Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 12 Kritik Hadist 2-1
Kelompok 12 Kritik Hadist 2-1
ABSTRACT
ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang kritik hadist, dalam bahasa arab lazim diterjemahkan dengan
“kritik” yang berasal dari bahasa latin. Kritik itu sendiri berarti menghakimi, membanding,
menimbang. Naqd dalam bahasa arab popular berarti penelitian, analisis, pengecekan dan
pembedaan. Penelitian kritik hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi
Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang adakalanya
melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu.
Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun
kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian
mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak
diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis.
1
Aktivitas kritik hadis marak terjadi pada abad ke-3 hijriyah. Namun hal tersebut tidak
menunjukkan bahwa di era sebelumnya sama sekali tidak terjadi kegiatan kritik hadis. Sebab
ketika penelitian hadis dipahami(dengan sederhana)sebagai upaya untuk membedakan antara
hadis yang sahih dan yang tidak sahih, maka kegiatan kritik hadis dalam bentuk yang begitu
sederhana telah muncul sejak masa Rasululullah masih hidup.
PENDAHULUAN
Kritik hadist memiliki peran penting dalam menjaga dan mewariskan teks suci Islam,
yaitu hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam artikel ini, akan dibahas secara komprehensif
mengenai kritik hadist. Referensi yang digunakan dalam artikel ini mencakup berbagai
sumber terpercaya, termasuk kitab-kitab hadis terkenal dan karya-karya ulama hadis
terkemuka.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh artikel ini adalah metode kualitatif.metode
kualitatif adalah penelitian yang bersifar deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.
Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau
keadaan subjek atau pun objek yang menggambarkan semua data.
PEMBAHASAN
1
Rahman Fatur, Ihtisar Musthalahul Hadis, Cet Ke 1, (Bandung : Alma’rif, 1974), Hlm.40
2
khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahui oleh ahlinya, dan mencermati
matan-matan Hadits sepanjang sahih sanadnya untuk tujuan mengakui validitas atau
menilai lemah, dan upaya menyingkap kemusykilan pada matan Hadits yang sahih
serta mengatasi gejala kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolak ukur
yang detil.
Jadi kritik Hadits adalah usaha untuk menguji kelayakan sanad dan matan Hadits
dengan tujuan mengakui kelemahan dan kekuatan sanad dan menetapkan kebenaran
dan kesalahan matan. Adapun kawasan kritik Hadits adalah meliputi penelitian sanad
dan matan Hadits, sebab kualitas kedua hal tersebut menjadi tolak ukur sahih atau
tidaknya sebuah Hadits.
Bercermin pada perumusan kritik hadits di atas, maka hakikat kritik hadits bukan
untuk menilai salah atau membuktikan ketidak benaran sabda Rasulullah saw, karena
otoritas nubuwah dan penerima mandat risalah dijamin terhindar dari salah ucap atau
melanggar norma, tetapi sekadar uji perangkat yang memuat informasi tentang beliau,
termasuk uji kejujuran informatornya.
2
Umi Sumbulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis, (Malang:UIN Press, 2008),hlm.26
3
M. Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm.244
3
2. Mukhtalif al-Ḥadῑṡ ialah dua ḥadῑṡ maqbul yang secara lahir maknanya
bertentangan dan dapat dikompromikan muatan makna keduanya dengan cara
yang wajar. Tujuan ilmu ini mengetahui ḥadῑṡ mana saja yang kontra satu dengan
yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang
dilakukan para ulama dalam menyikapi ḥadῑṡḥadῑṡ yang kontra tersebut.
4
daya ingat, ketetapan persepsi dalam menguasai fakta kehadisan di masa hidup
Nabi dan faktor gangguan indera mata itu saja yang perlu dicermati dampaknya.
Antara sesama sahabat tidak terpantau kecenderungan mencurigai kedustaan,
baik dalam memberitakan sendiri sendiri setiap informasi ḥadῑṡ atau yang berasal
dari sahabat lain. Latar belakang tersebut kiranya yang memdasari Imam Syafe‟i
bersikap optimis untuk mendukung kehujjahan ḥadῑṡ mursal ṣaḥabi, utamanya
yang melibatkan ṣaḥabat senior.4
Pada periode sahabat menurut pengamatan al-Hakim dan alDzahabi adalah
Abu Bakar al-Shiddiq sebagai tokoh perintis pemberlakuan uji kebenaran informasi
ḥadῑṡ. Motif utama penerapan kritik matan adalah dalam rangka melindungi jangan
sampai terjadi kedustaan dengan mengatasnamakan Rasulullah saw. Motif itu
seperti terungkap pada pernyataan Umar ibn Khatthab kepada Abu Musa al-
Asy‟ari “Saya sesungguhnya tidak mencurigai kamu, akan tetapi saya khawatir
orang (dengan seenaknya) memperkatakan sesuatu pada Rasulullah saw.
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2009),hlm.88
5
3. Hadits dan ilmu hadits
4. Pribadi periwayat yang dikritiknya
5. Adat istiadat yang berlaku dan sebab-sebab keutamaan dan ketercelaan periwayat.
Disamping itu juga, syarat subjektif, terdapat norma kritik yang harus dipegang
oleh kritikus periwayat. Norma-norma itu ditetapkan oleh para ulama dengan tujuan
memelihara objektivitass penilaian periwayat dan pemeliharaan akhlak mulia dalam
melakukan kritik. Tegasnya, kritikus periwayat yang memenuhi persyaratan
subjektif diharuskan pula memenuhi norma-norma objektif agar penilaianya akurat
dan valid. Norma-norma tersebut adalah:
Pertama, dalam melakukan kritik, kritikus periwayat tidak hanya mengemukakan
sifat-sifat negatif dan tercela yang memiliki periwayat hadits, tetapi juga sifat-sifat
positif dan utama. Ini dimaksudkans agar terjadi keseimbangan penilaian dan dapat
dijadikan pertimbangan apakah riwayatnya dapat diterima ataukah tidak.
Kedua, penjelasan tentang sifat-sifat positif dan ulama yang dikemukakan oleh
kritikus hadis tidak harus terperinci satu persatu, tetapis dapat berupa penjelasan
global. Konsiderasi seorang kritikus dapat diterima dengan ungkapan yang bersifat
umum seperti ungkapan isiqah (terpercaya) untuk mewakili karakter peristiwa yang
adil (terjaga kapasitas pribadinya) dan dhabith (terpelihara kualitas intelektualnya).
Kata istiqah dapat mewakili karakter-karakter yang bersifat khusus, yaitu beragama
Islam, takwa, memelihara muru’ah, teguh dalam beragama, tidak berbuat dosa kecil
terus-menerus, dosa besar, maksiat, tidak fasik, baik ahlaknya, dapat dipercaya
beritanya, biasanya benar, kuat hafalan, cermat, dan teliti.
Ketiga, dalam mengemukakan sifat-sifat negatif tidak dilakukan secara
berlebihans. Ungkapan yang digunakan juga harus jelas aspek yang dikritik apakah
tentang kapasitas pribadi, kualitas intelektual, atau keduanya. Penjelasan harus pula
dikemukakan secara etis sehingga nama baik periwayt tidak dirusakan oleh hal-hal
yang tidak ada hubungannya dengan periwayatan hadits.
Kode etik kritik tidak hanya terlihat pada tiga aspek diatas, redaksi kritik yang
dikemukakan oleh ulama juga mencerminkan norma-norma etis. Meskipun para
ulama mengemukakan redaksi beragama, sebagian bersifat keras dan sebagian lain
lunak, redaksi kritik yang digunakan tidak melampaui batas.
6
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kritik hadis adalah suatu upaya
untuk menyeleksi kehadiran hadis, memberikan penilaian dan membuktikan kemurnian dan
keaslian sebuah hadis. Upaya ini juga berarti mendudukkan hadis sebagai hal yang sangat
penting sebagai sumber hukum Islam kedua, itulah bukti kehati-hatian kita. Upaya ini juga
sebagai upaya untuk memahami hadis dengan tepat dalam mengamalkan isi dari hadis
tersebut.
REFERENSI