Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

JHNMSA Vol. 1 No.

2, Desember 2020, ISSN: 2746-4636

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN KEBERHASILAN TOILET


TRAINING ANAK USIA TODDLER (2-3 TAHUN) DI DESA
AJALLASSE KECAMATAN CENRANA
KABUPATEN BONE

Nirmawati Darwis
Universitas Puangrimaggalatung
nirmawatidarwis@uniprima.ac.id
Fitriani
Universitas Puangrimaggalatung
fitriani@uniprima.ac.id
Ery Wardanengsih
Universitas Puangrimaggalatung
ery@uniprima.ac.id

ABSTRACT
Toilet training in children is basically a process of training and instilling a habit in children to
urinate and defecate in their place, on the toilet. Toilet training is the beginning of a child's
process towards independence, where children begin to learn to do small things on their own.
The lack of success in toilet training for children cannot be separated from the parenting styles
that parents apply to their children. Many factors affect the success of toilet training in children
and what this study examines is parenting. The purpose of this study was to determine the
relationship between parenting and the success of toilet training for toddlers (2-3 years) in
Ajallasse village, Cenrana district, Bone district. The design used in this study is descriptive
analytic with a cross sectional study approach. Sampling in this study using total sampling
method with a total sample of 36 people. The research instrument used was a questionnaire
and the data were analyzed using the SPSS 21 program. Bivariate analysis obtained Asymp
sing (2-sided) in ρ = 0.00 <α = 0.05. So it can be concluded that there is a parenting pattern with
the success of toilet training for toddlers (2-3 years) in the village of Ajallasse, Cenrana district,
Bone district. There are suggestions for parents to pay more attention to their children and to be
able to apply good and proper parenting to their children so that children are easier to control,
such as in the case of toilet training.

Keywords: Parenting Pattern, Toilet Training

57
Pendahuluan
Anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus
dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri, dan sejahtera menjadi sumber daya yang
berkualitas dan dapat menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Usia toddler
merupakan usia emas karena perkembangan anak di usia toddler ini yaitu usia 2-3 tahun
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Jika usia toddler ini
mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya maka akan berpengaruh
besar pada kehidupan anak selanjutnya (Wong 2008).Toddler dihadapkan pada
penguasaan beberapa tugas penting, khususnya meliputi deferensiasi diri dari orang lain
terutama ibunya, toleransi terhadap perpisahan dengan orang tua, kemampuan
untuk menunda pencapaian kepuasan, pengontrolan fungsi tubuh, penguasaan perilaku
yang dapat diterima sacara sosial, komunikasi memiliki makna verbal, dan kemampuan
berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak terlalu egosentris. Apabila
kebutuhan untuk membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan mereka siap
meninggalkan ketergantungan menjadi memiliki kontrol, mandiri, dan otonomi (Wong 2008).
Toilet training merupakan salah satu tugas utama orang tua dalam peningkatan
kemandirian tahap perkembangan pada anak usia (2-3 tahun). Dimana pada usia ini
anak berada pada tahap awal (anal stage) yaitu kepuasan anak berfokus pada lubang
anus. Toilet training bertujuan untuk melatih agar anak mampu mengontrol buang air
besar dan buang air kecil. Toilet training terdiri dari bowel control (control buang air besar)
dan bladder control (control buang air kecil). Saat yang tepat untuk memulai melatih anak
melakukan Toilet training adalah setelah anak mulai bisa berjalan (sekitar usia 1-5 tahun).
Anak mulai bisa dilatih control buang air besar setelah 18-24 bulan dan biasanya lebih
cepat dikuasai dari pada control buang air kecil, tetapi pada umumnya anak bisa
melakukan control buang air besar saat usia sekitar 3 tahun (Maidartati,2018). Choby &
George (2008) mengemukakan bahwa di Amerika serikat usia toilet training telah
meningkat selama empat decade dari usia rata-rata dimulai antara 21 dan 36 bulan
menjadi 18 bulan. Penguasan keterampilan yang diperlukan untuk perkembangan toilet
training terjadi setelah 24 bulan.Anak perempuan biasanya menyelesaikan pelatihan
lebih awal dari pada anak laki-laki. American Academy of pediatrics menggabungkan
komponen dari pendekatan anak yang berorientasi ke pedoman toilet training (Dentistry,
2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 267 orang tua yang mempunyai anak
berusia 15 sampai 24 bulan di eropa menyebutkan bahwa 31% orang tua memulai
pengajaran tentang toilet training pada anak berumur 18n sampai 22 bulan, 27% memulai
pada saat anak berumur 23 sampai 27 bulan, 16 % memulai pada saat anak berumur 28
sampai 32 bulan, dan 2% memulai pada saat anak berumur lebih dari 32 bulan.(Mueser
dalam fitria,2010). Menurut penelitian American Psychiater Association,dilaporkan bahwa
10-20% anak usia 5 tahun 5% anak usia 10 tahun hampir 2% anak usia 12 –14 tahun,dan
1 % anak usia 18 tahun masih mengompol (nocturnal enuresis) dan jumlah anak laki-laki
yang mengompol lebih banyak anak perempuan. Menurut Child development institute toilet
training (Medicatore dalam wahyuningsih 2008). Di Indonesia diperkirakan jumlah balita
mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan
BAK di usia toddler sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena
banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK, pemakaian
DIAPERS ( popok sekali pakai ), hadirnya saudara baru dan masih banyak lainnya
( Wawan & Dewi, 2010 ).

58
Berdasarkan survei lapangan yang peneliti lakukan, data di Desa Ajallasse Kecamatan
Cenrana Kabupaten Bone, jumlah ibu yang mempunyai balita 2-3 tahun berjumlah 36 ibu.
Dan masih ada sebagian ibu tidak menerapkan toilet training dengan alasan tidak ada
waktu untuk mengajarkan dan ibu tidak memahami peran dari pola asuh dalam masalah
berkemih pada anak. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul hubungan pola asuh dengan keberhasilan Toilet training anak usia
toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone.
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pola asuh demokratis dengan
keberhasilan toilet training anak usia toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan
Cenrana Kabupaten Bone, diketahuinya bagaimana hubungan pola asuh otoriter dengan
keberhasilan Toilet training usia toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana
Kabupaten Bone, diketahuinya hubungan pola asuh permisif dengan keberhasilan toilet
training anak usia toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten
Bone.

Kajian Pustaka

a. Kajian tentang Toilet Training

Toilet training merupakan salah satu tugas utama pada anak usia toddler. Anak usia
toddler harus mampu mengenali rasa untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta
mampu mengkomunikasikan sensasi BAK dan BAB pada orang tua ( Alexandra, 2008 ).
Latihan BAB dan BAK termasuk dalam perkembangan psikomotorik karena latihan
tersebut membutuhkan kematangan otot-otot pada daerah pembuangan kotoran ( anus
dan saluran kemih ). Latihan tersebut hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15
bulan dan kurang bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih
karena dapat menimbulkan pengalaman-pengalaman traumatic. Toilet training
merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada
perkembangan moral anak selanjutnya ( Suherman 2010 ).
Salah satu persiapan utama tentang toilet training dalah kapan waktu yang tepat
bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak ada patokan umur anak
yang tepat dan baku untuk toilet training ini karena setiap anak mempunyai perbedaan
dalam hal fisik dan proses biologisnya. Sehingga mengetahui kapan waktu yang tepat
bagi anak untuk dilatih buang besar dngan benar. Anak harus memiliki kesiapan terlebih
dahulu sebelum menjalani toilet training dan bukan orang tua yang menentukan kapan
anak harus memulai proses ini. Hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang
tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak yang trauma melihat toilet.
Pada prinsipnya terdapat 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan
toilet training yaitu (John, 2001) :
1) Gunakan istilah yang mudah di mengerti oleh anak yang menunjukkan
perilaku BAK/BAB misal piki untuk BAK dan pupu untuk BAKnya.
2) Memperlihatkan penggunaan toilet pada anak.
3) Berikan kenyamanan pada anak dengan segera mengganti popok yang sudah
basah atau kotor.
4) Meminta pada anak untuk memberitahukan atau menunjukkan bahasa tubuhnya
apabila ia ingin BAK/BAB.
5) Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak dalam perbincangan ini orang tua
bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil memakai popok dan
pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita
tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.

59
6) Menunjukkan penggunaan toilet dalam hal ini orang tua harus melakukannya sesuai
dengan jenis kelamin anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak
perempuan). Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada
adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan benar (disesuaikan juga dengan
jenis kelaminnya).
7) Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak. Pispot ini gunanya untuk
melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa untuk di toilet. Kalau langsung
menggunakan toilet orang dewasa ada kemungkinan anak akan takut karena terlalu
lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman.
8) Terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet yang
sebenarnya. Ketika membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga
dia bisa menyesuaikan keadaan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar
atau bentuk yang ia suka. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak, untuk
suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, sering kali
dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa menunjukkan kalau
ada kemajuan yang dilakukan anak. Dengan sistem reward yang tepat anak juga
bias melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan
apa yang sudah menjadi tuntutan untuknya, sehingga hal ini akan menambah rasa
mandiri dan rasa percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta dan
pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesauatu
atau mungkin orang tua menggunakan system bintang yang ditempelkan di bagian
keberhasilan anak.
Bagian yang paling penting dalam tugas perkembangan mengasuh anak adalah
mencurahkan kasih sayang dan mencurahkan waktu dan energi yang mendukung
anak-anak. Namun kasih sayang saja tidak cukup, tanpa pemahaman tentang
kebutuhan anak-anak mereka secara elektif. Dalam hal ini John Gray mengembangkan
filsafat “ Anak-anak berasal dari surga “ yang isinya mengungkapkan bahwa anak
merupakan anugerah terindah yang mengajarkan pada kita tentang bergulirnya
kehidupan” (John, 2001). Anak akan selalu meniru apa yang dilakukan orang di luar
dirinya. Oleh karena itu dalam mengajarkan sesuatu maka orang tua harus memilih
strategi yang tepat agar pesan yang disampaikan dapat dirterima oleh anak. Terdapat
beberapa strategi yang dapat dilakukan orang tua dalam di antaranya yaitu :
1) Dengan mengunakan metode bermain/bercerita.
2) Dengan mengunakan media misal gambar atau TV.
3) Dengan rule model atau teladan dan orang-orang dewasa di sekitarnya
(Safaria, 2004).

b. Kajian tentang Pola Asuh


Pola asuh adalah cara atau teknik yang dipakai oleh orang tua di dalam mendidik
dan membimbing anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang berguna dan sesuai
dengan yang diharapkan. Pola asuh merupakan proses dari tindakan yang mempunyai
tujuan untuk dicapai sedang masa tersebut dimulai dari masa kehamilan (wong, 2008).
Suardiman (Iswantini, 2002) mengatakan pola asuh adalah suatu cara orang tua
menjalankan peranan yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya, dengan
member bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan agar anak dapat
menghadapi kehidupan yang akan datang dengan sukses, sebab di dalam keluarga
yang merupakan kelompok sosial dalam kehidupan individu, anak akan belajar dan
menyatakan dirinya sebagai manusia sosial dalam hubungan dan interaksi dengan
kelompok. Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk

60
mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatakan kesehatannya, memfasilitasi
anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangannya
dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan
budaya yang diyakini. Kemampuan orang tua atau keluarga menjalankan
peran pengasuhan ini tidak dipelajari secara formal melainkan
berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran tersebut secara trial dan error
atau mempengaruhi orang tua/keluarga lain terdahulu (Yupi supartini, 2004).
Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta
mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak tersebut guna
menjadi generasi yang baik, orang tua mempunyai peran yang penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anaknya seperti :
1) Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak tertekan.
2) Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.
3) Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak– anaknya, hal ini
disebabkan orang tua khususnya, dalam ruang lingkup keluarga merupakan
media awal dari suatu proses sosialisasi, sehingga dalam proses sosialisasi
tersebut orang tua mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anaknya agar manjadi
manusia yang baik-baik.
Orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Terdapat 3 macam pola asuh
orang tua menurut Baumrind (2002) yaitu :
1) Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak,
akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola
asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-
pemikiran. Orang Tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak,
tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe
ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2) Pola asuh otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung
memaksa, pemerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak.
Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya
bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
untuk mengerti mengenai anaknya.
3) Pola asuh permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila
anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh
mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali
disukai oleh anak. Dampak/pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak (Ary, 2009)
Merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik,
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah
cara yang dipakai oleh orang tua dalam mendidik dan memberi bimbingan pengalaman
serta memberikan pengawasan kepada anak- anaknya agar kelak menjadi orang yang
berguna, serta memenuhi kebutuhan fisik dan psikis yang akan menjadi factor penentu
bagi remaja dalam menginter pretasikan, menilai dan mendeskripsikan kemudian
memberikan tanggapan dan menentukan sikap maupun berperilaku.

61
c. Kajian tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toilet Training Pada Anak
Usia Toddler
Keberhasilan toilet training pada anak terutama usia toddler dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah:
1) Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh (Kodyat, 1996). Dari kepentingan
keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap adanya
masalah perkembangan anak salah satunya penerapan toilet training di dalam
keluarganya. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pengetahuan ibu tentang
penerapan toilet training, apabila pendidikan ibu rendah akan berpengaruh
pada pengetahuan tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh
pada cara melatih secara dini dengan penerapan toilet training. (Notoatmodjo, 2010).
2) Pekerjaan Ibu
Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan penerapan
toilet training secara dini pada anak usia toddler, di mana pekerjaan ibu dapat
menyita waktu ibu untuk melatih anak melakukan toilet training secara dini sehingga
akan berdampak pada terlambatnya anak untuk mendiri melakukan toilet training.
3) Kualitas Perhatian Ibu
Kasih sayang dan perhatian ibu yang dimiliki mempengaruhi kualitas dalam
penerapan toilet training secara dini, di mana ibu yang perhatian akan memantau
perkembangan anak usia toddler, maka akan berpengaruh lebih cepat dalam
melatih anak usia toddler melakukan toilet training secara dini. Dengan dukungan
perhatian ibu maka anak akan lebih berani atau termotivasi untuk mencoba karena
mendapatkan perhatian dan bimbingan.
4) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki ibu pada dasarnya dapat berpengaruh pada cepat atau
lambatnya ibu melakukan penerapan toilet training, di mana ibu yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang toilet training akan berdampak pada cepatnya ibu
melatih toilet training secara dini pada anak usia toddler, hal ini berdampak positive
bagi ibu maupun anak usia toddler yaitu anak dapat mandiri melakukan toilet training.
5) Lingkungan
Lingkungan berpengaruh besar pada cepat atau lambatnya penerapan toilet training,
di mana ibu akan memperhatikan lingkungan sekitar apakah anak seusia sudah dilatih
toilet training atau belum.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik menggunakan
pendekatan cross sectional yaitu pendekatan dimana variabel-variabel yang masuk faktor
resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang
sama. Penelitian ini dilakukan di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone.
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia toddler di Desa Ajallasse
Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone. Berdasarkan data yang diperoleh dari Desa Ajallasse
Kecamatan Cenrana jumlah ibu yang mempunyai anak usia toddler (2-3) tahun berjumlah
36 orang anak. Sampel penelitian dipilih menggunakan teknik pengambilan total sampling.
Total sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi yaitu sebanyak 36 orang anak.

62
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data primer diperoleh dari responden
dengan cara memberikan kuesioner kepada responden secara langsung sedangkan data
sekunder diperoleh lewat pihak puskesmas, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek
penelitiannya. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan
program computer SPSS 21 melalui langkah- langkah pengolahan meliput editing, coding,
entry data. Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis univariat dan
analisis bivariat. Data yang diperoleh melalui kuesioner selanjutnya dilakukan uji statistik C-
Square Test. Analisa data dilakukan dengan bantuan komputer dengan nilai α = 0,05. Dalam
penelitian ini diterapkan etika yang meliputi meliputi lembar persetujuan ( informed consent),
tanpa nama (anonimity) dan kerahasiaan (confidentally).

Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data primer diperoleh dari responden
dengan cara memberikan kuesioner kepada responden secara langsung sedangkan data
sekunder diperoleh lewat pihak puskesmas, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek
penelitiannya.
Hasil dan Pembahasan
a. Karakteristik Responden
1) Umur Responden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Di Desa Ajallasse Kec. Cenrana
Kab. Bone
Jumlah
Umur
F %
26-30 19 52,8
31-35 17 47,2
Total 36 100
Sumber : Data Primer 2020
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa dari 36 responden, terdapat
19 (52,8%) responden yang memiliki kelompok umur 26-30 tahun, dan kelompok
umur 31-35 tahun sebanyak 17 (47,2%) responden.
2) Jenis Kelamin Responden
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Di Desa Ajallasse Kec.
Cenrana Kab. Bone
Jumlah
Jenis Kelamin
F %
Laki-Laki 0 0
Perempuan 36 100
Total 36 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa dari 36 responden, terdapat 0


(0%) responden yang berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 36 (100%) responden
yang berjenis kelamin perempuan.

63
3) Pendidikan Responden
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden Di Desa Ajallasse Kec.
Cenrana Kab. Bone
Jumlah
Pendi dikan
F %
SD 16 44,4
SMP 14 38,9
SMA 6 16,7
Total 36 100
Sumber : Data Primer 2020
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa dari 36 responden, terdapat
16(44,4%) responden yang berpendidikan SD, berpendidikan SMP sebanyak
14(38,9%) responden, dan berpendidikan SMA sebanyak 6(16,7%) responden.

b. Analisa Univariat
1) Variabel Independen
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh Responden Di Desa Ajallasse Kec.
Cenrana Kab. Bone
Jumlah
Pola Asuh
F %
Demokratis 30 83,3
Otoriter 3 8,3
Permisif 3 8,3
Total 36 100
Sumber : Data Primer 2020
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa dari 36 responden, terdapat
30 (83,3%) responden dengan pola asuh demokratis, 3 (8,3%) responden dengan
pola asuh otoriter dan 3 (8,3%) responden dengan pola asuh permisif.
2) Variabel Dependen
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Toilet Training Responden Di Desa Ajallasse Kec.
Cenrana Kab. Bone
Jumlah
Toilet Training
F %
Baik 30 83,3
Kurang Baik 6 16,7
Total 36 100
Sumber : Data Primer 2020
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa dari 36 responden, terdapat
30(83,3%) responden dengan toilet training baik, dan kurang baik sebanyak 6
(16,7%) responden.

c. Analisa Bivariat
Tabel 6
Analisis Bivariat Berdasarkan Hubungan Pola Asuh Dengan Keberhasilan Toilet Training
Anak Usia Toddler (2-3 Tahun) Di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone.

64
Keberhasilan Toilet
Total P
Training
Pola Asuh
Baik Kurang Baik
F(%) F(%) F(%)
Demokratis 30(83,3) 0(0) 30(83,3)
Otoriter 0(0) 3(8,3) 3(8,3)
0,000
Permisif 0(0) 3(8,3) 3(8,3)
Total 30(83,3) 6(16,7) 36(100)
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa dari 36 responden, terdapat 30(83,3%)
responden yang memiliki pola asuh demokratis dengan keberhasilan toilet training baik,
0(0%) responden yang memiliki pola asuh demokratis dengan keberhasilan toliet training
kurang baik, 3(8,3%) responden yang memiliki pola asuh otoriter dengan keberhasilan
toilet training kurang baik, 0(0%) responden yang memiliki pola asuh otoriter dengan
keberhasilan toilet training baik, 3(8,3%) responden yang memiliki pola asuh permisif
dengan keberhasilan toilet training kurang baik, 0(0%) responden yang memiliki pola
asuh permisif dengan keberhasilan toilet training baik.
d. Pembahasan
Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Keberhasilan Toilet Training Anak Usia
Toddler (2-3 Tahun) Di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone
Pola asuh demokratis adalah salah satu jenis pola asuh dimana orang tua
memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka.
Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis cenderung lebih memperhatikan dan
memprioritaskan kemauan anaknya namun tidak segan menegur anaknya jika anaknya
melakukan kesalahan. Hal ini membuat pola asuh yang di terapkan orang tua di Desa
Ajallasse kepada anaknya dalam hal toilet training bisa terlaksana dengan baik dan anak
tidak merasa tertekan dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Suteja (2017), mengenai Hubungan Pola Asuh Orang
Tua Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak yang menyatakan bahwa ada
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak
dengan nilai hasil uji Chi-Square 𝜌 = 0,002 < 𝛼 = 0,05 dan penelitian Ningsih (2018),
mengenai Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet Training
Pada Anak Usia 18-36 Bulan yang juga menyatakan bahwa ada Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia 18-36 Bulan
dengan nilai hasil uji Chi-Square Square 𝜌 = 0,002 < 𝛼 = 0,05.
Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Keberhasilan Toilet Training Anak Usia
Toddler (2-3 Tahun) Di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone
Pola asuh ototriter cenderung terlalu memaksakan kehendeknya bahkan terkadang
bersikap keras kepada anaknya. Namun hal ini membuat anak merasa tertetekan
dengan pola asuh yang diterapkan orang tuanya. Sehingga penerapan pola asuh yang di
terapkan orang tua di Desa Ajallasse kepada anaknya tidak begitu berjalan dengan baik
dalam hal ini toilet training. Sejalan dengan hasil penelitian Safitri & Hidayati (2013),
mengenai Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Dengan Tingkat Depresi Remaja
Di SMK 10 November Semarang yang menyatakan ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Dengan Tingkat Depresi Remaja Di SMK 10 November Semarang dengan
hasil nilai uji Chi- Square 𝜌 = 0,003 < 𝛼 = 0,05 dan penelitian Madyarini et al.(2011),
mengenai Hubungan antara pola asuh otoriter orang tua dengan depresi pada remaja di
SMAN 2 Purworejo yang menyatakan ada Hubungan antara pola asuh otoriter orang tua
dengan depresi pada remaja di SMAN 2 Purworejo dengan hasil nilai uji Chi- Square 𝜌 =
0,002 < 𝛼 = 0,05.

65
Hubungan Pola Asuh Permisif Dengan Keberhasilan Toilet Training Anak Usia
Toddler (2-3 Tahun) Di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone
Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif tidak begitu memperhatikan anaknya.
Anaknya dibebaskan melakukan sesuatu tanpa adanya teguran dan pengawasan dari
orang tua. Tentu saja hal ini membuat orang tua di Desa Ajallasse tidak bisa menerapkan
pola asuh tentang toliet training kepada anakanya dengan baik. Sejalan dengan hasil
penelitian Riati (2016), mengenai Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Karakter
Anak Usia Dini yang menyatakan terdapat Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Karakter Anak Usia Dini dengan hasil nilai uji Chi-Square 𝜌 = 0,002 < 𝛼 = 0,005 dan
penelitian Rahman et al.(2015), mengenai Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Orang
Tua Dan Kecerdasan Emosional Siswa Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa yang
menyatakan ada Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Orang Tua Dan Kecerdasan
Emosional Siswa Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan hasil nilai uji Chi-
Square 𝜌 = 0,002 < 𝛼 = 0,005.
Dari ketiga jenis pola asuh diatas peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh demokratis
adalah pola asuh yang paling baik. Pola asuh ini tidak membuat anak merasa tertekan
sehingga penerapan toilet training bisa terlaksana dengan baik. Dari hasil penelitian
didapatkan responden dengan Pola Asuh baik dengan keberhasilan Toilet Training baik
sebanyak 30(83,3%) responden. Hal ini terjadi karena responden sering memberikan
nasihat dan arahan kepada anaknya tentang toilet training. Sehingga responden bisa
menerapkan pola asuh kepada anaknya dengan sangat baik. Hasil ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Eka Sarofah Ningsih (2018) mengatakan bahwa ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia 18-
36 bulan. Pola asuh merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang
meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang
berlaku.
Toilet Training pada anak pada dasarnya merupakan proses melatih dan
menanamkan kebiasaan pada anak untuk melakukan aktivitas buang air kecil dan besar
pada tempatnya, di toilet. Toilet training menjadi awal dari proses anak menuju
kemandirian, di mana anak mulai belajar melakukan hal-hal kecil sendiri. Toilet Training
juga membantu anak mengenali bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi) tubuhnya.
Keberhasilan Toliet Training dapat dicapai jika orang tua menerapkan pola asuh secara
baik dan tepat kepada anaknya. Dari hasil penelitian didapatkan responden dengan Pola
Asuh kurang baik dengan keberhasilan Toilet Training kurang baik sebanyak 6(16,7%)
responden. Hal ini terjadi karena kesadaran dan pengetahuan pada diri orang tua akan
pentingnya Toliet Training pada anak masih kurang. Sehingga responden tidak begitu
menerapkannya pola asuh dengan baik terhadap anaknya terutama mengenai toilet
training. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Ari Damayanti
Wahyuningrum (2016) mengenai Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat
Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Prasekolah Di Tk Aisyiyah Surabaya
dengan nilai p=0.00 yang menunjukkan terdapat Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Prasekolah Di Tk Aisyiyah
Surabaya.
Berdasarkan pembahasan di atas peneliti berasumsi bahwa kurangnya keberhasilan
toilet training pada anak usia toddler (2-3 tahun) disebabkan kurangnya penerapan pola
asuh orang tua kepada anak secara baik dan tepat, serta orang tua tidak terlalu
memperhatikan anaknya. Tingkat pendidikan dan umur orang tua juga mempengaruhi
pola asuh terhadap keberhasilan toilet training. Orang tua dengan tingkat pendidikan
rendah cenderung tidak begitu mengetahaui tentang toilet training. Selain itu umur orang
tua yang masih terbilang muda dan baru memiliki anak pertama belum begitu
menerapkan pola asuh dengan baik dalam hal toilet training. Sedangkan tercapainya

66
keberhasilan toilet training pada anak usia toddler (2-3 tahun) disebabkan orang tua
menerapkan pola asuh kepada anaknya secara baik dan tepat, orang tua selalu
memperhatikan anaknya, kesadaran dan pengetahuan orang tua tentang toliet training
sudah sangat baik. Orang tua dengan tingkat pendidikan tinggi lebih mengetahui tentang
toilet training sehinga bisa menerapkannya kepada anaknya. Selain itu orang tua yang
sebelumnya sudah memiliki anak dapat dengan mudah menerapkan pola asuh dengan
baik dalam hal toilet training. Hal ini sejalan dengan teori Hurlock (1998) yang
menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu kepribadian
orang tua, persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua, agama atau keyakinan,
pengaruh lingkungan, pendidikan orang tua, usia orang tua, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, kemampuan anak, dan situasi. Sebaiknya toilet training sejak dini harus sudah
diterapkan dengan baik. Dengan memberikan pemahaman arti pentingnya toilet training,
memberikan dukungandan pola asuh yang baik, serta menyediakan sarana dan
prasarana maka toilet training akan mudah terlaksana dengan baik. Hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Cut Aja Nuri (2015), dalam penelitiannya mengenai Hubungan
Pola Asuh Keluarga Dengan Penerapan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Paud
Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh yang menyatakan tidak ada Hubungan Pola Asuh
Keluarga Dengan Penerapan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Paud
Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh dan penelitian Ari Damayanti Wahyuningrum (2016),
mengenai Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet Training
Pada Anak Usia Prasekolah Di Tk Aisyiyah Surabaya yang juga menyatakan tidak ada
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada
Anak Usia Prasekolah Di Tk Aisyiyah Surabaya. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square
dengan Pearson Chi-Square diperoleh nilai hitung 𝜌 = 0,00 < 𝛼 = 0,05 dan analisis
tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada Hubungan Pola Asuh Dengan
Keberhasilan Toilet Training Anak Usia Toddler (2-3 Tahun) Di Desa Ajallasse
Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone.

Simpulan dan Rekomendasi


Terdapat hubungan pola asuh demokratis dengan keberhasilan toilet training anak usia
toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone dengan nilai 𝜌 =
0,000 < 𝛼 = 0,05. Terdapat bagaimana hubungan pola asuh otoriter dengan keberhasilan
Toilet training usia toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan Cenrana Kabupaten
Bone dengan nilai 𝜌 = 0,000 < 𝛼 = 0,05. Terdapat hubungan pola asuh permisif dengan
keberhasilan toilet training anak usia toddler (2-3 tahun) di Desa Ajallasse Kecamatan
Cenrana Kabupaten Bone dengan nilai 𝜌 = 0,000 < 𝛼 = 0,05 . Saran bagi institusi
pendidikan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan dokumentasi
ilmiah, diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan sebagai acuan bagi peneliti
selanjutnya, Bagi orang tua, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan pada orang tua tentang pola asuh orang tua dengan keberhasilan toilet
training dan orang tua mampu menerapkan toilet training pada anak dengan baik dan untuk
peneliti selanjutnya diharapkan agar bisa lebih luas lagi dalam hal ruang lingkup
penelitiannya seperti menambahkan jumlah sampel penelitian dan desain penelitian.

Referensi
Alexandra. 2008. Keperawatan Anak dan Tumbuh Kembang (Pengkajian dan
Pengukuran ).Yogyakarta : Nuha Medika
Anonim. 2000. Metodologi Penelitian Toilet Training. Jakarta. Sagung Seto
Anwar. 2000. Mengenal Pola Asuh Anak, Petunjuk Bagi Orang Tua. Jakarta

67
Ary. 2009. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan dan Pengaruh Pola Asuh Orang Tua.
Yogyakarta. Edisi 2. Graha Ilmu
Baumerind. 2002. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua. Jakarta. Edisi 2. Salemba
Medika
Baumerind. 2002. Tipe-Tipe Pola Asuh Orang Tua. Jakarta. Edisi 2. Salemba Medika
Dahlan. 2016. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta. Salemba Medika
Dharma. 2011. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta.EGC
Hidayat, Alimul. A. 2010. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta. EGC
John. 2001. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta.Edisi 1. Graha Ilmu
Madyarini, P., Karini, S. M., & Karyanta, N. A. (2011). Hubungan antara pola asuh otoriter
orang tua dengan depresi pada remaja di SMAN 2 Purworejo. In Psychoidea.
Kodyat. 1996. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta. Salemba Medika
Maidartati.2018.Pengetahuan Orang Tua Toilet Training Pada Anak Usia Toddler.
Jakarta. EGC
Ningsih, E. S. (2018). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Keberhasilan Toilet
Training Pada Anak Usia 18-36 Bulan. Jurnal Midpro.
https://doi.org/10.30736/midpro.v10i2.80
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2004. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta. Cetakan I. PT. Renika
Cipta
Nursalam, Susilaningrum & Utami. 2005. Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan .Yogyakarta. Edisi 1. Graha Ilmu
Rahman, U., Mardhiah, & Azmidar. (2015). Hubungan antara pola asuh permisif orangtua
dan kecerdasan emosional siswa dengan hasil belajar matematika siswa. Auladuna
Riati, I. K. (2016). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Karakter Anak Usia Dini. Jurnal
Pendidikan
Safaria. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Jakarta. Edisi II. EGC
Safitri, Y., & Hidayati, N. E. (2013). Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan
Tingkat Depresi Remaja Di Smk 10 November Semarang. Jurnal Keperawatan Jiwa.
Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan.
Jakarta.Nuha Medika
Sears. 2006. The baby books. Jakarta : Serambi
Suardiman, Iswanti. 2002. Metode Penelitian Keperawatan Anak dan Pola Asuh. Jakarta.
Salemba Medika
Suherman, 2010. Buku Ajar Perkembangan Anak. Jakarta : EGC
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC
Suteja, J. (2017). DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN
SOSIAL-EMOSIONAL ANAK. AWLADY : Jurnal Pendidikan Anak.
https://doi.org/10.24235/awlady.v3i1.1331

Suwono. 2008. Metodologi Penelitian Pola Asuh. Jakarta.Sagung Seto

Soetjiningsih. 2002. Tumbuh kembang anak. Jakarta. EGC

Wong. 2008. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Pola Asuh, dan Praktik.
Jakarta. EGC

Wawan & Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika

68
Wahyuningsih, S. 2008.Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan Kesiapan Toilet Training
Pada Toddler. Yogyakarta. EGC

69

You might also like