Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 4

THE EXPERIENCE OF ADOLESCENTS WHO HAD A SUICIDE IDEATION:

A QUALITATIVE STUDY

Cherol Nelson Ering1*, Shanty Wardaningsih2


1,2
Master of Nursing, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta
Corresponding Email: *cherolering11@gmail.com

Abstract

Introduction
Suicidal behavior is the leading cause of death and disability worldwide. More than
700.000 people die of suicide each year; that's the equivalent of one suicide every 40
seconds (WHO, 2021). Suicide cases among adolescents are currently a trend because the
number of cases is high. Data shows as many as 1.5 million adolescents aged 10–24 died
in 2021, or an estimated 4500 every day which makes suicide the second cause of death
(Central for Disease Control and Prevention, 2022b; WHO, 2023). According to the
Ministry of Health of the Republic of Indonesia, it is estimated that the number of suicide
cases will increase, in the United States estimated 54.000 people will die by suicide in
2025, and in Indonesia 1.800 cases every year (KEMENKES, 2021).
According to the WHO (World Health Organization), adolescents are a population
that is vulnerable to suicide (WHO, 2021). This condition occurs because adolescence is a
unique and formative period where physical, emotional, and social changes occur, which
can influence decision-making styles, coping strategies, family and peer relationships,
and victimization, which can affect adolescent health (Wasserman et al., 2021). Suicidal
ideation has been recognized as a major factor in suicide (Franklin et al., 2017; Klonsky
et al., 2016). Suicidal ideation is a broad term used to describe a variety of ruminations,
desires, and preoccupations with death and suicide (Harmer et al., 2022).
Suicidal ideation occurs when a person's self-defense is shaken by stressors. For
example, when someone feels pain both physically and psychologically, that person will
feel hopelessness, which can have a negative impact on individual coping, such as the use
of maladaptive coping (Huen et al., 2015; E. D. Klonsky & May, 2015). According to
IPTS (The Interpersonal-Psychological Theory of Suicide) developed by Joiner in 2005,
suicidal ideation results from a combination of feeling like a burden to others (feeling
burdensome) and social isolation (failed belonging), which results in a desire for death
(Harmer et al., 2020). Most studies reveal that the biggest cause of suicidal ideation in
this state is due to poverty factors such as not having a job, low economic status, and lack
of wealth (Iemmi et al., 2016).
Suicidal ideation in adolescents is a problem and a high burden for low-middle
Income Countries (Renaud et al., 2022). Research reveals that 75% of suicides occur in
low-middle Income Countries (Bantjes et al., 2016). Globally, the highest prevalence of
suicidal ideation is in Africa at 21%, and the lowest is in Asia at 8% (Biswas et al., 2020).
In Indonesia, 55% of people with depression have suicidal ideas (KEMENKES, 2022).
Meanwhile, a study of adolescent suicidal ideation in North Sulawesi, especially in North
Minahasa, showed that 84.3% of adolescent had suicidal ideation in the low category,
14.3% in the medium category, and 1.3% in the high category Kaligis, 2023).
Suicide can have a negative impact on families, communities, and the country.
Suicide affects the health and well-being of friends, loved ones, co-workers, and
communities, with surviving family and friends experiencing prolonged grief, shock,
anger, guilt, symptoms of depression or anxiety, and even suicidal thoughts (Boussat et
al., 2022; CDC, 2023a). Apart from that, suicide can cause economic losses for a number
of countries because they have to provide compensation for suicide victims which is quite
expensive (Doran & Kinchin, 2020; Kinchin & Doran, 2017; Schaughency et al., 2021).
The government works together to combat suicidal ideation among adolescent with
various prevention and treatment programs. Prevention programs such as strengthening
economic support, creating environmental safeguards, improving access and delivery of
suicide care, increasing healthy connections, reducing harm, and preventing future risks,
teaching coping and problem-solving skills, identifying and supporting people at risk
(CDC, 2023c). As well as treatment in the form of safety planning, follow-up telephone
calls, providing psychotherapy in the form of cognitive therapy, dialectical behavior
therapy, medication, and collaborative care (National Institute of Mental Health, 2022).
Various programs have been implemented by the government to prevent suicidal
ideation in teenagers but there are still cases of suicide that occur. It seems that some
programs are not working effectively. One of the main causes is the stigma of suicide
(Nicholas et al., 2023). Research shows that the stigma felt by suicide is that they feel
humiliated, blamed, judged so that they self-isolate (Evans & Abrahamson, 2020;
Kučukalić & Kučukalić, 2017; Oexle et al., 2017). These conditions make adolescent
reluctant to seek help and disclose suicide from health services or other people so that
suicide cannot be prevented (Oexle et al., 2020).
Banyak penelitian kualitatif sebelumnya telah meneliti tentang ide bunuh diri pada
remaja seperti faktor-faktor penyebab ide bunuh diri dan bagaimana faktor tersebut
berkonstribusi terhadap ide bunuh diri (Musyimi et al., 2020; O’Brien et al., 2021;
Valdez-Santiago et al., 2020; Vivier et al., 2023). Ada juga penelitian kualitatif tentang
bagaimana perilaku remaja mencari bantuan ketika mengalami ide bunuh diri (Molock et
al., 2007) dan bagaimana remaja memandang bunuh diri (Orri et al., 2014). Namun saat
ini, belum ada penelitian terkait yang meneliti tentang bagaimana pengalaman remaja saat
mengalami ide bunuh diri. Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman
remaja yang mempunya ide bunuh diri.

Methods
Design
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi untuk menggali lebih dalam tentang pengalaman hidup
remaja yang pernah mengalami ide bunuh diri.

Setting and Sample


Penelitian ini dilakukan di SMPN2 (Sekolah Menengah Pertama Negeri 2) Airmadidi,
Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu
purposive sampling dengan kriteria inklusi remaja yang berusia diantara 10-18 tahun dan
remaja yang pernah melakukan percobaan bunuh diri dalam waktu 1 tahun terakhir, dan
kriteria eksklusi remaja yang tidak kooperatif, remaja dengan gangguan psikotik,
skizofrenia, dan remaja yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Jumlah partisipan dalam
penelitian ini berjumlah 8 partisipan.

Data collection
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan wawancara mendalam secara
face-to-face yang dilakukan pada bulan Oktober-November 2023. Wawancara dilakukan
oleh penulis pertama (CNE), seorang mahasiswa pascasarjana Magister Keperawatan di
Indonesia yang paham dengan budaya yang dianut oleh partisipan penelitian. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara semi terstruktur. Panduan
wawancara telah divalidasi oleh tiga orang ekspert dalam kesehatan mental untuk
memeriksa kejelasan pertanyaan. Durasi wawancara berkisar antara 30 hingga 60 menit
dengan pertanyaan wawancara: 1) Apakah ada masalah yang pernah membuat anda
berpikir untuk menyakiti dirimu sendiri atau mengakhiri hidupmu?, 2) Dapatkan kamu
ceritakan, apa yang terpikir pada saat pikiran bunuh diri itu muncul? Apa yang dulu
mencetuskan? 3) Kapan pikiran itu muncul?, 4) Seberapa sering pikiran itu muncul?, 5)
Kapan pikiran tersebut menjadi lebih parah?, 6) Apa yang dulu menghambat kamu dan
kamu pikirkan untuk tidak melakukannya? Apa yang kamu ingat saat itu?, dan 7) Jika
anda berpikir mengambil nyawa anda sendiri, apa yang anda bayangkan akan terjadi
setelah anda mati bagi orang-orang yang penting bagi anda?

Data Analysis
Analisa data menggunakan metode analisis kerangka yang dikembangkan oleh Jane
Ritchie dan Liz Spencer. Ada lima tahap analisis dalam penelitian ini: (a) pengenalan data
(yaitu membaca dan membaca kembali transkrip, mendengarkan kembali rekaman audio
wawancara) untuk meningkatkan keakraban; (b) membangun kerangka tematik awal
(yaitu isu-isu yang muncul dari proses sosialisasi); (c) mengindeks dan mengurutkan data
(yaitu kerangka tematik awal diterapkan pada data); (d) pembuatan bagan (yaitu data
disusun ulang menurut tema yang sesuai dalam matriks kerangka kerja dengan ringkasan
kutipan peserta); dan (e) memetakan dan menafsirkan data (yaitu keterangan partisipan
dibandingkan untuk menemukan perbedaan dan persamaan). Semua penulis secara
mandiri membaca dan membaca ulang transkrip wawancara yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh CNE untuk mengembangkan kerangka tematik awal. Kerangka
tematik awal ini kemudian didiskusikan dengan tim selama pertemuan rutin tim untuk
meninjau tema dan memeriksa ketidakkonsistenan, klarifikasi atau tema yang hilang.
Setelah kerangka tematik awal dibangun, CNE kemudian mengkodekan data selebihnya.
Sepanjang proses ini, penulis terus mengadakan pertemuan rutin untuk menyempurnakan
analisis, dan dengan demikian menyelesaikan tema yang diekstraksi. Peneliti
menggunakan bantuan software NVivo 12 Plus untuk analisa data, dan untuk pelaporan
naskah ini peneliti menggunakan COREQ (Consolidated criteria for reporting qualitative
research).

Ethical Considerations
Izin etis untuk penelitian ini diperoleh dari komite etik penelitian di STIKES Buleleng
Bali di Indonesia 608/EC-KEPK-SB/VIII/2023. Penelitian ini sesuai dengan prinsip-
prinsip etik. Semua peserta menerima informasi menyeluruh tentang penelitian ini dan
diberitahu bahwa partisipasi mereka bersifat sukarela dan mereka dapat mengundurkan
diri dari penelitian kapan saja tanpa konsekuensi apa pun. Informed consent diperoleh
dari semua partisipan yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Untuk
memastikan kerahasiaan, semua informasi yang dapat diidentifikasi tentang individu telah
dihapus dari semua ekstrak data yang dipublikasikan. Ketelitian dicapai melalui
credibility (keterlibatan yang berkepanjangan dengan para peserta, mengirim transkrip
wawancara pada partisipan), transferability (peneliti membuat laporan yang jelas dan
terperinci serta terurai secara sistematis dan dapat dipercayai), dependability
(menggunakan NVivo 12 Plus untuk menyimpan dan mengelola data bertujuan untuk
memfasilitasi jejak audit agar lebih ditingkatkan keteguhan), dan confirmability (untuk
meningkatkan konfirmabilitas, dilakukan prosedur pengecekan dan pengecekan ulang
data penelitian. Sepanjang proses analisis, interpretasi terus-menerus dibagikan dan
didiskusikan tim peneliti).

You might also like