Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

MANAJEMEN DALAM IMPLEMENTASI MORAL GENERASI MILENIAL

ERA REVOLUSI 4.0


Siti Nur Asyisyah1
230120103451

23012010345@student.upnjatim.ac.id

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur


Jl. Rungkut Madya No.1, Gn. Anyar, Kec. Gn. Anyar, Surabaya, Jawa Timur 60294

Abstract Management plays an important role in dealing with the moral challenges faced by the millennial generation in
the Revolution 4.0 Era. This generation is growing up in a rapid technological transformation and cultural
change, which affects their views on moral values. The development of digital technology and widespread access to
information through the internet shapes the millennial generation's moral perspective with both positive and
negative impacts. Moral management is expected to shape the character of millennials, improving their integrity,
ethics, and responsibility. In the context of Revolution 4.0, management needs to integrate moral values in
organisations and managerial practices. The involvement of other parties such as families, educational
institutions, and community organisations is also important in the moral education of the millennial generation.
Moral implementation requires a holistic and adaptive approach, as well as effective communication using
technology. Moral management can help build a moral generation, create a work environment that encourages
morality, and ensure positive changes in the outlook and behaviour of millennials.
Keyword Moral management, Millennial generation, Revolution 4.0, Moral values, Digital technology, Technological
transformation, Fast changing culture, Holistic approach

Abstrak Manajemen memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan moral yang dihadapi
oleh generasi milenial di Era Revolusi 4.0. Generasi ini tumbuh dalam transformasi
teknologi dan perubahan budaya yang cepat, yang mempengaruhi pandangan mereka
terhadap nilai-nilai moral. Perkembangan teknologi digital dan meluasnya akses informasi
melalui internet membentuk cara pandang moral generasi milenial dengan dampak positif
dan negatif. Manajemen moral diharapkan dapat membentuk karakter generasi milenial,
meningkatkan integritas, etika, dan tanggung jawab mereka. Dalam konteks Revolusi 4.0,
manajemen perlu mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam organisasi dan praktik
manajerial. Keterlibatan pihak-pihak lain seperti keluarga, institusi pendidikan, dan
organisasi masyarakat juga penting dalam pendidikan moral generasi milenial.
Implementasi moral membutuhkan pendekatan yang holistik dan adaptif, serta komunikasi
yang efektif dengan menggunakan teknologi. Manajemen moral dapat membantu
membangun generasi yang bermoral, menciptakan lingkungan kerja yang mendorong
moralitas, dan memastikan perubahan positif dalam pandangan dan perilaku generasi
milenial.
Kata Kunci Manajemen moral, Generasi milenial, Revolusi 4.0, Nilai-nilai moral, Teknologi digital,
Transformasi teknologi, Budaya yang berubah dengan cepat, Pendekatan holistik

PENDAHULUAN
Manajemen dalam Implementasi Moral Generasi Milenial di Era Revolusi 4.0 memegang
peranan yang penting dalam menghadapi tantangan moral yang dihadapi oleh generasi milenial
saat ini. Era Revolusi 4.0 telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, termasuk nilai-nilai moral dan pandangan generasi milenial. Generasi milenial
adalah kelompok masyarakat yang lahir antara tahun 1980-an hingga awal 2000-an, mereka

1
tumbuh dalam periode transformasi teknologi yang pesat dan perubahan budaya yang cepat
(Aisyah & Ardiningsing, 2022). Perkembangan teknologi digital dan akses yang luas terhadap
informasi melalui internet telah mempengaruhi cara pandang dan nilai-nilai moral generasi
milenial. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang diwarnai oleh media sosial, di mana informasi
dan perspektif dapat disebarkan dengan cepat dan luas. Hal ini telah memberikan dampak positif
dan negatif pada pandangan moral generasi milenial. Di satu sisi, generasi milenial menjadi lebih
terbuka terhadap isu-isu kebebasan individu, inklusi dan kesetaraan. Mereka juga lebih peka
terhadap isu-isu lingkungan dan perkembangan teknologi. Namun, di sisi lain, terdapat juga
dampak negatif dari perubahan ini. Ketergantungan pada teknologi dan kehidupan online dapat
menyebabkan penurunan etika dan nilai-nilai tradisional yang dianggap penting oleh generasi
sebelumnya. Generasi milenial juga dikenal dalam beberapa kasus tertentu sering menggunakan
kendali media sosial untuk memperoleh popularitas, sehingga mengorbankan moralitas dan
integritas pribadi.
Era Revolusi 4.0 telah memberikan berbagai perubahan signifikan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, termasuk cara generasi milenial memandang moral dan nilai-nilai. Generasi
milenial dikenal sebagai generasi yang tumbuh dalam kecanggihan teknologi dan perubahan
budaya yang cepat. Dalam konteks ini, manajemen memainkan peran penting dalam implementasi
moral di kalangan generasi milenial. Pertumbuhan teknologi yang pesat dalam Revolusi 4.0 telah
mengubah pandangan generasi milenial terhadap moral dan nilai-nilai., manajemen moral juga
harus berkembang sesuai dengan perkembangan tersebut. Teknologi dapat digunakan sebagai alat
untuk memfasilitasi implementasi dan pengawasan moral di kalangan generasi milenial. Misalnya,
dengan menggunakan platform digital, manajer dapat mengkomunikasikan nilai-nilai moral
kepada anak buahnya dan memantau pencapaian moral dalam organisasi. Manajemen moral
sangat penting dalam membentuk karakter generasi milenial yang berkualitas (Handayani &
Muliastrini, 2020). Generasi milenial cenderung lebih mandiri, kritis, dan berdaya saing dalam
menghadapi tantangan yang ada. Manajemen moral yang tepat dapat membantu meningkatkan
integritas, etika, dan tanggung jawab generasi milenial dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Keterlibatan manajemen dalam pembentukan moral generasi milenial juga bisa mencegah
berbagai masalah sosial seperti kejahatan, korupsi, dan nihilisme (Hendayani, 2019).
Manajemen moral di era Revolusi 4.0 perlu mencakup penerapan nilai-nilai moral yang
diintegrasikan dalam organisasi dan praktik manajerial. Manajer perlu menjadi teladan bagi
generasi milenial dalam menerapkan moral dalam setiap keputusan dan tindakan yang mereka
ambil. Penyusunan kode etik organisasi juga perlu dilakukan dengan melibatkan generasi milenial
agar mereka merasa memiliki dan berkomitmen terhadap nilai-nilai moral yang dianggap penting
(Sakinah & Dewi, 2021). Ada kemajuan di era kontemporer ini, khususnya Revolusi Industri 4.0,
seperti yang dilaporkan oleh Bakri (2016). Orang-orang di seluruh dunia telah menggunakan
Industri 4.0, atau internet of thinking, untuk menggerakkan aktivitas manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Sejak memasuki abad ke-21, Indonesia telah mengalami berbagai tahapan perubahan.
Sebagai hasilnya, budaya asing dengan mudah dikenali oleh masyarakat Indonesia, yang bahkan
dapat menentukan tren di dalamnya. Manajemen moral di era Revolusi 4.0 juga harus
menciptakan lingkungan kerja yang mendorong moralitas. Generasi milenial cenderung mencari
tujuan yang bermakna dan berharga dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu, manajemen harus
memberikan ruang bagi generasi milenial untuk mengembangkan potensi mereka secara moral.

2
Ini dapat mencakup pengembangan kurikulum atau program pelatihan yang fokus pada
pengembangan karakter dan moral generasi milenial. Banyak orang Indonesia yang tidak
menyadari makna ideologi kita, Pancasila, di era globalisasi dan revolusi industri keempat ini.
Meskipun Pancasila dikembangkan dalam jangka waktu yang sangat lama dan membutuhkan
banyak pengorbanan dalam kehidupan sehari-hari, namun tetap penting untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur, terutama yang terdapat dalam Pancasila, agar karakter bangsa tercermin di
dalamnya. Maka dari itu, Manajemen moral di era Revolusi 4.0 perlu memperhatikan pendidikan
moral yang diberikan kepada generasi milenial. Pendidikan moral yang komprehensif dapat
membantu generasi milenial memahami nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan sehari-
hari mereka.
Keterlibatan keluarga, institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat dalam pendidikan
moral juga perlu diperhatikan dalam manajemen moral generasi milenial. Hasil riset (Vania et al.,
2021), menunjukkan bahwa manajemen dalam implementasi moral generasi milenial di era
Revolusi 4.0 membutuhkan pendekatan yang holistik dan adaptif. Manajemen perlu memahami
perubahan pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial serta menciptakan lingkungan dan
praktik manajerial yang mendukung perkembangan moral mereka. Dalam meningkatkan nilai dan
moralitas generasi milenial, manajemen dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masa
depan yang lebih baik dan membangun generasi yang bermoral di era Revolusi 4.0. Teknologi
informasi berkembang dengan cepat dalam revolusi industri keempat dan mempengaruhi setiap
aspek kehidupan manusia. Perkembangan internet of things yang merasuk ke berbagai aspek
kehidupan manusia saat ini menjadi salah satu penanda era revolusi industri 4.0. Salah satunya di
sektor pendidikan. Untuk itu, ada dua hal yang perlu dilakukan: 1) merevitalisasi kurikulum; dan
2) menggunakan teknologi informasi secara tepat. Penetrasi Revolusi Industri 4.0 ke dalam
sistem pendidikan, menurut Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menuntut
adanya perbaikan kurikulum dengan meningkatkan tingkat kompetensi siswa, termasuk (Yusnaini,
2019): 1) Menerapkan pemikiran kritis 2) Orisinalitas dan daya cipta 3) Keterampilan komunikasi
dan sosial 4) Kerja sama dan kerja tim.
Selain itu, implementasi moral juga memerlukan komunikasi yang efektif. Manajemen
harus mampu mengkomunikasikan nilai-nilai moral yang dianggap penting kepada generasi
milenial dengan cara yang relevan dan memotivasi. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan
teknologi, seperti platform digital atau aplikasi khusus yang dapat menjadi alat untuk
menyampaikan nilai-nilai moral secara efektif dan memantau perubahan perilaku generasi
milenial. Tantangan lain yang dihadapi oleh manajemen dalam implementasi moral generasi
milenial adalah menciptakan lingkungan kerja yang mendorong moralitas. Generasi milenial
cenderung mencari tujuan yang bermakna dan bernilai dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu,
manajemen harus menciptakan lingkungan kerja yang mendorong nilai-nilai moral dan
memberikan ruang bagi generasi milenial untuk mengembangkan potensi mereka secara moral.
Maka, Ini dapat mencakup program pelatihan khusus yang fokus pada pengembangan karakter
dan moral generasi milenial. Dalam menjalankan peran mereka, manajemen juga perlu bekerja
sama dengan pihak lain seperti keluarga, institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat untuk
memastikan pendidikan moral yang komprehensif. Keterlibatan pihak lain ini penting karena
moralitas tidak hanya terbentuk di tempat kerja, tetapi juga dalam konteks sosial dan budaya yang
lebih luas.

3
METODE PENELITIAN
Melalui penggunaan metode studi literatur, penelitian ini menggunakan metodologi
deskriptif kualitatif. menerapkan metode studi literatur. Sesuai dengan perspektif (Budiman et al.,
2020), pendekatan ini melibatkan pembandingan berbagai sudut pandang tentang tokoh tertentu.
Penulis kemudian perlu menarik kesimpulan. Para peneliti melakukan analisis literatur untuk
mengidentifikasi asal-usul teori dan titik awal diskusi yang akan mengarah pada kesimpulan. Para
peneliti melakukan tinjauan literatur untuk mengumpulkan sumber-sumber dari berbagai sumber,
termasuk publikasi yang diterbitkan dalam jurnal yang dihormati atau jurnal yang terakreditasi
Sinta dan buku-buku yang penulisnya menggunakan data atau teori yang sebelumnya telah mereka
periksa secara mendalam untuk analisis lebih lanjut (Fauziatun, 2021). Untuk mencapai
kesimpulan, hasil pengolahan data akan diorganisir dan diperiksa secara menyeluruh. Peneliti
perlu mencari sumber-sumber teori yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan saat ini
mengenai manajemen dalam implementasi akhlak di Era Revolusi 4.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam Revolusi 4.0, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyajikan
tantangan baru dalam hal etika dan moral. Generasi milenial harus mampu memahami kekuatan
teknologi ini untuk keuntungan mereka sendiri dan juga untuk kebaikan masyarakat. Manajemen
moral dalam Revolusi 4.0 melibatkan kesadaran, pemahaman, dan pengaplikasian nilai-nilai moral
dalam penggunaan teknologi dan interaksi sosial. Generasi milenial perlu memiliki pemahaman
yang baik tentang pentingnya moral dalam Revolusi 4.0 untuk menghindari dampak negatif yang
mungkin timbul. teknologi telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Teknologi
seperti kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT), dan big data analytics mempengaruhi banyak
aspek kehidupan kita. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan pertanyaan etis tentang
bagaimana teknologi ini digunakan dan bagaimana mereka berdampak pada masyarakat dan
individu (Priyanto, 2020). Selain itu, manajemen moral dalam perkembangan revolusi 4.0 juga
harus memahami bahwa generasi milenial memiliki orientasi pada hasil yang cepat dan
pemenuhan diri. Mereka ingin bekerja di tempat yang memberikan ruang kreativitas dan
kesempatan untuk berkembang secara personal maupun profesional. Oleh karena itu, manajemen
perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung perkembangan generasi milenial dengan
memberikan kebebasan berkreasi dan kesempatan untuk mengambil peran aktif dalam
pengambilan keputusan.
Keterlibatan adalah salah satu nilai yang penting bagi generasi milenial. Manajemen harus
memperhatikan kebutuhan mereka untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan memberikan
kesempatan untuk berkontribusi dalam perusahaan (Fakhriyah et al., 2021). Hal ini dapat
dilakukan dengan menerapkan pendekatan partisipatif dalam pengambilan keputusan, seperti
melibatkan generasi milenial dalam tim proyek dan menjadi mentor bagi mereka. Dalam
mengimplementasikan moral generasi milenial, manajemen juga harus memberikan perhatian
pada nilai-nilai etika dan integritas. Mereka perlu mengedukasi dan memberikan pelatihan kepada
generasi milenial mengenai pentingnya etika dalam berbisnis dan menjunjung tinggi integritas
4
dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan workshop,
seminar, atau program pelatihan lainnya (D. Ramadhan et al., 2021). Dan juga, manajemen juga
harus menjadi contoh yang baik dalam menjalankan nilai-nilai moral. Mereka harus menyadari
bahwa generasi milenial termotivasi oleh pemimpin yang jujur, transparan, dan memiliki
integritas. Manajemen harus mengimplementasikan moral di semua lini perusahaan, mulai dari
pimpinan hingga karyawan, agar generasi milenial dapat melihat dan mengikuti contoh yang baik
dalam menjalani kehidupan dan karir mereka.

Dampak Revolusi 4.0 Terhadap Pandangan Dan Nilai-Nilai Moral


Generasi Milenial
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah kehidupan manusia dengan adanya perkembangan
teknologi digital yang pesat. Dalam revolusi ini, generasi milenial, yang merupakan generasi yang
lahir antara tahun 1981 hingga 1996, berada di garis depan perkembangan teknologi. Dampak
revolusi 4.0 terhadap pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial sangat signifikan (Nuraini
& Wahjoedi, 2023). Salah satu dampak revolusi 4.0 terhadap generasi milenial adalah perubahan
gaya hidup. Menurut Dr. Lisa Berkman, seorang profesor di Harvard T.H. Chan School of Public
Health, perkembangan teknologi digital, seperti media sosial, telah mengubah cara generasi
milenial berinteraksi dengan orang lain dan menghabiskan waktu (Hendayani, 2019). Mereka lebih
cenderung menghabiskan waktu di depan layar dan mengurangi interaksi tatap muka. Hal ini
dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam membangun hubungan sosial yang sehat dan
dalam memahami nilai-nilai moral dalam hubungan interpersonal. Selain itu, revolusi 4.0 juga
membawa perubahan dalam cara generasi milenial memperoleh informasi. Pada era Revolusi
Industri 4.0, informasi tersedia dengan mudah melalui internet dan platform media sosial. Dr.
Susan Greenfield, seorang profesor neuroscience di Universitas Oxford, menyatakan bahwa akses
mudah terhadap informasi dapat menyebabkan generasi milenial kehilangan kemampuan kritis
untuk menganalisis dan memilah informasi yang benar dan akurat.
Karena moralitas sering kali membutuhkan pemahaman dan pertimbangan yang
mendalam, hal ini mungkin berdampak pada keyakinan moral mereka (Wijoyo et al., 2020).
Tempat kerja sedang mengalami perubahan sebagai akibat dari Revolusi 4.0. Tempat kerja
generasi milenial lebih bervariasi dan dinamis dari sebelumnya. Mereka memiliki mobilitas yang
tinggi dan lebih melek teknologi. Setiap generasi akan mendapatkan keuntungan dari
perkembangan teknologi, namun hanya mereka yang dapat beradaptasi yang dapat
mengendalikannya. Ini termasuk generasi Milenial, yang lahir di era teknologi yang berlimpah.
Secara logika, mereka akan beradaptasi dengan cepat untuk memastikan bahwa teknologi
membantu mereka dalam melakukan pekerjaan mereka, tetapi seiring berjalannya waktu, telah
terjadi distorsi persepsi dalam penggunaannya, sehingga untuk mengetahui keadaan masalah yang
dihadapi generasi Milenial di era revolusi industri diperlukan pemahaman atau penilaian terhadap
masalah tersebut. 4.0. Menurut Prof. Dr. Hartmut Rosa, seorang sosiolog dari Universitas
Friedrichshafen, revolusi 4.0 mengakibatkan pekerjaan menjadi lebih tidak stabil dan sering kali
generasi milenial harus beradaptasi dengan perubahan yang cepat (Hendayani, 2019). Faktor-
faktor ini dapat mempengaruhi pandangan moral mereka, karena mereka dapat mengalami
tekanan dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk merefleksikan nilai-nilai moral dalam
tindakan mereka. Bagi generasi milenial, revolusi 4.0 juga membawa tantangan dalam hal nilai-
nilai moral. Pertarungan antara individualisme dan kolektivisme adalah salah satunya. Sherry
Turkle, seorang akademisi di Massachusetts Institute of Technology, menyatakan bahwa budaya
di mana generasi milenial dibesarkan mempromosikan individualisme dan fokus ke dalam ( tidak
mau dikeluarkan secara maksimal). Terlebih, kemampuan mereka untuk mengunggah dan

5
membagikan pencapaian mereka kepada dunia berkat konektivitas digital memicu persaingan dan
keinginan untuk mendapatkan pengakuan individu.
Prinsip-prinsip moral seperti empati dan kepedulian terhadap orang lain mungkin akan
terpengaruh. Namun, revolusi 4.0 juga menawarkan kesempatan bagi generasi milenial untuk
mengembangkan nilai-nilai moral dan perspektif yang lebih inklusif dan mengglobal. Mereka
dapat berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya dan kelompok lain secara online. Selain itu,
generasi milenial dapat memperluas perspektif moral mereka dan memahami keragaman nilai
dalam masyarakat global dengan memiliki akses yang lebih mudah terhadap informasi dan terlibat
dalam lebih banyak wacana dengan sudut pandang yang berbeda. (Sakinah & Dewi, 2021).
Ciri-ciri masyarakat sebelum dan sesudah terhubung ke internet adalah sebagai berikut:
Masyarakat Citizen Masyarakat Netizen
Memperoleh pengetahuan Menemukan informasi melalui
melalui percakapan dan pencarian online
obrolan dengan tetangga
Hanya di dalam lingkunganKonektivitas dan jaringan
atau di antara kenalan atau
global yang memungkinkan
keluarga seseorang untuk
berkomunikasi dengan pihak
berwenang atau bahkan
selebriti
Pembicaraan berlangsung Misalnya, di ruang nyata.
dalam pengaturan fisik, Rapat digital digunakan untuk
seperti pada pertemuan diskusi selama rapat (obrolan
atau pertemuan. grup, forum, mailist, dll.)
Tabel 1.1 Perbandingan antara Masyarakat Citizen dengan Masyarakat Netizen
Sebagai hasilnya, perkembangan psikologis generasi milenial dapat dilihat dari
penggunaan teknologi internet, jaringan, dan media sosial untuk pertemuan dan pengumpulan
informasi. Hal ini berbeda dengan aspek sosial masyarakat, yang menekankan interaksi tatap
muka untuk membina hubungan komunikasi yang lebih baik, seperti yang dikatakan oleh Zemke
dkk. (2013). Generasi milenial menginginkan pertemuan yang dilakukan melalui teknologi dan
lebih suka menggunakannya untuk berkomunikasi. Michael Laitman menyoroti pentingnya
pendidikan nilai-nilai moral ketika membahas bagaimana revolusi 4.0 telah mempengaruhi
pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial. Dia percaya bahwa mengajarkan prinsip-prinsip
moral yang lebih tinggi kepada generasi milenial seperti menghormati satu sama lain,
mempertimbangkan kebutuhan orang lain, dan pelestarian lingkungan sangatlah penting.
(Maghfiroh & Sholeh, n.d.). Mereka dapat mengembangkan karakter moral yang kuat dan
pandangan moral dengan bantuan pendidikan nilai-nilai moral ini, membantu mereka mengatasi
efek negatif dari revolusi 4.0. Kemampuan generasi milenial untuk menjalankan fungsi sosialnya
terkait erat dengan lingkungannya. Keberfungsian ini memandang generasi milenial secara
keseluruhan (sistem sosial dan jaringan sosial) dalam hal memenuhi kebutuhan dasarnya,
menjalankan peran sosial, dan mengelola stres. Ketiga aspek ini saling berhubungan dan bekerja
sama untuk membentuk kapasitas generasi milenial dalam menjalankan fungsi sosialnya. Temuan
penelitian (Taspcott, 2008; Suryadi, 2015; dan Oktavianus, 2017) menguatkan hal ini. Generasi
milenial sangat bergantung pada kerja sama tim ketika mereka masih muda. Generasi milenial
akan menjadi individu yang lebih termotivasi untuk bekerja dalam kelompok seiring
bertambahnya usia. lebih-lebih pada saat keadaan darurat. Generasi milenial akan lebih berjiwa
petualang, mampu mengambil keputusan, dan mampu menjadi pemimpin yang kuat saat mereka
mencapai usia paruh baya. Generasi milenial akan menjadi generasi lansia yang dapat mengkritik
6
dan memberikan kontribusi kepada masyarakat saat mereka menjadi tua. Media sosial memiliki
dampak yang signifikan terhadap bagaimana generasi milenial berfungsi. Menurut Harlock (1978),
media sosial berdampak pada bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri dan dapat membantu
orang mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk
melihat diri mereka sendiri dalam kehidupan nyata. Media sosial juga dapat secara akurat
mengevaluasi hubungan interpersonal, yang mendorong penyesuaian sosial yang positif.

Menurut (Asyari, 2019), pendekatan pendidikan dengan media sosial yang komprehensif
disarankan untuk mencapai hal ini. Perkembangan fisik, emosional, intelektual, dan moral harus
ditekankan dalam pendidikan, menurutnya. Untuk memastikan bahwa generasi milenial memiliki
dasar moral yang kuat, pendidikan moral harus diberikan sejak usia dini dan dipertahankan dari
waktu ke waktu. Pengaruh lingkungan terhadap pola pikir generasi milenial perlu diperhatikan
dengan sangat serius karena, di mata mereka, lingkungan terbagi menjadi dua kategori: citizen dan
nitizen. Karena mereka menghabiskan begitu banyak waktu secara online, netizen generasi
milenial yang terpengaruh oleh internet memiliki kecenderungan untuk menjadi penyendiri.
Kesepian adalah hasil dari hal ini. Untuk mendukung ambisi dan tujuan mereka, seseorang di usia
dewasa awal harus membangun hubungan dekat dengan banyak individu. Ini adalah periode
ketika individu membangun hubungan yang intim satu sama lain. Namun demikian, karena
dampak dari proses keintiman dan sosialisasi tidak berjalan dengan baik di internet. Seseorang,
terutama remaja atau dewasa muda, dapat menjadi kecanduan internet karena pengaruhnya. Saat
ini, gangguan bermain game internet banyak terjadi di negara-negara Asia. Kecanduan internet
gaming disorder bermanifestasi sebagai gejala seperti kehilangan minat pada hobi dan kehilangan
kontrol diri. Sikap negatif generasi milenial dapat diubah oleh faktor lingkungan dari tiga sudut
pandang: pertama, dengan mengevaluasi penampilan mereka, yang mengharuskan mereka untuk
berhenti menggunakan media sosial secara teratur; kedua, dengan mengevaluasi perilaku mereka.
Dengan penekanan pada penampilan, generasi milenial berusaha untuk meningkatkan aktualisasi
diri mereka di dunia nyata sebagai upaya untuk mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka.
Ketiga, generasi milenial tidak lagi mengkategorikan status sosial berdasarkan klasifikasi diri
mereka sendiri mereka sendiri di dunia digital. Hal ini merupakan salah satu inisiatif untuk
meningkatkan kepercayaan diri dan perasaan (Harahap & Adeni, 2020). Dengan demikian,
dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap prinsip-prinsip moral dan pandangan dunia generasi
milenial merupakan fenomena yang memiliki banyak segi dan rumit. Bagi generasi milenial,
revolusi ini menawarkan peluang dan tantangan dalam hal memperkuat keyakinan moral mereka.

Manajemen Dapat Berperan Sebagai Fasilitator Dalam Membentuk


Karakter
Teknologi digital telah mengubah wajah praktik keagamaan dan sosial secara signifikan di
era modern ini . Kemajuan teknologi telah memberikan umat beragama berbagai sarana baru
yang memudahkan mereka untuk beribadah, belajar, dan berkomunikasi dalam konteks agama.
Penggunaan aplikasi, media sosial, dan platform online telah mengubah cara umat Islam
berinteraksi dengan agama mereka. Pertama, di antara sumber daya yang paling membantu bagi
umat Muslim di seluruh dunia sekarang adalah aplikasi keagamaan. Muslim Pro, Quran
Companion, dan Athan Pro adalah beberapa contoh aplikasi dengan fitur-fitur yang mendukung
umat Islam dalam menjalankan kewajiban agamanya. Sebagai contoh, Muslim Pro menawarkan
waktu salat yang tepat, petunjuk arah kiblat, dan bahkan terjemahan Al-Quran dalam berbagai
bahasa. Umat Muslim kini dapat dengan mudah melaksanakan salat tepat waktu meskipun
mereka tinggal jauh dari masjid. Media sosial juga telah berkembang menjadi instrumen penting
untuk komunikasi Islam dan berbagi informasi. Umat Islam dapat terlibat dalam wacana
keagamaan, bertukar kutipan Alquran, dan mengikuti akun akademisi terkemuka yang
7
menyebarkan pendapat dan ceramah mereka di situs media sosial seperti Facebook, Twitter, dan
Instagram. Media sosial juga memungkinkan umat Islam untuk berpartisipasi dalam diskusi global
tentang isu-isu agama dan sosial yang relevan.
Namun, ada juga kesulitan yang terkait dengan transisi ini. Umat Islam harus memastikan
bahwa penggunaan teknologi mereka menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip agama.
Misalnya, mereka harus mengikuti hukum kesopanan dalam Islam dan berhati-hati saat
berinteraksi dengan lawan jenis di media sosial. Selain itu, ketika menggunakan teknologi untuk
mempelajari agama, sangat penting untuk memilih sumber-sumber yang dapat dipercaya dan
sesuai dengan sudut pandang Islam yang akurat. Hambatan teknologi juga perlu diperhatikan,
seperti koneksi internet yang tidak menentu dan keterbatasan akses di beberapa negara. Selain itu,
ketika menggunakan aplikasi dan platform online yang berpotensi mengumpulkan data pribadi,
ada risiko privasi yang harus dipertimbangkan. Terlebih adanya potensi ekstremisme adalah
kekhawatiran signifikan lainnya. Teknologi digital dapat menjadi senjata bagi radikalisme dan
pemikiran ekstrem. Media sosial dan platform online lainnya dengan mudah digunakan oleh
kelompok-kelompok ekstremis untuk merekrut anggota, memobilisasi pendukung, dan
menyebarkan propaganda. Untuk menghentikan penyebaran ideologi ekstrem di kalangan
generasi milenial yang rentan, hal ini merupakan tantangan serius yang membutuhkan tindakan
tegas. Memastikan generasi milenial menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dalam
lingkungan religius adalah masalah lain. Menghabiskan terlalu banyak waktu online dapat
mengurangi waktu yang didedikasikan untuk beribadah dan meningkatkan pengetahuan agama.
Ini berarti bahwa menggabungkan teknologi ke dalam praktik keagamaan rutin perlu dilakukan
dengan cara yang seimbang.
Maka dari sini sinilah, manajemen memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk
karakter, integritas, dan etika generasi milenial di era teknologi dan perubahan budaya yang pesat.
Pendekatan yang efektif dari manajemen dapat memfasilitasi generasi milenial dalam
mengembangkan karakter yang kuat, integritas yang tinggi, dan etika yang baik dalam kehidupan
pribadi dan profesional mereka. Pertama-tama, manajemen harus menyadari pentingnya
pengembangan karakter generasi milenial. Menurut Prof. Dr. Angela Duckworth, seorang
psikolog dari Universitas Pennsylvania, karakter merupakan kombinasi dari sifat kepribadian,
nilai-nilai moral, dan sikap yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam berbagai
aspek kehidupan. Manajemen dapat berperan sebagai fasilitator dalam membentuk karakter
generasi milenial dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan karakter yang
positif (Rahmat et al., 2017). Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan peluang untuk
berkembang secara personal, seperti mentoring, pelatihan, dan penugasan yang menantang.
Integritas juga merupakan nilai yang penting dalam generasi milenial. Menurut (Rahman A,
2022), menyatakan bahwa integritas melibatkan konsistensi antara nilai-nilai yang dipercaya
dengan tindakan yang dilakukan. Manajemen dapat membantu membentuk integritas generasi
milenial dengan memberikan contoh yang baik dalam tindakan mereka sendiri. Manajer harus
menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan menjalankan prinsip-prinsip integritas dalam pengambilan
keputusan dan dalam interaksi mereka dengan anggota tim. Selain itu, manajemen dapat
memperkuat integritas dengan mengkomunikasikan dan mendorong nilai-nilai etika di tempat
kerja. Dalam era teknologi dan perubahan budaya yang pesat, manajemen juga perlu
memperhatikan etika generasi milenial.
Dr. Elaine Englehardt, seorang profesor filosofi dari University of Utah, menjelaskan
bahwa generasi milenial seringkali dihadapkan pada situasi etis yang kompleks. Mereka
berinteraksi dengan teknologi dan platform media sosial yang dapat memunculkan isu-isu etis
seperti pembajakan informasi, privasi, dan penyebaran berita palsu. Manajemen harus
mengedukasi dan mempromosikan kesadaran tentang etika digital dan mengembangkan kebijakan
yang mendukung praktik etis di tempat kerja. Akan tetapi, tidak hanya sebatas untuk
8
mengembanngkan. Selebihnya untuk bisa memberikan sebuah contoh dalam sehari-hari. Supaya
orang yang ada disekitar nya bisa terinfluence akan sikap yang sedang dilakukan (Nastiti et al.,
2022). Dalam membentuk karakter, integritas, dan etika generasi milenial, manajemen juga dapat
menggunakan pendekatan partisipatif. Partisipasi memungkinkan individu merasa memiliki dan
bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan mereka. Manajemen dapat melibatkan
generasi milenial dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan untuk
berkontribusi dalam merumuskan nilai-nilai etika yang akan diterapkan dalam organisasi. Dengan
melibatkan generasi milenial secara aktif, manajemen dapat membangun rasa memiliki dan
memperkuat komitmen mereka terhadap karakter, integritas, dan etika yang baik (Vania et al.,
2021).
Selain itu, manajemen dapat berperan sebagai contoh yang baik dalam membangun
karakter, integritas, dan etika generasi milenial. David M. Mayer, seorang pakar manajemen dan
organisasi dari Universitas Michigan, menyatakan bahwa kepemimpinan yang beretika dan
bermoral memiliki dampak yang baik terhadap perilaku pekerja (Asyari, 2019). Untuk melibatkan
generasi milenial dalam lingkungan kerja yang jujur, transparan, dan adil, manajemen harus
menjunjung tinggi konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Generasi milenial akan
terpengaruh secara positif dan terinspirasi untuk menjadi orang yang bermoral oleh para
pemimpin yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral. Manajemen memiliki alat tambahan
dengan menggunakan pendekatan penghargaan dan pengakuan untuk membantu membentuk
moral, etika, dan karakter generasi milenial. Edward L. Deci, seorang psikolog dari University of
Rochester, menyatakan bahwa insentif dan pengakuan atas perbuatan dan usaha yang baik dapat
memacu generasi milenial untuk terus meningkatkan kualitas diri. Etika, moralitas, dan integritas
(Y. L. Ramadhan, 2022). Prestasi dan tindakan yang menjunjung tinggi standar moral yang
diinginkan dapat dihargai dengan tepat oleh manajemen. Hal ini dapat menumbuhkan lingkungan
kerja yang positif dan memotivasi generasi milenial untuk terus berusaha menjadi pribadi yang
bermoral. Oleh dari itu, Manajemen harus menyadari pentingnya pengembangan karakter dan
menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan karakter generasi milenial. Selain itu,
integritas juga merupakan nilai penting yang harus ditanamkan dan dipraktikkan oleh manajemen
secara konsisten. Manajemen juga harus memperhatikan isu-isu etis yang dihadapi oleh generasi
milenial dalam era teknologi yang maju ini. Selain itu, pendekatan partisipatif dapat melibatkan
generasi milenial dalam pengambilan keputusan dan memberikan rasa memiliki terhadap nilai-
nilai etika yang akan diterapkan (Riyanto et al., 2023). Manajemen juga harus menjadi contoh
yang baik dalam mempraktikkan nilai-nilai etika dan integritas yang diinginkan. Penghargaan dan
pengakuan yang tepat dapat menjadi motivasi bagi generasi milenial untuk terus mengembangkan
karakter, integritas, dan etika mereka.
Dalam keseluruhan, manajemen memiliki peran signifikan dalam membentuk karakter,
integritas, dan etika generasi milenial. Dengan pendekatan yang tepat, manajemen dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan dan penerapan nilai-nilai moral yang
baik pada generasi milenial. Ini akan membantu mereka dalam menghadapi tantangan teknologi
dan perubahan budaya yang cepat dengan memiliki karakter yang kuat, integritas yang tinggi, dan
etika yang baik dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.

Pendekatan Holistik Dalam Manajemen Moral


Pendekatan holistik dalam manajemen moral merupakan pendekatan yang melibatkan
aspek fisik, emosional, intelektual, dan spiritual dalam membentuk dan mengatasi tantangan
moral generasi milenial di era Revolusi 4.0. Pendekatan ini memandang moral sebagai sesuatu
yang kompleks dan melibatkan seluruh kehidupan individu. Jon Kabat-Zinn, seorang profesor
dan pendiri Klinik Pengurangan Stres dan Pusat Kesadaran di Fakultas Kedokteran Universitas
Massachusetts, Amerika Serikat. Dalam konteks Revolusi 4.0, generasi milenial sering kali

9
menghadapi ekspektasi yang tinggi, stres, dan tekanan saat menghadapi dilema moral (Ridho et
al., 2022). Dengan mengambil pendekatan yang komprehensif, manajemen moral dapat
menginstruksikan generasi milenial tentang cara meningkatkan kesadaran mereka melalui teknik-
teknik seperti kesadaran atau meditasi. Generasi milenial yang memiliki tingkat kesadaran yang
tinggi dapat berpikir lebih dalam, membuat keputusan yang lebih matang, dan memasukkan
prinsip-prinsip moral ke dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu, pendekatan holistik memasukkan
komponen emosional ke dalam manajemen moral. Psikolog dan penulis buku Prof. Daniel
Goleman menyoroti nilai pengembangan kecerdasan emosional saat menghadapi dilema moral.
Generasi milenial sering terpapar dengan teknologi digital dalam revolusi 4.0, yang dapat
menyebabkan reaksi emosional yang kuat seperti iri hati, jengkel, dan marah (Laoli & Siahaan,
2023). Melalui latihan pengaturan emosi dan pemahaman menyeluruh tentang bagaimana emosi
memengaruhi keputusan moral mereka, manajemen moral yang holistik dapat membantu
generasi milenial dalam mengembangkan kecerdasan emosional dengan mengajarkan mereka cara
mengelola emosi secara bertanggung jawab (Nuraini & Wahjoedi, 2023).
Dimensi spiritual juga dipertimbangkan dalam pendekatan holistik untuk manajemen
moral. Ronald Inglehart menekankan pentingnya dimensi spiritual dalam menjawab tantangan
moral generasi milenial dalam konteks Revolusi 4.0. Inglehart berfokus pada hubungan antara
nilai-nilai individu dan perubahan sosial. Generasi milenial sering merasa kosong secara spiritual
dan mengalami disorientasi moral di dunia yang digerakkan oleh teknologi dan materialisme.
Dengan mengeksplorasi nilai-nilai spiritual seperti keyakinan agama, praktik kehidupan yang
bermakna, atau refleksi diri yang mendalam, manajemen moral holistik dapat membantu generasi
milenial menemukan makna dan tujuan hidup mereka (Pratiwi et al., 2015). Generasi milenial
dapat membuat keputusan moral dan berperilaku bermoral dengan mengembangkan sisi spiritual
yang kuat. Elemen-elemen praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari generasi
milenial juga merupakan bagian dari pendekatan holistik terhadap manajemen moral. Kolumnis
dan penulis buku tentang moralitas modern, David Brooks, menyoroti pentingnya manajemen
moral yang komprehensif yang berpusat pada tindakan praktis dan nyata. Generasi milenial harus
memiliki fondasi moral yang kuat yang dapat mereka jalani untuk menavigasi tantangan moral di
era Revolusi 4.0. Etika kerja, tanggung jawab sosial, dan pola pikir yang sadar lingkungan
hanyalah beberapa prinsip dan praktik praktis yang dapat ditawarkan oleh manajemen moral
holistik (Mustofa, 2020).
Berdasarkan interpretasi penulis terhadap pendapat para ahli, penulis dapat mengatakan
bahwa, dalam konteks Revolusi 4.0, pendekatan manajemen moral yang komprehensif dan
menyeluruh merupakan cara terbaik untuk mengatasi masalah moral generasi milenial.
Komponen fisik, emosional, intelektual, dan spiritual semuanya tercakup dalam pendekatan ini
untuk membentuk dan membimbing moral generasi milenial. Pendekatan holistik ini mengakui
pentingnya mengembangkan keadaan kesadaran yang mendalam, kecerdasan emosional,
perkembangan intelektual, dan pertumbuhan spiritual dalam manajemen moral. Melalui
pendekatan ini, generasi milenial dapat memperkuat karakter mereka, menghadapi stres dan
tantangan moral yang kompleks, dan mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai moral yang
kokoh. Manajemen moral holistik juga menekankan pentingnya menghubungkan aspek praktis
dengan teori moralitas. Generasi milenial dapat memasukkan prinsip-prinsip moral ke dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan pribadi maupun profesional dengan diberikan
pedoman dan strategi khusus. Pendekatan holistik ini mengakui aspek emosional, spiritual, dan
praktis dari moralitas di samping komponen intelektualnya. Generasi milenial membutuhkan
kompas moral yang kuat dan praktik gaya hidup praktis di dunia yang semakin terhubung dan
kompleks (Jannah & Setiawan, 2022).
Maka dari itulah, pendekatan holistik dalam manajemen moral memberikan landasan yang
kokoh dalam mengatasi tantangan moral generasi milenial di era Revolusi 4.0. Melalui integrasi
10
aspek fisik, emosional, intelektual, dan spiritual, generasi milenial dapat mengembangkan karakter,
mengelola emosi, memahami nilai-nilai moral kompleks, dan mengambil tindakan yang konsisten
dengan nilai-nilai etis. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya praktik moral yang konkret
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks era yang terus berubah, manajemen moral holistik
menawarkan kerangka kerja yang komprehensif dan praktis dalam membawa generasi milenial
menuju moralitas yang baik.

KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas yang sudah dijelaskan oleh penulis, maka bisa diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a. Pendekatan fisik dalam manajemen moral mencakup pemahaman tentang dampak
teknologi terhadap gaya hidup generasi milenial. Dengan memahami perubahan gaya
hidup yang dihasilkan oleh revolusi 4.0, manajemen dapat memberikan panduan praktis
tentang penggunaan teknologi secara seimbang. Hal ini termasuk memastikan generasi
milenial dapat membangun hubungan interpersonal yang sehat, meskipun pengaruh
media sosial dan teknologi digital. Penggunaan teknologi yang bertanggung jawab juga
termasuk pemilihan sumber informasi yang dapat dipercaya dan memahami risiko privasi
yang mungkin timbul.
b. Aspek emosional juga menjadi fokus penting dalam manajemen moral holistik. Teknologi
sering kali memicu reaksi emosional yang kuat, seperti rasa iri hati, jengkel, atau marah.
Manajemen moral harus memberikan pendekatan untuk membantu generasi milenial
mengelola emosi mereka dengan baik. Ini dapat melibatkan latihan pengaturan emosi,
kesadaran diri, dan pemahaman mendalam tentang bagaimana emosi dapat memengaruhi
keputusan moral.
c. Pendekatan holistik juga mencakup aspek intelektual. Generasi milenial perlu dilibatkan
dalam pendidikan etika dan integritas. Manajemen dapat menyelenggarakan workshop,
seminar, atau program pelatihan lainnya untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang
etika dalam berbisnis dan menjunjung tinggi integritas dalam tugas-tugas mereka.
Pendidikan ini harus berkelanjutan dan mencakup isu-isu etis yang muncul dalam
penggunaan teknologi.
d. Dampak revolusi 4.0 terhadap pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial
mencakup perubahan gaya hidup, cara memperoleh informasi, dan tantangan dalam nilai-
nilai moral. Generasi ini dihadapkan pada pertarungan antara individualisme dan
kolektivisme. Meskipun terdapat risiko, revolusi 4.0 juga menawarkan kesempatan bagi
generasi milenial untuk mengembangkan nilai-nilai moral yang inklusif dan mengglobal.
e. Dalam mengatasi dampak tersebut, manajemen memiliki peran strategis. Mereka perlu
memahami kebutuhan generasi milenial untuk terlibat dalam pengambilan keputusan,
memberikan lingkungan kerja yang mendukung perkembangan mereka, dan membimbing
mereka dalam menghadapi dilema moral. Pendidikan nilai-nilai moral, baik melalui
workshop atau melibatkan generasi milenial dalam tim proyek, dapat membantu
membangun moral yang kuat.
f. Manajemen moral yang holistik bukan hanya tentang memberikan panduan praktis, tetapi
juga tentang membimbing generasi milenial dalam mengembangkan karakter yang kuat,
integritas yang tinggi, dan etika yang baik. Melalui pendekatan ini, generasi milenial dapat
menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, memahami dampak teknologi dengan bijak,
dan berkontribusi pada masyarakat dengan nilai-nilai moral yang kokoh. Manajemen
moral yang holistik adalah kunci untuk membentuk generasi milenial yang siap
menghadapi tantangan kompleks dalam era revolusi 4.0.

11
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, W. R. (2011). Faktor Penghambat Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM): Studi di Kabupaten Banyumas (Artikel web).

Aisyah, M., & Ardiningsing, T. A. (2022). Pengaruh Persepsi Risiko Dan Dukungan Pemerintah
Terhadap Minat Penggunaan Mobile Banking: Peran Pemediasi Persepsi Kegunaan. Jurnal
Fokus Manajemen Bisnis.
http://www.journal2.uad.ac.id/index.php/fokus/article/view/5987

Arsini, Y., Yoana, L., & Prastami, Y. (2023). Peranan Guru Sebagai Model dalam Pembentukan
Karakter Peserta Didik. MUDABBIR Journal Reserch and Education Studies, 3(2), 27-35.

Asyari, F. (2019). Tantangan Guru Pai Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 Dalam
Meningkatkan Akhlaq Siswa Di Smk Pancasila Kubu Raya Kalimantan Barat. Muslim
Heritage, 4(2). https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v4i2.1779

Basrowi. 2006. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Kediri: Jenggala Pustaka Utama.

Budiman, H., Seminar, K. B., & Saptono, I. T. (2020). Formulasi Strategi Pengembangan Digital
Banking (Studi Kasus Bank Abc). Jurnal Aplikasi Bisnis Dan Manajemen, 6(3), 489–500.
https://doi.org/10.17358/jabm.6.3.489

Endang R Winarti. 2005. Usulan Penelitian Tindakan Kelas: Penerapan Pembelajaran Kooperatif
dengan Memanfaatkan Media Kartu dan Poster dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Siswa Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di SD Sekaran 01 Semarang. Semarang: Unnes.

Faizin, I. (2017). LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN DAN TANTANGAN GLOBAL.


Journal of Chemical Information and Modeling, 8(9), 1–58.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Fakhriyah, F., Rusilowati, A., & ... (2021). Mengembangkan kemampuan argumentasi ilmiah calon
guru sekolah dasar sebagai bentuk penguatan keterampilan abad 21. Prosiding Seminar ….
https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/view/847

Familia. Nata, A. (2018). Pendidikan Islam Di Era Milenial. Conciencia, 18(1), 10–28.
https://doi.org/10.19109/conciencia.v18i1.2436

Fauziatun, N. (2021). A. Implementasi Microsoft Teams for Education. Tesis Program Studi
Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.
12
Febry (2015). Konsep Diri Pengguna Aktif Jejaring Sosial Path (Studi Deskriptif Kualitatif
Terhadap Konsep Diri Siswa SMA Santo Bellarminus Bekasi Sebagai Pengguna Aktif
Jejaring Sosial Path). Ejurnal. Universitas Atma jaya Yogyakarta.

Gazali, E. (2018). Pesantren Di Antara Generasi Alfa Dan Tantangan Dunia Pendidikan Era
Revolusi Industri 4.0. Oasis, 2(2), 94–109.

Giarti, S., & Astuti, S. (2016). Implementasi Tqm Melalui Pelatihan Model in House Training
Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Sd. Scholaria : Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 6(2), 80. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2016.v6.i2.p80-91 Gunawan.
(2015). Percikan Pemikiran Pendidikan Islam: Antologi Konfigurasi Pendidikan Masa Depan
(Gunawan, Ed.; Cet. I). Rajawali Pers.

Hairani, L. (2013). Korupsi di Kementerian Pendidikan Capai Rp 700 M. Tempo.Co, 485097.

Handayani, N. N. L., & Muliastrini, N. K. E. (2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era
Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar). Prosodong Seminar Nasional IAHN-TP
Palangka Raya, 0, 1–14. https://prosiding.iahntp.ac.id

Harahap, M. A., & Adeni, S. (2020). Tren Penggunaan Media Sosial Selama Pandemi Di
Indonesia. Jurnal Professional FIS UNIVED, 7(2), 13–23.

Harsanti, Maulana. Hubungan Kohesvitas Dan Kepercayaan Diri Pada Pria Dewasa Awal
Anggota Klub Mobil. Jurnal Gunadharma.

Harususilo, Y. E. (2019, December 4). Skor PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar Pendidikan
pada Era Nadiem Makarim. Kompas.id.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/04/13002801/skor-pisa-terbaruindonesia-ini-
5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all Hasanah, S. I. (2014). Sumber
belajar matematika dari lingkungan alam sekitar berbasis pondok pesantren. Interaksi, 9(1),
28–31.

Hendayani, M. (2019). Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 7(2), 183. https://doi.org/10.36667/jppi.v7i2.368

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Jannah, D. F., & Setiawan, R. (2022). Evaluasi Implementasi Program PAUD Holistik Integratif.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(6), 7163–7172.

13
https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i6.2970

Jarkasih, S. (2019). Education Answers the Millennial Challenge. 374–378.


https://doi.org/10.2991/icas-19.2019.7

Junanah, M. I. S. (2021). Studi Pemikiran Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Syekh Abdullah


Mubarok Bin Nur Muhammad Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter Di
Indonesia.

Khoeriyah, I. N. (2019). Integrasi Islam dan Sains dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di SMA Sains Al-Quran Yogyakarta [UIN Sunan Kalijaga]. In UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Koesoema, D. A. (2010). Pendidikan Karakter: Stategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:
Grasindo.

Kurniawan, S. (2019). Tantangan Abad 21 bagi Madrasah di Indonesia. Intizar, 25(1), 5568.
https://doi.org/10.19109/intizar.v25i1.3242

Laoli, A. E. J., & Siahaan, E. M. (2023). Hubungan Intensitas Bermain Game Online dengan
Tingkat Stres pada Remaja Kota Medan. Innovative: Journal Of Social Science …. http://j-
innovative.org/index.php/Innovative/article/view/3447

Latif, L. (2016). Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Lince, R. (2016). Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam Menghadapi Tantangan Di


Era Digital. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Guru (Ting), VIII(November), 164179.

Maghfiroh, N., & Sholeh, M. (n.d.). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka
Dalam Menghadapi Era Disrupsi Dan Era Society 5.0. Ejournal.Unesa.Ac.Id.
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inspirasi-manajemen-
pendidikan/article/view/44137

Marquardt, M. J. (2002), Building the Learning Organization

Masruroh, N. dan Umiarso. (2011). Modernisasi Pendidikan Islam – Ala Azyumardi Azra. Jakarta:
Arruz Media.

Mulyadi, B. (2014). Model Pendidikan Karakter Dalam Masyarakat Jepang. Izumi, 3(1), 69.
https://doi.org/10.14710/izumi.3.1.69-80

14
Mumtahanah, N. (2014). Penggunaan Media Visual Dalam Pembelajaran PAI. AL HIKMAH
Jurnal Studi Keislaman, Volume 4, Nomor 1, Maret 2014, 4.

Mustofa, M. K. (2020). Implementasi Nilai Pendidikan Keagamaan Islam Multikultural Dalam


Merawat Budaya Damai Di Pondok Pesantren Ngalah Pasuruan. Universitas Islam Malang.

Narwanti, S. (2011). Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai dalam Mata Pelajaran.

Nastiti, F. E., Ni’mal ’abdu, A. R., & Kajian, J. (2022). Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi era society 5.0. Edcomtech, 5(1), 61–66.

Nata, H. A. (2019). Pembaruan pendidikan islam di indonesia. Prenada Media.

Nu’man, M. (2016). Pembelajaran Matematika Dalam Perspektif Alquran. JPM : Jurnal


Pendidikan Matematika, 2(1), 39. https://doi.org/10.33474/jpm.v2i1.205 Prabowo, D.
(2019, November 1). Menag Fachrul Razi Singgung soal Korupsi, Ini 4 Kasus di Kemenag
Halaman all. Kompas.Com, 1–3.

Nuraini, F., & Wahjoedi, W. (2023). Pengaruh modernitas individu dan pemanfaatan teknologi
informasi terhadap minat berwirausaha generasi z pada siswa SMA di Kota Malang. Jurnal
Pendidikan Ekonomi. http://journal2.um.ac.id/index.php/jpe/article/view/32785

Palo Alto, CA: Davies-Black Mulyono, Sugeng dan Kresnaini, Enlik. (2015). Memetakan
Perubahan Organisasi dalam Desain Learning Organization pada Usaha Kecil Menengah di
Kota Malang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 18(1): 101-118

Pratiwi, I., Moeliono, N., S1, P., Bisnis, A., Komunikasi, F., Bisnis, D., & Telkom, U. (2015).
Pengaruh Celebrity Endorser Maudy Ayunda Terhadap Minat Beli Produk Teh Javana (Studi
Pada Masyarakat Di Kota Bandung). E-Proceeding of Management, 2(3), 3576–3585.

Priatmoko, S. (2018). Urgensi Pendidikan Islam Dalam Keluarga. Ta’lim, 11(1), 117.
https://doi.org/10.32505/at.v11i1.531

Priyanto, A. (2020). Pendidikan Islam dalam Era Revolusi Industri 4.0. J-PAI: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 6(2), 80–89. https://doi.org/10.18860/jpai.v6i2.9072

Rahman A. (2022). Moderasi Beragama: Implementasi Refleksi Generasi Milenial yang Bijaksana.
Jurnal Fakultas Ilmu Keislaman, 3(1), 46–52.

Rahman, A. (2019). Pendidikan Islam di Era Revolusi Industri 4.0. Komojoyo Press.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3376797

15
Rahmat, N., Sepriadi, S., & Daliana, R. (2017). Pembentukan Karakter Disiplin Siswa Melalui
Guru Kelas Di Sd Negeri 3 Rejosari Kabupaten Oku Timur. JMKSP (Jurnal Manajemen,
Kepemimpinan, Dan Supervisi Pendidikan), 2(2).
https://doi.org/10.31851/jmksp.v2i2.1471

Ramadhan, D., Yahya, E. S., & ... (2021). Analisis Loyalitas Wisatawan Studio Alam PAL 16
Cikole Lembang. … Research Workshop and …. https://jurnal.polban.ac.id/ojs-
3.1.2/proceeding/article/view/2885/2236

Ramadhan, Y. L. (2022). Pendidikan Karakter Persepektif Thomas Lickona. 1–71.

Ramadhan, Y. L. (2022). Pendidikan Karakter Persepektif Thomas Lickona (Analisis Nilai


Religius Dalam Buku Educating For Character) (Master's thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta).

Ridho, A., Wardhana, K. E., Yuliana, A. S., & ... (2022). Implementasi Pendidikan Multikutural
Berbasis Teknologi Dalam Menghadapi Era Society 5.0. EDUCASIA: Jurnal ….
http://educasia.or.id/index.php/educasia/article/view/131

Rivai, Veithzal. (2004). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan, Cetakan Pertama.
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Riyanto, F., Astuti, S. D., Mahmud, M., & ... (2023). Hard Skill Sebagai Faktor Dominan Kesiapan
Kerja Di Era Industri 4.0. Jurnal Nusantara ….
https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/manajemen/article/view/18676

Sakinah, R. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Karakter Dasar
Para Generasi Muda Dalam Menghadapi Era Revolusi Industrial 4.0. Jurnal
Kewarganegaraan, 5(1), 152–167. https://doi.org/10.31316/jk.v5i1.1432

Samir, Alfin dan Larso, Dwi. (2011). Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
UKM Catering di Kota Bandung. Jurnal Manajemen Teknologi. 10 (2).

Soleh, Soemirat. (2008). Dasar-Dasar Public Relation. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.

Thoha, Miftah. (2010). Kepimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Press.

Tinneke, M. Tumbel., Liando, Daud., Rumawas,

Vania, A. S., Dewi, D. A., Robi’ah, F., Nugraha, I. F. C., & Furnamasari, Y. F. (2021). Revitalisasi
Pancasila dalam Memfilter Dampak Globalisasi dan Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal

16
Basicedu, 5(6), 5227–5233. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1612

Wehelmina. (2015). Pengaruh Kepimpinan dan Learning Organization Terhadap Kepuasan


Kerja Karyawan. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum. 2(2):24-35.

Yusuf, A. I. (2023). Penguatan karakter pelajar: perspektif merdeka belajar pada Era Post Truth.

17

You might also like