakan

bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan di atas

dan belum ada yang mengulasnya. Persamaannya ialah sama-sama mengulas

mengenai penggunaan metode kisah dalam pembelajaran, yang membedakan

ialah dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana metode bercerita atau

kisah bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran

37
Pendidikan Agama Islam. kelas V SDN Neglasari Kecamatan Cikakak

Kabupaten Sukabumi. Sedangkan, penelitian terdahulu mengulas efektivitas

metode kisah dalam pembelajaran, penanaman moral keagamaan melalui

cerita, dan nilai- nilai keteladanan dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam.

C. Kajian Kerangka Berpikir

Beberapa masalah yang terindentifikasi oleh penulis diantaranya

belum sistematisnya guru dalam menyampaikan materi pelajaran, masih

banyaknya guru menggunakan metode konfesional, belum efektifnya metode

yang digunakan dalam pembelajaran, terbatasnya buku rujukan dalam

mendukung proses pembelajaran, rendah minat belajar siswa pada sebagian

mata pelajaran, rendahnya hasil ulangan dan harian dan hasil ujian, itu semua

dapat menyebabkan proses pembelajaran kurang efektif dan tidak dapat

menghasilkan mutu pembelajaran. Selama guru kurang memiliki kompetensi

profesional seperti kurang menguasai materi pelajaran, dan mengajar dengan

menggunakan metode konfesional (ceramah) maka akan mengakibatkan hasil

peserta didik yang kurang baik.

Dari uraian di atas, maka dapat didiagramkan dalam paradigma

penelitian sebagai berikut;

MINAT BELAJAR SISWA KELAS


METODE BERCERITA
V SDN NEGLASARI
ATAU KISAH
MENINGKAT

38
D. Asumsi

Asumsi merupakan anggapan dasar dalam suatu penelitian yang diyakini

kebenarannya oleh peneliti. Menurut kinayaty dan sumayati (2016:18)

menyatakan bahwa Asumsi adalah suatu anggapan dasar tentang realita, harus

diverivikasi secara empiris. Asumsi dasar ini bisa memengaruhi cara pandang

peneliti terhadap sebuah fenomena dan juga proses penelitian secara

keseluruhan, karena setiap penelitian pasti menggunakan pendekatan yang

berbeda sehingga asumsi dasarnya pun berbeda pada setiap penelitian.

Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “jika penggunaan

metode bercerita dan penanaman nilai keteladanan berjalan efektif untuk

digunakan, maka minat belajara siswa akan meningkat secara keseluruhan pada

mata pelajaran PAI di SDN Neglasari Kecamatan Cikakak”.

39

You might also like