Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

ANALISIS EFISIENSI RANTAI PASOK DENGAN OPTIMALISASI

KANDANG PENYANGGA SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


VOLATILITAS DAGING AYAM RAS UNTUK MENEKAN INFLASI
DI KALIMANTAN TENGAH
Chintya Prisca Pricilla, Lutfiatul Pebti Fauziah, Muhammad Mohan, S.E, AWP

RINGKASAN

Berdasarkan dua kota acuan (Palangka Raya dan Sampit), Provinsi Kalimantan
Tengah mengalami inflasi (0,39 persen), diikuti oleh laju inflasi tahun kalender (1,78
persen) dan tingkat inflasi tahun ke tahun (3,02 persen) yang cukup rendah. Komponen
harga bergejolak (volatile foods) menjadi pendorong utama terjadinya inflasi di
Palangka Raya (0,41 persen) dan Sampit (0,39 persen). Tingginya inflasi bahan
makanan khususnya berasal dari kenaikan harga daging ayam ras, yang terjadi pada
dua kabupaten/kota sampel Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kalimantan Tengah,
yakni Kota Palangka Raya dan Sampit. Rantai industri menjadi salah satu penyebab
tingginya harga daging ayam di Palangka Raya. Rantai distribusi yang terlalu panjang
menyebabkan terlalu banyak pihak yang terlibat di pasar sehingga mendorong fluktuasi
harga daging ayam ras yang tinggi. Selain itu, harga komoditas ini rentan akan adanya
perilaku spekulan atau penyalahgunaan kekuatan pasar yang dilakukan pedagang
perantara dalam satu rantai distribusi. Berdasarkan hal diatas, besarnya pengaruh harga
daging ayam ras terhadap inflasi Kalimatan Tengah menjadi landasan kajian, yang
akan melihat efisiensi dari rantai pasok eksisting daging ayam ras, maupun
mengkonfirmasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harganya di Kalimantan
Tengah. Salah satu cara untuk mencegah inflasi di Kalimantan Tengah yaitu dengan
pengadaan kandang penyangga. Kandang penyangga ini dibuat untuk mengurangi
inflasi daging ayam ras, terutama menjelang hari besar keagamaan.
I. PENDAHULUAN

Pada Agustus 2019 secara nasional terjadi inflasi sebesar 0,12 persen dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 138,75. Dari 82 kota IHK, 44 kota mengalami
inflasi dan 38 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kudus sebesar 0,82
persen dengan IHK sebesar 144,56, dan terendah terjadi di Tasikmalaya, Madiun dan
Pare-Pare masing-masing sebesar 0,04 persen dengan IHK masing-masing sebesar
134,58, 134,52, dan 132,02. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Bau-Bau sebesar 2,10
persen dengan IHK sebesar 136,38 dan terendah terjadi di Tegal dan Palopo masing-
masing sebesar 0,02 persen dengan IHK masing-masing sebesar 134,22 dan 136,35.M
Natsir (2014:253) Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat
harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus”.
Dari 82 kota pantauan IHK nasional, 57 mengalami inflasi dan 25 kota
mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Manado (3,30 persen) dan deflasi
tertinggi di Tanjung Pandan (1,06 persen). Palangka Raya dan Sampit menempati
peringkat ke-11 dan ke-29 kota inflasi tertinggi di tingkat nasional. Inflasi di Palangka
Raya (0,46 persen) dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga kelompok bahan makanan
(1,94 persen), makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,49 persen), sandang
(0,35 persen), dan kesehatan (0,34 persen). Inflasi di Sampit (0,26 persen) dipengaruhi
oleh kenaikan indeks harga kelompok bahan makanan (1,36 persen), makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau (0,39 persen), dan kesehatan (0,20 persen).
Berdasarkan dua kota acuan (Palangka Raya dan Sampit), Provinsi Kalimantan Tengah
mengalami inflasi (0,39 persen), diikuti oleh laju inflasi tahun kalender (1,78 persen)
dan tingkat inflasi tahun ke tahun (3,02 persen) yang cukup rendah. Komponen harga
bergejolak (volatile foods) menjadi pendorong utama terjadin ya inflasi di Palangka
Raya (0,41 persen) dan Sampit (0,39 persen).
Tingginya inflasi bahan makanan khususnya berasal dari kenaikan harga daging
ayam ras, yang terjadi pada dua kabupaten/kota sampel Indeks Harga Konsumen (IHK)
di Kalimantan Tengah, yakni Kota Palangka Raya dan Sampit. Indeks Harga
Konsumen (IHK) Ialah suatu indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga
dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Dalam tiga tahun terakhir,
daging ayam ras secara konsisten menyumbang andil inflasi tertinggi di provinsi
Kalimantan Tengah terutama menjelang HBKN.
Kelompok 2017 2018 2019
II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan 0,52 0,74 1,09 0,49 5,63 4,78 5,09 3,84 3,16
Makanan Jadi, 2,38 2,79 2,16 1,75 2,05 2,23 2,25 2,66 2,76
Minuman, Rokok, &
Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, 10,54 9,20 9,12 5,84 2,06 2,87 3,25 2,30 1,66
Gas, dan Bahan Bakar
Sandang 2,33 2,08 3,07 4,92 4,72 4,16 4,43 2,80 2,36
Kesehatan 3,07 2,22 2,00 2,89 4,22 4,30 4,03 2,44 2,74
Pendidikan, Rekreasi & 4,40 2,63 2,38 2,73 3,09 3,14 3,45 2,64 2,07
Olahraga
Transpor, Komunikasi, 9,15 3,89 3,70 1,16 1,08 5,16 8,88 8,86 5,29
& Jasa Keuangan
Umum/Total 4,97 3,81 3,18 2,31 3,08 3,72 4,52 3,83 2,89
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, 2020 .

Rantai industri menjadi salah satu penyebab tingginya harga daging ayam di
Palangka Raya. Rantai distribusi yang terlalu panjang menyebabkan terlalu banyak
pihak yang terlibat di pasar sehingga mendorong fluktuasi harga daging ayam ras yang
tinggi. Selain itu, harga komoditas ini rentan akan adanya perilaku spekulan atau
penyalahgunaan kekuatan pasar yang dilakukan pedagang perantara dalam satu rantai
distribusi. Struktur pasar pada daging ayam ras sangat berpengaruh terhadap jumlah
margin keuntungan yang ditetapkan oleh para pelaku usaha dalam satu rantai distribusi.
Dari struktur pasar ini muncul pengaruh untuk menentukan harga pasar dari kekuatan
para pedagang besar yang ada di dalam pasar tersebut. Secara umum, pasar daging
ayam terbentuk secara oligopoli, dimana beberapa pedagang besar memiliki
keleluasaan menetapkan harga dan menentukan margin seoptimal mungkin.
Komoditas Inflasi Andil Komoditas Inflasi Andil
(%YOY) (%YOY) (%YOY) (%YOY)
Beras 5,94 0,27 Daging Ayam Ras 15,22 0,32
Bawang Merah 17,42 0,12 Layang/benggol 5,31 0,02
Bawang Putih 43,02 0,10 Garam 7,46 0,01
Jeruk 9,12 0,08 Telur Ayam Ras 1,37 0,01
Gabus 17,88 0,06 Pepaya 10,39 0,01
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, 2020 .
Berdasarkan perhitungan neraca bahan makanan Kalimantan Tengah tahun
2019, kondisi pasokan dari 12 komoditas yang dikaji pada level provinsi, terdapat 8
komoditas yakni padi atau beras, ayam ras pedaging, sapi potong, cabai merah, ikan
lele, ikan patin, ikan nila, ikan baung berada dalam kondisi surplus. Sedangkan 4
komoditas lainnya yakni ayam ras, telur, cabai rawit, bawang putih, bawang merah
berada dalam kondisi minus. Sementara berdasarkan kabupaten atau kota, kondisi
pasokan setiap komoditas dapat berbeda dengan kondisi umum provinsi. Pada
komoditas ayam ras pedaging minus produksi yang dialami beberapa kabupaten atau
kota dipenuhi dari kabupaten atau kota terdekat (seperti Palangka Raya dan Pangkalan
Bun, Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin dan
Pelaihari. Kondisi pasokan yang membutuhkan distribusi dan transportasi antar
wilayah menjadikan margin perdagangan dan pengangkutan daging ayam ras di
Kalimantan Tengah relatif tinggi.

Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, 2020 .

Berdasarkan hal diatas, besarnya pengaruh harga daging ayam ras terhadap
inflasi Kalimatan Tengah menjadi landasan kajian, yang akan melihat efisiensi dari
rantai pasok eksisting daging ayam ras, maupun mengkonfirmasi faktor-faktor yang
mempengaruhi volatilitas harganya di Kalimantan Tengah. Salah satu cara untuk
mencegah inflasi di Kalimantan Tengah yaitu dengan pengadaan kandang penyangga.
Kandang penyangga ini dibuat untuk mengurangi inflasi daging ayam ras, terutama
menjelang hari besar keagamaan. Seperti yang kita ketahui, jika mendekati hari besar
keagamaan, harga ayam akan melonjak naik signifikan.
II. PEMBAHASAN

Konsep Volatilitas Volatilitas (volatility) berasal dari kata dasar volatil


(volatile). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi tidak stabil, cenderung
bervariasi dan sulit diperkirakan. Konotasi kuncinya adalah keragaman (variability)
dan ketidakpastian (uncertaintly). Volatilitas pada suatu waktu tertentu dapat diuraikan
menjadi dua komponen yaitu adanya perilaku yang dapat terduga (predictable) dan
yang tidak dapat diduga (unpredictable). Analisis volatilitas harga tidak hanya relevan
di pasar uang maupun di pasar saham tetapi juga mampu diterapkan di pasar komoditas.
Dimana analisis volatilitas harga semakin diperlukan dan penting ketika masyarakat
dihadapkan pada situasi dan kondisi harga yang cenderung tidak stabil dan polanya
semakin tidak beraturan (Sumaryanto,2009).
Pasar komoditas pertanian dianggap mampu menggambarkan tingkat volatilitas
yang tinggi. Pertama, hasil pertanian bervariasi dari periode ke periode karena
guncangan alam seperti cuaca dan hama. Kedua, elastisitas permintaan relatif kecil
sehubungan dengan elastisitas harga dan pasokan yang rendah, setidaknya dalam
jangka pendek. Hal tersebut terjadi untuk memperoleh pasokan komoditas agar
permintaan dapat kembali pada titik keseimbangan setelah adanya guncangan
penawaran, sehingga mengakibatkan harga harus bervariasi agak kuat. Ketiga,
produksi di bidang pertanian membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga pasokan
komoditas tidak bisa merespon banyak perubahan harga dalam jangka pendek. Harga
komoditas pangan senantiasa mengikuti fluktuasi alami guncangan pasokan dan
ketidakstabilan permintaan makanan. Sehingga volatilitas pada komoditas pangan
membawa risiko kepada dua pihak yaitu, konsumen dan produsen, hal itu tidak bisa
dihindari (Braun & Tadesse, 2012).
Inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus, dimana kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga)
pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi (Bank Indonesia). Inflasi
adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga dari berbagai macam
barang secara umum dan terus-menerus (Santoso,2011). Salah satu indikator inflasi
berdasarkan International Best Practice adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana
perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat. IHK di Indonesia dikelompokkan ke dalam 7
kelompok pengeluaran (The Classification of Individual Consumption by Purpose-
COICOP). Ketujuh kelompok pengeluaran tersebut antara lain kelompok bahan
makanan, kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau, kelompok perumahan,
kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan dan olah raga,
kelompok transportasi dan komunikasi.
Perubahan dalam struktur produk mempengaruhi dinamika rantai pasok
(Verdouw dkk., 2010). Secara khusus, efek-efek berikut ini tampak pada jaringan rantai
pasok sebagai akibat dari modularisasi: 1). Outsourcing dan transfer lebih banyak
komponen kepada pemasok; 2). Konsolidasi pemasok-pemasok tingkat pertama
menjadi pemasok besar, hal ini kemudian mengharuskan adanya pengelolaan
pengembangan dan produksi suatu set komponen yang lebih besar sebagai modul
(Takeishi dan Fujimoto, 2001 dalam Nepal, Monplaisir, dan Famuyiwa, 2011); 3).
Reorganisasi kegiatan penentuan nilai di mana beberapa pemasok yang pada awalnya
merupakan pemasok tingkat pertama menjadi pemasok tingkat kedua yang memberi
nilai tambah (Doran, 2003); 4). Pemasok dapat menjadi lebih kuat dan dapat
meningkatkan daya tawar karena peranan yang lebih penting yaitu sebagai pemasok
dengan layanan penuh; 5). Pembentukan aliansi atau kemitraan yang lebih strategis
antara original equipment makers (OEM), yaitu perusahaan yang memproduksi barang
jadi, dan pemasok.
Salah satu kemungkinan besar terjadinya inflasi pada harga daging ayam ras
karena rantai pasok yang terlalu panjang. Seperti yang diketahui, sebagian besar ayam
ras masih memasok dari luar pulau Kalimantan Tengah, contohnya dari Kalimantan
Selatan. Akibatnya, harga daging ayam ras menjadi tinggi karena banyak pihak yang
terlibat. Semakin banyak pihak yang terlibat, biaya yang dikeluarkan akan semakin
banyak pula dan ini akan mempengaruhi harga secara signifikan. Untuk menekan agka
inflasi tersebut, maka diperlukan kandang penyangga. Kandang penyangga diperlukan
agak memperpendek rantai pasok, dengan maksud mengurangi suplai ayam ras dari
luar provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Palangka Raya pada tahun 2018 sudah memiliki lima kandang penyangga dan tahun
2019 membuat dua kandang penyangga ayam ras atau broiler di Kelurahan Pager. Satu
kandang ayam berkapasitas 2.000 ekor, Jadi totalnya 4.000 ekor. Kandang ayam ini
dibuat di lahan peternakan milik dinas di KM 64 Kelurahan Pager. Kandang penyangga
ini secara periodik akan panen, sehingga diharapkan kebutuhan ayam ras di Provinsi
Kalimantan Tengah bisa tercukupi. Dengan demikian harga daging ayam ras bisa
stabil.
III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan dua kota acuan (Palangka Raya dan Sampit), Provinsi Kalimantan
Tengah mengalami inflasi (0,39 persen), diikuti oleh laju inflasi tahun kalender (1,78
persen) dan tingkat inflasi tahun ke tahun (3,02 persen) yang cukup rendah. Komponen
harga bergejolak (volatile foods) menjadi pendorong utama terjadinya inflasi di
Palangka Raya (0,41 persen) dan Sampit (0,39 persen). Tingginya inflasi bahan
makanan khususnya berasal dari kenaikan harga daging ayam ras, yang terjadi pada
dua kabupaten atau kota sampel Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kalimantan Tengah,
yakni Kota Palangka Raya dan Sampit. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah suatu
indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu
kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga dalam kurun
waktu tertentu.
Rantai industri menjadi salah satu penyebab tingginya harga daging ayam di
Palangka Raya. Rantai distribusi yang terlalu panjang menyebabkan terlalu banyak
pihak yang terlibat di pasar sehingga mendorong fluktuasi harga daging ayam ras yang
tinggi. Salah satu kemungkinan besar terjadinya inflasi pada harga daging ayam ras
karena rantai pasok yang terlalu panjang. Kandang penyangga diperlukan agar
memperpendek rantai pasok, dengan maksud mengurangi suplai ayam ras dari luar
provinsi Kalimantan Tengah. Pada tahun 2019 Pemerintah Kota Palangka Raya melalui
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian telah membuat dua kandang penyangga ayam
ras atau broiler di Kelurahan Pager. Satu kandang ayam berkapasitas 2.000 ekor, Jadi
totalnya 4.000 ekor.
Rekomendasi selain di Kota Palangka Raya, pemerintah juga membangun
kandang penyangga daging ayam di wilayah strategis seperti Kabupaten Kapuas dan
Kotawaringin Barat agar ketersedian daging ayam potong ini bisa lebih merata di
daerah barat dan selatan Provinsi Kalimantan Tengah. Sesuai dengan Permentan
Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan
Telur Konsumsi, mengatur kewajiban para peternak yang populasi live bird lebih dari
300.000/minggu untuk memiliki rumah potong ayam (RPA) dan fasilitas rantai dingin
(cold storage). Namun kelebihan pasokan di tingkat peternak pun tidak dianjurkan karena
akan memicu pasokan yang berlebih menyebabkan produksi berlebih. Sehingga menyebabkan
harga ayam ras menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah. 2020. Laporan
Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah.
Braun, Joachim von &Tadesse,Getaw. 2012. Makroeconomic Impacts of Food Prices.
Global Food Price Volatility and Spikes : An Overview of Cost, Causes, and
Solutions. Diakses dari https://papers.ssrn.com pada 21 Maret 2013.
Doran, D. 2003. Supply chain implication of modularization. International Journal of
Operations & Production Management, Vol. 23, No. 3, pp. 316-326.
Famuyiwa, O., Monplaisir, L., Nepal, B., 2008. Integrated Fuzzy Logic Based
Framework For Partners’ Compatibility Rating In OEM-Suppliers Strategic
Alliance Formation. International Journal of Production Economics, Vol. 113,
pp. 862–875.
Natsir, M. 2014. Ekonomi Moneter dan Perbankan Sentral.Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Santoso, Teguh. 2011. Aplikasi Model GARCH pada Data Inflasi Bahan Makanan
Indonesia Periode 2005.1-2010.6. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume
7, Nomor 1 : 38-52. Diakses dari http://www.lppm.ut.ac.id pada 20 September
2012.
Sumaryanto. 2009. Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan
Utama dengan Model ARCH/GARCH. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 27 No.2
: 135-16. Diakses dari http://pse.litbang.deptan.go.id pada 20 September 2012.
Trienekens JH. 2011. Agricultural Value Chains In Developing Countries; A
Framework For Analysis. J Int Food and Agribusiness Management Review.
14(2) : 51-82.
Verdouw, C.N., Beulens, A.J.M., Trienekens, J.H., Verwaart, T., 2010. Mastering
Demand And Supply Uncertainty With Combined Product And Process
Configuration. International Journal of Computer Integrated Manufacturing
23 (6), 515–528.

You might also like