Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

233

Eka Ratnawati, Endang Susilowati, Pandeirot M. Nancye


Faktor Pemungkin dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak di Kecamatan Lamboya, Sumba Barat

Faktor Pemungkin dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak di Kecamatan Lamboya,
Sumba Barat

The Enabling Factors in Improving Maternal and Child Health in Lamboya District,
West Sumba

Eka Ratnawati1*, Endang Susilowati2, Pandeirot M. Nancye3


1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngesti Waluyo
2
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Wilasa
3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth

*Email: ekaratnawati34@gmail.com

Abstract
The rates of maternal and child deaths remain a national issue in Indonesia and require increased support
within and beyond the health sector. Maternal and child deaths cannot be separated from maternal and child
health behavior (safe motherhood) during the perinatal and postpartum periods, including newborn care at
home. Mothers experience a range of obstacles to safe motherhood during the perinatal and postnatal periods
in Lamboya District, West Sumba. PELKESI (Indonesian Christian Association for Health Services) provides
a variety of programs across various sectors to improve maternal and child health services in East Nusa
Tengara and Ambon. The enabling factors are key to increase mothers' ability to practice safe motherhood.
This research aims to explore such enabling factors and their role in improving maternal and child health in
Lamboya District, West Sumba. This qualitative research collected data using FGD among health workers at
community health centres and hospitals, local government, NGOs, and posyandu cadres (integrated maternal
and childhood health services provided at the village governance level). Data triangulation was ensured by
obtaining data from women during the perinatal and postnatal periods. Factors that enable to improve
maternal and child health include community health centre health programs based on local wisdom; the
husband’s involvement as a support system and facilitating safe motherhood practices within their social and
cultural context; empowerment of health cadres as extensions of community health centres; involvement of
government and NGOs in improving maternal and child health; and the continuance of PELKESI’s programs
in improving maternal and child health. Improving those enabling factors are efforts and innovations that can
be used to improve maternal and child health.

Keywords: Enabling Factor; Maternal-Child Heath; Safe Motherhood

Abstrak
Kematian ibu dan anak masih menjadi isu nasional di Indonesia yang memerlukan kerjasama berbagai pihak
untuk menyelesaikan permasalahan ini, tidak hanya dari sektor kesehatan. Kematian ibu dan anak tidak
terlepas dari perilaku kesehatan ibu dan anak (safe motherhood) yang dilakukan oleh ibu selama hamil/nifas,
termasuk dalam melakukan perawatan pada bayi baru lahir di rumah. Ibu hamil/nifas mengalami berbagai
hambatan untuk bisa melakukan safe motherhood di Kecamatan Lamboya, Sumba Barat. PELKESI telah
melakukan upaya pendampingan berbagai sektor untuk menguatkan layanan kesehatan ibu dan anak di NTT
dan Ambon. Faktor pemungkin menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kemampuan ibu dalam
melakukan upaya safe motherhood. Penelitian ini bertujuan untuk menggali faktor pemungkin dalam
meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Lamboya, Sumba Barat. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif, pengambilan data menggunakan FGD pada tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah
sakit, pemerintah daerah, LSM, kader posyandu, triangulasi sumber data didapatkan dari ibu hamil dan ibu
nifas. Faktor pemungkin untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak antara lain program kesehatan
puskesmas berbasis kearifan lokal, pelibatan suami sebagai support system dan penyesuaian budaya,
pemberdayaan kader kesehatan sebagai perpanjangan tangan puskesmas, keterlibatan pemerintah dan LSM

Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak, dan keberlanjutan bantuan PELKESI dalam peningkatan kesehatan
ibu dan anak. Faktor pemungkin menjadi satu upaya dan inovasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Kata Kunci: Faktor Pemungkin; Kesehatan Ibu dan Anak; Safe Motherhood

LATAR BELAKANG adalah kondisi Berat Badan Lahir Rendah


Indonesia masih menghadapi masalah utama (BBLR) (34.5%) dan asfiksia (27.8%). Penyebab
tentang kematian ibu dan anak. UNICEF kematian lainnya adalah kelainan kongenital,
menyampaikan bahwa setiap 3 menit terjadi infeksi, Covid-19, tetanus neonatorum, dan lain-
kematian anak dibawah umur 5 tahun, setiap jam lain. Penyebab kematian post neonatal terbanyak
seorang perempuan meninggal karena di Indonesia tahun 2021 adalah penyakit infeksi
melahirkan atau sebab yang berkaitan dengan pneumonia (14.4%), diare (14%) dan kelainan
kehamilan di Indonesia. Prioritas program kongenital (10.6%). Penyebab lain dari kematian
penurunan angka kematian ibu dan anak post neonatal adalah Covid-19, kondisi perinatal,
dilakukan melalui peningkatan mutu pelayanan penyakit saraf, meningitis, demam berdarah, dan
kesehatan ibu dan sistem rujukan (Lestari, 2020). lain-lain. Dalam surveilans gizi tahun 2021
Secara umum angka kematian ibu telah menurun didapatkan data balita dengan berat badan sangat
selama periode 1991-2015 (dari 390 menjadi 305 kurang sebesar 1.2%, dan berat badan kurang
per 100.000 kelahiran hidup), namun belum sebesar 6.1%. Provinsi dengan persentase
mencapai target MDGs (102 per 100.000 tertinggi masalah gizi anak adalah Nusa
kelahiran hidup) pada tahun 2015. Hasil Survei Tenggara Timur (NTT), dengan kejadian
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 tertinggi berat badan kurang sebesar 5.2%, dan
menunjukkan angka kematian ibu 3 kali lipat berat badan sangat kurang sebesar 1.2% pada
dibandingkan target MDGs. Saat ini proporsi anak dibawah usia dua tahun (Kementerian
kematian ibu di Indonesia kurang lebih 305 Kesehatan Republik Indonesia, 2022).
kematian per 100.000 kelahiran hidup, dengan Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan
kejadian kematian terbesar di rumah sakit (77%), terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) di NTT
karena ibu saat tiba di rumah sakit sudah dalam adalah belum idealnya proporsi jumlah tenaga
kondisi komplikasi berat. Jumlah kematian ibu di medis dan ibu bersalin, proporsi jumlah tenaga
Indonesia tahun 2018-2021 berdasarkan dukun dan jumlah ibu bersalin. Sepanjang tahun
penyebabnya sebagian besar terjadi di tahun 2017, AKI di NTT sebanyak 167 orang, dengan
2021 terkait Covid-19 (2.982 kasus), perdarahan jumlah ibu bersalin sebanyak 138.429 orang.
(1.330 kasus) dan hipertensi dalam kehamilan AKI tertinggi terdapat di kabupaten TTS (32
(1.077 kasus). Penyebab kematian lainnya adalah orang dengan jumlah ibu bersalin sebanyak
penyakit jantung, infeksi, gangguan metabolik, 13.143) dan terendah di Sumba Barat (1 orang
gangguan sistem peredaran darah dan abortus dengan jumlah ibu bersalin sebanyak 3.940
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, orang). Proporsi jumlah tenaga medis dan ibu
2022). bersalin di NTT sebanyak 1,05%, proporsi
Tren kematian anak telah menurun, pada jumlah tenaga dukun terlatih dan jumlah ibu
tahun 2021 sebanyak 27.566 kematian, lebih bersalin sebanyak 0,84% (Nggonde, 2020).
rendah dibandingkan dengan tahun 2020 (28.158 Tingkat pendidikan ibu berpengaruh signifikan
kematian). Dari jumlah tersebut, 73.1% terjadi terhadap kejadian BBLR di NTT pada tahun
pada neonatal (20.154 kematian), dengan 2017, sedangkan usia, tempat tinggal dan status
perincian: 79.1% pada usia 0-6 hari; 20.9% pada merokok ibu tidak berpengaruh signifikan.
usia 7-28 hari; 18.5% pada usia 29 hari-11 bulan; Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka
dan 8.4% pada usia 12-59 bulan. Penyebab kecenderungan mengalami kejadian BBLR
kematian neonatal terbanyak pada tahun 2021 semakin kecil (Mayasari et al., 2020).
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
Sumba Barat merupakan salah satu Tinggi Ilmu Kesehatan Bethesda Yogyakarta,
kabupaten di NTT yang mendapatkan bantuan dan pendanaan dari PELKESI.
dari Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Populasi dari penelitian ini adalah tenaga
Kesehatan di Indonesia (PELKESI) selama 10 kesehatan di Puskesmas Kabukarudi, Pemerintah
tahun terakhir untuk memastikan “No One Left Kecamatan Lamboya dan petugas Unit
Behind” dalam bidang kesehatan. Bantuan ini Peningkatan Kesehatan Masyarakat (UPKM) RS
disampaikan melalui Rumah Sakit Lende Moripa Lende Moripa yang terlibat dalam program
di Sumba Barat, yang kemudian disalurkan ke pendampingan PELKESI. Peneliti menentukan
beberapa kecamatan, salah satunya adalah partisipan dengan cara purposive, dengan
Kecamatan Lamboya. Bantuan ini berupa melibatkan para pengambil kebijakan, dan
fasilitas pemeriksaan kesehatan, maupun pelaksana kegiatan lapangan program PELKESI
program pengembangan Sumber Daya Manusia yang diwawancara dalam Focus Group
(SDM) dan juga advokasi bersama pemerintah Discussion (FGD). Partisipan ini terdiri dari
daerah, yang disalurkan melalui puskesmas dan kepala puskesmas, camat/sekretaris camat,
kader kesehatan untuk menurunkan AKI, bidan, petugas UPKM RS. Untuk menjamin
stunting serta kekerasan seksual. Kecamatan validitas data yang diperoleh, maka peneliti
Lamboya, tepatnya Puskesmas Kabukarudi melakukan triangulasi sumber data, yakni
menjadi salah satu spot pelayanan PELKESI melibatkan klien (ibu hamil, ibu post partum),
untuk pelaksanaan bantuan ini. kader kesehatan, kepala desa, staf lapangan
Pengamatan lapangan yang dilakukan PELKESI, dan perwakilan Lembaga Swadaya
peneliti dari bulan Februari-Mei 2023 Masyarakat (LSM) yang ikut mengawal
mendapatkan data bahwa Rumah Sakit Lende pelaksanaan program pendampingan PELKESI.
Moripa bersama dengan Puskesmas Kabukarudi, Total partisipan yang dilibatkan dalam FGD
Pemerintah Kecamatan Lamboya telah banyak adalah 11 orang.
melakukan kegiatan untuk meningkatkan Penelitian dilakukan di Puskesmas
kesehatan masyarakat, terkhusus kesehatan ibu Kabukarudi, Kecamatan Lamboya, Sumba Barat.
dan anak di wilayah kerjanya. Kegiatan ini Puskesmas dipilih sebagai tempat untuk
meliputi penyuluhan/pemeriksaan kesehatan, melakukan FGD karena paling mudah diakses
pelatihan kader kesehatan dan pemberian dari berbagai asal tempat tinggal partisipan.
makanan tambahan untuk balita. Semua usaha ini Penelitian dilakukan dari bulan Juni - Agustus
telah diupayakan, namun belum mampu 2023. FGD dilakukan pada tanggal 14 Juni 2023
menekan AKI dan juga stunting secara selama 120 menit, menggunakan alat bantu voice
signifikan. Penelitian ini dilakukan dengan recorder, dan catatan lapangan. Peneliti
tujuan untuk menggali faktor pemungkin yang menggunakan pedoman wawancara selama
bisa diupayakan untuk meningkatkan kesehatan proses FGD dan pelaksanaan wawancaranya
ibu dan anak di Kecamatan Lamboya, Sumba adalah semiterstruktur, sehingga dilakukan
Barat. pengembangan pertanyaan selama FGD
berlangsung. Peneliti masih terus berkomunikasi
METODE dengan staf lapangan PELKESI sebagai
Penelitian ini merupakan penelitian informan kunci untuk melengkapi data yang
kualitatif, deskriptif dengan pendekatan masih diperlukan selepas FGD. Peneliti
fenomenologi. Metode penelitian fenomenologi melakukan observasi lingkungan dengan
adalah penelitian dalam ranah pengalaman melakukan kunjungan rumah pada beberapa
manusia (subyek). Penelitian fenomenologi warga masyarakat yang berada di sekitar wilayah
menandaskan pada pemaknaan dan pemahaman Puskesmas Kabukarudi.
pada subyek penelitian yang mampu menguak Peneliti melakukan analisis isi (content
realitas peristiwa (Farid, 2018). Penelitian ini analysis) berdasarkan hasil FGD yang
mendapatkan ethical clearance dari Sekolah didapatkan, dimulai dari proses transkrip
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
rekaman, penyiangan data (reduksi data), memberikan pertolongan medis yang tepat dan
mencari kalimat bermakna, menarik kategori akurat. Di Lamboya, Sumba Barat
sampai dengan memunculkan tema berdasarkan pengambilan keputusan untuk mendapatkan
dari hasil penelitian, penyajian data dan perawatan kesehatan ibu hamil banyak
penarikan kesimpulan. Penyajian data dilakukan dilakukan oleh suami atau keluarga. Petugas
dengan penulisan hasil (tematik) yang kesehatan mengalami hambatan dalam
didapatkan, diperkuat dengan pernyataan- mendapatkan ijin keluarga untuk melakukan
pernyataan partisipan yang mengacu pada tema rujukan ke rumah sakit ataupun melakukan
yang muncul. Pembahasan dilaksanakan dengan pertolongan kesehatan pada ibu hamil/nifas
memberikan perbandingan dari beberapa dan bayi.
penelitian sebelumnya, maupun dari referensi Dalam FGD diungkapkan tentang kasus
terkait. kematian ibu dan bayi yang secara tidak
langsung berhubungan dengan pola
HASIL pengambilan keputusan keluarga yang terlalu
Karakteristik Partisipan lama saat memutuskan proses rujukan pasien
Karakteristik partisipan FGD didapatkan dari puskesmas ke rumah sakit. Keluarga
berdasarkan bidang tugas pekerjaan dan kurang memahami alur permohonan rujukan,
keterlibatan dalam program pendampingan sehingga mengakibatkan adanya jeda waktu
PELKESI. Tabel 1 menunjukkan bahwa yang lama untuk mendapatkan pertolongan
partisipan berasal dari petugas kesehatan medis, yang berdampak pada keterlambatan
puskesmas (2 orang), pemerintah kecamatan (1 penanganan pasien saat tiba di rumah sakit,
orang), UPKM rumah sakit (2 orang), staf sampai akhirnya meninggal dunia. Hal ini
lapangan PELKESI (1 orang), ibu hamil (1 diperkuat dengan pernyataan berikut:
orang), ibu post partum (1 orang), kepala desa (1 “nah ini menjadi kesulitan kami di PKM,
orang), kader kesehatan (1 orang) dan LSM (1 sehingga ketika yang bersangkutan datang ke
orang). PKM untuk ada mau melahirkan, ketika kami
Tabel 1. Karakteristik Partisipan Tanya tidak ada tanda dan gejala bahwa
Kode Pekerjaan Keterangan kalau seandainya dia ada suspek malaria, nah
P1 Kepala Puskesmas Informan Kunci 1 ini kami tidak melakukan pemeriksaan
P2 Bidan Informan Kunci 2
P3 Sekretaris Kecamatan Informan Kunci 3
malaria, karena ya memang yang
P4 Kepala Desa Informan Kunci 4 bersangkutan datang ke PKM tujuannya mau
P5 Kader Kesehatan Informan Kunci 5 partus bukan mau ini, dengan beda2 yang
P6 Ibu Hamil Informan Kunci 6 lain, sehingga pada hari itu yang
P7 Ibu Post Partum Informan Kunci 7 bersangkutan melahirkan, tetapi ini anaknya
P8 Ketua LSM Informan Kunci 8
P9 Petugas UPKM RS Informan Kunci 9
sudah ini meninggal” (P 1)
P10 Petugas UPKM RS Informan Kunci 10
P11 Staf Lapangan PELKESI Informan Kunci 11 “akhirnya ya sudah dari PKM diberikan
pemeriksaan fisik, dan dari bidannya baik,
Faktor Pemungkin dalam peningkatan normal, akhirnya ibu bidan dengan segala
kesehatan ibu dan anak di Kecamatan macam ini pertimbangan akhirnya sudah
Lamboya direlakan untuk ke Patiana Bawah. Ketika ibu
1. Program pelayanan kesehatan puskesmas bidan di Patiana Bawah melacak lagi ibu
berbasis kearifan lokal nifas, ternyata dilacak sudah kembali ke Desa
Pengambilan keputusan klien/keluarga Sodana tiada di Penisula, esok harinya lagi
untuk mengakses tindakan pertolongan kami sudah mendapat informasi, bahwa ibu
kesehatan merupakan salah satu faktor penting ini ada ke dukun, dan minta pertolongan dari
yang mempengaruhi kecepatan petugas dalam PKM untuk merujuk ke RS” (P 2)

Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
“karena yang jelas ketika diberikan diagnose, Puskesmas telah melakukan upaya
katanya malaria tropika sudah sampai ke pencegahan stunting sejak dari tahap calon
otak, begitu. Jadi kami di PKM heran, ibu pengantin dengan pemeriksaan Lingkar
datang ke PKM tujuannya mau bersalin, Lengan Atas (LILA), pemeriksaan kelayakan
bukan dengan gejala panas atau demam, dan hamil, menganjurkan pasangan untuk
itu yang menjadi persoalan kami di PKM menunda kehamilan apabila dipertimbangkan
untuk 1 kematian ibu ini” (P 1) belum layak. Puskesmas menjalin kerjasama
dengan lembaga pemerintah setempat (DP5)
“Sedangkan untuk yang neonatus memang untuk mencegah stunting. Hal ini dikuatkan
lahir dalam keadaan tidak normal, jadi ketika dengan pernyataan:
dirujuk ke RS mereka tidak bisa “Begitu juga untuk masalah stunting
diselamatkan” (P 2) sekarang dari DP5 saja sudah bahkan
Faktor pemungkin dalam layanan sekarang itu kita dari catin kita kaji dari yang
kesehatan ibu dan anak meliputi pemahaman baru saja lulusan, sebelum hamil itu periksa
petugas kesehatan atas kondisi ibu saat dulu, LILA nya itu cukup tidak layak tidak dari
periksa kehamilan/menolong persalinan/nifas, umurnya itu layak tidak dia hamil? Kalau
petugas kesehatan melakukan tindakan saat belum layak ditunda dulu. Sudah ada
memeriksa/menolong dengan cekatan tanpa gebrakan-gebrakan itu, hanya masalahnya
melakukan kesalahan, respons segera dari kadang-kadang jaraknya, pengetahuannya
petugas kesehatan terhadap setiap juga aaa keterlibatannya yang paling sering”
keluhan/pertanyaan yang diajukan, adanya (P 2)
layanan khusus petugas gizi dalam pemberian Puskesmas dengan pemerintah desa
informasi yang dibutuhkan, pemberian mendukung peningkatan kesehatan ibu dan
informasi kesehatan terutama tentang anak, dengan pemberian Program Makanan
perawatan kesehatan di rumah selama Tambahan (PMT) untuk mencegah stunting.
hamil/nifas secara khusus. Petugas kesehatan Ahli gizi puskesmas menyusun menu PMT
mengupayakan yang terbaik sesuai dengan dengan standar kebutuhan gizi yang tepat,
kesulitan spesifik yang dialami oleh ibu, kemudian diolah kader kesehatan dan
misalnya pada kasus kematian ibu dan bayi diberikan pada sasaran yang tepat selama 90
yang pernah terjadi yang disebabkan oleh hari. Anak-anak penerima PMT dipantau
jarak antara rumah dan puskesmas. Hal ini status gizinya dengan pengukuran
dikuatkan dengan pernyataan: antropometri. Upaya lain peningkatan
“kita fasilitasi rujukan, memang ini ibu hamil kesehatan ibu dan anak juga telah
banyak sekali untuk periksa tetapi jarak tidak dilaksanakan, meliputi promosi kesehatan,
ada yang anter jalannya” (P 2) konseling dan pemeriksaan lain (deteksi
malaria), kelas hamil dengan melibatkan
“Dari puskesmas, kegiatan sosialisasi dokter, termasuk pemberian makanan yang
dilakukan setiap 1 bulan sekali tentang tepat. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan:
masalah yang ada, misalnya kalau sekarang “Terkait bagaimana melakukan upaya-upaya
tidak diperbolehkan persalinan ditolong oleh pencegahan ibu, kami setiap bulan melakukan
dukun atau ditolong oleh bidan di rumah.. kegiatan rutin, pertama itu posyandu bumil,
tapi harus ditolong di puskesmas.Tapi kedua posyandu ibu hamil, posyandu ibu
memang karena kondisi lingkungan, masih balita, aaa bahkan posbindu itu juga kami
ada yang ditolong oleh dukun. Karena kondisi lakukan kegiatan, yak konseling KB terus juga
lingkungan yang tidak memungkinkan mereka di kegiatan dalam gedung dan kami
datang ke puskesmas… ada juga karena melakukan pelayanan KIA dan dalam
faktor keluarga, yang tidak bisa mengantar ke pelayanan ibu tidak saja dengan
puskesmas“ (P 2) pemeriksaan, tetapi kami tetap memberikan
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
pemahaman, kami tetap memberikan meninggal dunia. Hal ini dikuatkan dengan
promosi-promosi kesehatan, konseling, dan pernyataan:
juga pemeriksaan lain, kami wajib kami “memang kesadaran masyarakat yang apa
mengurus ibu hamil aaa wajib dilakukan di sini itu bukan hanya di Lamboya saja,
pemeriksaan malaria, itu wajib dengan memang pola pikir masyarakat ini yang
menggunakan RDT tetapi kalau seandainya memang merupakan tantangan bagi kita
yang bersangkutan ada keluhan-keluhan yang sendiri, iya… tantangan pola pikir itu lho.
menunjukkan gejala-gejala malaria maka Kadang-kadang pola pikir masyarakat ini ada
tidak dengan RDT tapi langsung dengan beberapa pendapatnya. Menurut pengalaman
pemeriksaan lanjut” (P 2) saya di desa ya, ketika dia percaya salah satu
dukun, dia tetap di dukun situ. Dia
“Terkait kegiatan-kegiatan kelas ibu hamil, mengenyampingkan lagi tentang aaa ke
posbindu ini kami sering barengkan dengan posyandu apa semuanya itu, lantas seperti yang
kegiatan-kegiatan lain sehingga kami ibu bilang tadi ada kegiatan-kegiatan seperti
libatkan dokter, libatkan gizi, sehingga benar- kematian dan lain sebagainya itu malah … ah
benar ibu hamil ini tahu apa yang menjadi itu ke puskesmas atau apa semuanya itu apa itu
keadaannya, apa yang dia harus buat, dan nomor 2, nanti kan ikut giliran berikut” (P 3)
makanan apa yang pas untuk dia” (P 2)
Budaya di masyarakat (misalnya upacara “Karena memang, bukan karena medis tidak
kematian, dll) membuat ibu sering mau menangani mereka, tapi mereka sendiri
mendahulukan kegiatan sosial daripada yang memang tidak mau menyadari dan
melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga memanfaatkan fasilitas yang ada. Nah inilah,
hal ini menghambat petugas kesehatan dalam padahal orang mengerti lho… Kami
bertugas. Petugas kesehatan akhirnya menyarankan, menyarankan, tidak bisa, malah
menyesuaikan dengan budaya ini, mereka ke posyandu tidak pernah, dan akhirnya
menunggu ibu hamil/nifas pulang dari upacara melahirkan di LM dan anak itu meninggal,
adat atau sejenisnya saat melaksanakan meninggal” (P 3)
kegiatan posyandu di desa. Hal ini sesuai Petugas kesehatan (bidan desa) harus jeli
dengan pernyataan: kondisi setiap ibu hamil yang terjadi akibat
“orang lebih pentingkan ke kematian dulu pernikahan dini di Sumba Barat. Remaja yang
atau tanam padi begitu, tanam padi dulu, biar hamil ini cenderung tidak melakukan
kita medis, petugas sudah dateng sudah turun pemeriksaan kehamilan di posyandu atau
begitu. Jadi kita tidak dapat orang di tempat” puskesmas di lingkungan rumahnya. Remaja
(P 2) ini cenderung memeriksakan diri di tempat lain
Penyesuaian yang dilakukan oleh petugas untuk menghindari pertemuan dengan orang
kesehatan ini terjadi karena pola pikir yang mengenalnya, karena remaja ini merasa
masyarakat yang kurang menganggap penting malu. Banyak ditemukan kejadian remaja
masalah kesehatan. Masyarakat lebih percaya berusia 16 atau 17 tahun yang sudah memiliki 2
dengan dukun di lingkungannya, dan hal ini orang anak. Hal ini dikuatkan dengan
merupakan tantangan berat untuk petugas pernyataan:
kesehatan maupun pemerintah. Masyarakat “Nikah di bawah umur tuh banyak, jadi dia
masih kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan masih merasa malu, kayaknya mungkin dari
yang tersedia, bahkan pada seorang ibu dengan faktor malu, jadi dia tidak mau periksa, kan dia
tingkat pendidikan yang cukup, juga tidak baru sekolah, ditanyakan kayaknya malu, jadi
melakukan pemeriksaan bahkan tidak datang ke dia jarang ke sana, jadi dia berpindah-pindah,
posyandu, hal ini menjadi kemungkinan jadi mungkin juga dia periksa yang dia kira
penyebab kejadian bayi yang dilahirkannya tidak ada yang kenal” (P 2)

Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
“Merasa nyaman, iya, memang kalau pertimbangan biaya yang lebih hemat dan ibu
sekarang juga bahkan yang dibawah umur, tidak perlu merasa sakit saat persalinan (tidak
masih sangat banyak ada, di samping saya itu ada penjahitan pada jalan lahir), serta tidak
masih ada 2 orang yang 16 tahun dan 17 tahun memerlukan waktu perjalanan yang lama jika
yang hamil, bahkan sudah anak kedua begitu. dibandingkan harus menuju ke puskesmas
Mungkin ya… pengetahuan juga” (P 2) atau rumah sakit. Hal ini didukung dengan
Data hasil FGD menyatakan bahwa pernah pernyataan:
terjadi kasus kematian ibu dan bayi di wilayah “nah kemudian di habit, kebiasaan ini
kerja Puskesmas Kabukarudi (1 kejadian tantangan kita, misalnya ada saya punya
kematian ibu dan 3 kematian bayi yang terjadi kakak mulai kemarin dia sudah mulai ke
di rumah sakit). Budaya lokal atau adat terkait dukun, amankah aman-aman saja dia, itu
dengan tempat tinggal setelah menikah murah meriah, tidak sakit juga dia. Jadi
menyebabkan masalah pada pendataan dan kebiasaan mereka lihat, mereka lihat itu
pemantauan status kesehatan ibu hamil dalam hampir sama, dan mereka merasa oh saya
pemeriksaan rutin puskesmas, sehingga ibu pergi ke sana saja, dari soal akses dekat
hamil tidak bisa dimonitor dengan valid. Hal ini dengan rumah saya, dan dari segi biaya itu
dikuatkan dengan pernyataan: sangat ekonomis dan murah. Mereka tidak
“kami juga di puskesmas ketika yang pernah berpikir jangka panjang, misalnya
bersangkutan datang periksa, ketika dilakukan saya pergi ke dukun, dia dapat dengan harga
kunjungan baik itu kunjungan ibu hamil, baik murah imunisasi, kemudian alat-alat yang
itu posyandu, karena kami tidak temukan, dipakai higienis tidak itu? atau disteril jangan
karena apa? Suaminya ada di Patiana Bawah, sampai nanti kita penyakitan tidak tahu, jadi
ibunya dari kampung sebelah. Nah karena kita sampaikan itu melalui aaa refreshing
masih berkutat dengan budaya, akhirnya kader yang dilakukan” (P 7)
keluarga belum melepas dia, tetapi yang Puskesmas telah menurunkan dokter dan
bersangkutan sekali-kali jalan ke Patiana ahli gizi untuk memberikan perhatian pada
Bawah, nah ketika ada kegiatan-kegiatan balita gizi buruk, dan merujuk 1 orang anak
posyandu, baik posyandu hamil posyandu dan dengan gizi buruk (dengan berat badan dan
ada kunjungan rumah, sering kami tidak tinggi badan menetap) ke pusat dan
temukan” (P 2) didampingi oleh ahli gizi.

“akhirnya ya sudah dari puskesmas 2. Pelibatan suami sebagai support system dan
diberikan pemeriksaan fisik, dan dari bidannya penyesuaian budaya
baik, normal, akhirnya ibu bidan dengan Kebanyakan ibu hamil/ibu postpartum
segala macam ini pertimbangan akhirnya pada saat memeriksakan diri ke
sudah direlakan untuk ke Patiana Bawah. puskesmas/posyandu tidak diantar oleh suami,
Ketika ibu bidan di Patiana Bawah melacak sehingga ibu harus berjalan kaki dari rumah
lagi ibu nifas, ternyata dilacak sudah kembali pulang-pergi untuk mendapatkan layanan
ke Desa Sodana tiada di Penisula, esok harinya kesehatan, dan semakin sulit selama musim
lagi kami sudah mendapat informasi, bahwa hujan. Puskesmas mengetahui bahwa tidak ada
ibu ini ada ke dukun, dan minta pertolongan yang mengantar ibu dalam melakukan
dari puskesmas untuk merujuk ke RS” (P 2) pemeriksaan kehamilan/nifas. Hal ini
Petugas kesehatan selalu melakukan dikuatkan dengan pernyataan:
sosialisasi dan penyuluhan tentang persalinan “kita fasilitasi rujukan, memang ini ibu hamil
aman yang harus dilakukan di fasilitas banyak sekali untuk periksa tetapi jarak tidak
kesehatan kepada masyarakat dan kader ada yang anter jalannya” (P 2)
kesehatan. Hal ini dilakukan karena kebiasaan
masyarakat meminta bantuan dukun dengan
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
”Tapi memang karena kondisi lingkungan, ibunya, mungkin juga nanti dalam lapangan
masih ada yang ditolong oleh dukun. Karena tidak tahu seperti apa, beda kalau sama-sama
kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan ada begitu. Jadi informasinya mungkin hanya
mereka datang ke puskesmas... ada juga di ibunya saja kalau sampai di rumah tidak
karena faktor keluarga, yang tidak bisa disampaikan ke suami atau bagaimana kan
mengantar ke puskesmas” (P2) kita tidak tahu. Biasa kalau kunjungan rumah
Ibu mengalami hambatan sosiokultural juga memang suami enggak hadir, di
untuk mampu melakukan safe motherhood posyandu pun seperti itu, jarang sekali bapak-
(perilaku kesehatan ibu dan anak), antara lain bapak yang ikut, baik ibu hamil, penimbangan
terkait dengan adanya budaya/keyakinan yang ibu balita, bayi, KB dan lain sebagainya itu
melarang untuk mengunjungi petugas susah sekali suami terlibat” (P 2)
kesehatan selama hamil/bersalin, Pada kejadian kasus Intra Uterine Fetal
menggunakan jasa non petugas kesehatan Death (IUFD) yang terjadi, salah satunya
untuk membantu merawat disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu
kehamilan/menolong persalinan, pantang dan tidak adanya keterlibatan suami, laporan
makanan tertentu selama Kartu Menuju Sehat (KMS) tidak terpantau
hamil/persalinan/nifas, melakukan ritual secara lengkap karena ibu sering berpindah-
budaya khusus selama hamil/persalinan/nifas, pindah tempat tinggal (terkait dengan adat
memerlukan persetujuan dari pihak tertentu budaya yang belum bisa melepas anak
selain pasangan/keluarga saat akan melakukan perempuan bersama dengan suami jika
pemeriksaan kesehatan (kehamilan) di fasilitas “urusan adat” belum selesai). Hal ini
kesehatan, peran lingkungan sosial yang mengakibatkan pemeriksaan kehamilan tidak
kurang selama ibu melakukan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan jadwal. Pernyataan
kehamilan/persalinan di fasilitas kesehatan yang mendukung data ini adalah:
(perhatian tetangga terhadap “kalau yang kematian kemarin ibu, memang
kehamilan/persalinan/nifas, dukungan untuk itu aaa seperti biasanya saya wilayah ibu
ASI eksklusif). dari desanya saya, hanya saya tidak pernah
Suami sebagai support system terdekat tahu ibunya yang mana, saya tidak pernah
ibu hamil/nifas tidak terlibat dalam menjaga tahu. Pas melahirkan saya tanya ibu dari desa
kesehatan ibu dan anak. Rata-rata ibu mana? Penisula kaget saya Penisula mana?
melakukan pemeriksaan kesehatan kehamilan Sumba ha? nggak mungkin ibu di Sumba, saya
sendirian, apabila suami ikut mengantar tetap turun di Sumba saya bekerja di Sumba ahh
tidak mendampingi istrinya melakukan tidak, berubah lagi, saya di Patiala. Setelah
pemeriksaan kesehatan ataupun saat diberikan kejadian itu baru kita mulai tanya selidiki,
informasi kesehatan. Hal ini mengakibatkan dan buku KMS nya itu rajin, ibunya rajin
segala saran/informasi yang berhubungan kontrol, bahkan USG di RS tapi
dengan kesehatan ibu dan anak tidak pemeriksaannya itu ambil bukunya di PKM
dilakukan di rumah sesuai dengan anjuran. lain, harusnya tu ikut posyandu 1 kali di desa
Pada saat pemeriksaan posyandu suami juga bawah, sementara di desanya saya tu belum
tidak pernah ikut mengantar istinya untuk pernah sama sekali juga. Terus pas mau
menjalani pemeriksaan hamil, penimbangan melahirkan ke PKMnya kami di sini, sudah
balita/bayi, KB dan lainnya. Para suami sulit diarahkan di sini tapi tidak pernah ke sini,
untuk dilibatkan dalam pemeriksaan kesehatan saya bilang setelah mau melahirkan baru ke
ibu/bayi. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan: sini. Kalau di sini, teranyata di situ di USG
“Kami, hampir semua ini dalam kalau kita ada memang sudah diawasi oleh dokter untuk
tanya kita periksa ni sendiri rata-rata sendiri, emang observasi tensinya hanya mungkin
kadang suami datang antar saja di depan … dari pengetahuan ibu, kemudian terus
Jadi kalau kita sampaikan informasi ke mungkin keterlibatan suami juga tidak ada,
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
ibu yang tidak kalau saya tanya periksa dari “Jadi aaa kami di puskesmas ini memberikan
awal pasti kita ikuti catatan dokter hanya penyuluhan hanya saja bagaimana mereka
ibunya berpindah-pindah, berarti dia tidak mengaplikasikan dalam kehidupan berumah
ikuti lagi catatan dokter terus pas ibunya tangga mereka, ini menjadi PR bersama kita.
masuk bersalin, dengan keluhan ibu bersalin. Karena kadang aaa di depan petugas mereka
Tidak ada panas demam dan lain sebagainya mengatakan iya, mereka mengatakan paham,
tidak ada” (PM 2) tapi kalau tidak didukung oleh keluarga,
Dukungan sosial dalam keluarga dan suami memang agak akan terputus, tidak
lingkungan belum optimal didapatkan ibu punya upaya. Tetapi aaa kita juga akan terus
nifas, orang terdekat (suami) belum berupaya dengan segala macam cara maka
memahami risiko dan komplikasi yang bisa bisa juga dalam pemberian-pemberian PMT
terjadi pada ibu nifas karena kurangnya yang dilakukan oleh aaa bapak-bapak desa”
informasi kesehatan yang didapatkan. Ketika (P 2)
terjadi keluhan kesehatan pada ibu nifas, 3. Pemberdayaan kader kesehatan sebagai
keluarga tidak langsung membawanya ke perpanjangan tangan puskesmas
puskesmas, namun setelah keadaan memburuk Kader kesehatan memiliki peran yang
baru meminta rujukan untuk periksa ke rumah sangat penting sebagai perpanjangan tangan
sakit. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan: puskesmas dalam meningkatkan kesehatan ibu
“ternyata setelah dikaji tu setelah dari kubur dan anak. Kader mengupayakan pemenuhan
itu ibunya sempat lemas, tapi tidak dibawa ke gizi anak dan ibu hamil yang mengalami
sini tapi dibawa pulang ke wali, ke besannya kekurangan gizi melalui penyediaan makanan
lagi, ke Penisula, pulanglah ke sana setelah tambahan yang diberikan langsung kepada
lewat 1 hari suaminya datang ketemu saya sasaran. Dalam melakukan tugasnya ini, kader
lagi. Saya tanya kenapa, kenapa bapak? saya kesehatan mengalami hambatan terkait dengan
tanya kenapa istri saya pusing, sakit perut, kesadaran orangtua untuk mengantar anak ke
mau ambil rujukan. Terus istrinya mana? posko makanan tambahan di desa atau tempat
Bawa sini kita periksa baru kita bisa merujuk memasak, sehingga kader harus berkunjung ke
atau dikasih rujukan… ee istri di rumah. Jadi rumah-rumah untuk memastikan anak
saya bilang maaf kita tidak bisa kasih memakan makanan tambahan yang disajikan.
rujukan, kita harus periksa dulu seperti itu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan:
Ternyata mereka langsung ke RS dan tidak “Masalahnya tadi, masalah penangan anak
lama tidak tertolong lagi” (P 2) stunting tadi, yang kami pernah mengalami
Puskesmas mengupayakan peningkatan ini, di desa, itu tadi masalah kesadaran ortu
kesehatan ibu dan anak, termasuk penyuluhan tadi, membawa anaknya kepada tempat titip
kesehatan pada masyarakat (terutama ibu masakan ini seperti di kantor desa. Jadi anak-
hamil/nifas), namun demikian ibu telah anak yang stunting tadi, ortunya tidak
memahami informasi yang diberikan tetapi membawa ke tempat masakan itu” (P 5)
tidak mampu menerapkannya di rumah. Suami
tidak memberikan dukungan kepada ibu, “cuma masalah kesadaran tadi itu, masalah
karena tidak mengikuti perkembangan kesadaran yang memang itu tadi yang saya
kesehatan kehamilan/nifas maupun bayinya, bilang, artinya ortu tadi anggap itu tadi
sehingga tidak paham hal-hal yang harus biasa-biasa saja, jadi mungkin hanya karena
dilakukan. Ibu mungkin sudah menyampaikan kesibukan dengan tempat lain, barangkali
informasi yang didapatkan dari puskesmas mereka juga itu tadi, namun yang paling
kepada suaminya, tetapi pengambilan utama di sini masalah kesadaran, artinya
keputusan suami tidak tepat. Hal ini didukung anak tadi itu tidak dibawa kepada tempat
dengan pernyataan: masak untuk diberikan PMT” (P 4)

Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
Kader kesehatan mengusulkan untuk setelah PKM melihat harus sesuai dengan
pemberian Program Makanan Tambahan menu yang diharapkan” (P 5)
(PMT) memerlukan kebijakan dan kolaborasi
antara pemerintah (kabupaten dan kecamatan) “Setelah anak ini dikategorikan stunting
serta pihak desa dan kader utuk memaksa waktu pengukuran di posyandu, aaa setelah
orangtua untuk membawa anaknya ke lokasi dikategorikan stunting, dan dari PKM ini
memasak di desa. Hal ini sesuai dengan sebenarnya punya menu seperti apa, baru
pernyataan: dikasih di desa, jumlah anaknya diberikan ke
“barangkali nanti lewat pemerintah desa, terus menunya seperti apa baru dikasih
kecamatan, atau pemerintah kabupaten di desa” (P 5)
bekerjasama dengan semua lintas sektor tadi
sehingga dalam menjaga kesehatan “Dari kader sendiri, kami kader, terus yang
masyarakat tadi ini supaya benar-benar bisa berikut melihat setiap hari juga dari
memahami tadi, bahwa manfaat pemberian puskesmas turun melihat itu masakannya
pemberian PMT tadi untuk kesehatan anak seperti apa? sebelum dimasak dan sesudah
mereka ini” (P 4) dimasak harus dilihat, sesuai tidak dengan
yang diharapkan? setelah itu yang hadir pada
“mungkin ada kiat-kiat dari tripika ini, saat kami masak itu makan di tempat, yang
mungkin dari babinsa, babinsa kamtibmas ini tidak hadir kami antar, setelah sasaran
sehingga bekerjasama untuk aaa yang makan baru pulang yang antar” (P 5)
berkelanjutan itu atau melalui pakai yang
pendamping PKH, karena kalau yang “Iya, supaya memastikan bahwa anak itu
pendamping PKH tadi kan ada bantuan PKH makan atau tidak? Karena begini ada
tadi. Jadi kalau mereka tidak hadir, berarti beberapa ini yang kami kuatirkan. Kadang
anak nanti tidak akan dapat, haa itu artinya memang kita mengatakan bahwa makanan ini
dengan cara itu sehingga ortu bisa datang bergizi, belum tentu anak itu suka untuk
membawa anaknya ke tempat masakan itu. Itu makanan yang kita masak. Di situ kami harus
barangkali aaa itu tadi saran saya kalau melihat, kalau memang anak-anak tidak suka
misalnya ada kolaborasi antar pemerintah kami harus ganti” (PM 5)
kabupaten dan kecamatan dan desa, sehingga Kader kesehatan juga melakukan
anak tadi tu yang benar-benar bisa membawa skrining stunting pada balita. Kader kesehatan
kepada tempat masak tadi itu” (P 4) secara proaktif melakukan tindakan ini, karena
Kader kesehatan yang telah dilatih oleh sangat menyadari bahwa kesadaran
PELKESI memiliki kemampuan untuk masyarakat tentang kesehatan masih sangat
implementasi pemberian PMT sesuai dengan kurang. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan:
anjuran pemerintah. Pelaksanaan program “Kalau menurut saya mereka tahu saja kan
PMT pada ibu hamil dengan Kekurangan setiap posyandu hamil itu dikasih tahu bahwa
Energi Kronis (KEK) dan balita stunting kamu itu bumil KEK, kamu harus kurangi
sepenuhnya secara teknis dilakukan oleh kader kerja berat, harus kurangi itu junjung-junjung
kesehatan. Hal ini didukung dengan yang berat, bu bidan sudah kasih tahu begitu.
pernyataan: Saya kira mereka tahu saja, mungkin
“kalau terkait PMT itu bukan hanya sekedar kebiasaan atau SDM yang bagaimana, karena
PMT yang kami diberikan, tetapi itu harus kebanyakan ibu-ibu di sini ibu… biar hamil
yang namanya PMT harus mengandung menu harus tetap menjunjung air, harus tetap
4 bintang, itu makanan pokok, kacang- pokoknya segala macam pekerjaan berat itu
kacangan, buah-buahan, makanan sumber tetap dilakukan, iya” (P 5)
hewani itu harus mencakup di dalamnya.
Bukan hanya sekedar PMT begitu saja, tetapi
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
“Kader kan ada ibu hamil yang masih bawa menjelaskan bahwa perlu alat transportasi
anaknya ke posyandu, jadi kesempatan di khusus untuk menjamin keamanan ibu
meja 4 itu, bagian dulu penyuluhan sekarang hamil/ibu nifas dengan anak dari rumah
kan sistemnya konseling to? jadi kader menuju puskesmas dan sebaliknya setelah
sekarang kalau melihat BB anaknya selesai melakukan pemeriksaan kesehatan.
bermasalah di saat itu juga kita akan berikan Pada saat musim kemarau ibu hamil/ibu
konseling sesuai dengan masalah yang ada di postpartum bisa menyeberang sungai, karena
KMS to? nah itu sering dikasih tahu” (P 5) kondisinya kering untuk menuju puskesmas,
hal ini sangat membantu karena
“Memantau, jadi contoh kalau misalnya ini memperpendek jarak dari rumah menuju
bayi yang usia 0 sampai dibawah 6 bulan puskesmas, sehingga ibu bisa menghemat
istilah, itu pertama kali dia bawa ke tenaga dan waktu. Pada musim hujan, ibu
posyandu, itu pertama kali kami tanyakan hamil/ibu postpartum mengalami kesulitan,
ibunya, nama, terus tanyakan BBnya berapa? karena sungai penuh air, bahkan dengan arus
berat waktu lahir berapa? terus yang berikut yang deras, sedangkan tidak ada jembatan
apa ASI eksklusif atau tidak? itu kami penyeberangan. Ibu harus berjalan memutar
tanyakan. Karena didalam KMS itu ada dengan jarak tempuh yang lebih jauh, dan
beberapa kolom yang harus kami isi, kalau menginvestasikan waktu yang lebih banyak
dia ASI eksklusif kami centang, kalau tidak untuk mampu mencapai puskesmas,
kami silang” (P 5) sedangkan kondisi fisik ibu hamil menjadi
Kader posyandu melakukan salah satu kendala ibu tidak bisa beraktivitas
pemahaman/konseling dan memonitor berat, maupun kondisi ibu post partum yang
pelaksanaan ASI eksklusif di wilayah masih perlu pemulihan serta bayi baru lahir
binaannya dengan baik, karena kader yang sangat rentan terkena infeksi ataupun
menyadari akan pentingnya ASI bagi adaptasi dengan lingkungan diluar kandungan
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini menjadi penyulit tambahan untuk bisa
didukung dengan pernyataan: mengakses puskesmas maupun posyandu yang
“masukan bagi semua itu tadi dengan tersedia. Hal ini didukung dengan adanya
konseling, kami harus kasih tahu bagaimana pernyataan:
kelekatan yang bagus, manfaatnya ASI seperti “jadi kami arahkan sudah, kalau memang
apa? apa perbedaannya ASI dengan susu bagaimana langsung dibawa ke kota, karena
formula? kami harus kasih tahu sudah” (P 5) ambulance sudah mau kesana, posisi jarak
sudah jauh, dan yang bersangkutan harus
4. Keterlibatan pemerintah dan LSM dalam segera ditolong, akhirnya keluarga inisiatif
peningkatan kesehatan ibu dan anak sudah untuk langsung ke aaa RSU” (P 2)
Hasil FGD menunjukkan bahwa jarak
rumah menuju puskesmas jauh dan “……”Tapi memang karena kondisi
menyulitkan partisipan untuk mengakses lingkungan, masih ada yang ditolong oleh
pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan dukun. Karena kondisi lingkungan yang tidak
hasil observasi lapangan yang dilakukan memungkinkan mereka datang ke puskesmas..
peneliti, bahwa secara geografis wilayah kerja ada juga karena faktor keluarga, yang tidak
Kabukarudi, Lamboya adalah perbukitan, bisa mengantar ke puskesmas”…….. (P2)
akses jalan hanya ada 1 jalan utama yang bisa Pemerintah Kecamatan Lamboya
dilalui oleh ibu dan anaknya ketika akan menyadari adanya hambatan geografis ini
melakukan pemeriksaan kesehatan di yang berdampak pada kesulitan akses
puskesmas. Jalan yang terjal sebagai pelayanan kesehatan ibu dan bayi, baik dari
penghubung dari jalan utama menuju ke sisi masyarakat maupun dari petugas
rumah, dengan tanah kapur yang terlihat kesehatan saat melakukan kunjungan rumah
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
ataupun posyandu. Upaya yang dilakukan “Tapi yang jelas bumil KEK kita sudah
pemerintah adalah dengan mengendalikan ditangani, bumil KEK ditangani, baik ADD
faktor geografi secara bertahap. Hal ini yang didapat dari dana desa, kami sepakat
dikuatkan dengan pernyataan: kami dari PKM setuju akan… dukung kader”
“kami akan berusaha membuka sarana dan (P 1)
prasarana seperti jalan ini ya, sedikit jadi
tahap, secara bertahap nanti sama kami akan “supaya benar-benar bagaimana caranya
melakukan upaya supaya jangkauan sehingga nanti dalam menangani kasus
pelayanan ke depannya itu agak agar lebih kematian anak dan ibu dan anak tadi semakin
mudah itu. Jadi mungkin maklum memang lama dia bisa terkendali itu itu harapan kami
juga ibu, dari kasus kematian yang ada ini, ya juga. Terus masalah ini stunting kan, kami
memang mereka medan yang memang agak dari pemerintah desa bahkan semua di
susah dijangkau, sangat terpencil itu, sangat Kabupaten Sumba Barat itu kami sudah
terpencil. … semua faktor itu kesadaran dialokasikan pakai dana desa tadi untuk
masyarakat dengan jarak jangkau saja itu menangani stunting tadi. Itu prosentasenya
yang kadang memang begitu sulitnya juga 5%” (P 4)
medan” (P 3)
“Kami akan dapat data dari PKM, sehingga
“ya artinya masalah jarak jauhnya tadi anak-anak ini nanti yang perlu diintervensi
seperti yang di desa Lamboya Dente tadi oleh aaa desa, pakai dana desa tadi itu. Jadi
masalah jarak ini apalagi lewat kali, dan kami tidak serta merta kami tidak tahu bahwa
memang agak susah, agak susah untuk kita anak ini stunting, kami kan awam. Jadi dari
menangani kasus ini lebih cepat tadi itu. Jadi PKM menyatakan bahwa ini anak ini stunting.
karena mungkin dengan adanya sarana Jadi oleh karena itu dengan data tadi itu kami
prasarana tadi artinya jalan dengan masih PMT, dengan bumil KEK tadi” (P 4)
jembatan, karena jembatan di sini belum ada. Peran LSM dalam penurunan angka
Itu memang apalagi kalau pada saat musim kematian ibu, bayi dan stunting dilakukan
hujan, banjir ini tidak bisa dia lewat, jadi mau dengan advokasi kebijakan, kolaborasi lintas
tidak mau dia akan keliling. Dengan jarak sektor dan peningkatan SDM kader posyandu
tempuh perjalanan yang begitu jauh tadi melalui sharing-refreshing, serta melakukan
mungkin juga akan terjadi hal-hal yang tidak home visit. Home visit dilakukan untuk
diinginkan tadi” (P 3) mendeteksi kesulitan ibu hamil dalam
Pemerintah desa ikut menghimbau mengakses fasilitas kesehatan, juga
warganya untuk melahirkan dengan bantuan mendeteksi masalah balita dengan berat badan
tenaga kesehatan. Hal ini diperkuat dengan di Bawah Garis Merah (BGM). Hal ini
pernyataan: disampaikan melalui pernyataan:
“Terus kalau masalah kesehatan ibu dan “pendaratan program itu yang kami lakukan
anak, kami di desa juga selalu memberikan yang pertama yaitu peningkatan akses, yang
penyuluhan sehingga nanti setiap ibu hamil kedua peningkatan kualitas, yang ketiga
harus melahirkan di faskes, selalu peningkatan partisipasi, dan yang keempat itu
memberikan penyuluhan itu” (P 4) sosial kebijakan atau advokasi. Nah dari 4
Pemerintah desa menyediakan anggaran pilar ini, kami juga berkolaborasi di level
dari dana desa sebesar 5% untuk peningkatan institusi dan komunitas. Di institusi itu kami
kesehatan ibu dan anak. Pemerintah desa berkolaborasi dengan dinkes, DPP, dinas
bekerjasama dengan puskesmas untuk sosial, dan maaf termasuk puskesmas dalam
memberikan PMT menggunakan dana desa. hal ini. Nah, pendekatan yang kami lakukan,
Hal ini diperkuat dengan pernyataan: kalau dari segi aaa advokasi, kami sudah
menghasilkan 1 perda KIBA peraturan
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
daerah kesehatan ibu dan anak, dan yang ke- Tuhan, di tahun 2023 163 desa siaga untuk
2 kami sudah menghasilkan perda 53 dan 54, menganggarkan refreshing kader … salah
terkait pengintegrasian layanan sosial dasar, satu kemarin Patiala bawah ada di kecamatan
dan revitalisasi posyandu. Nah, revitalisasi Lamboya” (P 7)
posyandu ini, berkaitan dengan kader tidak LSM juga ikut mengawal pelaksanaan
akan diganti oleh kepala desa, apabila: 1) ia posyandu 5 meja secara aktif bersama dengan
tidak menjalankan tugas selama 6 bulan kader. Hal ini didukung dengan pernyataan:
berturut2; yang ke-2) ia tidak tersandung “kita betul-betul memberi tahu mereka, mulai
kasus pidana; yang ke-3) ia tidak melakukan dari meja 1 sampai meja 5, apakah tugas dan
pelecehan seksual; kemudian yang ke-4) ia peran mereka masing-masing, termasuk
meninggal dunia; dan yang ke-5) kesulitan untuk ASI, posisi perlekatan, saya
mengundurkan diri” (P 7) setuju dengan ibu kader, jadi posisi
perlekatan untuk bayi itu, kemudian berapa
“Kemudian, kalau di level komunitas untuk kali dikasih ASI eksklusif dalam 1 hari,
mendukung kesehatan ibu dan anak, aaa yang kemudian ada frekuensi dan porsi, bentuk dan
pertama, kami melakukan sesi sharing kader, teksturnya” (P 7)
itu kalau yang tahun lalu 2021-2022 kami
melakukan itu setiap bulan untuk 5. Keberlanjutan bantuan PELKESI untuk
memantaunya, kira-kira begitu progress peningkatan kesehatan ibu dan anak
kader itu seperti apa? Pelayanan kader yang PELKESI mendukung peningkatan
perlu kita maksimalkan itu seperti apa, kesehatan ibu dan anak, salah satunya dengan
sementara hal yang paling dekat dengan memberikan bantuan alat untuk pengukuran
sasaran posyandu adalah dilakukan oleh antropometri kepada puskesmas. Hal ini
kami untuk intervensi kepada kader posyandu dirasakan sangat membantu oleh puskesmas
adalah melakukan kunjungan rumah” (P 7) sehingga mampu melakukan penimbangan
balita 100% pada tahun 2022. Hal ini
“Home visit, apa yang mereka mau kunjungi dikuatkan dengan pernyataan:
itu, yang pertama bumil TM3, tadi yang “ kami beberapa hari berkumpul naik turun
disampaikan oleh bu bidan bahwa kapus, jadi ke lapangan bersama kader pemberian makan
kita mau memastikan nih, apakah dia mau tambahan. Dan memang puji Tuhan aaa
kontak dengan faskes, kita juga kasih tahu pemberian PMT yang diberikan oleh bapak
bahwa sebenarnya bumil itu harus desa di tahun ini luar biasa, karena menunya
mengunjungi di faskes sebanyak 6x, kemudian sudah disini oleh tenaga ahli gizi yang dari
yang berikut adalah kunjungan stunting PKM, jadi aaa hanya tinggal saja bagaimana
dengan BB yang 2 bulan berturut-turut dia dari masyarakat kesiapannya mereka,
tetap, kemudian yang BGM berat badan bayi keaktifannya mereka itu saja, dan ketika
dibawah garis merah. Nah, itu sebenarnya adanya kegiatan2 yang sudah dilakukan oleh
pintu masuk untuk stunting, jadi perlu sekali teman2 dari PELKESI, kami PKM
kita melakukan yang namanya konseling” (P Kabukarudi sangat berterimakasih, di hari di
7) awal kerjasama kami, kami sudah
dibenturkan dengan antropometri, dengan
“kita juga ada yang namanya refreshing kekurangan-kekurangan alat yang ada,
kader …, yang pada akhirnya di tahun 2023 sehingga dari aaa kami melakukan
pemerintah daerah … hal yang paling komunikasi yang baik dengan bapak direktur
penting, bahwa bentuk penanganan stunting dan teman-teman dari PELKESI membantu
yang perlu dilakukan adanya praktek kami di puskesmas untuk menurunkan
pemberian makanan bayi dan anak, itu wajib membantu kami alat-alat antopometri, karena
diketahui oleh kader posyandu, sehingga Puji saat itu memang kami di puskesmas,
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
antropometri yang terstandar itu cuman ada peringatan posyandu dilakukan secara besar-
2. Sedangkan dalam 1 hari, kami harus besaran dan sangat meriah. Sehingga bisa
melayani posyandu 5 posyandu. Nah, dengan memotivasi kader-kader untuk melakukan
kekurangan itu, kami dibantu oleh PELKESI tugasnya karena kader-kader menjadi sangat
dan kami akan aaa kami sangat terbantukan, diperhatikan. Karena dari pemerintah kota
sehingga waktu itu ketika kami lakukan aaa sudah ada penambahan insentif untuk kader-
pengukuran dan penimbangan, dan oper kader. Kemarin sudah mendapat bantuan
timbang bulan Agustus itu, benar-benar berupa lembar balik dari Pelkesi sehingga
semua anak diukur dengan menggunakan kader lebih mudah menyampaikan ke
alat-alat terstandar. Dan juga bukan hanya masyarakat. Secara langsung, pelkesi sudah
cuma membantu kami aaa memberikan alat sangat membantu“ (P 2)
dari PELKESI juga turun langsung dalam
proses aaa pengukuran dan penimbangan. PEMBAHASAN
Dan harapan kita tentu sudah terjadi, dan kita Faktor pemungkin dalam upaya peningkatan
sudah bisa lihat bersama bahwa tahun 2022, kesehatan ibu dan anak meliputi pemahaman
angka stunting di PKM Kabukarudi 35,2%” petugas kesehatan atas kondisi pasien saat
(P 1) melakukan pemeriksaan kehamilan/pertolongan
PELKESI melakukan kegiatan refreshing bersalin/pemeriksaan nifas, kecekatan petugas
kader kesehatan, dengan harapan kader kesehatan dalam melakukan tindakan tanpa
kesehatan mampu mengedukasi dan melakukan kesalahan, respons segera petugas
menyadarkan masyarakat di wilayah kerja kesehatan saat ada keluhan pasien, layanan
posyandu tentang pentingnya gizi. Puskesmas petugas gizi dalam pemberian informasi, serta
berharap PELKESI masih terus melakukan adanya pendidikan kesehatan untuk perawatan
pendampingan terkait peningkatan kesehatan kesehatan di rumah selama hamil/nifas. Petugas
ibu dan anak. Hal ini diperkuat dengan kesehatan sangat dibantu oleh kader posyandu
pernyataan: dalam mengupayakan peningkatan kesehatan ibu
“Nah, dengan adanya teman-teman dari dan anak, termasuk mencegah stunting. Selain
PELKESI ketika juga kemarin sudah dari petugas kesehatan, faktor pemungkin di
dilakukan refreshing kader, ya kami berharap Kecamatan Lamboya bisa didapatkan dari
juga dari puskesmas, kader-kader yang pemerintah daerah, LSM dan PELKESI.
dilakukan refreshing bisa memberikan lagi PELKESI memberikan bantuan alat untuk
aaa pemahaman edukasi menyadarkan mengukur antropometri kepada puskesmas, dan
masyarakat yang ada di wilayah kerja mereka melakukan refreshing kader posyandu.
yang ada di posyandu mereka, kami PKM Puskesmas melakukan rujukan kesehatan
terus kami memberikan pemahaman, apakah pada anak dengan gizi buruk, pelayanan
ketika ada anak-anak yang gizi buruk kami pemeriksaan ibu hamil sesuai dengan prosedur
langsung, kemarin aaa bulan lalu kami sudah (wajib skrining malaria pada semua ibu hamil).
menurunkan dokter dengan ahli gizi untuk Posyandu melakukan pelayanan 5 meja sesuai
memperhatikan balita-balita gizi buruk dan dengan prosedur. Rumah sakit melakukan
kita tetep … dan kemarin ada 1 orang yang implementasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI
kita rujuk yang tidak naik BB dan TB berturut- eksklusif, dan pelaksanaan pijat oksitosin. LSM
turut aaa saya akan ikut dan mendalaminya melakukan advokasi kebijakan kesehatan,
tapi ada 1 anak gizi buruk yang kami rujuk ke kolaborasi lintas sektor dan peningkatan
pusat dan didampingi oleh ahli gizi” (P 1) kapasitas SDM kader kesehatan, serta home
visite. Faktor pemungkin ini memberikan
“Kemarin juga ada kegiatan peringatan pelayanan dalam pencegahan komplikasi
posyandu, pelkesi kerjasama dengan kehamilan dengan mencegah faktor risikonya,
pemerintah kota, sehingga kegiatan karena faktor risiko bayi berpengaruh signifikan
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
terhadap kematian perinatal karena kelainan pengetahuan ibu memengaruhi proses
kongenital, sepsis neonatorum dan trauma lahir, pengambilan keputusan dan sikap dalam
sedang faktor risiko ibu adalah perdarahan memanfaatkan pelayanan pada fasilitas
antepartum dan ketuban pecah dini (Mutia, kesehatan (Romarjan, Muliawan and Sari, 2019).
2018). Petugas kesehatan memberikan pelayanan Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
dengan memfasilitasi keyakinan masyarakat kesehatan yang kompeten akan mendukung
akan dukun diharapkan dengan cara merangkul dalam perwujudan praktik yang ideal dan
masyarakat dan memahami budayanya supaya mendukung dalam peningkatan kesehatan ibu
bisa lebih dekat untuk menarik perhatian dan anak. Ketersediaan sarana berhubungan
masyarakat agar meminta pertolongan kesehatan dengan tingkat pemanfaatan posyandu
pada tenaga kesehatan (Fitrianeti, Waris and (p=0,001), sehingga dengan adanya bantuan
Yulianto, 2018). sarana dari berbagai pihak kepada fasilitas
Kementerian kesehatan meningkatkan akses pelayanan kesehatan akan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk layanan dan kepuasan masyarakat.
meningkatkan kesehatan. Penghambat Standar pemeriksaan kehamilan yang harus
pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah dilakukan ibu minimal 6 kali dengan
karena perbedaan status kesehatan masyarakat, bidan/perawat dan 2 kali dengan dokter, dengan
status sosial dan ekonomi antar daerah, dan frekuensi 1 kali di trimester satu kehamilan, 2
penyakit kesehatan baru atau menular. kali di trimester kedua, dan 3 kali pada trimester
Masyarakat Sumba Barat sebagian besar dilayani ketiga. Ibu akan mendapatkan tindakan
oleh puskesmas dan rumah sakit negeri/swasta pemeriksaan seperti pengukuran berat badan dan
yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi ibu tinggi badan, tekanan darah, LILA, tinggi puncak
hamil dan nifas, serta untuk bayi dan anak. rahim, denyut jantung janin, pemeriksaan darah.
Puskesmas Kabukarudi menyediakan Pelayanan Ibu hamil pada saat kunjungan kesehatan
Obstetri Esensial Dasar (PONED) yang masih diberikan imunisasi anti tetanus, 90 tablet tambah
selalu ditingkatkan kualitasnya sebagai darah dan juga promosi kesehatan/konseling
penjaminan mutu berkelanjutan. Hal ini terkait dengan kehamilannya (Kementerian
dilakukan untuk mengantisipasi beberapa Kesehatan RI, 2020). Kualitas SDM dan budaya
kendala yang ditemukan pada penelitian menentukan pola pemeriksaan kesehatan
sebelumnya, antara lain: adanya keterbatasan kehamilan pada ibu, hal ini sesuai dengan
pada alat kesehatan dan bahan habis pakai yang penelitian Lubis, Simanjuntak and Manik (2022)
diperlukan untuk medikasi pada antenatal dan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
neonatal, kompetensi yang belum sama pada antara pendidikan (p=0,001), pengetahuan
tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan (p=0,000), sikap (p=0,001) dengan kunjungan
terlatih), serta output pelayanan puskesmas ANC di Puskesmas Gunung Beringin Kecamatan
(Aryani and Rizqi, 2022). Peran puskesmas Panyubungan Timur Mandailing Natal. Ibu
sebagai faktor pemungkin peningkatan kesehatan hamil apabila tidak mendapatkan keluhan
ibu dan anak dilakukan dengan upaya deteksi cenderung tidak memeriksakan kehamilannya.
dini faktor risiko pada ibu hamil, sehingga Ibu yang berpengalaman melahirkan lebih dari 2
mampu dilakukan upaya antisipasi atas kali merasa bisa mengatasi sendiri apabila
permasalahan atau risiko komplikasi kehamilan mengalami masalah kehamilan mengikuti
dengan lebih cepat, tepat dan akurat berdasarkan pengalamannya. Ibu hamil menemui petugas
kebutuhan. Tenaga kesehatan di puskesmas kesehatan hanya pada saat mengalami masalah
selalu memberikan edukasi pada ibu hamil/nifas kesehatan saja. Hasil penelitian sebelumnya
untuk meningkatkan pengetahuan, sehingga ibu disampaikan bahwa budaya tidak berhubungan
mampu mengenali permasalahan kesehatan lebih dengan frekuensi kunjungan ANC (p=0,744),
cepat dan segera mengambil keputusan untuk namun hasil ini tidak sama dengan penelitian
mendapatkan pertolongan medis. Tingkat yang dilakukan, justru faktor budaya sangat
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
berpengaruh dengan pola perilaku ibu dalam pertolongan kesehatan juga berdampak pada
menjaga kesehatan selama hamil/nifas dan keterlambatan ibu dalam memperoleh
kesehatan bayinya. penanganan medis yang bisa berakibat fatal.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Pengambilan keputusan yang tidak cepat ini juga
masih dilaksanakan budaya persalinan ditolong dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan
dukun, hal ini sama dengan penelitian di keluarga terkait kesehatan. Dukungan yang
Kabupaten Sumenep Jawa Timur (43,48%), kurang dari suami mengakibatkan ibu tidak bisa
sedang di Malakopa, Kabupaten Kepulauan menerapkan anjuran kesehatan, karena suami
Mentawai (37,1%) yang memilih dukun dari sisi tidak ikut mendampingi dan menerima informasi
pengalaman turun temurun dalam menolong kesehatan langsung dari petugas kesehatan saat
persalinan (Fitrianeti, Waris and Yulianto, 2018). ibu melakukan pemeriksaan. Dukungan suami
Masyarakat di Lamboya, Sumba Barat memilih (p=0,001) dan sumber informasi (p=0,001)
dukun untuk menolong persalinan karena berpengaruh signifikan terhadap perawatan
pertimbangan biaya lebih murah dan tidak perlu kehamilan. Ibu yang mendapatkan dukungan
merasa sakit, serta jarak yang dekat dengan suami memiliki kemungkinan 5,725 kali
rumah. Dukun dipercaya secara turun temurun melakukan perawatan kehamilan dibandingkan
memiliki keterampilan dalam membantu dengan yang tidak mendapatkan dukungan.
persalinan, namun dari sisi pengetahuan minimal Suami selain sebagai pengambil keputusan, juga
tentang kehamilan bermasalah, sehingga harus memberikan dukungan moral,
mengakibatkan angka kematian ibu tinggi (Sari, mendampingi ibu dalam melakukan pemeriksaan
2016). Ibu hamil di Kabupaten Mentawai kehamilan, persalinan sampai dengan masa nifas.
melakukan budaya “Sikerey” yang meyakini Suami juga harus mengerti tanda dan bahaya dari
bahwa kehamilan adalah tabu, yang kemudian setiap fase reproduksi ibu (Saragih and Nasution,
ibu selama hamil tinggal di ladang, tidak bisa 2018). Hambatan sosiokultural lain adalah
melakukan interaksi dengan keluarga/suami budaya masyarakat yang belum boleh melepas
sampai dengan melahirkan. Suami yang anak perempuannya tinggal di rumah suami
menginginkan kehamilan akan membawa apabila “urusan adat” belum selesai. Hal ini
istrinya periksa, sedangkan kalau tidak mengakibatkan ibu hamil tidak mematuhi jadwal
menginginkannya bisa dipastikan ibu tidak akan pemeriksaan kehamilan pada puskesmas atau
dibawa untuk periksa ke petugas kesehatan. cenderung berpindah-pindah dalam melakukan
Keputusan suami sangat penting membantu ibu ANC, sehingga pemantauan status kesehatan
mendapatkan akses pelayanan kesehatan, namun tidak lengkap, ditunjang buku KMS sering tidak
kendala akses transportasi dari ladang ke fasilitas dibawa saat melakukan pemeriksaan.
kesehatan juga menjadi permasalahan, sama Pengetahuan dan keterlibatan keluarga dalam
dengan temuan hasil penelitian yang menyatakan pencegahan stunting juga kurang, dalam
bahwa faktor geografis menjadi penghambat ibu pemberian PMT tidak semua orangtua mau
di Lamboya untuk melakukan pemeriksaan mengantar anaknya ke dapur gizi yang ada di
kehamilan sampai dengan persalinan dan nifas. desa. Dari hasil penelitian sebelumnya, adat
Upaya mempertahankan kesehatan ibu dan istiadat (p=0,033), pengetahuan (p=0,016) dan
bayi memerlukan dukungan keluarga. dukungan petugas kesehatan (p=0,027)
Pengalaman melahirkan anak bisa menyebabkan berpengaruh signifikan terhadap perawatan
krisis situasional terutama pada keluarga yang kehamilan di Kecamatan Raya Kahean
tidak utuh (Rahayu et al., 2022). Dukungan Simalungun. Pengetahuan yang baik tentang
keluarga berupa pengambilan keputusan yang ANC akan mendorong ibu melakukan
tepat diperlukan ibu dalam menjaga kesehatan pemeriksaan dan mencari informasi kesehatan
kehamilan dan adaptasi selama nifas agar ibu kehamilan. Pengetahuan juga mempengaruhi
bisa melewati fase ini dengan baik. Pengambilan perilaku dan meningkatkan indikator pencapaian
keputusan yang terlambat untuk mendapatkan kesehatan masyarakat sebagai hasil dari
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
pendidikan kesehatan (Saragih and Nasution, ini mengakibatkan pengetahuan ibu kurang
2018), maka upaya yang selalu dilakukan tenaga terkait dengan kesehatan kehamilan, melahirkan
kesehatan, terutama promosi dan prevensi sangat dan nifas.
penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
anak. lapangan, ibu hamil/nifas dengan bayi/balita
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu mengalami hambatan ekonomi, sehingga tidak
hamil/nifas di Kecamatan Lamboya mengalami mampu memenuhi gizi seimbang dalam pola
beberapa hambatan dalam mendapatkan makan anaknya. Komposisi makanan sehari-hari
pelayanan kesehatan, hal ini sama dengan hasil sering tanpa lauk, sehingga kecukupan protein
penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa hewani/nabati tidak bisa dipenuhi. Dalam
faktor penghambat yang didapatkan antara lain penelitian Safitri et al. (2016), faktor pekerjaan
geografis, sosial budaya, ekonomi atau dan pendapatan tidak berkontribusi terhadap
kemiskinan, keamanan kerja dan fasilitas kepatuhan ibu melakukan ANC di Puskesmas
kesehatan yang masih kurang (Situmorang, Sukamakmur Sibreh (p=0.390; p>0,05), 28% ibu
2020). Ibu hamil/nifas di Kecamatan Lamboya hamil memiliki pendapatan keluarga yang tidak
tidak mengalami ancaman keamanan, karena sesuai dengan UMR. Keterbatasan ekonomi
tidak tinggal di daerah konflik. Hambatan menyebabkan ibu sulit membiayai persalinan,
geografis dan tidak adanya dukungan suami sehingga meminta bantuan dukun bersalin
untuk mengantar ibu melakukan pemeriksaan menjadi alternatif tindakan yang dipilih
juga terjadi pada penelitian sebelumnya. Jarak masyarakat. Dukun bersalin tidak mematok tarif
tempat pelayanan (p=0,0001) menjadi salah satu persalinan, bahkan bisa dibayar dengan beras
hambatan ibu untuk patuh melakukan kunjungan “satu sukek (2,5 liter)”, hal ini sangat membantu
ANC, selain faktor pendidikan (p=0,0001), masyarakat yang mengalami keterbatasan
pengetahuan (p=0,003), paritas (p=0,041) di ekonomi(Media, Zainal and Gusnedi, 2014),
Puskesmas Batu Bajanjang (Media, Zainal and namun demikian ini tidak sama dengan ibu
Gusnedi, 2014). Hasil penelitian ini sama dengan hamil/nifas di Kecamatan Lamboya yang sudah
penelitian Safitri et al. (2016) yang menyatakan mempunyai BPJS untuk pembiayaan kesehatan.
bahwa jarak pelayanan (p=0,0001) menjadi salah Meskipun sudah memiliki BPJS untuk
satu hambatan ibu dalam kepatuhan melakukan mendapatkan pelayanan gratis, namun masih
kunjungan Ante Natal Care (ANC), selain faktor terdapat ibu yang tetap memilih jasa dukun
pendidikan (p=0,0001), pengetahuan (p=0,003), bersalin untuk melakukan persalinan, yang
paritas (p=0,041). Sebesar 57% ibu hamil harus merupakan faktor budaya turun temurun.
menempuh jarak jauh menuju ke pelayanan Kerjasama lintas sektoral antara pemerintah
kesehatan. nasional, provinsi, kabupaten dan daerah dalam
Hambatan-hambatan ini menyebabkan menyediakan infrastruktur, pendekatan
upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi pelayanan kesehatan dan mengadopsi budaya
terkendala, jalan yang sulit (berbatu dan lokal, pemberian bantuan dana untuk mengakses
berlumpur saat hujan) mengakibatkan sulit pusat kesehatan, distribusi tenaga dan fasilitas
dilalui mobil operasional puskesmas, selain itu kesehatan yang memadai serta memastikan
juga mengakibatkan pertolongan kesehatan yang keamanan petugas kesehatan menjadi salah satu
perlu dilakukan segera menjadi tertunda dan ibu faktor pemungkin yang berkontribusi dalam
terlambat mendapatkan pertolongan medis. peningkatan kesehatan ibu dan anak
Keterbatasan jadwal pelayanan petugas (Situmorang, 2020). Ketersediaan akses dan
puskesmas ke daerah juga menyebabkan peningkatan pelayanan maternitas masih menjadi
minimnya kontak dengan pasien, edukasi tidak kendala besar di negara berkembang dan negara
bisa dilakukan dengan maksimal, dan beberapa miskin. Paket layanan kesehatan reproduksi dan
program promosi kesehatan dan prevensi tidak seksual sepanjang siklus hidup antara lain: 1)
bisa dilakukan dengan optimal. Keadaan seperti pelayanan ANC, termasuk pencegahan malaria
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
dan HIV dari ibu ke anak; 2) perawatan bayi baru Fitrianeti, D., Waris, L. and Yulianto, A. (2018)
lahir, termasuk kehadiran pendamping, makanan ‘Faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil
dan cairan dan memilih posisi saat persalinan; 3) Memilih Penolong Persalinan di Wilayah
PONED dan PONEK, termasuk identifikasi dan Kerja Puskesmas Malakopa Kabupaten
manajemen pre eklampsia dan eklampsia, Kepulauan Mentawai’, Jurnal Penelitian
pencegahan dan penatalaksanaan persalinan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan,
macet, perdarahan nifas dan asfiksia bayi baru 2(3). doi:
lahir; 4) informasi KB; 5) perawatan pasca aborsi https://doi.org/10.22435/jpppk.v2i3.126.
yang berkualitas untuk mencegah kematian dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
komplikasi; 6) meningkatkan kualitas pelayanan (2022) Profil Kesehatan Indonesia Tahun
dan praktik pencegahan infeksi nifas dan bayi 2021. Edited by F. Sibuea, B. Hardhana, and
baru lahir (Rahyani, 2016). W. Widianti. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
KESIMPULAN Kementerian Kesehatan RI (2020) Buku KIA
Faktor pemungkin dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:
kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Lamboya Kementerian Kesehatan RI.
Sumba Barat didapatkan dari berbagai pihak,
antara lain tenaga kesehatan puskesmas dan Lestari, T. R. P. (2020) ‘Pencapaian Status
rumah sakit, kader posyandu, pemerintah Kesehatan Ibu dan Bayi Sebagai Salah Satu
kecamatan dan desa, serta LSM. Masing-masing Perwujudan Keberhasilan Program
pihak melaksanakan tugas dan kewenangannya Kesehatan Ibu dan Anak’, Kajian, 25(1), pp.
untuk bersama meningkatkan pelayanan 75–89. Available at:
kesehatan, memudahkan akses fasilitas //jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/d
kesehatan kepada masyarakat, advokasi ownload/1889/897.
kebijakan dan penggunaan anggaran daerah Lubis, K., Simanjuntak, P. and Manik, D. J.
untuk kesehatan ibu anak dan mencegah stunting, (2022) ‘Faktor-faktor yang Mempengarhi
yang kesemuanya tidak lepas dari adaptasi faktor Rendahnya Kunjungan Antenatal Care di
budaya dan keyakinan yang dipercaya oleh Puskesmas Gunung Baringin Kec.
masyarakat. Suami dan keluarga merupakan Panyabungan Timur Mandailing Natal
faktor pemungkin untuk meningkatkan perilaku Tahun 2022’, Jurnal JIKKI, 2(3).
menjaga kesehatan ibu dan anak, sehingga
dukungan suami termasuk dalam pengambilan Mayasari, E. et al. (2020) ‘Analisis Determinan
keputusan yang tepat dan cepat selalu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di
diupayakan oleh tenaga kesehatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
pemerintah daerah serta pendekatan kader 2017’, Jurnal BECOSS, 2(2), pp. 233–239.
posyandu pada keluarga. doi:
https://doi.org/10.21512/becossjournal.v2i2
DAFTAR PUSTAKA .6413.
Aryani and Rizqi (2022) Pelaksanaan Program Media, Y., Zainal, A. and Gusnedi (2014)
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi ‘Hambatan dan Potensi Sumber Daya Lokal
Dasar (PONED) di Kabupaten Banyumas. Dalam Upaya Mengurangi Resiko
Prosiding Seminar Nasional LPPM Unsoed Kematian Ibu di Kecamatan Tigo Lurah
11 (1), 2022. Purwokerto, Indonesia, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat’,
Universitas Jenderal Soedirman. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(1).
Farid, M. (2018) Fenomenologi dalam Mutia, M. S. (2018) ‘Faktor Resiko Kematian
Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Perinatal di RSUD DR Pirngadi Medan’,
Prenadamedia Group.
Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
Jurnal Penelitian Pendidikan MIPA, 3(1).
Nggonde, K. J. V. (2020) ‘Model Regresi
Poisson Tergeneralisasi pada Kasus Angka
Kematian Ibu Akibat Melahirkan di Nusa
Tenggara Timur’, Jurnal Diferensial, 2(1).
doi: https://doi.org/10.35508/jd.v2i1.3759.
Rahayu et al. (2022) ‘Evaluasi Pemberdayaan
Ibu dan Keluarga dalam Manajemen
Pelayanan Maternitas pada Ibu Hamil di
Kelurahan Sidodadi Samarinda’, Jurnal
Pendas, 7(1).
Rahyani, N. K. Y. (2016) ‘Dimensi Sosial pada
Sisi Kebutuhan (Demand Side) Bagi
Perawatan Ibu dan Anak’, Jurnal Skala
Husada, 13(1).

Romarjan, T., Muliawan, P. and Sari, K. A. K.


(2019) ‘Faktor Resiko Kejadian Kematian
Neonatal Di Kabupaten Lombok Timur
Nusa Tenggara Barat’, Jurnal Penelitian
dan Kajian Ilmiah Kesehatan, 5(2).
Safitri, F. et al. (2016) ‘Kontribusi Faktor
Predisposisi dan Faktor Enabling terhadap
Kepatuhan Antenatal Care pada Ibu Hamil
di Puskesmas Sukamakmur Sibreh’,
Journal of Healthcare Technology and
Medicine, 2(1).
Saragih, R. and Nasution, R. S. (2018) ‘Pengaruh
Faktor Predisposisi, Pendukung dan
Penguat terhadap Perawatan Kehamilan di
Kecamatan Raya Kahean Kabupaten
Simalungun’, Jurnal Bidan Komunitas, 1(2).
Sari, A. N. (2016) ‘Analisis Jalur Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Angka Kematian Ibu
di Jawa Timur’, Jurnal Matematika dan
Pendidikan Matetatika, 1(2).
Situmorang, H. E. (2020) ‘Persepsi Perawat
tentang Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pelayanan kesehatan Neonatal di
Pedalaman Papua’, Jurnal Keperawatan
Tropis Papua, 3(1).

Jurnal Kesehatan, vol 12, no.2, Edisi Desember 2023, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007

You might also like