Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

Volume 5 Issue 1, April 2023: pp. 277-289.


Copyright © 2023 Halu Oleo Legal Research. Faculty of Law, Halu Oleo University, Kendari,
Southeast Sulawesi, Indonesia.
Open Access at: https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/

Halu Oleo Legal Research is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License, which permits unrestricted use,
distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Penegakan Sanksi Kode Etik Profesi Kepolisian terhadap


Anggota Polri Melakukan Pungutan Liar

Enforcing the Sanctions of the Police Professional Code of Ethics Against


Members of the Indonesian National Police Performing Illegal Fees

Muhammad Jufri Dewa1, La Sensu 2, Oheo Kaimuddin Haris3,


Guasman Tatawu4, Muhammad Sabaruddin Sinapoy5, Prianto Teguh Nugroho 6
1. Universitas Halu Oleo, Indonesia, E-mail: muh.jufridewa@yahoo.com.
2. Universitas Halu Oleo, Indonesia, E-mail: lasensu18@gmail.com.
3. Universitas Halu Oleo, Indonesia, E-mail: oheokh@gmail.com.
4. Universitas Halu Oleo, Indonesia, E-mail: gtatawu@gmail.com.
5. Universitas Halu Oleo, Indonesia, E-mail: sabaruddinsinapoy@yahoo.com.
6. Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Indonesia. E-mail: priteguh1995@gmail.com.

Abstract: This study discusses the enforcement of sanctions on the police professional code of ethics against
members of the National Police who commit illegal levies. The research method used is normative legal research
with statutory, case and conceptual approaches. The results of the research show that the enforcement of the code
of ethics sanctions against members of the Police who carry out illegal levies has been legally fulfilled and the Police
Code of Ethics Commission imposes sanctions in the form of disorganized behavior and PTDH as members of the
Police. Profession and Security Authority (Propam) in enforcing sanctions on the code of ethics is also considered
important for maintaining the discipline and professionalism of Polri members in carrying out their duties and
enforcing the law in society.
Keyword: Enforcement of Professional Code of Ethics Sanctions; Police Members Illegal Fees
Abstrak: Penelitian ini membahas tentang penegakan sanksi kode etik profesi kepolisian terhadap anggota Polri
yang melakukan pungutan liar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan sanksi
kode etik terhadap anggota Polri yang melakukan pungutan liar telah terpenuhi secara sah dan Komisi Kode Etik
Kepolisian menjatuhkan sanksi berupa perilaku tercela dan PTDH sebagai anggota Polri. Kewenangan Profesi dan
Pengamanan (Propam) dalam menegakkan sanksi kode etik juga dianggap penting untuk menjaga disiplin dan
profesionalisme anggota Polri dalam pelaksanaan tugas dan penegakan hukum di masyarakat.
Kata kunci: Penegakan Sanksi Kode Etik Profesi; Anggota Polri; Pungutan Liar

PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara hukum1 berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjunjung tinggi hak-hak dari setiap warga
negara dan menjalankan hukum sebagaimana mestinya, baik pembentukan hukumnya
maupun penegakannya. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3).

277
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

1945 dijelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat),
bukan negara kekuasaan (machtssaat).2 Negara hukum mengandung asas “equal”,
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, disebutkan
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Dalam konsep negara hukum segala kebijakan, perbuatan dan tindakan, baik yang dilakukan
oleh Pejabat Pemerintahan (Kepolisian) maupun yang dilakukan oleh masyarakat harus
tunduk dan berdasarkan pada hukum positif yang berlaku. Jika tidak maka tindakan
dan/atau perbuatan tersebut adalah tindakan kesewenang-wenangan (melanggar hukum).

Di negara hukum seperti Indonesia tentunya diperlukan penegakan hukum agar


maksimalnya efektivitas norma hukum yang berlaku; namun tidak bisa dipungkiri bahwa
penegakan hukum di Indonesia belum terlaksana dengan efektif.3

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu penegak hukum yang memiliki
kewajiban berupa; menjaga agar ketertiban masyarakat terpelihara dengan aman, dan
melakukan penegakan hukum dan melindungi serta memberi pelayanan pada masyarakat.4
Dalam menjalankan kewajiban kepolisian tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadinya
pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian, maka tindakan tersebut diberikan sanksi
(hukuman). Pemberian hukuman kepada anggota Polri yang melanggar disiplin Kode Etik
Profesi berdasarkan keputusan sidang disiplin atau sidang Komisi Kode Etik Kepolisian
belum mengikat karena pemberian hukuman dilakukan oleh atasan dari anggota tersebut.
Putusan sidang Komisi Kode Etik Kepolisian hanya bersifat berupa rekomendasi yang
didasari kenyataan hukum yang muncul di persidangan. Tugas tersebut dilakukan oleh
Profesi dan Pengamanan (Propam) yang bertugas melakukan pembinaan dan
penyelenggaraan terhadap fungsi dan tanggung jawab profesi serta memberikan
pengalaman di lingkungan Polri dan menegakkan kedisiplinan di wilayah Polri serta
melayani masyarakat yang melakukan pengaduan berkaitan dengan ditemukannya
tindakan yang tidak sesuai diperbuat anggota Polri.5 Pungli pada umumnya dilakukan oleh
oknum pegawai dari suatu instansi, bahkan oleh oknum petugas, tak terkecuali oknum
aparat kepolisian.6

Polisi seharusnya bertugas untuk mengayomi dan melindungi masyarakat, sehingga tidak
seharusnya melakukan pungutan liar. Namun, masih terjadi perbuatan oknum polisi yang
melakukan pungutan liar seperti kasus yang disebutkan dalam Putusan Sidang Komisi Kode
Etik Profesi Polri Nomor PUT KKEP/17/X/2022/KKEP. Dalam putusan tersebut, Brigadir La

2 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 346.
3 Satriya Nugraha, “Hubungan antara Kepolisian dan Pemerintah Daerah dalam Menegakkan Ketertiban
Masyarakat,” Morality Vol. 4, No. 1 (2018): 49.
4 Ida Bagus Kade Danendra, “Kedudukan dan Fungsi Kepolisian dalam Struktur Organisasi Negara
Republik Indonesia,” Lex Crimen Vol. 1, No. 4 (2012).
5 Sadjijono, Etika Profesi Hukum: Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi Kode Etik
Profesi Polri (Jakarta: Laksbang Mediatama, 2008), 152.
6 I Putu Gede Budihartawan, I Ketut Sukadana, dan I Nyoman Gede Sugiartha, “Sanksi Hukum terhadap
Anggota Kepolisian yang Melakukan Pungutan Liar,” Jurnal Preferensi Hukum Vol. 1, No. 1 (Juli 27,
2020): 152, https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehum/article/view/1999.

278
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

Isarmono diduga melakukan permintaan/menerima sejumlah uang dari pelapor atas nama
Perempuan Indah Raulia Idris untuk mempercepat penanganan perkara yang ditanganinya.
Karena perbuatan tersebut melanggar Kode Etik Profesi Polri, Brigadir La Isarmono dijatuhi
sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan PTDH sebagai
anggota Polri.

Pelanggaran seperti yang dilakukan oleh Brigadir La Isarmono di atas adalah suatu bentuk
penyimpangan perilaku anggota Polri yang harus ditegakkan disiplin dan Kode Etik
Kepolisian. Dalam upaya tersebut, penegakan disiplin dan Kode Etik Kepolisian sangat
penting guna memastikan terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan
profesionalisme Polri. Polisi sebagai pelayan masyarakat haruslah dapat menegakkan
keadilan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, bukan melakukan tindakan
yang merugikan masyarakat.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang lazim disebut
dengan istilah penelitian hukum doktrinal atau penelitian dogmatik. Bahkan ada juga yang
menyebutkan dengan istilah penelitian hukum teoritis. Perbedaan istilah tersebut tidak
menimbulkan perbedaan secara substansi maupun perbedaan metodologis, hanya diikuti
dengan penjelasan yang bersifat normatif saja, tanpa ada penjelasan yang lebih detail.

PENEGAKAN SANKSI KODE ETIK PROFESI TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN


REPUBLIK INDONESIA YANG MELAKUKAN PUNGUTAN LIAR
Faktor Terjadinya Pelanggaran Pungutan Liar oleh Anggota Kepolisian
Secara umum pungutan liar kini semakin merajalela seiring perkembangan zaman ditambah
dengan perekonomian yang semakin kompleks. Pungutan liar adalah masalah yang klasik,
orang-orang memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu.
Secara yuridis, belum ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang perbuatan
pungutan liar, namun perbuatan ini dapat dipersamakan dalam perbuatan korupsi, suap-
menyuap, bahkan pemerasan. Hal ini dikarenakan unsur-unsur dari perbuatan ini seperti;
menguntungkan diri sendiri atau orang lain; melanggar ketentuan yang berlaku;
menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang; memaksa dan/atau secara sadar
memberikan serta menerima sesuatu dengan tujuan tertentu.

Uraian tersebut, merujuk pada ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 atas
perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Sebelum menguraikan secara detail faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pungutan liar di lingkup kepolisian. Pungutan liar sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan

279
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

kepolisian, tetapi juga di instansi-instansi lain, di antaranya: dalam sektor pendidikan;


pertahanan; cukai dan pajak; kepegawaian; perhubungan; perizinan dan lainnya.7

Ada pendapat mengatakan bahwa “pungutan liar ini sebenarnya terjadi karena peran aktif
masyarakat; anggota polisi yang baik dan profesional sudah di didik dan tahu mana yang
benar dan mana salah; namun di mana ketika ada partisipasi aktif dari masyarakat yang
menginginkan pelayanan instan dengan memanfaatkan keadaan tanpa melalui prosedur
yang ada.”8 Hal ini bukan berarti cenderung menyalahkan masyarakat atas penyebab
terjadinya pungutan liar dan suap, karena salah satu faktor penting penegakan hukum yang
efektif adalah “kesadaran hukum masyarakat itu sendiri; tanpa kesadaran hukum
masyarakat itu sendiri mustahil hukum dapat ditegakkan secara efektif”.

Dari aspek parameter profesionalisme polisi tersebut berarti, setiap anggota polisi dalam
melaksanakan kewajiban (tugas-tugasnya) dengan baik sesuai dengan prosedur dan
mendapatkan hak-haknya setelah menjalankan kewajibannya. Anggota kepolisian
menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur, namun ketika polisi dihadapkan dengan
masyarakat yang tidak menginginkan prosedur yang ada, dalam artian prosedur tersebut
rumit atau dirumitkan oleh petugas, seharusnya anggota kepolisian juga harus tetap pada
profesionalitasnya sesuai dengan prosedur yang ada. Namun, kadang terjadi ketika
masyarakat mulai lelah dengan suatu proses pelayanan yang rumit tersebut dan ketika
meminta tolong kepada petugas (anggota polisi) dan petugas (anggota polisi) tersebut pun
membantu dengan cara yang tidak tepat dan menyalahi peraturan.

Jika masyarakat berperan aktif yang memulai dan meminta bantuan untuk prosedur yang
instan dengan memanfaatkan petugas (anggota kepolisian) dan yang bersangkutan juga
“mengiyakan” maka masyarakat tidak dapat disalahkan begitu saja, tetapi petugas (anggota
kepolisian) juga salah, karena petugas yang bersangkutan menyalahi “wewenangnya” dan di
sini keduanya saling memberi dan menerima.9

Penegakan Sanksi Kode Etik Profesi Terhadap Anggota Kepolisian Republik


Indonesia Yang Melakukan Pungutan Liar
Penegak hukum adalah petugas dari badan-badan yang kompeten dalam menangani
masalah keadilan yang tugasnya menyelesaikan konflik atau kasus hukum. Esensi dari
penegakan hukum adalah proses mengubah keinginan dan gagasan hukum menjadi
kenyataan. Tegaknya hukum sangat erat kaitannya dengan pejabat penegak hukum.

Dalam kaitannya dengan penegakan hukum (sanksi Kode Etik Profesi Kepolisian) bagi
anggota kepolisian yang melakukan pungutan liar dapat dilakukan melalui sistem pidana
umum dan melalui proses internal kepolisian (sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian).
Pada pembahasan Tesis ini penegakan hukum fokus pada penegakan sanksi administrasi
dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian bagi anggota Polisi yang melakukan pelanggaran

7 Nur Dinas Rachmasari, “Penegakan Hukum Kejahatan Pungutan Liar oleh Aparat Kepolisian”
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2017), 67.
8 Wawancara oleh IPDA Adhy Irawan, pada Subbid Profesi Bid Propam Polda DIY.
9 Rachmasari, “Penegakan Hukum Kejahatan Pungutan Liar oleh Aparat Kepolisian,” 70–71.

280
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU Nomor 2


Tahun 2002 tentang Kepolisian; yaitu “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”.

Pada hakikatnya penegakan hukum terhadap setiap anggota kepolisian yang melakukan
pelanggaran dalam melaksanakan tugas pokoknya, antara lain berupa pungutan liar
berdasarkan laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat bahkan temuan internal
Kepolisian baik oleh Bid. Propam maupun pimpinan langsung. Laporan atau pengaduan dari
masyarakat disampaikan melalui sentral pelayanan pengaduan Propam. Selanjutnya, Kabid
Propam mendisposisikan kepada bagian provos (Kasubbid Provos) melalui Kepala Unit
Penyidik (Kanitidik) untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap anggota
yang diduga melakukan tindak pidana maupun pelanggaran disiplin dan Kode Etik Profesi,
berikut kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian pada Kesatuan Polda Sultra, yang
melakukan pungutan liar dengan telaah, kajian dan analisis Penulis terhadap kasus
pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian bagi anggota kepolisian yang melakukan pungutan
liar, oleh Brigadir La Isarmono (LI) berdasarkan Putusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi
Polri, Nomor: PUT KKEP/17/X/2022/KKEP, terhadap terduga pelanggar:

Brigadir La Ismono dengan NRP 93030010 lahir di Raha pada tanggal 2 Maret 1993 dan
merupakan seorang laki-laki berkebangsaan Indonesia. Saat ini, ia tinggal di Jln. H Lamuse
Kel. Lepo-lepo, Kec. Baruga Kendari dan beragama Islam. Brigadir La Ismono bekerja sebagai
anggota Polri di Polda Sultra dengan jabatan Ba Yanma. Namun, pada tanggal 7 Maret 2022,
terdapat laporan Polisi Nomor LP/12-A/III/2022/Yanduan yang menyebutkan bahwa ia
diduga melakukan pelanggaran terhadap KEPP Nomor 23/VIII/2022/Subbidwabprof.
Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 2022, dilakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara
tersebut. Pada akhirnya, pada tanggal 7 Oktober 2022, Brigadir La Ismono dituduh
melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; Pasal 7 ayat (1) huruf b, dan
Pasal 15 huruf d Perkap Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dalam sidang
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang diselenggarakan.

Menelaah dan menganalisis kasus pungutan liar yang dilakukan oleh anggota Kepolisian,
sebagaimana diuraikan dalam kasus pungutan liar yang dilakukan oleh Brigadir La Ismono,
maka tindakan dan/atau perbuatan yang dilakukan oleh terduga pelanggar Saudara La
Isarmono, dari aspek hukum administrasi (Perundang-undangan); dan Kode Etik Profesi
Kepolisian, telah melanggar ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 14 ayat (1) huruf c dan huruf k;
Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dan huruf k tersebut, disebutkan “Dalam melaksanakan
tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia “bertugas”: … huruf c. “membina masyarakat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan”; dan
huruf k “memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian, ...”.

281
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

Makna dari frasa huruf c dan huruf k Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002, bahwa
anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas pokok wajib membina masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi kepatuhan dan/atau ketaatan dan/atau kesadaran hukum
(termasuk larangan memberi sesuatu kepada aparat hukum dalam hal berurusan);
sebagai bentuk edukasi kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; sedang huruf k, bermakna anggota kepolisian dalam menjalankan tugas
pokok wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat secara prima tanpa mengharap
sesuatu (berupa imbalan), karena Polisi adalah abdi negara dan abdi masyarakat.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13 ayat (1), “Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian
Negara Republik Indonesia karena, melanggar Sumpah/Janji anggota Kepolisian,
Sumpah/Janji Jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia”.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
a. Pasal 3 disebutkan, “Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Wajib: … huruf g. menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas
kedinasan maupun yang berlaku secara umum, ...”.
b. Pasal 4 disebutkan “Dalam melaksanakan tugas, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia Wajib: … huruf d. melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan
penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab; dan huruf f. menaati segala peraturan
perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku”.
c. Pasal 5 disebutkan “Dalam melaksanakan tugas, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia di larang: a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan
kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia; ... huruf i. menjadi perantara/makelar perkara”.
d. Pasal 6 disebutkan “Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dilarang: ... huruf q. menyalahgunakan wewenang; dan ... huruf w.
melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan pribadi,
golongan, atau pihak lain; ...”.
4. Peraturan Kepolisian Negara Republik Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi
dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, dan
Pasal 12.
a. Pasal 5 ayat (1) disebutkan “Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan wajib: ...
huruf b. menjaga dan meningkatkan citra, solidaritas, kredibilitas, reputasi, dan
kehormatan Polri; dan huruf c. menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab
secara profesional, proporsional, dan prosedur; ...”.
b. Pasal 7 disebutkan “Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan wajib: ... huruf
c. memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman,
transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

282
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

undangan; dan huruf f. menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan


menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat; ...”.
c. Pasal 10 ayat (1) disebutkan “Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan
dilarang: ... huruf d. menyalahgunakan wewenang dalam melaksanakan tugas
kedinasan; ...”.
d. Pasal 12 disebutkan “Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, di larang: ...
huruf h. membebankan biaya dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan
peraturan perundang-undangan; ...”.

Pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan (UU Nomor 2 Tahun 2002; PP


Nomor 2 Tahun 2003; dan Perkap Nomor 7 Tahun 2022) sebagaimana telah diuraikan
terdahulu, bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa
tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin, sebagai wujud dan/atau bentuk Penegakan
Sanksi Kode Etik Terhadap Anggota Kepolisian Republik Indonesia yang melakukan
pungutan liar, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 PP Nomor 2 Tahun 2003, disebutkan
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran
Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa
tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin”, dan Pasal 16 ayat (1), “... huruf b. Pelanggaran
KEPP merupakan pelanggaran dengan kategori: 1. Ringan; 2. Sedang; dan 3. Berat”.

Pelanggaran Peraturan Disiplin dimaksud, berupa ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin. Tindakan disiplin
adalah serangkaian teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang
dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
sedangkan Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak
menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Disiplin.

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KEPP
adalah norma atau aturan moral baik tertulis maupun tidak tertulis yang menjadi pedoman
sikap, perilaku dan perbuatan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab serta kehidupan sehari-hari.

KEWENANGAN PROFESI DAN PENGAMANAN DALAM MENEGAKKAN SANKSI KODE


ETIK PROFESI TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA YANG
MELAKUKAN PUNGUTAN LIAR
Kewenangan Propam dalam Penegakan Sanksi Kode Etik Profesi Kepolisian
Terhadap Anggota Kepolisian Yang Melakukan Pungutan Liar
Kewenangan10 atau wewenang merupakan kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau
bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi peraturan hukum dalam

10 La Sensu et al., “Kewenangan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Pelayanan Pemerintah Desa
Batubanawa Kec. Mawasangka Timur Kab. Buton Tengah Kepada Masyarakat,” Halu Oleo Legal … Vol. 4,
No. 2 (2022): 288–307, https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/article/download/53/23.

283
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

lingkup melaksanakan kewajiban publik11 Secara konsepsional penggunaan kewenangan


dan wewenang merupakan hal yang berbeda. Kewenangan dikonsepsikan sebagai hak untuk
menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan
standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan
tertentu;12 Wewenang secara yuridis, pada hakikatnya hak dan kewajiban (rechten en
plichten).

R.C. Davis dalam bukunya “Fundamentals of Management: Authority”, Wewenang dalam


Hukum Administrasi Negara adalah hak yang cukup, yang memungkinkan seseorang dapat
menyelesaikan suatu tugas/kewajiban tertentu. Jadi, wewenang adalah dasar untuk
bertindak, berbuat dan melakukan kegiatan/aktivitas organisasi. Tanpa wewenang orang
tidak dapat berbuat apa-apa.13

Penegakan disiplin dan Kode Etik Profesi Kepolisian sangat penting guna mewujudkan
pelaksanaan tugas pokok yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat
tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya
sendiri (Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan
ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau
pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Sebelum membahas lebih jauh “Kode Etik Profesi Kepolisian”; alangkah baiknya dipahami
dulu “Kode Etik Profesi” sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari-hari atau merupakan daftar kewajiban dalam
menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat
mereka dalam praktik. Kode etik profesi berisi nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana
pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi
bertindak atau berperilaku atau berbuat dalam menjalankan profesinya. Jadi nilai-nilai yang
terkandung dalam kode etik profesi adalah nilai-nilai etis. Kode etik profesi lahir dari dalam
lembaga atau organisasi profesi itu sendiri yang kemudian mengikat secara moral bagi
seluruh anggota yang tergabung dalam organisasi profesi tersebut, oleh karena itu antara
organisasi profesi yang satu dengan organisasi lainnya memiliki rumusan kode etik profesi
yang berbeda-beda, baik unsur normanya maupun ruang lingkup dan wilayah berlakunya.

Kode Etik Profesi Kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan profesional, tetapi juga
telah diatur secara normatif dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa “norma-norma atau aturan-aturan
yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku

11 Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang,” Yuridika Vol. 5, No. 1 (1997): 1.


12 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia,
2007), 93.
13 R.C. Davis, dalam Tim JDIH Pusat BPK, “Wewenang dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum
Administrasi Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014,” Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia, 3–4, last modified 2017, diakses Agustus 8, 2022, https://ntt.bpk.go.id/wp-
content/uploads/2018/01/1.-tulisan-hukum-2017_penyalahgunaan-wewenang-release.pdf.

284
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
jabatan”.

Adapun tujuan Kode Etik Profesi Kepolisian adalah berusaha meletakkan etika kepolisian
secara proporsional dalam kaitannya dengan masyarakat, sekaligus juga bagi polisi berusaha
memberikan bekal keyakinan bahwa internalisasi etika kepolisian yang benar, baik dan
kokoh, merupakan sarana untuk:14 a. mewujudkan kepercayaan diri dan kebanggaan
sebagai seorang polisi, yang kemudian dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat; b.
mencapai sukses penugasan; c. membina kebersamaan, kemitraan sebagai dasar
membentuk partisipasi masyarakat; dan d. mewujudkan polisi yang profesional, efektif,
efisien dan modern, yang bersih dan berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Sebagai pegawai negeri, maka syarat pengangkatan dan
pemberhentian anggota Polri terkait pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
lingkungan Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 30 ayat (1) UU
Nomor 2 Tahun 2002, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan
dengan hormat atau tidak dengan hormat”. Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 2 Tahun
2002; Ayat (1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia; ayat (2) Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengembangan fungsi
Kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di lingkungannya. Selanjutnya, Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun
2002, Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 7 disebutkan “Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi Sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau
hukuman disiplin”. Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik; dan
hukum disiplin berupa: a. teguran tertulis; b. penundaan mengikuti pendidikan paling lam 1
(satu) tahun; c. penundaan kenaikan gaji berkala; d. penundaan kenaikan pangkat untuk
paling lama 1 (satu) tahun; e. mutasi yang bersifat demosi; f. pembebasan dari jabatan; dan
g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.15

Untuk mengawasi pelaksanaan tugas anggota Polri dalam memelihara Kamtibmas;


Penegakan Hukum; Melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat, dilakukan oleh
sebuah divisi internal yang bertugas langsung mengawasi, yaitu PROPAM (Profesi dan

14 Lundu Harapan Situmorang, “Fungsi Kode Etik Kepolisian dalam Mencegah Penyalahgunaan Wewenang
Sebagai Aparat Penegak Hukum,” Jurnal Serviens in Lumine Veritatis (2016): 8.
15 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Pasal 8 dan Pasal 9.

285
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

Pengamanan) Polri yang terdiri dari Provos Polri; Profesi Polri; dan Paminal Polri. Sebelum
terbentuknya Propam Polri, Provos Polri bekerja sendiri dalam melaksanakan pengawasan
dan penindakan terhadap anggota Polri yang bermasalah sehingga pengawasannya dinilai
sangat kurang, walaupun saat itu masih bergabung dengan ABRI ada yang membantu
mengawasi yaitu PAMSAN (Pengamanan dan Sandi) di bawah Intelpam (sekarang berganti
Intelkam) namun program dan pengawasan tidak bisa maksimal dikarenakan perbedaan
tugas pokoknya.16

Setelah terbentuknya Propam Polri, tingkat pelanggaran anggota Polri baik pelanggaran
biasa, pelanggaran Kode Etik dan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum anggota Polri
dapat dikurangi karena pengawasan dilaksanakan secara berjenjang dan melekat pada tiap-
tiap kesatuan mulai dari Mabes Polri sampai Polsek.

Tugas Propam Polri dalam memperbaiki citra Polri di masyarakat sering kali mendapat
hambatan baik dari luar maupun dari dalam tubuh Polri sendiri. Masih ditemukannya
oknum anggota Polri yang menjadi backing tempat hiburan atau backing illegal mining, dan
illegal logging ini adalah bukti masih banyaknya oknum anggota Polri yang belum bisa
menempatkan diri sebagai abdi negara penegak hukum. Sesuai visi Propam Polri
terwujudnya pengamanan internal, penegakan tata tertib, disiplin dan tegaknya hukum serta
terbinanya dan terselenggaranya pertanggung jawaban Profesi sehingga terminimalisasinya
penyimpangan perilaku anggota atau PNS Polri serta misi Polri ke depan dalam pelaksanaan
tugas pokoknya, baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan maupun
kegiatan operasional yaitu:

1. Menyelenggarakan fungsi pelayanan terhadap pengaduan/laporan masyarakat tentang


sikap perilaku dan penyimpangan anggota /PNS Polri;
2. Menyelenggarakan dan pengamanan internal, meliputi pengamanan personil materiil,
kegiatan dan bahan keterangan di lingkungan Polri termasuk penyelidikan terhadap
kasus dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas Polri;
3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat akan
kinerja dan profesionalisme;
4. Meningkatkan upaya konsolidasi ke dalam (Internal Divpropam Polri) sebagai upaya
menyamakan Visi dan Misi Divpropam Polri ke depan;
5. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi
supremasi hukum dan hak asasi manusia dengan menyelesaikan perkara dan
penanganan personil Polri yang bermasalah supaya mendapat kepastian hukum dan
rasa keadilan;
6. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan personil guna peningkatan pelaksanaan
tugas.

Dalam kaitannya dengan upaya Propam dalam penegakan sanksi Kode Etik Profesi
Kepolisian sangat penting guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan

16 Ngatiya, “Penegakan Hukum Kode Etik Profesi Polri terhadap Anggota Polri yang Melakukan Tindak
Pidana (Studi Kasus pada Polresta Pontianak),” Jurnal Nestor Magister Hukum Vol. 2, No. 2 (2012): 17.

286
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

tercapainya profesionalisme Kepolisian. Sangat tidak mungkin penegak hukum dapat


berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri dalam hal ini Kepolisian tidak
disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan ketidakprofesionalan anggota
kepolisian akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan
kejahatan yang terjadi di masyarakat. Oleh Karena itu fungsi, peranan, dan kewenangan
Profesi dan Pengamanan Polri di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi
penting karena akan memberikan dampak terhadap penegakan disiplin anggota Kepolisian
dan terutama penegakan Kode Etik Profesi Kepolisian.17

Peranan dan/atau kewenangan Propam dalam Institusi Kepolisian Negara Republik


Indonesia sangat penting terutama mengawasi dan menegakkan dalam setiap tindakan
anggota Polisi agar tidak melakukan tindakan di luar fungsi dan wewenang dari Polisi, dalam
lembaga kepolisian. Propam yang bertugas memberikan pembinaan dan penyelenggaraan
fungsi pertanggungjawaban profesi dari tindakan-tindakan yang dilakukan dan
pengamanan internal terutama dalam menegakkan kedisiplinan dan ketertiban di
lingkungan Polri, dan memberikan pelayanan masyarakat. Oleh sebab itu Propam memiliki
peranan penting dan sangat dibutuhkan demi terwujudnya keamanan, ketertiban, terhadap
masyarakat bangsa dan negara sehingga Propam harus bekerja ekstra demi melindungi
masyarakat serta mengayomi dan memberikan pelayanan bagi masyarakat agar terpelihara
ketenteraman bersama yang menunjukkan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Pelaksanaan Sanksi Kode Etik Profesi Kepolisian Terhadap Anggota Kepolisian Yang
Melakukan Pungutan Liar
Penjatuhan sanksi administrasi dan sanksi etika atas pelanggaran Kode Etik Profesi
Kepolisian merupakan salah satu bentuk penegakan hukum disiplin Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Sanksi administrasi adalah sanksi yang diberikan oleh instansi yang
bersangkutan. Oknum Polisi yang melakukan pungutan liar (Pungli) berarti telah melanggar
peraturan disiplin dan kode etik profesi kepolisian, karena setiap anggota Polri wajib
menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pelanggaran terhadap peraturan disiplin dan kode etik profesi
kepolisian akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi berupa: a. sanksi etika;
dan/atau b. sanksi administratif. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 107 Peraturan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia; disebutkan “Pejabat Kepolisian
yang melakukan pelanggaran KEPP dikenakan sanksi berupa: a. sanksi etika; dan/atau b.
sanksi administratif”.

Sanksi Etika, meliputi: a. perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; b.


kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang KKEP dan secara
tertulis kepada Pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan; dan c. kewajiban pelanggar untuk
mengikuti pembinaan rohani, mental dan pengetahuan profesi selama 1 (satu) bulan. Sanksi

17 Soebroto, Wewenang Kepolisian dalam Hukum Kepolisian di Indonesia (Jakarta: Bunga Rampai PTIK,
2004), 41.

287
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

etika tersebut, dikenakan terhadap pelanggar yang melakukan pelanggaran dengan kategori
ringan.18

Sanksi administratif, meliputi: a. mutasi bersifat demosi paling singkat 1 (satu) tahun; b.
penundaan kenaikan pangkat paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun; c.
penundaan pendidikan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun; d.
penempatan pada tempat khusus paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan e.
pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sanksi administratif tersebut, dapat
dikenakan terhadap terduga pelanggar (melakukan pungutan liar) yang melakukan
pelanggaran dengan kategori sedang dan berat.

Penjatuhan sanksi (etika dan administratif) bersifat kumulatif dan/atau alternatif sesuai
dengan penilaian dan pertimbangan Sidang KKEP. Penjatuhan sanksi KEPP tidak
menghapuskan tuntutan pidana dan/atau perdata, dan sanksi KEPP gugur karena terduga
pelanggar meninggal dunia.

Bagi terduga pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi PDTH diberikan kesempatan
untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu
sebelum pelaksanaan Sidang KKEP. Pertimbangan tertentu yang dimaksud, meliputi
Terduga Pelanggar: a. memiliki masa dinas paling sedikit 20 (dua puluh) tahun; b. memiliki
prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri, bangsa dan negara sebelum melakukan
pelanggaran; dan c. tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.

KESIMPULAN
Penegakan sanksi Kode Etik Profesi Kepolisian terhadap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang melakukan pungutan liar dilakukan melalui keterangan para saksi,
terduga pelanggar, barang bukti dan fakta-fakta yang terpenuhi secara sah menurut hukum,
sehingga Komisi Kode Etik Kepolisian menjatuhkan sanksi kepada Brigadir La Ismono
sebagai perbuatan tercela dan memberikan sanksi administrasi berupa PTDH sebagai
anggota Polri. Kewenangan Profesi dan Pengamanan (Propam) dalam penegakan sanksi
Kode Etik Profesi Kepolisian sangat penting karena akan memberikan dampak terhadap
penegakan disiplin anggota kepolisian dan terutama penegakan Kode Etik Profesi Kepolisian,
sehingga penting bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memastikan
profesionalisme anggota kepolisian dan menjaga disiplin untuk mewujudkan tugas yang
dibebankan pada mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Budihartawan, I Putu Gede, I Ketut Sukadana, dan I Nyoman Gede Sugiartha. “Sanksi
Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang Melakukan Pungutan Liar.” Jurnal

18 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 108.

288
Halu Oleo Legal Research | Volume 5, Issue 1, April 2023

Preferensi Hukum Vol. 1, No. 1 (Juli 27, 2020). https://www.ejournal.warmadewa.


ac.id/index.php/juprehum/article/view/1999.
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
Danendra, Ida Bagus Kade. “Kedudukan dan Fungsi Kepolisian dalam Struktur Organisasi
Negara Republik Indonesia.” Lex Crimen Vol. 1, No. 4 (2012).
Gadjong, Agussalim Andi. Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2007.
Hadjon, Philipus M. “Tentang Wewenang.” Yuridika Vol. 5, No. 1 (1997), hal. 3–5.
Ngatiya. “Penegakan Hukum Kode Etik Profesi Polri terhadap Anggota Polri yang
Melakukan Tindak Pidana (Studi Kasus pada Polresta Pontianak).” Jurnal Nestor
Magister Hukum Vol. 2, No. 2 (2012).
Nugraha, Satriya. “Hubungan antara Kepolisian dan Pemerintah Daerah dalam
Menegakkan Ketertiban Masyarakat.” Morality Vol. 4, No. 1 (2018), hal. 1–20.
Rachmasari, Nur Dinas. “Penegakan Hukum Kejahatan Pungutan Liar oleh Aparat
Kepolisian.” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2017.
Sadjijono. Etika Profesi Hukum: Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi
Kode Etik Profesi Polri. Jakarta: Laksbang Mediatama, 2008.
Sensu, La, Guasman Tatawu, Muhammad Jugri Dewa, Oheo Kaimuddin Haris, Muhammad
Sabaruddin Sinapoy, dan Ramli Syarifuddin. “Kewenangan Kepala Desa Dalam
Meningkatkan Pelayanan Pemerintah Desa Batubanawa Kec. Mawasangka Timur
Kab. Buton Tengah Kepada Masyarakat.” Halu Oleo Legal … Vol. 4, No. 2 (2022).
https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/article/download/53/23.
Situmorang, Lundu Harapan. “Fungsi Kode Etik Kepolisian dalam Mencegah
Penyalahgunaan Wewenang Sebagai Aparat Penegak Hukum.” Jurnal Serviens in
Lumine Veritatis (2016).
Soebroto. Wewenang Kepolisian dalam Hukum Kepolisian di Indonesia. Jakarta: Bunga
Rampai PTIK, 2004.
Tim JDIH Pusat BPK. “Wewenang dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum
Administrasi Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.” Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Last modified 2017. Diakses Agustus 8,
2022. https://ntt.bpk.go.id/wp-content/uploads/2018/01/1.-tulisan-hukum-
2017_penyalahgunaan-wewenang-release.pdf.

289

You might also like