Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

Melampaui Kala

Telah lama bercerita; Sang malam dengan sangkakala,


ia bercerita tanpa meminta mata memuja,
entah duka atau bahagia,
pertanda Aku tak lagi menghadap semesta,
melepas jiwa hingga kematian terbuka;

Aku adalah Engkau,


yang menyerupai semua.

Aku adalah Cahaya


yang melahap samsara;

Dalam kejatuhan surga,


dalam ketiadaan Makna dan Nama.
One In Me

As a dream I'm here among the living;


inherit the shunned blessing,
yet that pain couldn't know nothing,
so that time I was laugh upon the dying;

By thou who own the All,


by thou who give the burning Will

In these birth of wound,


then I should behold,
and praise for he ever sun,
for the shining one

Thus in one word of ecstasy,


then I should bow.
Never to know why,
for the winged secret flame

May these words upon my lips,


in shapeless silence which return to the gaping vortex.
at womb of night, I shall reach above
that never doubt lying in beyond.

so if the sky has open wide, beneath my own cries;


thus it's time, let these illusions bend to die
no within, no without, who will be a pieces in endless peace
and I followed, left this tattered flesh.

Never to return

in truth, in life
I am cursed to search
but die to find

May the motion out of stillness, of the one-who-will;


where none are able to turn away between them.
Cross the horizon, which in all time is above time
to the I of the eternal, to reach the Self

As gateway to all understanding


as one and one lead by nothing
as darkness that fumes with formless blazing
so the All was formed of old from vast primordial brine
I am : XI

As black is the color of flame and tombs;


that willing and set the womb.

As red is the color of path and death;


of wound, of ash,
by both are father of man and woman

So speak with your tongues;

I am the cursed ones,


that bleed in the threshold
I am the rite,
thus the love are thine

Who held the blade of regicide

O mine, is the gift;


thus these flesh has gone blurred
as the image and sign,
that dwell within the heart of night
to gazing from nothing
shall belong in suffering
I am is yearning

Who soars the love

Ye darkness within darkness,


where the light would never be born
unless through and be one with thee.

Ye mystery of most dire,


who reaping the Self in final tide
to sail beyond and reach the mouth of nox
Sun-Irae

Redup-pun bertanya;

Mengapa engkau bertanya?


Bukankah diri adalah duri tanpa setangkai nyeri?
maupun benci?

Lalu mengapa pula engkau bersembunyi?


Bukankah merasa sendiri hanya perihal sunyi,
yang tak dapat kau temui?
Hampa Berupa Nada

Dimana realita itu bersembunyi?


dimana kebahagiaan yang selalu engkau puji?
dimana nyawa dari definisi yang engkau sebut mati?

Apakah cinta adalah dirimu?


cinta yang ku maklumi di malam hari
cinta yang berseteru dengan bumi
cinta yang pergi menghangatkan sang benci
cinta yang telah sadar akan ilusi nurani
cinta yang bermimpi tanpa lagi memiliki

Apakah aku adalah dirimu?


Pan-Self

O Black Sun, thou art the Word


my deeds that shine within you
my love which shed the blood upon all
my Will, who embrace the other side

Believe to the I, O mighty Black Sun;

I am the son of un-birth


I am the sworn, that invoke you
I am All, One In Me

Thus a black link between I am and XI


and we shall meet again on the crossroad.
The Dagger of Omega (Hymn)

So loud in the deepest heart


where my spirit yearns
that was the burning sight
shall I bleed?

O Death

May the shores of threshold


lead me to home
be one with the Night
never to return

O Darkness
Cahaya Tanpa Kepala

Dimanakah peluk-mu?
air-mata-ku ingin berseru,
berseteru dan membisu,
tanpa tahu siapa dirimu.

Ini tak serupa dengan luka


yang bertanya dimanakah dirimu berada
ini adalah hampa
suka-cita yang takkan melebur dalam suara
XIII

Dalam hati yang membuta


dan kekal tanpa definisi,
seraya ruang berbisik;
bahwa lingkaran akan hancur
dengan abu ia bangkit, bercahaya.

Aku adalah pusaran menganga,


menyerupai ia serta segala.

menderita, O jiwa tertawa.

menggila adalah kesadaran surga


begitu pula neraka adalah rupa senjakala.

untuk kami, yang begitu tua


memuja sang tiada yang terbagi dua
O ayah, tebaslah segara sang kala
karenanya-lah aku hanya sebuah nama.
Peranakan Fatamorgana

Aku ingin menari, juga menyinari, sejauh belati yang menggapai matahari
Aku ingin terjatuh tak kembali, seperti ia yang berdiri dalam diri ini
Ia yang meludahi ilusi, Ia yang kalian maki.

Aku ingin pergi;


bahwa ia telah berbisik;
bahwa aku telah menyadari,
lalu aku sendiri, tanpa berlari menyambut dirimu;
Mati.

Aku menangis, disini


Karena aku tak ingin bahagia
Karena aku hanya tertawa
O air-mata hampa.
Nameless (Hymn)

Ye the blessing of emptiness-omega


granted the I in shapeless fire
as I am the un-becoming
inlikeness to thee
the Pan
Internal Eyes

I am the nightbringer, for ye the enemy of the dark


gather as fear to face the fearless ones

I am beckoning fire, for Death who shed his light


and pluck the tears when; Come forth to devours the foul of earth

I am nothing

I am the Set-I-one, inlikeness to thou the fullness of emptiness


the Will that sail within me, beneath the bitter moon

I am who's sung aloud, through the great abyss where salvation has ended
follow the mark on your brow to the seven gates of Lawless Chaos
Tanpa Kehidupan

Nyalang-ku perlahan lenyap


perlahan ia pergi menghampiri senyap
walau terluka, darah-ku hanya mampu mendekap
dihadapan dupa yang seolah menatap
tanpa pernah menjadi terucap dan mengucap

Merubah warna, menghadirkan cahaya


bukanlah raga atau indra
melampaui yang tercipta
bersama kekosongan nan sempurna
yang menggema
yang bertahta
tanpa hampa
Bernyanyi, Memuji, dan Mati

Irama bertanya pada-ku saat tertawa


mengapa hilang adalah siksa?
mengapa Ketika tak pernah berdusta?
mengapa kata selalu diam, jika ia adalah senjata?

Raut wajah-ku terpecah, terbelah


merubah segala entah serupa lelah
karena harap tak lagi mampu mencari celah
dan segeralah nista pergi menjadi sebuah kisah

Ku tahu engkau hanyalah segumpal darah


namun mungkinkah engkau bermimpi, berselimutkan tanah?
mimpi yang harus ku mengerti
mimpi yang kau paksa untuk terganti

Maafkan aku, matahari


The Three-tongues Of Trident

Jangan samakan aku dengan sang Bintang


walau cahaya-ku adalah diri-Nya
yang bersinar dan tertelan oleh masa
yang tak mendamba dan memuja
meski waktu mengurung-Nya, melampaui kesadaran
menunggu dalam bayang-bayang semesta
memanggil tanpa suara, aku mendengar tanpa telinga
sungguh aku merangkul-Nya di antara Cinta dan hampa

Membara, kata-dari-jiwa ini bernyawa


menyatu hingga sempurna, meninggalkan raga
jauh disana adalah tempat-ku bersama nyata
kembali ke dalam kegelapan seperti sedia-kala

"Mengapa engkau memalingkan wajah-Mu, Wahai Manusia?"


Ketika makna-Mu hanyalah sebuah roda,
pemutar keangkuhan samsara
dimana surga hanyalah sebatas dunia,
begitu nyata dihadapan mata
seolah-olah bercahaya bagaikan purnama,
namun terpenjara dalam bahagia dan duka
maka lihatlah, gerbang ketiadaan akan terbuka
"LIBERATUS EST"

"Tidakkah Tuhan-Mu begitu sempurna, untuk mengetahui siapa diri-Nya?"


Ketika senja telah tiba
berkumandang bahwa diri-Mu; Manusia adalah Sempurna
diatas segala yang telah tercipta
hingga terlalu buta untuk bertanya
dan menghina Ia yang tak bermula.

"Aku adalah Aku"


O engkau yang tak bermuara
Hadir-ku adalah sebuah luka
yang menapaki rindu bersama jiwa
dan mati dalam diam yang terlupa

Alea Iacta Est.


Un-becoming - 0; All

Berdiri dengan tatapan kosong


dihinggapi rasa akan indahnya waktu saat tak bersuara
dan berdebar melihat langkah mereka begitu buram
meniadakan warna;

"Janganlah ragu untuk menutup mata"

Karena angin begitu buas memburu hening,

"Aku tak merasakannya"

Jelaskan, disini, disini sebuah tanya tetap berdiri


mengisi ketiadaan dengan segala, aku dan dirinya menangis

"Rangkul-lah aku, aku yang membiru


dan tenggelam, lebih dalam,
dan bersimpuh"

O tuan, disanalah raut wajah-Nya menyeringai layaknya wanita


sekelebat dalam hitam ia sedang berdansa
dengan nuansa yang melingkar membentuk lingkaran tulang
membakar sang Elang, menyengat seperti bau belerang

"Kunci adalah tanda-ku, bawalah menuju persimpangan"

Dan hentikan telah menguliti setiap cerita


Ber-irama namun aku tetap disini, berdiri
mengulang tragedi seperti kemarin hari
tatapan kosong?
atau kosonglah yang sebenarnya menatap
aku benar-benar tak ingin tahu
air-mata ini terlahir ambigu

"Lautan selalu mendengar diam-Mu, Ia adalah teriakan-Mu"

O tuan, siapakah dirimu?


biarkan aku melihatmu
sungguh, begitu dingin
saat engkau raih diri ini
rasa hanya merasa
tanpa mata, aku buta, tuan

Namun saat malam tiba, aku selalu berlayar


mengarungi mimpi dunia, tanpa alasan mengapa
menyatukan setiap kata
kata yang engkau pahat dalam jiwa

"Redup-lah seluruh bintang,


bintang yang tercipta atas nama semesta"
Melampaui Mimpi; Eks-tasis

Hari begitu melelahkan, ketika terjadi


begitu membebani di-dalam benak
antara men-drama dan berhenti sejenak
berhenti berjalan, dan terus mengulang

Kadang bertanya kepada entah siapa


tentang apa-apa yang membekas, tak berdaya
ternyata siapa-pun masih terlihat sama

Meski sadar bahwa diam ini belum berteriak


menyeruak seluas cerita para penulis sajak-semesta
karena itu adalah mereka, mereka manusia yang serupa
sebanyak kata yang tersimpan oleh mata setiap harinya.

Bukan berarti aku berbeda, O realita


aku hanya ingin menjadi tiada
dan kembali tertidur. Rasanya memang harus,
jika menghapus mampu menjadi sebuah mimpi
suatu saat nanti

Lalu sambutlah aku, didepan pintu-ruang-dan-waktu


ketika aku hanyalah tinggal Aku.
Binatang Surga

Dan lautan telah kembali,


dan bernyanyi mendahului sang fajar

aku memanggilnya, meski ia tak pernah mendengar


aku pun berteriak, membuat ombak, dan gemetar
hingga terjatuh, aku lumpuh, aku tenggelam
hingga dasar jurang

Aku menemukan Cinta


dalam kegelapan, dalam ketiadaan cahaya

Entah siapa, aku membelai wajahnya


mengarungi lekuk tubuhnya
namun seketika ia berkata,
bahwa ia adalah dunia
The Beckon’s Yonder

Dapatkah engkau melihat?


cahaya yang begitu pekat, menyalang
begitu indah, layaknya bunga mawar
yang melingkar bersama tulang-belulang
bersama langkah yang mampu bersinar seperti bintang
di-pagi hari, dan menghampirinya saat senja telah tiba

Ia menaruh kata pada lidah-ku


bersemayam seperti bulan, hingga mencipta rindu
oh hati-ku telah membeku, raga-ku begitu pucat
saat ku basuh setiap mantra yang melampaui cakrawala;

Aku me-yakininya
tanpa pernah berjumpa dengan bahagia dan duka,
tersadar akan Cinta yang ada dalam tiada
melahirkan sang kala, hingga melahap semesta
meski harus-ku akhiri setiap rasa yang telah lama membuta

You might also like