Professional Documents
Culture Documents
Oh Aja
Oh Aja
Abstract
Child Friendly City (KLA) is a government program that refers to the protection of children and the
fulfillment of children's rights. In 2021, Banda Aceh City received the KLA award at the Intermediate
level and in the same year, cases of violence against children in Banda Aceh City were the highest
cases compared to other districts in Aceh Province. So this is a question mark regarding the
implementation of KLA in Banda Aceh City. This study aims to analyze the implementation of Child
Friendly City (KLA) program development policies in Banda Aceh in 2021 and identify supporting and
inhibiting factors for developing Child Friendly City (KLA) policies in Banda Aceh in 2021. The theory
used is the theory of public policy implementation from Rippley and Franklin, namely the perspective
of the compliance of the implementing apparatus and the smooth running of the routine. The method
used is descriptive qualitative. The results of this study indicate that DP3AP2KB implementers
understand their duties as the secretariat for the implementation of KLA in Banda Aceh City.
Implementation of KLA program policies that have not gone well. This happens because the many
actors involved do not have sufficient capacity in implementing KLA and the cooperation between
actors in implementing KLA has not been maximized. The implementation of the KLA development
program in Banda Aceh City only refers to the fulfillment of children's rights in terms of infrastructure
facilities and protection of children's rights in the form of complaint services at the UPTD PPA and the
Banda Aceh City Social Service. The supporting factor for KLA in Banda Aceh City is the support from
the legislature and also the location of Banda Aceh as the capital, so that there is a lot of provincial
infrastructure that can be used by the people of Banda Aceh City and also easy accessibility. While
the inhibiting factors in the implementation of KLA in Banda Aceh City are the lack of human
resources and the unfulfillment of standards as implementing KLA services, the difficulty of finding a
pattern of cooperation between actors implementing KLA and also low community participation.
Abstrak
Kota Layak Anak (KLA) merupakan program pemerintah yang mengacu pada perlindungan
anak dan pemenuhan hak anak. Pada tahun 2021, Kota Banda Aceh mendapatkan
penghargaan KLA pada tingkat Madya dan di tahun yang sama, kasus kekerasan pada anak di
Kota Banda Aceh merupakan kasus tertinggi dibanding dengan kabupaten lain yang ada di
Provinsi Aceh. Sehingga hal ini menjadi tanda tanya perihal implementasi KLA yang ada di
Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan
pengembangan program Kota Layak Anak (KLA) di Banda Aceh tahun 2021 dan
mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat kebijakan pengembangan program Kota
Layak Anak (KLA) di Banda Aceh tahun 2021. Teori yang digunakan adalah teori
implementasi kebijakan publik dari Rippley dan Franklin yaitu perspektif kepatuhan aparatur
pelaksana dan adanya kelancaran rutinitas. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementator DP3AP2KB memahami
tugasnya sebagai sekretariat pelaksanaan KLA di Kota Banda Aceh. Implementasi kebijakan
program KLA yang yang belum berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena banyaknya aktor
yang terlibat belum memiliki kapasitas yang mumpuni dalam penerapan KLA dan belum
PENDAHULUAN
Kedudukan seorang anak sebagai penerus generasi muda yang akan melanjutkan cita-
cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang dan juga sebagai
sumber harapan bagi generasi dahulu. Anak perlu mendapat perlindungan agar mendapat
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang, secara rohani, jasmani maupun
secara sosial (Gultom, 2014: hal.5).
Meskipun begitu, data yang diperoleh melalui web resmi Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) pada periode tahun 2016 sampai dengan Desember tahun 2020 menunjukkan
jumlah pengaduan tertinggi ada di tahun 2020. Tercatat 6159 kasus yang terbagi dalam 10
bentuk kasus perlindungan anak. Berikut tabel pengaduan anak berdasarkan klaster
perlindungan anak KPAI :
Tabel 1.1 Jumlah Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak KPAI
No. Kasus Perlindungan Tahun Jumlah
Anak 2016 2017 2018 2019 2020
1 Sosial dan Anak Dalam 236 286 302 291 128 1243
Situasi Darurat
2 Keluarga dan Pengasuhan 857 714 857 896 1622 4946
Alternatif
3 Agama dan Budaya 262 240 246 193 139 1080
4 Hak Sipil dan Partisipasi 137 173 147 108 84 649
5 Kesehatan dan Napza 383 325 364 344 70 1486
6 Pendidikan 427 428 451 321 1567 3194
7 Pornografi dan Cyber 587 608 679 653 651 3178
Crime
8 Anak Berhadapan Hukum 1314 1403 1434 1251 1098 6500
(ABH)
9 Trafficking dan Eksploitasi 340 347 329 244 149 1409
10 Kasus Perlindungan Anak 79 55 76 68 1011 1289
15 | Journal Of Political Sphere, 2022, Vol.3
Journal of
Political Sphere (JPS)
lainnya
Total 4622 4579 4885 4369 6519 24974
Sumber: https: KPAI, 2020
Fakta dari kasus yang terdata, kekerasan pada anak tiap tahun masih belum stabil untuk
berkurang tiap tahunnya. Kasus anak berhadapan dengan hukum menjadi salah satu kasus
kekerasan tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Kasus kekerasan terhadap anak di Aceh juga masih tergolong tinggi. Data yang
diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Prov.
Aceh tahun 2017 menjadi tahun tertinggi kasus tertinggi kekerasan pada anak, yang angkanya
menyentuh 1.259 kasus. Berikut gambar bentuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
di Provinsi Aceh:
Tabel 1.2. Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Aceh
2014-2019
No Bentuk-Bentuk Tahun
Kekerasan 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Kekerasan Psikis 20 32 332 400 234 114
2 Kekerasan Fisik 47 17 243 165 154 59
3 Pelecehan Seksual 122 141 177 240 203 166
4 Sexual (Incess) 13 5 17 16 10 7
5 Sodomi 17 12 47 70 8 11
6 Trafficking 24 2 2 0 3 4
7 Penelantaran 23 87 172 83 74 57
8 Eksploitasi Ekonomi 0 0 18 14 7 2
9 Eksploitasi Seksual 21 2 0 15 2 1
10 KDRT 11 6 237 56 33 40
11 Pemerkosaan 21 49 27 102 96 91
12 ABH 7 20 9 48 48 29
13 Lain-lain 132 25 49 50 54 80
Jumlah 458 399 1.330 1.259 926 661
Sumber: P2TP2A Prov. Aceh, 2017
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan yang menyakitkan secara fisik
maupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersil atau lainnya, yang
dapat menyebabkan adanya cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak (Fakih, 2013: hal.15).
Secara tertulis, perlindungan anak tercantum dalam beberapa UU, seperti Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
16 | Journal Of Political Sphere, 2022, Vol.3
Journal of
Political Sphere (JPS)
Manusia, Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak. Dari berbagai
landasan tersebut, salah satu upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan
pemenuhan Hak terhadap anak dengan dikeluarkannya Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak
(KLA) melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak.
Salah satu Kota yang berhasil melaksanakan program KLA di Aceh adalah Kota Banda
Aceh. Banda Aceh menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak Tahun 2021 dari
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diserahkan oleh
Gubernur Aceh pada puncak Hari Anak Nasional Tahun 2021 tingkat Provinsi Aceh.
Penghargaan ini diperoleh setelah di tahun 2019 Kota Banda Aceh mendapatkan penghargaan
naik ke tingkat Madya setelah berjalan selama 2 tahun pada tingkat pratama. Selain mendapat
penghargaan sebagai Kota Layak Anak Tahun 2021, 4 penghargaan lainnya juga didapatkan
oleh Kota Banda Aceh, seperti penghargaan Penggerak KLA, Desa Layak Anak, Puskesmas
Pelayanan Ramah Anak dan Masjid Ramah Anak (diskominfo.bandaacehkota.go.id)
Komitmen Walikota Banda Aceh diperkuat dengan dikeluarkannya Qanun Kota Banda
Aceh Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Kota Layak Anak. Komitmen ini melibatkan Pemerintah
Kota, Pemerintah Gampong, orang tua, keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat, dunia
usaha dan media dalam mencapai pembangunan yang peduli terhadap hal, kebutuhan dan
kepentingan yang paling terbaik bagi anak, hal ini disebutkan pada BAB II, Bagian Ketiga,
Pasal 4.
Perkembangan kebijakan ini berawal dari Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Perlindungan Anak. Kebijakan ini dianggap serius oleh pemerintah Kota Banda Aceh dengan
adanya Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2021. Dalam pelaksanaannya, masih didapati
banyaknya kasus kekerasan pada anak di Kota Banda Aceh. Selain berbagai kasus tersebut,
beberapa sarana dan prasarana dalam upaya pemenuhan hak anak dalam kuantitas tergolong
banyak, tetapi dari segi kualitas sarana dan prasarana masih jauh dari kata layak. Salah satunya
taman bermain anak yang fasilitas bermainnya tidak terawat dan tidak layak pakai. Hal tersebut,
menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan KLA di Kota Banda Aceh masih memiliki
permasalahan dalam pelaksanaan pemenuhan dan perlindungan hak anak, meskipun Kota
Banda Aceh menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA) tingkat Madya pada
tahun 2021 dari oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KEMENPPA). Sesuai dengan latar belakang yang sudah dijelaskan, peneliti mengangkat judul
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di Banda Aceh, dikarenakan salah satu kota yang
mengimplementasikan Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak, dalam penelitian
implementasi kebijakan program pengembangan KLA di Kota Banda Aceh, peneliti
menggunakan jenis deskriptif kualitatif. Data yang dimaksud mencakup transkrip wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi ataupun resmi, memo, gambar serta rekaman-rekaman resmi
yang lainnya (Lexy, 2005: hal.3). Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan oleh peneliti melalui sumber utama dengan
melakukan wawancara (Suryabrata, 198 : hal.93). Sedangkan data sekunder yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah sumber data pendukung yang bukan sumber data primer,
baik dalam bentuk wawancara, buku, arsip, jurnal, serta dokumen pendukung yang diberikan
oleh narasumber untuk mendukung data dalam penelitian ini. Informan pada penelitian
berjumlah 9 orang, diantaranya pihak birokrat, akademisi, LSM, komunitas, hingga masyarakat.
Pada Teknik analisis data, peneliti menggunakan deskripsi, reduksi data dan penarikan
kesimpulan.
PEMBAHASAN
Implementasi Program Pengembangan KLA di Kota Banda Aceh
Implementasi kebijakan adalah suatu perbuatan dan tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang direncanakan dan telah disepakati oleh aktor-aktor yang terlibat dalam
pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya Kota Banda Aceh telah mendapatkan
setidaknya 2(dua) kali penghargaan sebagai Kota Layak Anak di tingkat Madya pada tahun
2019 dan 2021. Pada tahun 2021 penghargaan yang di dapatkan oleh Kota Banda Aceh adalah
penghargaan Penggerak KLA, Desa Layak Anak, Puskesmas Pelayanan Ramah Anak dan
Masjid Layak Anak. Hal ini menjadi sebuah kemajuan bagi Kota Banda Aceh yang secara
bertahap memenuhi indikator Kota Layak Anak. Terdapat 5 penghargaan yang dikategorikan
dalam Kota Layak Anak yaitu, tingkat Pratama, tingkat Madya, tingkat Nindya, tingkat Utama,
dan tingkat Kota Layak Anak. Kini Kota Banda Aceh menduduki tingkat Madya Kota Layak
Anak setelah melaksanakan program pengembangan KLA selama 8 tahun.
1) Perspektif Kepatuhan
b. Perilaku Implementator
Perilaku implementator adalah perilaku implementator yang menjalankan tugas pokok
serta fungsi sesuai dengan Qanun tahun 2021 tentang Kota Layak Anak. Perilaku
implementator tidak hanya sekedar mengetahui apa saja yang menjadi tugas pokoknya, namun
juga memberikan sikap dukungan, kemauan serta bersungguh-sungguh dalam pelaksanaan
program. dalam mendukung implementasi KLA di Kota Banda Aceh, Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Banda Aceh, DP3AP2KB Kota Banda Aceh, Dinas Kesehatan Kota
Banda Aceh, Dinas Dayah Kota Banda Aceh, dan UPTD Kota Banda Aceh melakukan program
sebagai bentuk perilaku implementator.
2) Kelancaran Rutinitas Fungsi
Dalam pelaksanaan kebijakan KLA di Kota Banda Aceh, tentu perlu melihat beberapa
faktor yang terjadi antar implementator. Kesuksesan implementasi bisa berdasarkan pada
kesiapan implementator dan juga sebaliknya
Salah satu indikator keberhasilan dari sebuah implementasi adalah adanya kejelasan
tujuan dari dalam isi kebijakan tersebut, hal ini diungkapkan oleh oleh Mazmanian dalam
(Tahir, 2014 : hal.78) Tujuan adanya penerapan KLA di Kota Banda Aceh adalah pemenuhan
dan perlindungan hak anak. DP3AP2KB dan Dinas Sosial Kota tujuan adanya KLA di Kota
Banda Aceh adalah untuk pemenuhan hak anak dan perlindungan hak anak, sesuai dengan
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 tentang Kota Layak Anak Tahun 2021. Dalam Qanun
tersebut menjelaskan bahwa maksud dan tujuan adanya kebijakan program pengembangan
KLA di Kota Banda Aceh adalah untuk melindungi anak atau pemenuhan hak anak.
d. Perkembangan Program
Pelaksanaan KLA di Kota Banda Aceh sudah terlaksana 8 tahun terakhir. Pada tahun
2021, Kota Banda Aceh kembali mendapat penghargaan pada tingkat Madya setelah
sebelumnya pada tahun 2019 mendapat penghargaan Madya. Perkembangan Kota Banda Aceh
untuk berpartisipasi dalam KLA berawal dari keterlibatannya dalam sosialisasi yang dilakukan
oleh Kementerian perlindungan perempuan dan anak di tahun 2014. Kota Banda Aceh memiliki
pedoman penerapannya sendiri pada tingkat kota, sehingga adanya perubahan dari yang
sebelumnya adalah Qanun Provinsi Aceh lalu berubah menjadi Qanun Kota Banda Aceh tidak
20 | Journal Of Political Sphere, 2022, Vol.3
Journal of
Political Sphere (JPS)
menyebabkan kesulitan namun butuh penyesuaian. Dalam perkembangannya, Qanun Kota
Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2021 tentang KLA tertulis adanya pembentukan Forum Anak.
Dalam perkembangannya, Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2021 tentang KLA tertulis
adanya pembentukan Forum Anak. Dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2021,
tertulis bahwa pemerintah kota wajib memfasilitasi forum anak dan wajib memberikan
pembinaan secara berkala.
2) Faktor Penghambat
Dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 tahun 2021 mengatur adanya perlindungan khusus
bagi 4 golongan anak yaitu hak anak dalam situasi darurat, hak anak yang berhadapan dengan
hukum, hak anak dalam situasi eksploitasi dan hak anak yang termasuk dalam golongan
minoritas dan adat. Kemudian, negara Indonesia juga mengatur untuk menjamin hak dari setiap
anak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan
yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu aktivitas belajar, kesehatan fisik,
moral, kehidupan di sosial dan mental terhadap spiritualnya. Tetapi hasil di lapangan, anak-
anak yang ada pada kondisi tersebut belum terpenuhi secara sistematik dan berkelanjutan.
(Rumtianing, 2016).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan:
1. Masih banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di Kota Banda Aceh. Tercatat bahwa kasus
kekerasan anak dalam rumah tangga menjadi kasus tertinggi pada tahun 2021, hal ini tentu
menjadi permasalahan adanya implementasi kebijakan program KLA di Kota Banda Aceh
yang belum mampu menjangkau anak bahkan dalam lingkup keluarga.
2. Implementasi kebijakan pengembangan program Kota Layak Anak (KLA) yang tertulis
dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2021 belum terlaksana dengan baik.
Padahal implementator (aktor pelaksana) memahami adanya kebijakan Kota Layak Anak
(KLA) Kota Banda Aceh namun, ketidaktahuan titik kolaborasi antara DP3AP2KB dengan
aktor kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dalam pelaksanaan pemenuhan hak anak dan
perlindungan hak anak membuat kasus KDRT meningkat, hal ini dikarenakan banyaknya
aktor yang terlibat namun Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat masih minim dan
Abdul Halim. 2002. Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah Edisi Pertama.
Salemba empat : Jakarta.
Adisasmita, Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
AG, Subarsono. 2010. Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta
Pustaka Pelajar.
Bambang Margono dkk. 2003. Pembaharuan Perlindungan Hukum, Jakarta: Inti Ilmu.
Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gultom, Maidin. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Lexy J.2005. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyadi, Deddy. 2015. Study Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.
Siswadi, Edi. 2012. Birokrasi Masa Depan Menuju Tata Kelola Pemerintah Yang Efektif dan
Prima. Bandung: Mutiara Press.
Subarsono, A.G. 2012. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, Indonesia.
Suryono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pengajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Waluyo. 2007. Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi, Dan Implementasi) Dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah. Bandung: Mandarmaju.
JURNAL
SKRIPSI
PERATURAN/PERUNDANGAN
Undang-Undang (Declaration of the Rights of the Chlid (Deklarasi Hak-Hak Anak, Tahun 1959
WEBSITE
Diskominfo (2021, November 2021) Gubernur Aceh Raih Piagam Pengargaan Anugrah
Paramakarya 2021). Diakses pada: diskominfo.bandaacehkota.go.id.
KPAI.RN. (2021, Mei 18). Data Kasus Pengaduan Anak 2016 – 2020. Diakses pada:
https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020.
P2TP2A (2020, Maret 2020) Data Kasus Kekerasan. DIakses pada:
https://p2tp2a.acehprov.go.id/index.php/page/4/informasi-berkala.