Professional Documents
Culture Documents
Artikel ISBD
Artikel ISBD
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen Pengampu:
Sugeng Widiarto, S.E., M.M.
Disusun oleh:
1. Chaeruri Ayu Rahmawati 2305140748
2. Deasyana Octavia Sundawa 2305140816
3. Kholifatul Laili Rahmawati 2305140772
4. Wiwin Ananda Dwi Agustin 2305140753
ii
Keyword: Social phenomena, Economic inequality, Societal dissatisfaction,
National disintegration, Terrorism, Radicalism, Loss of identity, Culture,
Taditions inherited from ancestors.
ABSRTAK
iii
Kesimpulannya, artikel ini menekankan pentingnya menjaga jati diri bangsa,
budaya, dan tradisi warisan leluhur sebagai bentuk pelestarian identitas dan
sebagai upaya untuk mencegah fenomena sosial yang semakin merajalela di
Indonesia. Kata kunci: hilangnya jati diri, bangsa, budaya, tradisi warisan leluhur,
fenomena sosial, ketimpangan ekonomi, ketidakpuasan masyarakat, disintegrasi
bangsa, terorisme, radikalisme.
Kata kunci: fenomena sosial, ketimpangan ekonomi, ketidakpuasan masyarakat,
disintegrasi bangsa, terorisme, radikalisme, hilangnya jati diri, budaya, tradisi
warisan leluhur.
iv
PENDAHULUAN
1
kelompok radikal atau teroris. Mereka mencari pembenaran ideologi mereka
dengan mengeksploitasi rasa ketidakpuasan, frustasi, dan kebingungan identitas
masyarakat yang kehilangan jati diri budaya mereka.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi fenomena ini.
Artikel ini akan mengkaji lebih lanjut dampak dan akibat dari hilangnya jati diri
bangsa, budaya, dan tradisi warisan leluhur terhadap masyarakat. Selain itu,
artikel ini juga akan mencari solusi untuk memulihkan jati diri bangsa, budaya,
dan tradisi warisan leluhur agar dapat mengatasi masalah sosial, ketimpangan
ekonomi, ketidakpuasan masyarakat, ancaman disintegrasi bangsa, dan terorisme
atau radikalisme.
2
PEMBAHASAN
3
terjadinya ketimpangan antar daerah ini terjadi akibat adanya perbedaan dalam
sumber daya alam yang tersedia serta kondisi geografisnya. Permasalahan ini
yang membuat setiap daerah memiliki perbedaan dalam proses pembangunan dan
perbedaan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka tidak heran apabila
pada suatu daerah ada yang tergolong yang daerah yang maju (developed region)
dan daerah yang tergolong daerah yang terbelakang (underdeveloped region).
Karena adanya proses pembangunan disetiap daerah yang akan menimbulkan
terjadinya ketimpangan, maka perlu dilakukan pembenahan dalam membuat suatu
kebijakan sehingga tidak akan terjadi lagi ketimpangan di setiap daerah.
Dampak dari terjadinya ketimpangan dapat berupa dampak positif ataupun
dampak negatif, dampak positif dari ketimpangan yaitu dapat mendorong wilayah
lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya
sehingga akan tercapai kesejahteraannya. Dampak negatif dari ketimpangan antara
lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta
ketimpangan yang tinggi akan sering dipandang tidak adil. Dampak negatif
ketimpangan inilah yang akan menjadi masalah pembangunan dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata.
Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan Produk Domestik Regoinal Bruto
(PDRB) dan laju pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat maka akan
menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan, hal ini dikarenakan tidak
memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari
tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi.
Perubahan peran Pemerintah Daerah yang tertuang dalam UU No 23/2014
tentang Pemerintah Daerah, menuntut adanya peran pelayanan publik bagi
Pemerintah Daerah yang berkualitas kepada masyarakat. Disamping itu, tuntutan
pelayanan publik sebagai hak-hak warga negara yang mempunyai akses langsung
kepada Pemerintah membawa dampak terhadap perubahan iklim kerja di
Pemerintah Daerah, khususnya sebagai abdi negara dan pelayanan masyarakat.
Terlebih apabila dikaitkan dengan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan sebuah organisasi, yang berorientasi pada publik service, yaitu
4
keberhasilannya didalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat
(pelayanan publik) baik berupa barang maupun jasa sesuai dengan kebutuhan
yang dikehendaki.
Pada saat masyarakat luas tidak merasa terpenuhi pelayanan yang
diberikan oleh apparat pemerintah, biasanya masyarakat akan merasa tidak puas,
dan akan menggugat nilai atau standar etika apa yang dipakai apparat dalam
memberikan pelayanan tersebut. Dalam kaitannya dengan pembangunan aparatur
pemerinatah memberikan arahan bahwa “pembangunan aparatur pemerintah
diarahkan pada peningkatan kualitas, efesiensi dan efekitivitas seluruh tatanan
penyelenggara pemerintah termasuk [eningkatan kemampuan dan disiplin,
pengabdian, keteladanan dan kesejahteraan aparatnya, sehingga secara
keseluruhan semakin mampu melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan
sebaik-baiknya, khusunya dalam melayani, mengayomi, serta menumbuhkan
prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan, serta tanggap dalam
kepentingan dan aspirasi masyarakat.
Dijalankannya etika pemerintah oleh aparatur pemerintah akan
berimplikasi langsung pada penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan
pemrintah akan berjalan lancar dan sukses apabila perilaku apparat birokrasi
menjalankan tugasnya berdasarkan nilai-nilai etika. Berdasarkan pengamatan awal
yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan fenomena-fenomena yang terjadi terkait
etika pemerintah yang belum professional dalam menjalankan tugas pemerintahan
dan pelayanan kepada masyarakat.
Wacana radikalisme agama di Indonesia berkembang secara masif di
masyarakat melalui berbagai macam saluran dan media setelah tumbangnya
kekuasaan Orde Baru. Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, gagasan, ide,
kritik, berserikat dan berkumpul di berbagai kesempatan tanpa mengenal batas
ruang dan waktu telah dibuka seiring dengan dijaminnya freedom of speech oleh
undang undang. Ruang demokrasi yang terbuka telah memberi kesempatan bagi
masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya di ruang publik tanpa dibayang-
bayangi perasaan takut, termasuk di dalamnya kelompok radikal yang
mengartikulasikan aspirasi politik dan ideologi keagamaan mereka secara agresif,
reaktif, dan demonstrative.
5
Ancaman disintegrasi bangsa, terorisme, dan radikalisme sering kali
dihubungkan dengan hilangnya jati diri budaya, dan tradisi warisan leluhur.
Fenomena ini menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh masyarakat
modern dalam menjaga keutuhan dan harmoni sosial. Dalam konteks ini, identitas
budaya dan warisan leluhur memiliki peran yang sangat penting dalam
membentuk landasan moral, nilai-nilai, dan identitas kolektif suatu bangsa.
Berikut adalah sepuluh paragraf yang menjelaskan implikasi dari hilangnya jati
diri budaya dan tradisi warisan leluhur terhadap ancaman disintegrasi bangsa,
terorisme, dan radikalisme:
1. Kehilangan Identitas Kultural: Budaya dan tradisi leluhur memberikan identitas
kultural yang kuat kepada suatu bangsa. Hilangnya penghargaan dan
pemeliharaan terhadap warisan budaya dapat menyebabkan kebingungan
identitas di kalangan generasi muda dan menimbulkan kesenjangan budaya.
2. Perubahan Nilai-Nilai Moral: Tradisi warisan leluhur sering kali menyimpan
nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika nilai-nilai
ini terkikis atau terlupakan, masyarakat dapat kehilangan landasan moral yang
kuat, meninggalkan mereka rentan terhadap manipulasi ideologi radikal.
3. Kehilangan Solidaritas Sosial: Tradisi-tradisi warisan leluhur sering kali
memperkuat solidaritas sosial di antara anggota masyarakat. Kehilangan tradisi
ini dapat mengakibatkan perpecahan sosial dan kerentanan terhadap gerakan
radikal yang memanfaatkan ketidakpastian dan perpecahan.
4. Perubahan Pola Pikir dan Perilaku: Identitas budaya dan tradisi warisan leluhur
membentuk pola pikir dan perilaku yang unik dalam suatu masyarakat. Ketika
pola pikir ini terancam atau diabaikan, masyarakat menjadi rentan terhadap
pemikiran ekstrem dan perilaku radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai
budaya asli.
5. Ketidakstabilan Sosial dan Politik: Hilangnya jati diri budaya dan tradisi
warisan leluhur dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan politik.
Kelompok-kelompok yang merasa terpinggirkan atau tidak diakui dalam
konteks budaya dan tradisi dapat menjadi sumber ketegangan sosial yang
berpotensi memicu konflik dan kekerasan.
6
6. Eksploitasi Identitas: Dalam konteks globalisasi, identitas budaya sering kali
dieksploitasi untuk kepentingan politik dan ekonomi tertentu. Ketika identitas
budaya dan tradisi dijadikan alat untuk kepentingan yang tidak murni, hal ini
dapat mengakibatkan polarisasi masyarakat dan meningkatkan potensi
radikalisasi.
7. Krisis Identitas Generasi Muda: Generasi muda yang kehilangan akses dan
pemahaman terhadap warisan budaya dan tradisi leluhur mereka cenderung
mencari identitas alternatif. Dalam pencarian identitas ini, mereka rentan
terhadap penerimaan ideologi radikal yang menawarkan narasi yang sederhana
dan memikat.
8. Fragmentasi Kultural: Hilangnya jati diri budaya dan tradisi leluhur dapat
mengakibatkan fragmentasi kultural di dalam masyarakat. Perpecahan antara
kelompok-kelompok budaya dan subkultur dapat menciptakan lingkungan
yang subur bagi radikalisasi dan pertumbuhan ideologi yang ekstrem.
9. Krisis Kebangsaan: Identitas budaya dan tradisi warisan leluhur membentuk
inti dari konsep kebangsaan sebuah negara. Ketika identitas ini terkikis, konsep
kebangsaan menjadi kabur dan masyarakat kehilangan kesatuan yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan bersama.
10. Perluasan Kesenjangan Sosial: Kesenjangan sosial dapat memperkuat perasaan
ketidakpuasan dan ketidakadilan di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Hilangnya identitas budaya dan tradisi warisan leluhur dapat memperdalam
kesenjangan ini, yang pada gilirannya dapat memicu ketegangan sosial yang
lebih besar dan potensi radikalisasi.
Dalam kesimpulan, menjaga dan memelihara jati diri budaya serta tradisi
warisan leluhur merupakan aspek penting dalam membangun ketahanan sosial dan
melawan ancaman disintegrasi bangsa, terorisme, dan radikalisme. Hal ini
menekankan pentingnya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai fondasi yang kokoh
bagi kehidupan bersama yang harmonis dan berkelanjutan.
7
KESIMPULAN DAN SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Clark McCauley & Sophia Moskalenko. (2014). Toward a Profile of Lone Wolf
Terrorists: What Moves an Individual From Radical Opinion to Radical
Action, dalam Terrorism and Political Violence, no.1: 69-85.
Dr. Najahan Musyafak, M.A & Lulu Choirun Nisa, M.Pd, 2020,
Resiliensi Masyarakat Melawan Radikalisme; Aksi Damai dalam Konflik
Agama