Jurnal MTIKominfo

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344379055

KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS DALAM RANGKA IMPLEMENTASI E-


GOVERNMENT STUDY ANALYSIS OF E-READINESS MODEL IN THE
IMPLEMENTATION OF E-GOVERNMENT

Research in Masyarakat Telematika Dan Informasi Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi · September 2020
DOI: 10.17933/mti.v11i1.171

CITATIONS READS

5 4,610

1 author:

Rossi Adi Nugroho


Ministry of ICT Indonesia
6 PUBLICATIONS 14 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Rossi Adi Nugroho on 25 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 – 78

KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS


DALAM RANGKA IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT

STUDY ANALYSIS OF E-READINESS MODEL


IN THE IMPLEMENTATION OF E-GOVERNMENT

Rossi Adi Nugroho


Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo
Jalan Medan Merdeka Barat No. 09 Jakarta Pusat 10110
Email : ross001@kominfo.go.id

Naskah diterima tanggal 07 - 03- 2020, direvisi tanggal 11- 08- 2020 , disetujui tanggal 24 – 08 -2020

Abstract

The application of e-government has been carried out in many countries but the results have varied due to different
levels of e-readiness. In Indonesia there are many failures in implementing e-government because the government does
not know the level of e-readiness and only follows the developing trend. The concept of e-readiness presents due to
many unsucessful e-government implementation remains, especially in developing countries. By assessing e-readiness,
the government can assess its level of readiness, utilize ICTs, evaluate the progress and then can formulate appropriate
policies. This research is carried out using literature review and assessment models that best suits the characteristics of
the research object. The result shows that the framework STOPE + Budget which consists of Strategy, Technology,
Organization, People, Environment and Budget is the most appropriate model to meet government e-readiness. The
STOPE frame is chosen because it is the most approved and acceptable according to user needs. Modification by
adding budget readiness as one of main domains is very important because the main problem in implementing e-
government in developing countries is budget readiness.

Keywords : E-readiness, E-government, Strategy, Technology, Organization, People, Environment, Budget

Abstrak
Penerapan e-government telah dilakukan di banyak negara namun hasilnya bervariatif karena kondisi tingkat
e-readiness yang berbeda-beda. Di Indonesia banyak kegagalan penerapan e-government karena pemerintah tidak
mengetahui tingkat e-readiness dan hanya mengikuti tren yang berkembang. Konsep e-readiness ini hadir karena masih
banyak kegagalan e-government terutama di negara-negara berkembang. Dengan menilai e-readiness pemerintah dapat
menilai tahap kesiapannya, memanfaatkan peluang TIK dan mengevaluasi penerapan e-government serta dapat
merumuskan kebijakan yang tepat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur dan menilai model-
model penilaian e-readiness yang paling sesuai dengan karakteristik obyek penelitian. Hasilnya dirumuskan model
framework STOPE+Anggaran yang terdiri atas Strategi, Teknologi, Organisasi, People, Environment dan Budget
merupakan model yang paling tepat untuk menilai e-readiness pemerintah. Framewok STOPE dipilih karena
merupakan pendekatan yang paling komprehensif dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Modifikasi dengan menambahkan e-readiness anggaran sebagai domain utama merupakan hal yang sangat penting
karena masalah utama penerapan e-government di negara berkembang adalah kesiapan anggaran.

Kata Kunci : E-readiness, E-government, Strategi, Teknologi, Organisasi, SDM, Lingkungan, Anggaran

DOI: 10.17933/mti.v11i1.171 65
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

PENDAHULUAN negara dalam mengadopsi dan memanfaatkan


teknologi informasi dan komunikasi untuk
Adopsi e-government telah meningkat di memberikan hasil yang optimal.
sebagian negara tetapi hasilnya juga bervariasi Konsep e-readiness ini, hadir karena
antarnegara. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat masih tingginya kegagalan e-government
kesiapan atau e-readiness yang berbeda-beda khususnya di negara berkembang. Menurut
baik di negara maju maupun berkembang Heek (2003), 85% implementasi e-government
(Elbahnasawi, 2004). United Nation di negara berkembang mengalami kegagalan
Development Program mendefinisikan e- (35% kegagalan total dan 50% kegagalan
readiness sebagai penilaian kesiapan yang parsial) dan hanya 15% yang dianggap
dimaksudkan untuk memandu upaya berhasil. Adapun kendala dalam penerapan e-
pengembangan dengan memberikan tolak ukur Government di Indonesia meliputi
perbandingan dan kemajuan atau peningkatan keterbatasan kompetensi sumber daya
sehingga dapat ditemukan penyebab masalah manusia, infrastruktur yang belum memadai
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan akses yang terbatas, rendahnya komitmen
dilakukan advokasi perubahan TIK yang pemerintah dan integrasi serta transparansi
diperlukan dan pengembangan rencana TIK publik, minimnya budaya berbagi informasi
yang sehat (Sergey, 2004). World Economic dan tertib dokumentasi, dan resistensi terhadap
Forum dalam Potnis & Pardo (2011), perubahan (Nento, et.al. 2017).
mengatakan bahwa e-readiness merupakan Inisiatif e-government menghadapi
kondisi kesiapan suatu negara untuk tantangan dan hambatan yang serius di negara-
mendapatkan manfaat yang ditawarkan oleh negara berkembang. Secara garis besar
TIK pada umumnya yaitu dalam hal kebijakan, tantangan dan hambatan ini terdiri atas: (1)
infrastruktur dan inisiatif di tingkat dasar. kurangnya dukungan sumber daya ekonomi
Menurut Bowles (2011), e-readiness dan keuangan; (2) kurangnya kesiapan sumber
merupakan gambaran tentang kapasitas daya manusia (SDM) yang memiliki
seseorang atau kelompok untuk mengadopsi kompetensi di bidang TIK serta kurangnya
dan menggunakan teknologi informasi dan pengembangan kapasitas institusi dan
komunikasi guna mencapai hasil yang personel, keahlian dalam meramalkan
bermanfaat. Sedangkan menurut Peters (2005), pengembangan TIK di masa depan; (3)
e-readiness adalah kesiapan sebuah negara kurangnya partisipasi masyarakat yaitu
untuk mendapatkan manfaat yang ditawarkan dukungan yang terbatas, kesalahpahaman
oleh teknologi dan komunikasi dalam hal warga sehingga menyebabkan partisipasi
kebijakan, infrastruktur, dan inisiatif masyarakat rendah ; (4) kurangnya rencana
pengembangan e-government. E-readiness dan strategi: e-government diperkenalkan
adalah sebuah ukuran sejauh mana setengah-setengah dan tidak sistematik; (5)
masyarakat/komunitas siap berpartisipasi kesenjangan digital seperti infrastruktur,
dalam jaringan global melalui teknologi ketidakmerataan SDM, akses komputer dan
informasi dan komunikasi (Hashem,.). CID kemampuan yang tidak merata dalam
Harvard (2019) mengatakan e-readiness masyarakat yaitu adanya perbedaan tingkat
merupakan ukuran sejauh mana suatu pemahaman maupun implementasi e-
komunitas dipersiapkan untuk berpartisipasi government pada satu daerah dibandingkan
dalam dunia jaringan. Hal ini diukur dengan dengan daerah lain; (6) organisasi yaitu
menilai kemajuan relatif masyarakat di kurangnya kesepakatan dalam sistem
bidang-bidang yang penting untuk untuk administrasi publik seperti penolakan secara
adopsi dan aplikasi TIK. Berdasarkan langsung oleh pemerintah. (Sharda dan Voß,
beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat 2008; Lee, 2009; International
disimpulkan bahwa e-readiness merupakan Telecommunication Union, 2009; Moon,2002;
tingkat kesiapan organisasi, individu, ataupun Musa 2010).

66
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

Faktor penghalang potensial lainnya mengusulkan kerangka model pengukuran e-


dalam penerapan e-government adalah readiness pemerintah dalam implementasi e-
hambatan legislatif dan regulasi. Hambatan government dengan menggunakan study
legislatif terkait dengan keberadaan hukum, literature review. Adapun pertanyaan
peraturan, arahan yang tepat yang penelitian yang diajukan adalah bagaimana
memfasilitasi penerapan e-government kerangka model e-readiness pemerintah dalam
(Vassilakis, et.al., 2005). rangka implementasi e-government.
Dalam penerapan e-government
penilaian e-readiness pemerintah sangat HASIL DAN PEMBAHASAN
penting dilakukan karena pemerintah adalah
komponen penting dari keseluruhan e- Konsep E-Readiness
readiness suatu negara dan merupakan aktor Kajian dan riset Harvard JFK School of
yang menentukan atau menyelidiki kebutuhan Government dalam Indrajit (2006),
e-readiness suatu negara (Kovavic, 2005). mengatakan bahwa untuk menerapkan konsep-
Penilaian e-readiness dapat dijadikan bukti konsep digitalisasi pada sektor publik
dalam mengidentifikasi isu atau permasalahan diperlukan 3 (tiga) elemen sukses yang harus
untuk merumuskan alternatif kebijakan yang ada yaitu: pertama adalah Support yang
tepat yang didasarkan pada bukti–bukti yang merupakan elemen paling krusial yang harus
memadai (Evidence Based Policy). Marston dimiliki pemerintah. Keinginan dari berbagai
dan Watts (2003) dalam Kasanah (2017) kalangan pejabat publik dan politik untuk
menyatakan bahwa bukti tersebut meliputi benar–benar menerapkan konsep pelayanan
pengetahuan pakar, hasil penelitian, evaluasi melalui pemanfaatan TIK, bukan hanya
kebijakan – kebijakan sebelumnya, hasil – sekedar mengikuti tren global atau menentang
hasil konsultasi, permodelan ekonomi dan inisiatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
statistik selain itu bukti bisa berupa e-government. Tanpa adanya political will ini
pengetahuan terkini yang terbaik namun harus mustahil pembangunan dan pengembangan
relevan, representatif dan valid. Dengan layanan digital ini dapat berjalan dengan
menilai e-readiness pemerintah dapat mulus. Adapun bentuk dukungannya berupa
mencapai keberhasilan kebijakan dalam disepakatinya kerangka e-government dan
penerapan e-government karena bagaimanapun pemberian prioritas pembangunan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan e-governement sebagai salah
penerapan e-government banyak dan beragam satu kunci sukses negara untuk mencapai visi
(Mokhawa et.al, 2014). misinya; dialokasikannya sumber daya (SDM,
Untuk menilai e-readiness tersebut ada keuangan, tenaga, waktu, informasi, dll.) di
banyak model yang dikembangkan. Model e- setiap tataran pemerintahan untuk membangun
readiness memberikan hasil pengukuran yang konsep ini dengan semangat lintas sektoral;
dapat dijadikan pertimbangan oleh pengambil Dibangunnya infrastruktur dan suprastruktur
keputusan untuk memilih kebijakan apa yang pendukung agar tercipta lingkungan yang
tepat dan perbaikan yang harus dilakukan kondusif dalam pengembangan e-government
untuk meningkatkan e-readiness (Musa, seperti regulasi, kelembagaan dll;
2010). Di Indonesia penilaian sejenis juga disosialisasikannya konsep e-government
sudah dilakukan melalui Pemeringkatan e- secara merata, kontinyu, konsisten, kepada
Government Indonesia (PeGI), namun sejak seluruh birokrat secara khusus dan masyarakat
tahun 2016 penilaian tersebut sudah tidak pada umumnya.
dilakukan lagi dan diganti dengan adanya Kedua, Capacity: merujuk pada adanya
indeks Sistem Pemerintahan Berbasis unsur kemampuan atau keberdayaan dari
Elektronik (SPBE) namun indeks SPBE lebih pemerintah setempat dalam mewujudkan
berfokus untuk menilai tingkat maturity, impian e-government terkait menjadi
sehingga penelitian ini dilakukan untuk kenyataan yang terdiri atas minimum 3 (tiga)

67
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

elemen yaitu: ketersediaan sumber daya yang data sangat buruk sehingga infrastruktur
cukup untuk melaksanakan berbagi inisiatif e- pendukung untuk meningkatkan kualitas
government terutama yang berkaitan dengan maupun kuantitas sistem data; Kedua, apakah
sumber daya finansial; ketersediaan infrastruktur legal sudah siap? Disini
infrastruktur teknologi informasi yang diperlukan adanya seperangkat hukum untuk
memadai karena fasilitas ini merupakan 50% menangkal kejahatan digital, serta melindungi
dari kunci keberhasilan penerapan konsep e- privacy, keamanan data dan informasi,
government; ketersediaan sumber daya transaksi digital perorangan, perusahaan dan
manusia yang memiliki kompetensi dan lembaga pemerintah; Ketiga, apakah
keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e- infrastruktur kelembagaan sudah siap? e-
government dapat sesuai dengan asas manfaat government hanya dapat berkembang jika ada
yang diharapkan. Ketiga syarat itu harus institusi yang fokus dan bertindak untuk
terpenuhi untuk mencapai keberhasilan memfasilitasi e-government, di banyak negara
implementasi e-government. tidak ada lembaga yang mendorong,
Ketiga, Value: elemen kedua dan ketiga mengoordinasikan dan memimpin adanya
merupakan dua aspek yang dilihat dari sisi penerapan e-government; Keempat, apakah
pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply infrastruktur SDM sudah siap? Pemerintah
side). Berbagai inisiatif e-government tidak perlu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang keterampilan SDM sektor publik dalam
merasa diuntungkan dengan adanya konsep menerapkan e-government. Di banyak negara
tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan kesenjangan terkait dengan kompetensi e-
besar tidaknya manfaat dengan adanya e- government masih banyak terjadi kesenjangan
government bukanlah pemerintah itu sendiri dan kekurangsiapan seperti resistansi terhadap
melainkan masyarakat yang berkepentingan perubahan, kurangnya orientasi pada
(demand side). Pemerintah harus benar-benar pelanggan, resistansi terhadap berbagi data,
teliti dalam mengembangkan aplikasi atau dll.; Kelima, apakah infrastruktur teknologi
menyediakan layanan e-government yang sudah siap? Meskipun ada kemajuan besar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga dalam teknologi informasi dan komunikasi,
dapat memberikan (value) manfaat. Kesalahan namun banyak negara yang masih tertinggal
dalam memenuhi layanan e-government yang dalam penyediaan infrastruktur teknologi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan terutama dalam mendukung e-government;
menjadi bumerang bagi pemerintah itu sendiri Keenam, apakah kepemimpinan dan pemikiran
yang akan mempersulit dalam usaha strategis sudah siap? Perlunya peran pemimpin
pengembangan e-government. dalam mewujudkan visi yang menempatkan e-
Perpaduan ketiga elemen tersebut diatas government ke dalam agenda dan
akan membentuk sebuah pusat syaraf jaringan kebijakannya sehingga hambatan operasional
e-government yang merupakan kunci sukses dapat diminimalisir.
keberhasilan penerapan e-government. Tanpa
memperhatikan ketiga elemen tersebut dalam Peran E-Readiness
penerapan konsep e-government, maka Konsep e-readiness merupakan salah
probabalitas kegagalan implementasi e- satu cara yang digunakan sebagai alat bantu
government tinggi. untuk melakukan evaluasi terhadap
Heeks (2001) mengatakan kesiapan e- implementasi penerapan e-government
government menuju keberhasilan e- maupun sebagai bukti dalam merumuskan
governance (tata kelola pemerintahan berbasis kebijakan yang sesuai dengan tingkat
digital) meliputi 6 (enam) pertanyaan yang kemampuan organisasi maupun kebutuhan
harus dijawab. Pertama, apakah infrastruktur masyarakat. Penilaian e-readiness muncul
sistem data sudah siap? Dibanyak negara sebagai salah satu alat untuk mengukur kinerja
ditemukan bahwa kualitas data dan keamanan utama dalam mengelola sumber daya

68
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

organisasi secara efektif dalam penerapan e- mengidentifikasi peluang yang penting dan
government (Potnis & Pardo, 2011). Hasil relevan dalam pembangunan yang
penilaian e-readiness tidak hanya memanfaatkan TIK; 2) penilaian e-readiness
menunjukkan kesiapan suatu komunitas tapi memungkinkan pemerintah menetapkan,
juga mengidentifikasi penyebab masalah, mengukur dan mencapai tujuan penerapan e-
advokasi akibat perubahan TIK dan government; 3) pengembangan dan penilaian
pengembangan rencana TIK dalam jangka e-readiness sangat penting untuk
panjang (Al-Oasimi, 2006). Penilaian e- mendapatkan hasil yang dapat digunakan
readiness digunakan untuk mengukur seberapa untuk mempercepat tindakan, meningkatkan
siap negara-negara untuk mengambil daya saing global, dan menggunakan sumber
keuntungan dari peluang yang diberikan oleh daya yang terbatas secara lebih bijak; 4)
perkembangan TIK. Selain itu, e-readiness penilaian e-readiness dapat membantu
digunakan sebagai sarana untuk mengetahui pemangku kepentingan membuat keputusan
evolusi kesiapan e-government suatu negara yang sulit dalam menggunakan sumber daya
dari waktu ke waktu (UNDESA, 2008). yang langka dan mengubah kekuatan yang ada
Dengan mengukur e-readiness, menjadi pendapatan baru; 5) penilaian e-
pemerintah dapat mengidentifikasi isu-isu readiness juga dapat mengungkapkan
yang menjadi kendala penerapan e-government hambatan mana yang sepadan dengan investasi
dan dilakukan strategi alternatif yang tepat. waktu dan uang yang harus dikorbankan dan
Hasil penilaian e-readiness dapat membantu mana yang bisa diatasi; 6) penilaian e-
pemerintah mengukur tahap kesiapannya, readiness yang disusun dengan baik akan
mengidentifikasi kesenjangannya dan dapat memetakan posisi suatu negara, wilayah
kemudian mendesain ulang strategi atau daerah dan meningkatkan kekuatan
pemerintahannya masing-masing (Josep, kompetitif dan mempromosikan bidang-bidang
2014). Tingkat e-readiness memiliki peran dimana suatu daerah memiliki keunggulan
penting terhadap kebijakan pada dibandingkan yang lain.
pengembangan e-government di negara Iran E-readiness terdiri atas beberapa
(Keramati, et.al., 2018). Penilaian e-readiness kategori dan indikator penting yang
memberikan informasi untuk pengambilan menggambarkan aspek yang terkait langsung
keputusan sektor swasta dan publik dalam maupun tidak langsung dengan keberhasilan e-
investasi yang tepat dan formulasi kebijakan government. Tingkat kesiapan e-government
yang diperlukan untuk proyek e-government adalah penentu utama kepuasan pengguna,
(Potnis & Pardo, 2011). Kurangnya e- karena layanan yang dihasilkan berbeda
readiness berpengaruh pada kegagalan dengan tingkat kematangan e-government
implementasi e-government (Heeks, 2003). yang berbeda (Lee, et.al., 2008). Dengan
Penilaian e-readiness jika diterapkan melakukan penilaian e-readiness maka
pada sebuah proses evaluasi merupakan dihasilkan informasi kerangka kerja kebijakan
langkah awal menuju perubahan ke arah yang untuk TIK yang tepat dalam konteks e-
lebih baik dalam rangka meningkatkan government (Potnis & Pardo, 2011).
pelayanan publik yang berkualitas dengan
pemanfaatan TIK. Adanya penilaian e- Model-model E-Readiness
readiness untuk melihat sejauh mana e- Berbagai studi tentang model dan alat
government telah sesuai dengan tujuan penilaian untuk menilai e-readiness telah
awalnya serta dijadikan sebagai ukuran banyak dikembangkan. Banyak model
kesiapan sebuah institusi dalam penilaian e-readiness yang ada bervariasi
mengimplementasikan e-government. Mutula dalam hal tujuan, metodologi dan hasil. Hal
and Brakel (2006) mengatakan peran penting tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada
e-readiness meliputi: 1) penilaian e-readiness model penilaian yang mencakup semua topik
berguna untuk memahami dan dan memberikan seperangkat data lengkap

69
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

yang diperlukan. Sehingga tidak jarang readiness integrated modern yang


peneliti melakukan modifikasi dan menekankan akses informasi dan juga
menyesuaikan dengan kebutuhan penelitian. mempertimbangkan berbagai segmen terkait
Umumnya model e-readiness mencakup yaitu: organisasi, ICT, sumber daya manusia
lebih dari satu atau lebih topik berikut seperti dan dukungan lingkungan eksternal ke dalam
Peter (2005), yang mengatakan bahwa penilaian terpadu. Seperti dapat dilihat pada
pengukuran e-readiness meliputi: Pertama, gambar 1.
infrastruktur fisik seperti infrastruktur
telekomunikasi termasuk di dalamnya
teledensitas (jumlah telepon per orang), akses
internet, bandwidth, harga, dan keandalan;
Kedua, penggunaan TIK seperti tingkat
penggunaan di seluruh masyarakat seperti
rumah, bisnis, sekolah dan pemerintah; Ketiga,
kapasitas manusia seperti literasi, tingkat
keterampilan TIK dan pelatihan kejuruan;
Keempat, lingkungan kebijakan seperti
lingkungan hukum dan peraturan yang Sumber : Mutula & Brakel, 2006
mempengaruhi sektor TIK dan penggunaan
TIK termasuk kebijakan telekomunikasi, Gambar 1. An Integrated Information Rich
kebijakan perdagangan, perpajakan e-Readiness Assesment Tools
perdagangan elektronik, ketentuan layanan
universal, perlindungan konsumen dan Bayo & Lopez (2007) dalam Fathian,
privacy; Kelima, ekonomi TIK (ukuran sektor et.al., (2008) mengeksplorasi adopsi TIK
TIK). dengan melihat 5 (lima) faktor seperti
UNDESA (2008) mengadopsi kerangka lingkungan, karakteristik perusahaan, sumber
konseptual kesiapan e-government dengan daya manusia, strategi bersaing dan organisasi
menilai kesiapan e-government pada negara internal. Indeks kuantitatif dan kualitatif dibuat
anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). dan digunakan untuk mengevaluasi dan
Kerangka ini didasarkan pada pandangan memberi peringkat negara e-readiness pada
pembangunan secara holistik dengan skala e-readiness.
menggabungkan kapasitas manusia, Chanyagorn & Kungwannarongku
pembangunan infrastruktur TI dan akses (2011), mengembangkan sebual model
informasi dan pengetahuan. Kerangka kerja penilaian untuk organisasi publik dan privat
PBB ini menggambarkan proses e-government yang dirancang khusus untuk menyediakan
yang terdiri atas 5 (lima) fase yaitu : emerging, kerangka kerja dan indikator penting untuk
enhanced, interative, transactional dan organisasi berskala kecil di negara
connected. Fase terendah adalah emerging berkembang. Model ini mencakup 15 (lima
dimana kehadiran pemerintah dalam belas) indikator penting, model matematika,
pemanfaatan TIK masih terbatas pada halaman faktor pengembangan TIK dan pedoman
web dan sebagian informasinya bersifat statis interpretasi TIK yang terbagi atas 4 (empat)
dan tautan ke web resmi lainnya mungkin indikator utama yaitu perangkat lunak dan
tidak ada, sedangkan fase tertinggi adalah sistem informasi, perangkat keras TIK,
connected dimana pada fase ini penerapan e- manusia dan sumber daya dan infrastruktur
government dalam memberikan layanan TIK, seperti dapat dilihat pada gambar 2.
kepada warganya saling terkait dengan
dukungan sistem yang terintegrasi .
Mutula and Brakel (2006), dalam
penelitiannya mengusulkan adanya new e-

70
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

dan komunitas menentukan seberapa siap


daerah atau institusi untuk berpartisipasi dalam
networked world. Model ini untuk menilai
seberapa besar pemerataan dan integrasi TIK
yang dibagi ke dalam 5 kategori yaitu: 1)
Infrastruktur; 2) Acces; 3) Application and
service; 4) Economy; 5) Enabler. Penilaian
pada masyarakat dilakukan berdasarkan pada 4
Sumber : Chanyagorn & Kungwannarongku, 2011 (empat) tingkat perkembangan yang masing-
Gambar 2. ICT Readiness for masing terdiri atas 5 (lima) kategori yang
Asssesment Model for Small and Medium difokuskan pada infrastruktur yang ada dan
Organization in Public and Privat Sector kapasitas kegunaan teknologi dalam
masyarakat.
Center for International Development Technology Acceptance Model (TAM)
(CID) Harvard University (2019), merupakan model e-readiness yang
mengembangkan penilaian e-readiness untuk diperkenalkan oleh Davis (1989), merupakan
menilai berbagai faktor yang menentukan model penerimaan dan penggunaan teknologi
kesiapan jaringan komunitas di negara yang paling banyak digunakan dan merupakan
berkembang. Model ini berfokus untuk salah satu alat yang paling dewasa. Namun
memberikan gambaran yang kuat tentang dalam penggunaannya perlu mengidentifikasi
kesiapan masyarakat dalam perencanaan dan menyesuaikan dengan kelas teknologi dan/
strategis. Model ini terdiri atas 5 (lima) atau proses bisnis tertentu. Model ini
indikator untuk penilaian e-readiness meliputi didasarkan pada teori psikologi sosial dan
akses jaringan yang terdiri atas ketersediaan, Theory of Reasoned Acceptance (TRA).
biaya dan kualitas jaringan, layanan dan Determinan utama TAM yang ditentukan oleh
peralatan TI; akses pembelajaran yang terdiri Davis sebagai faktor utama adalah Perceived
atas ketersediaan integrasi sistem pendidikan usefulness (PU), yaitu derajat dimana
ke dalam proses meningkatkan pendidikan dan seseorang percaya bahwa menggunakan sistem
program pelatihan teknis di masyarakat; akses tertentu akan meningkatkan kinerja atau
masyarakat yang diukur dengan sejauh mana pekerjaannya, sedangkan Perceived ease of
individu menggunakan TIK di tempat kerja use (PEOU) adalah sejauh mana seseorang
dan kehidupan pribadi mereka, bagaimana percaya bahwa menggunakan sistem tertentu
peluang bagi mereka yang memiliki akan bebas dari upaya yang telah disarankan
keterampilan TIK; akses ekonomi bagaimana termasuk kualitas informasi, kesenangan dan
dunia bisnis dan pemerintah menggunakan risiko. Penggunaan TAM pada umumnya
TIK untuk berinteraksi dengan publik atau digunakan untuk memprediksi penerimaan
yang lain; dan akses kebijakan yang diukur teknologi baru. Seperti Al-Adawi (2005)
dengan bagaimana lingkungan kebijakan dalam Rashed, et.al (2010), yang mengadopsi
mempromosikan atau menghambat TAM untuk memahami bagaimana warga
pertumbuhan adopsi dan penggunaan TIK. negara mempersepsikan e-government sebagai
Model CID Harvad ini, berfokus untuk saluran interaksi utama pemerintah dan faktor
memberikan gambaran yang kuat tentang -faktor yang mempengaruhi penggunaan
kesiapan masyarakat dalam perencanaan mereka (Rashed, et.al. 2010).
strategis. Kategori-kategori tersebut saling PeGI atau Pemeringkatan e-Government
terkait dan mendorong satu sama lain sehingga Indonesia adalah suatu model yang
semua elemen tersebut harus diperhatikan. dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi
Model e-Readiness menurut Computer dan Informatika melalui Direktorat e-
System Policy Project (CSPP) tahun 1998 Government. Pemeringkatan ini digunakan
yang dikembangkan untuk membantu individu untuk menilai bagaimana peta kondisi

71
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

pemanfaatan Teknologi Informasi dan penting adalah tingkat strategis atau


Komunikasi oleh lembaga pemerintah secara perencanaan (Tucker, 2012).
nasional yang digunakan sebagai solusi untuk Technology: Tingkat kecanggihan e-
menganalisis e-government. Pemeringkatan ini government tergantung pada penerapan
bertujuan untuk memberikan acuan teknologi (Carter & Weerakkody, 2008; UN,
pengembangan dan pemanfaatan TIK di 2018). Teknologi merupakan domain penting
pemerintahan. Adapun dimensi yang dinilai dalam tingkat penilaian e-readiness (Bakry,
adalah kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, 2004). Ketepatan kesiapan infrastruktur dan
aplikasi dan perencanaan. teknologi memainkan peran yang sangat
Adapun Bakry (2004) mengembangkan penting dalam pengembangan dan penerapan
sebuah kerangka kerja untuk model penilaian e-government (Sharifi & Manian, 2010;
e-readiness yang dinamakan dengan Heeks, 2003). Harvard School of Government
framework STOPE yang terdiri dari 5 (lima) mengatakan bahwa ketersediaan infrastruktur
kategori berikut ini yaitu: 1) Strategi yang teknologi informasi yang memadai merupakan
meliputi kepemimpinan TIK dan 50% dari kunci keberhasilan penerapan konsep
Pengembangan TIK; 2) Teknologi yang e-government.
meliputi infrastruktur dasar TIK, infastruktur Organization: Organisasi merupakan
e-service, penyediaan TIK dan dukungan TIK; faktor kesiapan yang paling mempengaruhi
3) Organisasi meliputi peraturan terkait dalam keberhasilan penerapan e-government
dengan TIK, kerjasama TIK dan manajemen (Keramati, et.al., 2018). Kesiapan organisasi
TIK; 4) Orang-orang atau seperti kesadaran di suatu negara merupakan hal yang penting
TIK, pendidikan dan pelatihan TIK, kualifikasi dan merupakan bagian integral dari kesiapan
dan pekerjaan serta manajemen kecakapan elektronik di negara tersebut (Sebastian &
TIK; 5) Lingkungan yang meliputi Supria, 2013). Tantangan dan hambatan dalam
pengetahuan, sumber daya dan ekonomi, penerapan e-government di negara
organisasi dan infrastruktur umum. berkembang adalah organisasi (Sharda dan
Voß, 2008; Lee, 2009; ITU, 2009; Moon,
E -Readiness Framework STOPE 2002; Musa, 2010). Organisasi merupakan
Dari berbagai model penilaian e- salah satu faktor untuk mengeksplorasi adopsi
readiness di atas framework STOPE dipilih ICT (Fathian, et.al., 2008). Organisasi
karena merupakan kerangka kerja yang merupakan komponen penting dalam e-
komprehensif dan integrasi dari berbagai readiness (Bakry, 2004).
faktor yang pernah dipakai dalam mengukur e- People: SDM merupakan elemen
readiness, bagaimanapun keberhasilan penting dalam penerapan e-government
penerapan e-government tidak hanya dilihat (Harvard JFK School of Government & Heek,
dari kesiapan teknologinya, tetapi juga 2003; Sharda & Voß, 2008; Lee, 2009; ITU,
melibatkan faktor lain yang sangat kompleks 2009; Musa, 2010). Tingkat kecanggihan
seperti aspek sosial politik, organisasi, penerapan e-government tergantung pada
ekonomi, budaya, kelembagaan lingkungan SDM (UN, 2018). SDM merupakan domain
(Dukic, et al., 2016). Adopsi dan modifikasi penting dalam penilaian e-readiness (Bakry,
framework STOPE ini dilakukan dengan 2004; Peter, 2005; Fathian, et.al., 2008; Bakry,
mempertimbangkan kajian literatur dan 2004; UNDESA 2008).
penelitian terdahulu. Environment: Lingkungan merupakan
Strategy: Strategi merupakan komponen komponen penting dalam penilaian e-
penting dalam penilaian e-readiness, (Bakry, readiness (Bakry, 2004). Budaya nasional dan
2004); Strategi merupakan hal yang sangat partisipasi masyarakat memainkan peran yang
penting dalam keberhasilan penerapan e- sangat penting dalam pengembangan e-
government. (Heeks, 2003); Dalam menilai government sehingga teknologi dapat
kesiapan e-government, tahap yang paling diterapkan dengan sukses (Sharifi & Manian,

72
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

2010). Tantangan dan hambatan penerapan e- dengan isu dan fasilitas teknologi yang
government adalah kurangnya partisipasi dan berkembang saat ini. Adapun domain dari
dukungan stakeholder. Aspek mempengaruhi teknologi ini terdiri atas Infrastruktur dasar TI
e-readiness meliputi lingkungan kebijakan (IT Basic Infrastructure), infrastruktur layanan
seperti lingkungan hukum dan peraturan yang TIK (ICT Service Infrastructure), ketersediaan
mempengaruhi sektor TIK dan penggunaan TIK (ICT Provisioning), dan dukungan TIK
TIK (Peter, 2005). (ICT Support).
Framework STOPE dapat digunakan ke Ketiga, domain Organization berkaitan
dalam berbagai organisasi yang berbeda dengan keadaan atau isu terkait regulasi dan
seperti Al-Oasimi (2007) yang meneliti tingkat manajemen teknologi informasi. Domain
kesiapan dengan framework STOPE pada 3 strategi ini meliputi regulasi TIK (ICT
(tiga) bidang organisasi yang berbeda yaitu regulation), integrasi TIK (ICT Cooperation),
pemerintahan, perbankan dan swasta dengan dan manajemen TIK (ICT Management).
menganalisis 5 domain, 17 sub-domain (isu) Keempat, domain People
dan 146 sub-sub-domain (faktor), ditemukan mengintegrasikan faktor-faktor yang berkaitan
bawa organisasi yang diteliti memiliki tingkat dengan keadaan isu terkait dengan penggunaan
e-readiness dengan kekuatan dan kelemahan. dan keterampilan dari sumber daya manusia
Dalam penggunaan framework STOPE terhadap pemanfaatan teknologi informasi.
dapat juga menambahkan dan Domain people ini meliputi kesadaran akan
mengintegrasikan faktor-faktor potensial potensi TIK (ICT Awarness), pendidikan dan
lainnya sesuai dengan karakteristik obyek pelatihan TIK (IT Eduaction and Training),
penelitian (Al-Oasimi, et.al., 2008), dalam. kualifikasi dan pekerjaan TIK (ICT
Framework tersebut juga telah banyak Qualification and Jobs) dan kepuasan dan
dikembangkan dan dipakai untuk performa SDM TIK (ICT Performace dan
mengevaluasi berbagai permasalahan Satisfaction).
penerapan teknologi informasi dan komunikasi Kelima, domain Environment
seperti perencanaan e-government, e-bussines mengintegrasikan faktor-faktor yang
dan manajemen keamanan informasi (Bakry, mempengaruhi pemanfaatan teknologi
2004). Bahkan framework STOPE ini informasi saat ini. Domain environment ini
memiliki pengembangan model analisis meliputi pengetahuan (knowledge), sumber
matematis yang memungkinkan dilakukan daya dan ekonomi (resource and economy),
penilaian e-readiness dan pembandingan dukungan manajemen dan organisasi serta
tingkat pengaruhnya terhadap nilai e-readiness infrastruktur umum.
sekaligus pada 3 (tiga) level yang berbeda
meliputi domain, subdomain dan sub-sub
domain (Al-Oasimi, et.al., 2008). Framework
STOPE terdiri atas 5 (lima) domain (gambar
3).
Pertama, domain Strategy
mengintegrasikan faktor-faktor yang berkaitan
dengan visi, tujuan ke depan, komitmen dan
rencana terhadap pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Domain strategi ini meliputi IT
Leadership (kepemimpinan berorientasi TIK)
dan Future Plans (rencana pengembangan
masa depan).
Kedua, domain Technology
mengintegrasikan faktor-faktor yang berkaitan

73
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

STRATEGY ICT e-Service Ketersediaan portal dan web e-


Infrastructure government, ketersediaan aplikasi atau
IT Leadership layanan G2G, G2B, G2C, G2E
ICT Ketersediaan perangkat keras dan
Future Plans
Provisioning lunak, keamanan data; telah dilakukan
pengecekan, upgrade dan update
TECHNOLOGY
berkala pada sistem perangkat keras,
IT Provisioning

IT Support
IT Basic Infrastructure perangkat lunak, serta perlindungan
keamanan jaringan/data.
IT e-service Infrastucture
ICT Support Ketersedian dan penggunaan standar
pengelolaan dan pemanfaatan TIK;
PEOPLE telah memiliki dan menggunakan
ORGANIZATION standar/perlindungan keamanan
IT Cooperation

IT Management

IT Education
IT Jobs

IT Awareness jaringan/data; dan ketersediaan unit


IT Regulation atau sumber operasi dan maintenance
IT Performance
lokal, nasional dan internasional
Organization
ENVIRONMEN ICT Regulation Ketersediaan regulasi e-government
TT
: government dan NSPK; Adaptasi standar teknis TIK
Management

Economics

Knowledge
nasional atau internasional, regulasi
General Infrastructure keamanan informasi; regulasi layanan
internet seperti nama domain, dan
otorisasi internet service provider;
Gambar 3. Framework STOPE regulasi layanan G2B seperti tanda
Sumber : Al-Oasimi, et.al., 2008 tangan digital, transaksi keuangan
elektronik atau e-taxation
Adapun gambaran lengkap indikator penilaian ICT Adanya sharing pengetahuan dengan
Cooperation tujuan untuk inovasi seperti kerjasama
STOPE dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: dengan industri, sektor profesional,
sektor pendidikan dan penelitian
Tabel 1. Indikator e-Readiness Framework ICT Adanya penilaian berkala untuk tujuan
STOPE Management evaluasi, fleksibel dan mudah
beradaptasi, layanan yang dihasilkan
Strategy tepat waktu dan berkualitas,
Subdomain Indikator menggunakan teknik yang modern
ICT Leadership Adanya visi misi e-government, dengan pemanfaatan TIK, biaya
dukungan pemerintah terhadap fasilitas TIK dan akses serta biaya
penerapn e-government, komitmen pemeliharaan sehubungan dengan
dengan adanya government CIO, manfaat yang diperoleh.
kualifikasi dan tanggung jawab manajer People
TIK pemerintahan. ICT Awareness Adanya literasi TIK, dukungan sistem
ICT Future Adanya rencana pengembangan dan pendidikan TIK, dukungan media
Development pemanfaatan TIK (e-government) ICT Education Kualifikasi pendidikan dan keterampilan
meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur and Training serta pengalaman pemangku
layanan elektronik, infastruktur kepentingan
pendukung, serta dukungan dan ICT Kesesuaian keterampilan TIK pada
penyediaan TIK; rencana organisasi Qualification pekerjaan, ketersediaan dan kebutuhan
atau kelembagaan e-government yang and Jobs keterampilan TIK, kualifikasi pendidikan
meliputi regulasi e-government, TIK pada jabatan
kerjasama pemanfaatan e-government, Environment
regulasi manajemen atau tata kelola e- Management of Kinerja yang berupa produktivitas.
government ICT Skilled
Technology Knowledge Budaya dan dukungan kualitas sistem
ICT Basic Ketersediaan teknologi dan infrastruktur pendidikan, penelitian dan
Infrastructure dasar meliputi komputer, telepon, pengembangan
ketersediaan internet dan intranet; Resource and Di eliminasi
kualitas atau kinerja meliputi Economy
keterlambatan instalasi, kegagalan,
keterlambatan dan kecepatan

74
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

Organization Kepatuhan terhadap aturan, kerjasama Tabel 2. Penambahan Domain Utama


lokal, nasional dan internasional, dan Indikator e-Readiness Anggaran
dampak budaya di tempat kerja,
penerimaan dan tanggapan terhadap Budget
perubahan teknologi Subdomain Indikator
General Listrik, transportasi Funding Ketersediaan anggaran untuk
Infrastructure pengembangan strategi, penerapan
teknologi atau e-government,
peningkatan SDM; alokasi proporsi
Modifikasi Framework STOPE+Budget
anggaran institusi terhadap penerapan
Framework STOPE telah memasukan e-government; dukungan instansi lain
indikator sumber daya dan ekonomi sebagai terhadap pembiayaan pengembangan
subdomain dalam menilai e-readiness yang e-government
meliputi sumber daya alam, pendapatan dan
profitabilitas, perdagangan seperti ekspor dan Budget: kurangnya dukungan keuangan
impor, pendapatan dan standar hidup dianggap sebagai hambatan yang signifikan
masyarakat namun kerangka e-readiness terhadap penerapan e-government di banyak
tersebut lebih tepat untuk menilai e-readiness negara (Moon, 2002). Mahalnya biaya
di tingkat negara sehingga peneliti implementasi dan pemeliharaan sistem
mengusulkan adanya model atau kerangka komputer mengakibatkan banyak negara
baru dengan menambahkan anggaran sebagai dilema dalam pendanaan program e-
domain utama. Hal ini dilakukan karena government (Carvin, et.al, 2004). Hambatan
pemerintah dalam mengimplementasikan utama penerapan e-government adalah
kebijakan tidak terlepas dari anggaran, selain kurangnya pembiayaan untuk investasi modal
itu anggaran merupakan hambatan utama dan dan teknologi baru (Feng, 2003). Pemerintah
signifikan dalam penerapan e-government kota dengan anggaran yang tinggi cenderung
karena penerapan e-government memerlukan memiliki tingkat kematangan e-government
modal yang sangat besar. Kurangnya yang lebih tinggi (Schwester, 2009).
dukungan keuangan dianggap sebagai Adapun gambaran model penilaian e-
hambatan yang signifikan terhadap penerapan readiness modifikasi framework STOPE dapat
e-government di banyak negara (Moon, 2002). dilihat pada gambar 4:
Mahalnya biaya implementasi dan
pemeliharaan sistem komputer mengakibatkan
banyak negara dilema dalam pendanaan
program e-government (Carvin et.al., 2004).
Feng (2003) mengatakan bahwa hambatan
utama penerapan e-government adalah
kurangnya pembiayaan untuk investasi modal
dan teknologi baru. Schwester (2009)
mengatakan bahwa pemerintah kota dengan
anggaran yang tingi cenderung memiliki
tingkat kematangan e-government yang lebih
tinggi. Dengan menilai tingkat e-readiness
anggaran maka pemerintah dapat memastikan Gambar 4 Framework STOPE
ketersediaan sumber daya anggaran yang ada
dan mencari sumber-sumber alternatif
pembiayaan. PENUTUP
Adapun Indikator lengkap penambangan Simpulan
domain tersebut dapat dilihat pada tabel Penerapan e-government menghadapi
berikut: tantangan dan hambatan seperti kurangnya
dukungan sumber daya ekonomi dan

75
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

keuangan, kurangnya kesiapan sumber daya DAFTAR PUSTAKA


manusia manusia (SDM), kurangnya
partisipasi masyarakat dan stakeholder, Al-Oasimi, Khalid; Alheraish Abdulmohsen and Bakry,
kurangnya rencana dan strategi, kurangnya Sad Haj. (2006). An Integrated STOPE
Framework for e-Readiness Assesment. NCC 18
dukungan infrastruktur dan kesenjangan (National Computer Conference. Saudy
digital, dan kurangnya kesepakatan dalam Computer Society.
sistem administrasi publik sehingga dengan Al-Oasimi, Khalid; Alheraish, Abdulmohsen and Bakry,
melakukan penilaian e-readiness maka S.H. (2008). STOPE Based Approach for e-
pemerintah dapat mengukur kinerja dan Readiness Assesment Study . International
Journal of Network Management 18: 65–75
mengelola sumber daya yang dimiliki; Bakry S. H., (2004). ―Development of e-Government: A
Mengidentifikasi penyebab masalah, advokasi STOPE view‖, International Journal of Network
akibat perubahan TIK dan pengembangan Management, vol.14 No. 5, pp. 339-350.
rencana TIK dalam jangka panjang; Carter, L., & Weerakkody, V. (2008). E-government
Membantu pemerintah mengukur tahap adoption: A cultural comparison. Information
System Frontiers, 10(4), 473–482.
kesiapannya, mengidentifikasi kesenjangan Chen YN, Chen HM, Huang W and Ching RK. (2006).
dan mendesain ulang strategi serta E-government strategies in developed and
Memberikan informasi kerangka kerja untuk developing countries: An implementation
pengambilan keputusan investasi yang tepat framework and case study. Journal of Global
dan formulasi kebijakan yang diperlukan Information Management 14(1): 23–46.
Chanyagorn, P., & Kungwannarongkun, B. (2011). ICT
dalam rangka penerapan e-government. Readiness Assessment Model for Public and
Keberhasilan penerapan e-government bukan Private Organizations in Developing Country.
hanya soal teknologi tetapi juga melibatkan International Journal of Information and
faktor lain yang sangat kompleks seperti aspek Education Technology, 1(2), 99– 106.
sosial politik, organisasi, ekonomi, budaya, https://doi.org/10.7763/IJIET.2011.V1. 17
Dukic, et.al., (2016). Public administration employe
kelembagaan dan lingkungan sehingga “rediness and acceptance of e-governemnt” :
framework STOPE lebih tepat digunakan Finding from a Croatian Survei. International
dibandingkan dengan kerangka kerja yang lain Jurnal Information Development. Volume: 33
karena merupakan pendekatan yang paling issue: 5, page(s): 525-539
komprehensif dan integrasi dari berbagai Bakry S.H. 2004. Development of E-government: A
STOPE View. International Journal of Network
penelitian e-readiness yang telah dilakukan Management, vol.14 No.5 pp. 339- 350
sebelumnya. Framework STOPE ini juga Bowles, D.M.. (2011). eReadiness Audit Tool.
dilakukan modifikasi dengan penambahan Australian Maritime College Department of
domain anggaran sebagai domain utama. Hal Maritime and Logistics Manajmen University of
ini dilakukan karena dalam penerapan e- Tasmania Launceston. PP.1-20
Carvin, J. Hill, and S. Smothers. 2004. E-government
government diperlukan pengganggaran yang for all: Ensuring equitable access to online
besar di semua tahap. government services. The EDC center for media
& community and the NYS forum.
Saran Elbahnasawi. (2014). E-Government, Internet
Adoption, and Corruption: An Empirical
Mengingat keterbatasan dalam penulisan Investigation. Jurnal World Development
jurnal ini diharapkan bagi peneliti lain untuk Volume 57, May 2017, Page 114-126.
melakukan penelitian lain yang sejenis dengan https://www.sciencedirect.com.ezproxy.ugm.ac.i
mengembangkan atau menambah indikator d/. Di unduh pada tanggal 25 Agustus 2018.
lain yang sesuai dengan karakteristik objek Fathian, Mohammad, et.al. (2008). E-Readiness
Assesment of Non Profit ICT SMEs in a
penelitian serta menilai masing-masing Developing Country : The Case of Iran. Jurnal
kerangka model kelebihan dan kekurangan Techovation : Volume 28, Issue 9, September
sehingga diperoleh gambaran yang 2008, Pages 578-590
menyeluruh. Feng, L. (2003). Implementing E-government Strategy
is Scotland: Current Situation and Emerging

76
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho

Issues. Journal of Electronic Commerce in Public Administration Review. vol. 62. no. 4,
Organizations vo.1, no.2,pp. 44-65, pp.424-433, 2002.
Davis, Fred. (1989). Perceived Usefulness, Perceived Nento, Nugroho dan Selo. 2017. Model e-Readiness
Ease of Use, And User Accepptance untuk Mengukur Tingkat Kesiapan Pemerintah
of Information Technology. MIS dalam penerapan Smart Government studi Kasus
Quarterly 13(3) : 319—339. Pemerintah Provinsi Gorontalo. Seminar
DOI: 10.2307/249008 Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di
Heeks, R. (1999). Reinventing government in the Industri 2017. ITN Malang, 4 Februari 2017.
information age. In Richard Heeks (Ed.), ISSN 2085-4218
Reinventing government in the information age, Pardo, et.al. 2012. E-Government Interoperability :
international practice in IT-enabled public sector Interaction of Policy, Management, Technology
reform (pp. 9-21). London: Routledge. Dimensions. Social science computer review 30
Heeks, R. (2003). Most eGovernment-for-Development (I) 7-23
Projects Fail: How can Risks be Reduced?. Potnis, Devendra Dilip & Pardo, Theresa A. (2010).
eGovernment Working Paper no. 14. Mapping the evolution of e-Readiness
Heeks, Richard. 2001. i-Government Working Paper assessments. The current issue and full text
Series : Understanding e-Governance for archive of this journal is available at
Development. UK : Institute for Development www.emeraldinsight.com/1750-6166.htm
Policy and Management University of Rashed, et.al., 2010. Measuring e-readiness for e-
Manchaster. government in Developing Country :
Indrajit. 2006. Electronic Government. Yogyakarta: Comparative Study. International Arabic
Penerbit Andi Conference of e-Technology IACe-T'2010
Joseph, S. (2014). Development and validation of a March 30-31, 2010 , Kuwait.
framework for e-government readiness Sergey, S. (2004). Russia e-readiness assessment.
measurement. Durban University of Technology, Institute of Information Society, Moscow.
Durban. Sharda, R., & Voß, S. (2008). Digital Government: E-
Keramati, Bahmanesh dan Noori. 2018. Assessing the Government Research, Case Studies, and
impact of readiness factors on e-government Implementation. New York: Springer.
outcomes: An empirical investigation. Sharifi M and Manian A. 2010. The study of the success
Information Development 2018, Vol. 34(3) 222– indicators for pre-implementation activities of
241 Iran’s e-government development projects.
Lee, N.G. 2009. Penerapan e-Government, Seri Modul Government Information Quarterly 27(1): 63–69.
3, Asian and Pacific Training Centre For Hashem, S.. E-Readiness Assesment : Case of Egypt.
Information And Communication Technology InfoDev
For Development, www.unapcict.org. Di akses Scwester, Richard. 2009. ―Examining the Barriers to e-
pada tanggal 29 Oktober 2019. Government Adoption.‖ Electronic Journal of e-
Lee, et.al. 2008. Research note: Toward a reference Government Volume 7 Issue 1 2009, pp. 113 -
process model for citizen-oriented evaluation of 122, avilable online at www.ejeg.com
e-Government services. Transforming Sebastian, M.P. & K.K. Supria. 2013. E-Governance
Government: People, Process and Policy, 2(4), Readiness : Challenges for India. IM Kozhikode
297–310. Society & Management Review 2(1) 31–42 ©
Musa, M.R. (2010). E-Readiness assessment Tool for 2013 Indian Institute.
local Authorities : A Pilot application to Irak. Peers, T.. 2005. E-Readiness in Developing Countries :
American University in Cairo, School of Global Current Status and Prospect towrd the
Affairs and Public Policy. millennium development Goals e-ready for
Mutula, Stpend M dan Brakel, Pieter Van. 2006. An What? Prepared for info Dev. Infodev, Vol.27.
evaluation of e-readiness assessment tools with Tucker, Shin Ping Liu. 2012. Assessing And Modeling
respect to information, access : towards an The Readiness Of Electronic Government.
integrated information rich tolls. jurnal International Journal of Electronic Commerce
International, journal of Information Mangement Studies Vol.3, No.2, pp. 251-270, 2012 doi:
: The Journal for Information Profesioanl, Vol. 10.7903/ijecs.1094.
26 Nomor 3 Juni 2006. Pp 212-223 Vassilakis, et.al. 2005. Barriers to Electronic Service
Mokhawa, N.B. and Kocaoglu, D.F. 2014. Development. e-Service Journal vol.4, No. 1
Determinants of e-Government Readiness : A (Fall 2005), pp. 41-63 (24 pages). Indiana
Literature Review. Proceedings of PICMET’14 : University Press. DOI: 10.2979/esj.2005.4.1.41
Infrastructure and Service Integration. Harvard University, CID. (2019). Readiness for the
Moon, M. Jae. 2002. The evolution of e-government Networked World A Guide for Developing
among municipalities: Rhetoric or reality? Countries.

77
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78

https://cyber.harvard.edu/readinessguide/guide.p
df
ITU. (2009). eGovernment ITU e-Government
Implementation Toolkit. Geneva: International
Telecommunication Union.
Kominfo. 2018. Permen Kominfo Nomor 6 Tahun 2018
tentang Organisasi dan Tata Kerja dan Tata
Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika
RI.
UNDESA, UN Department of Economic and Social
Affairs (2016). Government for Sustainable
Development. publicadministration.un.org.
diakses pada tanggal 30 Agustus 2018.

78
View publication stats

You might also like