Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

GANESHA LAW REVIEW

Volume 4 Issue 2, November 2022


P-ISSN: 2656 – 9744 , E-ISSN: 2684 – 9038
Open Access at : https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GLR

IMPLEMENTASI HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP


PERSENGKETAAN WILAYAH KASHMIR ANTARA INDIA-PAKISTAN

Saifur Rauf, Komang Febrinayanti Dantes, Si Ngurah Ardhya, M. Jodi Setianto

Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha,


E-mail: saifur.rauf@undiksha.ac.id

Info Artikel
Masuk: 1 September 2022 Abstract
Diterima: 1 Oktober 2022 This study aims to determine the view of international
Terbit: 1 November 2022 law on the dispute over the Kashmir region between
India and Pakistan as a form of conflict resolution efforts.
Keywords: The legal research used is normative legal research or
Kashmir Territorial what is commonly referred to as library research with the
Dispute acquisition of secondary data sourced from the internet.
The results show that the status of the Kashmir region
under international law is being contested because both
India and Pakistan declare Kashmir as their territory.
The dispute over the Kashmir region arises because of the
conflict of political interest between the two countries
and the unilaterally declared power of India and
Pakistan. Pakistan also states that the Muslim majority,
including religious factors, is an integral part of Pakistan,
and India also claims that there is a Hindu community in
Kashmir integrated with India. Furthermore, in order to
resolve the Kashmir dispute between India and Pakistan,
it must be carried out through bilateral relations
between the two countries. The United Nations can grant
rights to India and Pakistan over the Kashmir region
according to their territorial location, so that there is no
longer any reason for the two countries to fight over each
other's territory. And countries that do not follow the
decision could face severe penalties set by the United
Nations.

Kata kunci:
Persengketaan Wilayah Abstrak
Kashmir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan
hukum internasional terhadap persengketaan wilayah
43
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

Kashmir antara India-Pakistan sebagai bentuk upaya


penyelesaian konflik persengketaan. Adapun penelitian
Corresponding Author: hukum yang digunakan adalah penelitian hukum
Saifur Rauf normatif atau yang biasa disebut dengan studi
kepustakaan dengan perolehan data sekunder yang
bersumber dari internet. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa status wilayah Kashmir di bawah hukum
internasional sedang diperebutkan karena baik India
maupun Pakistan menyatakan Kashmir sebagai wilayah
mereka. Persengketaan wilayah Kashmir muncul
karena adanya konflik kepentingan politik antara
kedua negara dan kekuasaan yang dinyatakan secara
sepihak oleh India maupun Pakistan. Pakistan juga
menyatakan bahwa mayoritas Muslim, termasuk faktor
agama, merupakan bagian integral dari Pakistan, dan
India juga mengklaim bahwa ada komunitas Hindu di
Kashmir yang terintegrasi dengan India. Lebih lanjut,
guna menyelesaikan sengketa wilayah Kashmir antara
India dan Pakistan, harus dilakukan melalui hubungan
bilateral kedua negara. PBB dapat memberikan hak
kepada India dan Pakistan atas wilayah Kashmir sesuai
dengan letak teritorialnya, sehingga tidak ada lagi
alasan bagi kedua negara untuk memperebutkan
seluruh wilayah. Dan negara-negara yang tidak
mengikuti keputusan tersebut dapat menghadapi
hukuman berat yang telah ditentukan oleh PBB.

@Copyright 2022.

PENDAHULUAN

Pada ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan hak kewajiban dan
kepentingan nasional. Secara umum, ketentuan hukum internasional merupakan
ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap negara. Jika sama, persetujuan dapat
membebankan kewajiban yang disepakati dan dilaksanakan oleh negara
penandatangan itu sendiri. Kehidupan manusia, orang, negara yang berinteraksi dan
perundingan antar negara tidak bisa dihindari dari perselisihan ke pertikaian, dari
tingkat kecil hingga serius. Pertikaian antar bangsa adalah konflik yang tidak
mempengaruhi kehidupan internasional namun bisa juga berupa konflik yang
mengancam perdamaian dan ketertiban Internasional. Sengketa/pertikaian dapat
diartikan sebagai perselisihan mengenai masalah fakta Bahkan, hukum atau kebijakan
di mana klaim atau pernyataan para pihak diperselisihkan, Dikumpulkan atau ditolak
oleh pihak lain. Kontroversi dalam arti luas perselisihan tersebut adalah pemerintah,
lembaga, perusahaan atau individu di bagian yang berbeda.
Konflik/sengketa adalah fakta kehidupan, tak terelakkan dan seringkali kreatif.
Jika tujuan perusahaan tidak sesuai, maka timbul perselisihan. Hubungan dari semua
bentuk Sosial, ekonomi, orang-orang berkuasa, antarpribadi hingga tingkat kelompok,
Organisasi, masyarakat, dan negara sedang mengalami pertumbuhan, perubahan, dan
konflik. Konflik muncul karena ketidakseimbangan dalam hubungan ini Ada
ketidakseimbangan antara hubungan ini, yaitu Penyebab konflik atas wilayah Kashmir
Perseteruan yang terjadi di perbatasan Kashmir sangat berpengaruh dan
44
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

mengganggu di wilayah tersebut. Konflik pertikaian yang terjadi di Asia Selatan itu
melibatkan dua negara besar yaitu India dan Pakistan. Pertikaian dua negara atas
wilayah Kashmir ini masih berlangsung dan telah mendapat banyak perhatian dari
berbagai negara. Hal ini menghadirkan tantangan serius dalam pembuatan kebijakan
untuk menyelesaikan perselisihan antar negara dalam suatu konflik pertikaian yang
bersifat kompleks dan heterogen.
Pada tahun 1947, mereka pertama kali terlibat dalam perselisihan tentang
masalah ini. Pemimpin Kashmir pada saat itu adalah Mahara Jahari Singh, yang ingin
bergabung dengan India. Di satu sisi, Pakistan membujuk Hari untuk bergabung dengan
negaranya. Dia bahkan tidak ragu untuk mengirim sekelompok Muslim ke Kashmir, Hari
akhirnya meminta bantuan India guna menyetujui perjanjian aksesi, dan menyerahkan
Kashmir ke India pada 26 Oktober 1947 dan awal pertikaian pun dimulai.
Pada tahun 1965 Agresi kembali terjadi antara kedua negara di perbatasan
Kashmir Hingga kesepakatan gencatan senjata disetujui. Perdana Menteri India saat itu,
Lal Bhadur Shastri, dan Presiden Pakistan, M Ayub Khan, meneken Perjanjian Tashkent
pada 1 Januari 1966 sebagai upaya mengakhiri pertikaian. Pada tahun 1999 Kelompok
militan yang didukung Pakistan melintasi perbatasan Kashmir yang masih
disengketakan India. Kelompok-kelompok itu juga merebut sejumlah pos-pos militer
India di pegunungan Kargil. Pasukan India memberangus para kelompok-kelompok itu.
Konflik Tersebut berlangsung selama 10 pekan dan menelan sekitar 1.000 korban dari
kedua belah pihak. Pada tahun 1965, terjadi invasi baru antara kedua negara di
perbatasan Kashmir sampai kesepakatan gencatan senjata tercapai. Perdana Menteri
India Lal Bhadur Shastri dan Presiden Pakistan Ayub Khan kemudian menandatangani
Tasiken Treaty pada 1 Januari 1966 untuk mengakhiri konflik. Pada tahun 1999, sebuah
kelompok militan yang didukung Pakistan memasuki Kashmir melintasi perbatasan
India yang disengketakan. Kelompok ini juga menduduki banyak garnisun India di
Pegunungan Kargil. Pasukan India membingungkan kelompok itu. Konflik berlangsung
selama 10 minggu, menewaskan dan melukai sekitar 1.000 orang di kedua belah pihak.
Pada 2016, India meluncurkan "serangan bedah" ke wilayah Kashmir yang
dikuasai Pakistan. Serangan terjadi selama 14 hari setelah sekelompok militan
menyerang sebuah pangkalan militer India di wilayah Kashmir yang menewaskan 19
tentara tewas. Pada 14 Februari 2019, terjadi pengeboman bunuh diri yang menyerang
iringan para militer India di Kashmir dan menewaskan 40 orang. Atas kejadian itu, India
menuduh Pakistan menyerang kelompok radikal dan bersumpah akan membalas
dendam kepada pasukan militan Jaish Muhammad (JeM).

PEMBAHASAN

Dasar Persengketaan Wilayah Kashmir

Kashmir adalah wilayah sengketa antara dua negara Asia Selatan: India dan
Pakistan. Kedua negara ini selalu berperang dan tidak pernah menyepakati wilayah
mereka, terutama kedua negara, wilayah yang disengketakan oleh Kashmir. Terletak di
ujung barat Himalaya, Kashmir adalah wilayah lembah yang terkenal dengan tanahnya
yang subur dengan sungai-sungai yang mengalir. Kashmir sendiri resmi menjadi
wilayah pada tahun 1947, dan pada tahun yang sama India dan Pakistan juga
memperoleh kemerdekaan dari Inggris. Awalnya, Kashmir tidak ingin berpartisipasi
baik di India maupun Pakistan, sehingga Pakistan mulai menyerang Kashmir. Maharaja
Kashmir, penguasa tertinggi di kawasan itu, telah menandatangani nota kesepahaman
mengenai aksesi/bergabung India, yang dianggap tidak resmi oleh Pakistan. Maka
dengan adanya hal tersebut, perseteruan wilayah Kashmir antara India dan Pakistan di
45
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

mulai.
Pada tahun 1971-1972 India & Pakistan berperang. Pada akhirnya, perjanjian
Simla dibentuk guna membuktikan daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan
India juga Pakistan. Namun hal ini tidak menciptakan kedua negara berhenti berseteru
tentang perbatasan Kashmir. Tahun 1999, perang terjadi dikarenakan pasukan
bersenjata melintasi batas daerah administrasi India. Pada tahun 2003, perdana
menteri India & presiden Pakistan mengadakan rapat dengan tujuan diplomatik. Pada
tahun 2016, 18 tentara India sang gerombolan agresif pada daerah Kashmir yang
dikuasai India. Kemudian beberapa tentara Pakistan terbunuh pada perang melawan
pasukan India di wilayah perbatasan. Perseteruan yg terjadi antara India & Pakistan
masih berlangsung sampai ketika ini.
Pada tahun 1971-1972 perseteruan bersenjata wilayah Kashmir antara India
dan Pakistan berlanjut. Pada akhirnya, perjanjian Simla dibuat untuk menunjukan
wilayah wilayah yang berada dibawah kekuasaan India maupun Pakistan, akan tetapi
tidak dapat menciptakan kedua negara berhenti berseteru. Pada tahun 1999, kembali
terjadi perseteruan bersenjata antara India dan Pakistan yang disebabkan pasukan
bersenjata melintasi batas wilayah administrasi India. Pada tahun 2003, perdana
menteri India dan presiden Pakistan mengadakan pertemuan dengan tujuan
diplomatik. Kedua negara sepakat untuk melakukan gencatan senjata di wilayah
Kashmir. Pada tahun 2016, India dan Pakistan kembali berselisih karena kelompok
militan di Kashmir menewaskan 18 tentara India yang kemudian menyebabkan dua
tentara Pakistan terbunuh dalam perang dengan pasukan India di wilayah perbatasan.
Kashmir adalah sengketa perbatasan yang tidak pernah berakhir. Masalahnya,
kedua negara ingin menjadikan wilayah Kashmir sebagai wilayah mereka. Tentu saja,
kedua negara yang dilanda perang itu akan berjuang mati-matian untuk memenangkan
wilayah Kashmir. Baik India maupun Pakistan memiliki alasan masing-masing untuk
mengambil alih wilayah tersebut sehingga konflik perseteruan ini masih terus terjadi
hingga saat ini.

Faktor Penyebab Persengketaan Wilayah Kashmir

Faktor penyebab persengketaan wilayah Kashmir dapat dibagi menjadi dua


faktor umum:
a) Faktor Konflik agama dalam konflik Kashmir terjadi antara India dan
Pakistan. Pakistan berpendapat bahwa Kashmir yang didominasi Muslim
adalah bagian integral dari Pakistan, karena nama Pakistan sendiri adalah
kombinasi dari beberapa kelompok. Adapun India, dikatakan juga bahwa
Kashmir memiliki komunitas Hindu di mana India terintegrasi.
b) Faktor perbatasan konflik Kashmir diperparah ketika warga Kashmir
sendiri mengklarifikasi kepentingannya dalam bentuk nasionalisme
Kashmir. Kelompok ini mencoba membuat negara bagian yang terpisah
dari kekuasaan India. Memang, Kashmir secara teritorial berada di bawah
otoritas India, dan tindakan serta kebijakan pemerintah India yang
cenderung menindas, menarik perhatian Pakistan.

Pelanggaran HAM dalam Persengketaan Wilayah Kashmir

Hak asasi manusia adalah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa
seseorang memiliki hak yang melekat untuk menjadi manusia. Hak asasi manusia
bersifat universal karena berlaku untuk semua orang, kapan saja, di mana saja. Banyak

46
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

dari hak-hak dasar ini diakui oleh konstitusi negara1, termasuk hak untuk hidup, hak
untuk berkumpul dalam kelompok untuk tujuan yang tidak merugikan orang lain, hak
untuk mengemukakan gagasan yang tidak menyesatkan orang lain, dan hak untuk
memeluk agama. Dalam piagam PBB, ketentuan untuk melindungi HAM telah diatur
dalam pasal 1 ayat 32. Namun isu-isu hak asasi manusia telah semakin menjadi
perhatian global dan mengancam perpecahan antara negara-negara maju dan negara-
negara berkembang3 salah satunya adalah pelanggaran HAM sudah semakin tinggi
secara dramatis pada Kashmir semenjak akhir tahun 1989. Ribuan rakyat Kashmir
ditahan secara percuma dibawah undang-undang khusus yang menaruh kekuatan besar
bagi pasukan keamanan guna melakukan penangkapan serta penahanan. Mereka
ditahan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tanpa adanya tuduhan.
Penyiksaan yang diperbuat oleh pasukan keamanan sebagai rutinitas sehari-hari pada
Kashmir bahkan tindakan yang sangat brutal sudah menyebabkan tewasnya ratusan
orang pada tahanan. Lebih lanjut, beberapa perempuan di Kashmir juga menyatakan
bahwa mereka merupakan korban pelecehan seksual dari pasukan keamanan India.
Penyebab dari banyaknya pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan di Kashmir
yakni dikarenakan para perempuan di Kashmir dijadikan sebagai senjata perang oleh
pasukan keamanan India. Perseteruan berkepanjangan di Kashmir juga mengakibatkan
krisis HAM pada daerah tersebut. Tindakan kekerasan yang diperbuat oleh pasukan
keamanan India di Kashmir menunjukkan bahwa pasukan keamanan India melakukan
kejahatan perang.
Pemerintah pusat India melansir berbagai undang-undang kejam yang
bertentangan dengan HAM dan hukum internasional. Pada ruang hukum telah
dipersulit dalam penuntutan pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan keamanan
India. Berdasarkan undang-undang tersebut, pasukan keamanan India dilindungi dari
peringatan pelanggaran HAM yang kemudian menciptakan pemikiran bahwa pasukan
keamanan India bisa bebas bertindak tanpa harus memikirkan hukuman yang akan
didapatkan (impunitas).
Pada 17 Desember 2021, persidangan Russell terhadap Kashmir berlangsung di
Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina. Proses Russell di Kashmir diselenggarakan oleh
organisasi HAM dan cendekiawan utama di Kashmir, Italia dan Bosnia. Lima belas
hakim internasional juga berpartisipasi dalam persidangan ini. Beberapa saksi juga
dipanggil dalam sidang itu. Kesaksian dan bukti yang diberikan selama persidangan
menunjukkan bagaimana India sebenarnya melanggar hukum internasional dan
prinsip-prinsip moral dasar. Namun, pemerintahan Narendra Modi di India justru
mencoba untuk memadamkan tragedi Kashmir dengan mengabaikan kritik terhadap
HAM sebagai pro-Pakistan dan berpura-pura menjadi operasi kontrateroris untuk
menutupi kekejaman.

Kedudukan Wilayah Kashmir dalam Hukum Internasional

Sesuai peran utama dalam hubungan internasional adalah negara, maka hak dan
kewajiban negara serta kepentingan negara menjadi perhatian utama hukum
internasional. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional bahkan telah

1
Dewa Gede Sudika Mangku, “Kasus Pelanggaran HAM Etnis Rohingya: dalan Perspektif ASEAN”, e-journal
Jurnal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, 2020, hlm.63
2
Ketut Arianta, Dewa Gede Sudika Mangku, Ni Putu Rai Yuliartini “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KAUM
ETNIS ROHINGYA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL”, e-journal Jurnal Komunitas
Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, 2020, hlm.170
3
Dewa Gede Sudika Mangku, “Kasus Pelanggaran HAM Etnis Rohingya: dalan Perspektif ASEAN”, e-journal
Jurnal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, 2020, hlm.64
47
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan terpenting (extraordinary


excellence). Negara merupakan subjek hukum internasional yang pertama, karena fakta
menunjukkan bahwa negaralah yang pertama kali mengadakan hubungan
internasional. Sebuah negara sebagai entitas politik dalam hukum internasional pada
dasarnya harus memiliki unsur-unsur tertentu dari hukum internasional. Aturan-
aturan hukum internasional yang diberikan oleh masyarakat internasional dapat
dituangkan dalam bentuk kode etik yang harus dipatuhi negara-negara dalam
membentuk perhimpunan. Kedudukan negara-negara baru ini tidak perlu disertai
persetujuan negara lain. Tanpa persetujuan dari negara lain, suatu negara tetap berhak
mempertahankan persatuan dan kemerdekaannya untuk mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan. Sebenarnya kita perlu ketahui bahwa banyak negara yang lahir ke dunia
tanpa adanya persetujuan, namun bukan berarti kelahiran negara baru ditolak oleh
negara lain. Apalagi mengenai batas-batas wilayah suatu negara tidak lepas dari status
hukum wilayah negara itu sendiri. Wilayah negara dalam konteks pembahasan “batas
negara” tentunya adalah daratan dan perairan pedalamannya (termasuk udara di
atasnya), perairan teritorial, zona ekstra, dan perairan kepulauan. Secara fungsional,
perbatasan antar negara berbagai wilayah yang berhubungan dengan kedaulatan,
hukum, atau yurisdiksi yang berkelanjutan, berdekatan, atau berbeda.

Upaya PBB Terhadap Persengketaan Wilayah Kashmir

PBB memutuskan perselisihan yang berlarut-larut atas wilayah Kashmir dengan


mencoba pendekatan baru mengirim perwakilan PBB ke India dan Pakistan untuk
menemukan solusi yang kedua negara sepakati. Wakil Perserikatan Bangsa-Bangsa
yaitu dewan keamanan PBB, yang membuat proposal tentang kedua negara agar
melakukan demiliterisasi Kashmir sekaligus memastikan proses referendum tidak
berpihak pada kedua negara. Tapi proposal ini mendapatkan penolakan dari pihak
India.
PBB mengirim Sir Owen Dixon berhadapan kembali dengan pejabat India dan
Pakistan untuk mencari solusi. Tn. Owen Dixon juga mengajukan proposal untuk
mengadakan referendum hanya di area yang bertikaian (Kashmir) dan area lainnya
berhak memilih untuk bergabung atau tidak dengan India atau Pakistan. Namun
proposal ini tidak berjalan sesuai rencana, dan tetap mendapat perlawanan dari India
dan Pakistan. Lebih lanjut, perwakilan PBB, Frank dikirim kembali agar India dan
Pakistan menyetujui proposal yang diajukan oleh PBB dalam kurun waktu 3 bulan. Akan
tetapi, tidak ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, PBB
membentuk tentara keamanan militer untuk mencegah perang di wilayah perbatasan
antara India dan Pakistan.
Kegagalan yang dialami tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan
konflik Kashmir. Sekali lagi, berbagai langkah telah diambil untuk menemukan solusi
yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, PBB
mengirimkan wakilnya, Gunnar Jarring, tetapi gagal. Setelah upaya gagal untuk
memaksa India mematuhi resolusi PBB, Pakistan mencoba membawa masalah Kashmir
kembali ke PBB. Akibatnya, PBB menolak untuk menyetujui dokumen instrument of
accession, tetapi India menolak hasilnya. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi
sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan sesuai
dengan kehendak rakyat melalui cara-cara demokratis dengan melakukan referendum
yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB. Lebih lanjut, dewan
keamanan PBB mencoba untuk menggunakan hak veto tetapi gagal. Upaya PBB untuk
menyelesaikan masalah ini tampaknya telah melemah ketika resolusi 1964 bahwa
masalah Kashmir harus diselesaikan terlebih dahulu secara bilateral antara India dan
48
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

Pakistan. Berbagai solusi tidak menyelesaikan masalah Kashmir. Bahkan India dan
Pakistan sekali lagi terlibat dalam perang publik pada tahun 1965 dan 1971, yang
menyebabkan ratusan ribu korban jiwa, luka-luka dan tawanan.
Penaklukan wilayah Kashmir merupakan akibat dari runtuhnya India yang
menyebabkan negara Pakistan. Jika umat Hindu India melakukan diskriminasi dan tidak
menerima keberadaan umat Islam di India pada masa lalu, mungkin tidak akan ada
keruntuhan India yang berujung pada penaklukan wilayah Kashmir. Namun, dalam hal
ini, sejarah dan pendirian Pakistan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Pembentukan negara Pakistan dianggap perlu. Jika tidak, umat Islam India akan merasa
terkekang dan tidak akan bisa hidup dengan aman dan nyaman.
Kashmir adalah komunitas Muslim yang telah menjadi bagian integral dari
Pakistan. Namun perlu diingat bahwa ada dokumen keanggotaan yang ditandatangani
oleh Maharaja Singh yang mencantumkan Kashmir sebagai bagian integral dari India
sebagai syarat untuk mencari bantuan militer dari India. Masalah ini terkait dengan
PBB. Sebagai organisasi terbaik di dunia, PBB telah berulang kali mengeluarkan resolusi
untuk mengadakan referendum. Namun, referendum tidak diadakan sampai akhir
1977. Sejak Perjanjian Simla, perjuangan Kashmir terfokus pada nasionalisme Kashmir,
yang menuntut kemerdekaan sebagai negara merdeka, tanpa bekerja sama dengan
India atau Pakistan. Salah satu isi Perjanjian Simla adalah bahwa semua masalah antara
India dan Pakistan akan diselesaikan secara bilateral.
Pada akhirnya, komitmen, upaya dan peran PBB tampak sia-sia dan tidak
dihargai, karena tidak diadakannya referendum yang diputuskan oleh India dan
Pakistan. Partisipasi PBB adalah atas permintaan India dan Pakistan sendiri. Perjanjian
Simla yang disepakati antara India dan Pakistan secara tidak langsung melemahkan
posisi resolusi PBB di mata pemerintah dan rakyat India dan Pakistan. Sebenarnya,
resolusi PBB memiliki kekuatan atas perjanjian Shimla, tetapi kekalahan perang yang
diterimanya akan membuat Pakistan tidak dapat berbuat apa-apa. Perserikatan Bangsa-
Bangsa adalah organisasi internasional tertinggi, dan di bawah Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya mengambil lebih banyak
tindakan dan menekan India dan Pakistan untuk mengadakan referendum. PBB dapat
melakukan banyak hal. Misalnya sanksi terhadap India dan Pakistan, seperti sanksi dan
blokade terhadap India dan Pakistan.

Upaya Hukum Humaniter Dalam Persengketaan Kashmir

Persengketaan kashmir merupakan konkurensi internasional (international


dispute). Oleh karenanya pada penyelesaian konferensi atau persengketaan
internasional daerah Kashmir memiliki karakteristik dari pengamatan para pakar
hukum internasional lantaran terdapat kombinasi penyelesaian persengketaan hukum
dan politik (to combined both settlement disputes Judicial and politic). Konkurensi atau
sengketa internasional merupakan persengketaan yang melibatkan antara dua negara
atau lebih terhadap suatu objek yang dipersengketakan. Objek yang dipersengketakan
biasanya bisa berupa kasus kedaulatan negara, kasus disparitas panutan ideologi, dan
persaingan pada bidang ekonomi. Tanpa mengindahkan objek konkurensi atau
sengketa internasional maka dari rumusan yang sempit ini, subjek konferensi atau
sengketa internasional adalah negara. Hanya negara yang bisa mengkategorikan
menjadi subjek pada sengketa internasional. Sekalipun demikian beberapa pakar
hukum internasional tetap melibatkan badan-badan hukum atau individu lain sebagai
subjek pada sengketa internasional.
Berpacu menurut cara penyelesaian guna mengukur jenis sengketa maka
kesulitan yang dianggap penting menurut keduanya lantaran cara-cara penyelesaian
49
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

tak jarang terjerumus dalam tumpang tindih keduanya. Apalagi terkadang terhadap
penawaran penyelesaian tidak disepakati secara bersama. India adalah negara yang
memiliki sejarah pertarungan relatif panjang terhadap Pakistan. Permasalahan antara
kedua negara tersebut berulang terjadi ketika terjadinya uji coba persenjataan nuklir
yang dilakukan oleh pihak India, lalu Pakistan menanggapi uji coba senjata nuklir India
dengan cara meluncurkan persenjataan nuklirnya. Permasalahan lainnya tentang
pembagian daerah Kashmir yang diperebutkan oleh pihak India dan Pakistan. Namun
masyarakat Kashmir menginginkan supaya diadakannya referendum tentang
pembagian daerah dan pungutan suara atau voting yang diajukan oleh PBB.
Sesungguhnya pihak India menginginkan referendum namun tidak pernah
melakukannya. India pula mencari cara guna merampungkan konflik dengan
menggunakan diplomasi, begitu juga dengan Pakistan. Persengketaan India dengan
Pakistan turut mengundang kontroversi menurut negara internasional. Seperti
Amerika serikat yang menginginkan adanya perdamaian di antara keduanya. Amerika
serikat menganjurkan supaya pihak India dan pihak Pakistan berhenti meluncurkan
senjata nuklirnya guna terjalin negosiasi perdamaian. Dalam rampungkan pertarungan
tadi, hal pertama yang seharusnya dicapai yaitu konvensi kedua negara tersebut guna
menanamkan tekad untuk merampungkan atau menyelesaikan persengketaan itu
melalui negosiasi damai.
Lebih lanjut, PBB kembali mengumumkan resolusi tersebut. Resolusi itu juga
menyerukan penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir, penguatan hak pasukan India
untuk mempertahankan Kashmir, dan segera diadakannya referendum kemerdekaan di
Kashmir. Setelah India dan Pakistan mengumumkan gencatan senjata pada tahun 1949
di bawah naungan PBB, PBB mengadakan berbagai konferensi dan kesepakatan melalui
UNCIP untuk mengembangkan proses gencatan senjata. Proses ini mencakup antara
lain garis gencatan senjata, penarikan pasukan secara bertahap, dan pemantauan
proses gencatan senjata.
Kegagalan yang dialami tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan
konflik Kashmir. Sekali lagi, berbagai langkah telah diambil untuk menemukan solusi
yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada tahun
1957, PBB kembali mengirimkan wakilnya, Gunnar Jarring, namun gagal. Setelah gagal
memaksa India untuk mematuhi resolusi PBB, Pakistan mencoba membawa masalah
Kashmir kembali ke PBB pada tahun 1957. Akibatnya, PBB menolak untuk meratifikasi
dokumen aksesi, tetapi hasilnya ditolak oleh India. Resolusi tersebut juga mengulangi
resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan
sesuai dengan kehendak rakyat melalui cara-cara demokratis dengan melakukan
referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB.
Mengikuti konsep liberalisme, dalam mencari solusi konflik Kashmir, PBB
mengutamakan cara-cara non-militer dan damai untuk mencapai perdamaian dan
keamanan bersama. Seperti dalam kasus Kashmir, PBB menegaskan kembali bahwa
mereka akan mengadakan referendum sebagai cara demokratis untuk menentukan
status Kashmir. Kepentingan PBB dalam konflik Kashmir hanya untuk menyelesaikan
konflik secara damai tanpa kepentingan pihak lain yang mempengaruhi PBB.
Referendum belum juga terjadi. Fakta ini menekankan jalur perdamaian, yang
merupakan jalur kurang efektif dalam menyelesaikan masalah Kashmir antara India
dan Pakistan, dan peran institusi dalam munculnya kembali dua perang besar.
Keamanan menunjukkan bahwa konsep realisme lebih efektif terhadap masalah
Kashmir. Kekacauan yang dibuat oleh India dan Pakistan dilakukan untuk menciptakan
keseimbangan kekuasaan. Berdasarkan konsep realisme, konflik Kashmir yang
berlarut-larut disebabkan oleh kepentingan nasional, faktor keamanan dan kekuatan
yang kuat sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB menggunakan cara-cara
50
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

damai dan mengutamakan diplomasi. Namun, tampaknya upaya PBB telah gagal untuk
memperbaiki keadaan hubungan antara kedua negara, karena baik India maupun
Pakistan tidak menerapkan resolusi PBB. Bahkan usulan utusan PBB itu ditolak oleh
India dan Pakistan.
Semua kegiatan PBB di bidang perdamaian dan keamanan telah menghasilkan
pengembangan prinsip, aturan, dan prosedur bersama. Kegiatan ini merupakan
tanggung jawab khusus dan kontribusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan,
menurut ketentuan Piagam, merupakan tanggung jawab badan yang didelegasikan
untuk menangani "Prinsip Umum Kerjasama di Bidang Perdamaian dan Konservasi
Internasional", "Memperkuat kerjasama internasional di bidang politik" dan
"Pengembangan hukum internasional dan promosi kodifikasinya".

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis dapat memberikan beberapa


kesimpulan yang berkaitan dengan inti pembahasan, yaitu sebagai berikut:
1. Kedudukan wilayah Kashmir dalam hukum internasional dipersengketakan
karena baik India maupun Pakistan mengklaim Kashmir sebagai wilayah
mereka. Namun, penguasa Kashmir pada saat itu yang beragama Hindu lebih
memilih bergabung dengan India, sehingga Kashmir kini terbagi menjadi dua
bagian: Kashmir Pakistan dan Kashmir India. Perjuangan Kashmir yang selalu
menghadapi dilemma kemudian menggunakan cara damai dan pendekatan
politik, India mengklaim bahwa Kashmir telah memeluk status quo dan telah
menjadi bagian dari India.
2. Persengketaan Kashmir terjadi karena terdapat bentrok kepentingan politik
terhadap dua negara & kekuasaan yang diwujudkan melalui klaim secara
sepihak dari pihak India juga Pakistan. Termasuk faktor agama, Pakistan
menjamin bahwa Kashmir yang lebih banyak didominasi muslim adalah daerah
integral Pakistan, sedangkan India juga kerap memberikan jaminan pada
Kashmir masih ada komunitas Hindu yang diintegrasikan dengan India. Begitu
pun faktor perbatasan, memang secara teritori Kashmir berada pada otorita
India. Tetapi konkurensi yang terjadi ini tidak akan bisa dilepaskan dari rezim
kolonial yang cenderung menciptakan garis perbatasan baru berdasarkan
kepentingan rezim tanpa melihat faktor-faktor alamiah misalnya etnis, serta
syarat sosial budaya.
3. Pelanggaran HAM telah terjadi dalam persengketaan wilayah Kashmir sejak
akhir tahun 1989. Ribuan rakyat Kashmir ditahan selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun tanpa ada kejelasan hingga menyebabkan tewasnya
ratusan orang. Lebih lanjut, tidak sedikit perempuan di Kasmir juga merupakan
korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pasukan keamanan India. Hal ini
didasari karena pasukan keamanan India menjadikan perempuan Kashmir
sebagai tameng senjata perang mereka. Pemerintah India pusat melansir
undang-undang yang bertentangan dengan HAM dan hukum internasional.
Dikatakan demikian karena dalam undang-undang tersebut pasukan keamanan
India dilindungi dari berbagai peringatan pelanggaran sehingga menciptakan
pemikiran mereka bahwa pasukan keamanan India dapat bebas bertindak tanpa
harus memikirkan hukuman yang akan didapatkan nantinya (impunitas). Di
samping itu, pemerintahan Narendra Modi di India berupaya untuk
memadamkan persengketaan wilayah Kashmir dengan cara mengabaikan kritik
yang menyudutkan mereka terhadap hak asasi manusia dan juga kritik tersebut
dipandang sebagai tindakan pro-Pakistan.
51
Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2, November 2022

4. Upaya hukum internasional dalam penyelesaian persengketaan Kashmir adalah


menyerukan PBB guna mencoba pendekatan baru dengan cara mengirimkan
perwakilan PBB ke India & Pakistan agar mencari solusi yang bisa disepakati
kedua negara tersebut. Perwakilan PBB yang pertama, yaitu dewan keamanan
PBB yang menyarankan hendaknya kedua negara melakukan demiliterisasi
(pembebasan (suatu daerah) dari kekuasaan atau pendudukan militer) Kashmir
guna memastikan proses referendum tidak memihak diantara kedua negara
tersebut. Dari banyaknya kegagalan yang dialami, tidak akan menciptakan PBB
menyerah dalam memadamkan persengketaan Kashmir. Berbagai cara telah
dilakukan agar menemukan solusi yang bisa disepakati oleh pihak India maupun
Pakistan.

SARAN

Saran yang bisa penulis sajikan sebagai bentuk perbaikan di masa depan yakni
untuk menyelesaikan sengketa wilayah Kashmir antara India dan Pakistan, harus
dilakukan melalui hubungan bilateral kedua negara. Seharusnya PBB memberikan hak
kepada India dan Pakistan atas wilayah Kashmir sesuai dengan letak teritorialnya,
sehingga tidak ada lagi alasan bagi kedua negara untuk memperebutkan seluruh
wilayah masing-masing. Dan negara-negara yang tidak mengikuti keputusan tersebut
dapat menghadapi hukuman berat yang telah ditentukan oleh PBB.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. (2020). Perselisihan Kashmir dan Tantangan terhadap Keamanan Nasional
Pakistan: Sebuah Analisis. Electronic Research Journals.
APP. (2020). India menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata. Tribun.com.
Bisma. (2021). Keheningan Kolektif tentang Kekerasan Terhadap Perempuan
Bersuara Keras di Lembah Kashmir. THE WIRE.
Icha. (2009). IMPLIKASI KONFLIK KASHMIR TERHADAP REGIONAL SECURITY :
KAWASAN ASIA SELATAN. Miss Icha's Blog.

52

You might also like