Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG SISWA MELALUI PENERAPAN


MEDIA BRAILLE BAPER DI SLB CURUP

Coryzoeniawati
Sekolah Luar Biasa Negeri Curup Rejang Lebong
Email: zoeniwati@gmail.com

Abstract

Getting proper education is the right of every citizen, both normal students and students with
special needs (disabilities). In this case, the tools and learning media needed are very important
to support teaching and learning activities. However, there are more learning tools and media
available for normal students than students with special needs. The results of the observations
that the author saw in SLB Rejang Lebong were still lacking in learning tools in special schools,
especially learning tools for counting, especially blind children. Thus encouraging the author to
be able to create a learning aid, especially in numeracy skills for children with disabilities,
especially blind children in SLB Rejang Lebong Bengkulu.

Starting from the problem above, the writer tries to deal with this problem by creating learning
media, especially for blind children, namely "Braile Baper" which is simultaneously used as a
research on the principle of usefulness of the tool in SLB Rejang Lebong which is a tool used. to
practice multiplication counting skills in a simple and fast and not boring way so that it is
expected to be useful to help improve understanding of blind children in learning media for
numeracy skills in mathematics, especially in arithmetic operations material. The results of the
application of the Braille Baper learning media that the student activities observed during the
learning process were good, seen in the student activity observation sheets as well as interviews
with students applying the Braille Baper learning media were responded positively and
effectively applied in learning, especially for blind children.

Keywords: Media Braille Baper, Multiplication Calculation Operations, Mathematics

77
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Abstrak

Mendapat pendidikan layak merupakan hak dari setiap warga negara, baik siswa yang normal
maupun siswa yang berkebutuhan khusus (disabilitas). Dalam hal ini, alat dan media
pembelajaran yang dibutuhkan sangat berperan penting untuk menunjang kegiatan proses belajar
mengajar. Namun alat dan media pembelajaran yang ada lebih banyak untuk siswa yang normal
dibandingkan siswa yang berkebutuhan khusus. Hasil observasi yang penulis lihat di SLB
Rejang Lebong masih minimnya alat pembelajaran di SLB terutama alat belajar berhitung
khusunya anak tuna netra. Sehingga mendorong penulis untuk dapat menciptakan sebuah alat
bantu pembelajaran terutama dalam keterampilang berhitung bagi anak disabilitas khususnya
anak tunanetra di SLB Rejang Lebong Bengkulu.

Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, maka penulis berusaha untuk menangani
permasalahan tersebut dengan menciptakan media pembelajaran khususnya pada anak tuna netra
yaitu “Braile Baper” yang secara bersaman ini dijadikan sebagai penelitian atas azas
kebermanfaat alat tersebut di SLB Rejang Lebong yang merupakan alat yang digunakan untuk
melatih keterampilan berhitung perkalian dengan cara yang simpel dan cepat serta tidak
membosankan sehingga diharapkan bermnfaat untuk membantu meningkatkan pemahaman anak
tuna netra dalam media pembelajaran keterampilan berhitung mata pelajaran matematika
khususnya pada materi operasi hitung. Hasil dari penerapan media belajar Braille Baper bahwa
aktivitas siswa yang di observasi selama proses pembelajaran adalah baik terlihat pada lembar
observasi aktifitas siswa begitu juga wawancara pada siswa penerapan media belajar Braille
Baper direspon positif dan efektif diterapkan dalam pembelajaran khususnya pada anak tuna
netra.

Kata Kunci: Media Braille Baper, Operasi Hitung Perkalian, Matematika

Pendahuluan

Pendidikan sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia untuk seluruh aspek
kepribadian dan kehidupannya. Selain itu pendidikan memiliki pengaruh yang dinamis dalam
menyiapkan kehidupan manusia dimasa depan. Pendidikan juga dapat mengembangkan berbagai
potensi yang dimiliki secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu dalam aspek fisik,
intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik
lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya dimanadia hidup. (Kurniawan 2015).

Anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari masyarakat yang harus dibebaskan dan
diberdayakan baik dari keterbatasan fisik maupun mentalnya. Upaya tersebut dilakukan dengan
cara memberikan hak yang sama dalam bidang pendidikan secara berkesinambungan, terpadu
dan penuh tanggung jawab agar mereka tidak lagi dianggap sebagai warga kelas dua yang hanya
dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Penyandang cacat, mereka memiliki keterbatasan
fisik, sehingga mereka akan memiliki sedikit kesulitan dalam menyesuaikan. Hambatan tersebut

78
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

diperburuk oleh situasi lingkungan dan fasilitas umum yang tidak kondusif untuk pertumbuhan,
partisipasi dan aktivitas dalam kehidupan(Maftuhin and Fuad 2018).

Menurut kebutuhan pribadi, pendidikan individu yang berpergian memerlukan model yang
berbeda, yaitu pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Bagi manusia pendidikan merupakan salah satu hal yang penting, karena manusia dapat
mempelajari potensi dirinya melalui pendidikan. Anak berkebutuhan khusus mengalami banyak
jenis gangguan fisik dan mental, salah satunya adalah buta. Orang buta adalah orang yang
memiliki gangguan penglihatan. Sekalipun anak-anak tunanetra tidak dapat melihatnya, mereka
tetap memiliki hak atas pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka(Rindiani and
Irdamurni 2019).

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari hari seperti halnya orang awas.Anak-
anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut: Pertama,
Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang dewasa. Kedua, Terjadi
kerusakan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. Ketiga, Posisi mata sulit dikendaliakn
oleh syaraf otak. Kempat, Terjadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan
denganpenglihatan,siswa tuananetramemiliki inteligensiyang sama dengan siswa normal,namun
kemampuan verbalnya mengalami hambatan sehingga mengganggu proses pembelajaran
matematika lebih khusus geometri bangun datar yang berupa simbol, jenis dan konsep abstrak.
(Andajani 2020).

Penglihatan yang terbatas merupakan kendala bagi fungsi visual. Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan anatomis pada organ mata, sehingga tidak dapat melihat secara detail, jelas, dan
langsung apa yang dilakukan orang lain disekitarnya. Mereka yang menderita gangguan
penglihatan atau biasa disebut dengan gangguan penglihatan. Anak tunanetra merupakan
kelompok anak berkebutuhan khusus yang karena suatu hal penglihatannya akan terhambat.
Orang tunanetra memiliki penglihatan yang lebih buruk daripada orang tunanetra. Bahkan jika
mereka telah menerima alat bantu visual, mereka membutuhkan banyak energi dan waktu untuk
menyelesaikan tugas visual (Yulianti and Sopandi 2019).

Pada dasarnya metode pendidikan anak tunanetra hampir sama dengan anak normal lainnya,
hanya saja yang membedakan adalah adanya beberapa modifikasi dalam tata cara
pelaksanaannya, sehingga para penyandang tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran
yang dapat mereka ikuti dengan memanfaatkan indera pendengaran dan juga peraba tanpa
menggunakan indera penglihantan. (Praptaningrum 2020). Melalui teknik perabaan anak
tunanetra mempunyai cara sendiri dalam mengenal huruf maupun angka. Pengenalan huruf
maupun angka dilakukan dengan mempelajari huruf dan angka yang dikenal dengan Braille.
Pengertian Braille sistem tulisan dan cetakan (berdasarkan abjad latin) untuk para tunanetra

79
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

berupa kode yang terjadi dari 6 titik di berbagai kombinasi yang ditonjolkan pada kertas
sehingga dapat di raba (http://kbbi.co.id). Sistem ini diciptakan oleh Louis Braille, tulisan braille
menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini
disebut sel Braille, dimana setiap sel terdiri dari enam titik timbul, tiga baris dengan dua titik.
Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi.
Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda
musik, simbol matematika dan lainnya. (Jati and Mahardhika 2020).

Mendapat pendidikan layak merupakan hak dari setiap warga negara, baik siswa yang normal
maupun siswa yang berkebutuhan khusus (disabilitas). Dalam hal ini, alat dan media
pembelajaran yang dibutuhkan sangat berperan penting untuk menunjang kegiatan proses belajar
mengajar. Namun alat dan media pembelajaran yang ada lebih banyak untuk siswa yang normal
dibandingkan siswa yang berkebutuhan khusus. Hasil observasi yang penulis lihat di SLB
Rejang Lebong masih minimnya alat pembelajaran di SLB terutama alat belajar berhitung
khusunya anak tuna netra. Sehingga mendorong penulis untuk dapat menciptakan sebuah alat
bantu pembelajaran terutama dalam keterampilang berhitung bagi anak disabilitas khususnya
anak tunanetra di SLB Rejang Lebong Bengkulu.

Berdasarkan masalah yang ada, salah satunya yaitu minimnya alat pembelajaran bagi anak Tuna
Netra di SLB Curup serta keluhan anak anak Tuna Netra dalam proses dalam berhitung mereka
kesulitan berhitung dalam jumlah yang besar. Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, maka
penulis berusaha untuk menangani permasalahan tersebut dengan menciptakan alat inklusi
khususnya pada anak tuna netra yaitu “Braile Baper yang merupakan alat yang digunakan untuk
menghitung perkalian dengan cara yang simpel dan cepat serta tidak membosankan sehingga
diharapkan bermnfaat untuk membantu meningkatkan pemahaman anak tuna netra dalam media
pembelajaran keterampilan berhitung mata pelajaran matematika khususnya pada materi operasi
hitung. Adapun tujuan dalam penggunaan media pembelajaran braile Baper ini adalah untuk
membantu anak tuna netra terampil dalam berhitung khususnya pada mata pelajaran Matematika.

Metode

Artikel Ilmiah ini dilakukan oleh peneliti ini menggunakan motode penelitian kualitatif. Metode
kualitatif ialah penelitian yang disebut juga sebagai metode penelitian naturalistik karena sifat
penelitianya pada setting dan kondisi objek yang alamiah (Raco 2018). Jenis penelitian yang
dilakukan oleh peneliti ini menggunakan motode penelitian kualitatif. Metode kualitatif ialah
penelitian yang disebut juga sebagai metode penelitian naturalistik karena sifat penelitianya pada
setting dan kondisi objek yang alamiah. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan
bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah intrumen kunci. Maka dari itu
peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis dan
mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih jelas.

80
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Hasil dan Pembahasan

1. Media Belajar Bantu Hitung

Media sangat berperan penting dalam proses pembelajaran khususnya dalam


pembelajaran Matematika. Terdapat beberapa alasan pentingnya media dalam
pembelajaran matematika, yaitu: Pertama, Objek matematika itu abstrak sehingga
memerlukanperagaan, dengan alat pembelajaran matematika, materi matematika yang
abstrak disajikan kedalam pendekatan yang lebih konkret, ada visualisasinya, serta
manfaat dalam mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, Sifat materi matematika tidakmudah dipahami, materi dari matematika bersifat
abstrak, hal ini menjadikan materi matematika tidak mudah dipahami oleh sebagian
besarsiswa. Ketiga, Hirarki matematika ketat dan kaku, artinya dalam pemecahan
masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsep-konsep terdefinisi sebagai
persyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya lagi, jadi
diperlukan media agar dapat menuntun untuk terbiasa dalam belajar matematika yang
tatanannya bersifat sistematis dan cenderung kaku.

Keempat, Aplikasi matematika kurang nyata, dapat dirasakan oleh siswa bahwa aplikasi
matematika itu kurang nyata, bahkan siswa hanya menganggap bahwa matematika adalah
kumpulan angka dan simbol. Kelima, Belajar matematika perlu fokus, matematika
memang tidak mudah dipahami, serta hirarkinya yang kaku sehingga membuat siswa
menjadi kesulitan dalam mempelajari matematika, maka dari itu siswa harus fokus ketika
guru sedang menerangkan materi matematika, sedangkan kebanyakan guru menggunakan
metode ceramah dalam pembelajaran, akibatnyasiswa menjadi cepat lelah dan bosan
dalam belajar matematika.

Keenam, Citra pembelajaran memang kurang baik, mereka berpandangan bahwa


pembelajaran matematika itu menakutkan, tegang, bosan dan banyak pekerjaan rumah.
Hal ini disebabkan karena guru kurang dapatmengomunikasikan materi matematika yang
bersifat kaku tersebut agar kurang tersebut agar dapat diterima dan dipahami dengan
baikoleh siswa. Pembelajaran matematika disekolah sampai saat ini umumnya dimulai
dari penyampaian definisi atau pengertian dari suatu objek secara intuitif, dilanjutkan
dengan pengoperasian terhadap objek tersebut, serta diakhiri dengan pemberian contoh
kemudian pemberian tugas atau pekerjaan rumahyang banyak sebagai latihan.

Ketujuh, Kemampuan kognitif siswa itu konkret, sedangkan materi matematika itu
bersifat abstrak. Jadi dalam proses pembelajaran matematika, peranan media atau alat
peraga sangat penting untuk pemahaman suatu konsep atau prinsip. Kedelapan, Motivasi

81
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

belajar siswa tidak tinggi. Untuk menguasai dan mencipta teknologi dimasa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Oleh karenanya, diperlukan
media pembelajaran yang kreatif agar siswa memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi.
(Jati and Mahardhika 2020).

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan atau isi pembelajaran,dapat merangsang pikiran, perasaan,perhatian dan
kemampuan siswa sehinggadapat mendorong proses pembelajaran. Media pembelajaran
juga mengatasiketerbatasan ruang, waktu, dan daya indra. Media pembelajaran dapat
merupakanmedia yang sengaja dibuat oleh guru, tetapidapat juga berupa benda-benda
yang ada dilingkungan sekitar. Pembuatan media harusdisesuaikan dengan kebutuhan
anak dansesuai dengan teknologi modern yang berkembang pada saat ini. Media
mempunyai fungsi yang sangat besar dalam kegiatan pembelajaran, dintaranya yaitu
media pembelajaran sebagai perantara penyampai atau menyebarkan ide, gagasan,
ataupun pendapat dalam belajar sehingga yang dikemukakan tersebut sampai pada
penerima yang dituju yaitu anak-anak berkebutuhan khusus.

Media bantu hitung adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menghitung suatu
besaran dalam proses perhitungan. Media bantu hitung mengalami perkembangan sejak
pertama ditemukan,dari yang paling sederhana yaitu jari tangan hingga tercipta komputer
untuk mengerjakan perhitungan yang lebih kompleks. Jenis-jenis media hitung antara lain
abacus, sempoa,jari-jari, kalkulator, computer, dansebagainya. (Minarti, Safitri, and
Isnaini 2012).

2. Siswa Tuna Netra


Pengertian Tuna Netra

Anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan. “Penglihatan


memperoleh sekitar 80% dari pengalaman manusia.” Kehilangan penglihatan mengacu
pada hilangnya saluran informasi visual. Oleh karena itu, anak tunanetra akan
kekurangan atau kehilangan informasi visual. Mereka akan sulit memperoleh informasi
atau pengalaman. Oleh karena itu, sebagai kompensasinya, “anak tunanetra harus
berusaha memperbaiki perasaan lain yang masih bekerja”(Yulianti and Sopandi 2019).

Tunanetra adalah individu tidak berfungsi sempurna yang indera penglihatannya (kedua-
duanya)sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya
orang awas. Dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari
6/21 (hanya dapat membaca huruf dari jarak 6 meter yang mampu di baca dari jarak 21
meter oleh orang normal).Oleh karena itu tunanetradibagi menjadi dua. Pertama buta, jika

82
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

sama sekali tidak mampu menerima rangsangan dari luar visusnya. Kedua low vision,bila
ketajaman penglihatannya kurang dari 6/2(Audiobook et al. 2016).

Secara umum, istilah "gangguan penglihatan" mengacu pada kondisi seseorang yang
penglihatannya terganggu atau mengalami gangguan penglihatan. Menurut derajat
disabilitas / disabilitasnya, penyandang tunanetra dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
yang buta total (buta total) dan yang masih menyandang disabilitas (low vision). Alat
penggerak untuk tunanetra dengan menggunakan joran khusus, joran berwarna putih dan
levelnya ga naik merah. Akibat hilangnya / melemahnya penglihatan, penyandang
tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi organ indera lainnya, seperti peraba,
penciuman, pendengaran, dan lain-lain, sehingga sebagian kecil penyandang tunanetra
memiliki kemampuan luar biasa di bidang sains (Saputri 2013)

Tunanetra atau bahkan tunanetra tidak dapat melihat, mengakibatkan tunanetra (bahkan
tidak dapat menerima rangsangan / informasi melalui penglihatan (mata)). Karena itu, ia
menggantikan organ sensorik lainnya. Dalam hal ini pendengaran (telinga) dan sentuhan
(tangan) merupakan pilihan utama untuk menerima rangsangan / informasi dari luar.
Dengan menerima informasi / rangsangan berupa suara dari objek itu sendiri dan orang
lain di sekitar, maka pengetahuan para tunanetra dapat meningkat. Misalnya, seorang
penyandang tunanetra ingin memahami burung karena tidak mungkin merasakannya
secara langsung, sehingga dapat meminta orang sekitar untuk mendeskripsikan binatang
tersebut. Kemudian, langsung mendengarkan suara burung dapat memberikan informasi
lain kepada mereka. Selain pendengaran, sentuhan (tangan) dapat menggantikan
informasi buta untuk membantu penyandang tunanetra mendeskripsikan objek, bentuk,
berat, ukuran, suhu, dan lokasi / lokasinya. Tangan juga berfungsi sebagai "mata" bagi
penyandang tunanetra untuk membaca piktogram Braille. Selain itu, indra lain (seperti
rasa (lidah) dan penciuman (hidung)) digunakan untuk melengkapi informasi yang
diperoleh melalui pendengaran (telinga) dan sentuhan tangan (Muthmainnah 2015)

Kebutaan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tempat yang bahkan
orang yang telah dikoreksi dengan instrumen optik tidak dapat melihat dengan benar.
Kebutaan adalah bentuk gangguan yang melibatkan ketidakmampuan atau penerimaan
informasi yang terbatas. Dalam kedokteran, jika pusat penglihatan seseorang setelah
berkacamata dikoreksi, penglihatan terbaik tidak melebihi 20/200, atau orang yang
penglihatannya lebih besar dari 20/200 tetapi dengan penglihatan sentral terbatas
dikatakan buta., Untuk membentuk sebuah sudut tidak lebih dari 20 derajat. Dari
perspektif dunia pendidikan, jika siswa tidak dapat menggunakan penglihatan dan
mengandalkan pendengaran, sentuhan dan indera lainnya, mereka disebut
buta(Purnamasari et al. 2018).

83
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Anak tunanetra mengalami masalah perkembangan karena kurangnya penglihatan. Ada


dua kategori anak tunanetra yaitu, anak buta total anak yang tidak terlihat sama sekali dan
anak yang buta penglihatannya anak cacat. Tunanetra menyulitkan anak tunanetra untuk
bergerak dan berorientasi, sehingga gerakan dan orientasi merupakan kebutuhan utama
anak tunanetra yang perlu dilatih sejak dini. Dengan memaksimalkan indera yang masih
aktif yaitu indera selain indra penglihatan, informasi yang dibutuhkan anak tunanetra
dalam hal gerak dan orientasi dapat diperoleh. Namun, orang dengan low vision tetap
bisa menggunakan penglihatan meski perasaannya tidak maksimal.

Klasifikasi Tunanetra
Kemampuan Anak Tunanetra dalam Bermobilitas dan Orientasi(Yuniar Putri 2013) Indra
yang dapat digunakan anak buta total dalam orientasi adalah sentuhan, pendengaran, dan
penciuman. Jika anak tunanetra menerima informasi melalui indera yang tersedia, mereka
akan dapat bergerak. Seorang anak tunanetra dapat mengetahui keberadaannya melalui
informasi tentang titik permanen anak dan dapat dikenali dari indranya. Anak-anak
tunanetra dapat melakukan aktivitas dan orientasi melalui informasi yang dirasakan oleh
indera yang masih tersedia (yaitu sentuhan, pendengaran, dan penciuman). Siswa
tunanetra dapat merasakan rangsangan melalui bentuk dan tekstur.

Low Vision
Anak-anak dengan ambliopia dapat menggunakan semua inderanya dengan baik, kecuali
indra visual. Keterbatasan penglihatan membuat anak tunanetra hanya melihat objek
dengan intensitas warna yang tinggi. Anak-anak dengan penglihatan rendah dapat
menggunakan sisa penglihatannya untuk bergerak. Mengajar dengan warna yang tepat
dapat membantu siswa bergerak. Kemampuan mengenali keberadaan anak low vision
dengan cara mengingat lingkungan visual tempat anak low vision berada. Anak-anak
dengan gangguan penglihatan dapat menggunakan informasi dengan kemampuan visual
terbatas untuk bergerak dan berorientasi. Siswa amblyopia dapat merasakan rangsangan
melalui warna dan cahaya.

Karakteristik Anak Tunanetra


Ciri-ciri anak tunanetra sedikit berbeda dengan anak normal yaitu memiliki kemampuan
berhitung, menerima informasi dan kosa kata yang hampir sama dengan anak normal,
namun mengalami kesulitan dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan
penglihatan, dan sulit untuk menguasai keterampilan sosial yang bercirikan oleh
ketidakstabilan postural. Kaku, dan tidak pantas antara kata-kata dan tindakan, karena
mereka tidak memahami lingkungannya. Secara umum, dibandingkan dengan anak
normal, kepekaan pendengaran dan sentuhan mereka lebih tinggi, dan mereka sering
menunjukkan perilaku stereotip, seperti menggosok mata dan menyentuh lingkungan
sekitar(Yuniar Putri 2013).

84
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Fitur adalah fitur khusus yang melekat pada sesuatu, sehingga biasanya dapat dikenali.
Anak tunanetra penerima informasi memiliki karakteristik khusus dan dapat dijadikan
pertimbangan untuk mengembangkan potensi komunikasi. Ciri pertama adalah
perkembangan verbalisme dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman konsep pengetahuan
diperoleh melalui penerimaan lisan dan kemudian pembentukan persepsi melalui
pendengaran. Misalnya, anak tunanetra akan mendengarkan uraian gajah, kemudian
membentuk persepsi awal tentang bentuk gajah berdasarkan ciri-ciri yang dideskripsikan.
Keterampilan yang harus dikuasai adalah kematangan persepsi auditori yang menjadi
dasar kemampuan bahasa reseptif. Pengertian awal bentuk gajah adalah berekspresi
secara verbal sebagai bentuk ekspresi bahasa(Handoyo 2016).

Pengembangan keterampilan komunikasi anak tunanetra juga dilandasi oleh sifat


khayalan dan rasa ingin tahu yang kuat, sehingga mereka akan berpikir kritis. Anak
tunanetra akan selalu menanyakan keadaan sekitarnya untuk memastikan rasa amannya.
Memahami orientasi spasial dan lokasi anak tunanetra memainkan peran penting dalam
memikirkan tindakan dan tindakan yang perlu diambil untuk memastikan keselamatan.
Aktivitas yang dilakukan, seperti bertanya kepada orang terdekat atau mendengarkan
percakapan orang lain. Ketika keterampilan komunikasi belum berkembang, anak-anak
tunanetra akan jatuh ke dalam fantasi negatif tentang posisi mereka dan merasa tidak
aman. Misalnya, anak tunanetra akan terus duduk dengan tenang dan tidak akan dapat
mencapai kamar yang disediakan karena takut berbicara dengan orang lain. Anak
tunanetra selalu memikirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi jika mereka berbicara
dengan orang lain. Pentingnya perasaan aman bagi anak tunanetra dapat mendukung
perkembangan komunikasi di lingkungannya.

Siswa tunanetra akan mendapatkan berbagai fasilitas belajar khusus yang sesuai dengan
kondisi fisiknya. Fasilitas tersebut antara lain buku untuk dibaca dengan tulisan Braille,
alat tulis khusus Braille yang disebut slate dan stylus, sempoa, gambar timbul, benda
beton, dll(Widyastuti 2016). Penglihatan yang terbatas merupakan kendala bagi fungsi
visual. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan anatomis pada organ mata, sehingga tidak
dapat melihat secara detil, jelas, dan langsung apa yang dilakukan orang lain
disekitarnya. Mereka yang menderita gangguan penglihatan atau biasa disebut dengan
gangguan penglihatan. Anak tunanetra merupakan kelompok anak berkebutuhan khusus
yang karena suatu hal penglihatannya akan terhambat. Orang tunanetra memiliki
penglihatan yang lebih buruk daripada orang tunanetra. Bahkan jika mereka telah
menerima alat bantu visual, mereka membutuhkan banyak energi dan waktu untuk
menyelesaikan tugas visual(Yulianti and Sopandi 2019).

85
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

3. Pengertian Braille Baper


Braille adalah tulisan tangan sentuh yang digunakan oleh tunanetra. Teks Braille pertama
kali ditemukan oleh Louis Braille. Teks ini terdiri dari enam jenis titik timbul, dan
berbagai huruf, angka, dan karakter lain dapat diedit dari kombinasi ini. Pada tahun 2001,
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) mengeluarkan standar penulisan
braille delapan titik untuk alfabet Latin, ISO / TR 11548 Bagian 1 dan Bagian 2,
berjudul-Alat Komunikasi untuk Tunanetra: Pengidentifikasi, Nama dan Kumpulan
Karakter Berkode. alokasi karakter Braille 8-titik (Indra Wijaya 2016). Braille adalah
bagian dari kurikulum untuk anak-anak tunanetra. Braille harus diajarkan sebelum
membaca braille. Menurut American Foundation for the Blind, braille adalah serangkaian
titik timbul yang dapat terbaca di jari orang yang buta atau memiliki penglihatan yang
tidak memadai untuk membaca materi cetakan. Guru, orang tua dan tunanetra lainnya
biasanya membaca huruf Braille dengan mata mereka sendiri. Braille bukanlah bahasa.
Sebaliknya, itu adalah kode yang dapat menulis dan membaca bahasa seperti Inggris atau
Spanyol(Faradina et al. 2015).

Istilah Braille sistem tulisan dan cetakan (berdasarkan abjad latin) untuk para tunanetra
berupa kode yang terjadi dari 6 titik di berbagai kombinasi yang ditonjolkan pada kertas
sehingga dapat di raba (http://kbbi.co.id). Sistem ini diciptakan oleh Louis Braille, tulisan
braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem
tulisan ini disebut sel Braille, dimana setiap sel terdiri dari enam titik timbul, tiga baris
dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga
menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat
melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, symbol. (Jati and Mahardhika
2020).

Braille merupakan huruf khusus bagi para tunanetra. Bentuknya sekilas mirip simbol
berupa enam titik timbul. Huruf-huruf Braillejuga menggunakan kombinasiantara titik
dan ruang kosong atau spasi. Bentuk Braille sangat sederhana. Sekilas, kertas yang
tertulis huruf Braille seperti sablonan embos, atau mirip simbol pada kartu domino.
Padahal bagi tunanetra justru itu sangat membantu mereka untuk membaca. Angka dalam
Brailledituliskan menggunakan huruf abjad yang didahului tanda angka. Tanda
pugardituliskan langsung di depan huruf untuk menunjukkan bahwa huruf tersebut tidak
termasuk angka. Apabila sebuah huruf harus menggunakan tanda kapital dan tanda
pugarsekaligus, maka tanda pugar ditulis terlebih dahulu, dan tanda kapital dituliskan
kemudian, langsung di depan huruf. Tanda pugar tidak diperlukan apabila huruf itu
dituliskan di depan angka. (Jati and Mahardhika 2020).

86
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Braille adalah sistem penulisan sentuh yang digunakan oleh para tunanetra. Sistem
tersebut dibuat oleh seorang pria bernama Louis Braille dari Prancis. Huruf yang dibuat
dengan braille terdiri dari enam titik dan digunakan saat ini. Menulis braille merupakan
keterampilan yang perlu dimiliki siswa tunanetra sejak dini, karena menulis braille
merupakan media penting bagi penyandang tunanetra untuk menerima dan menimba
ilmu. Dalam konteks pembelajaran di sekolah, kemampuan siswa tunanetra dalam
membaca dan menulis huruf braille akan sangat mendukung kelancaran pembelajaran
mata pelajaran lainnya. Maklum, tunanetra bisa mengakses semua topik yang
dikemukakan dengan membaca dan menulis Braille. (RATIH, 2016)

Sedangkan Istilah Baper adalah sebuah alat media belajar anak tuna netra yang terbuat
dari kayu dan manik- manik yang penulis kreasikan sendiri dengan konsep dan ukuran
yang telah ditetapkan yang disesuaikan dengan konsep cara penggunaan braille yang
sebenarnya . Istilah BAPER merupakan kepanjangan sebuah kosakata Ba yaitu Batang
dan Per yaitu Perkalian. Perkalian yang dimaksud bukan perkalian seperti biasanya.
Perkalian ini dikonsep oleh penulis dengan teknik yang berbeda yang penulis temukan
sendiri dan belum pernah ada yang menemukan konsep ini kecuali penulis sendiri.
Matematika merupakan pelajaran yang wajib dipelajari disetiap jenjang pendidikan.
Mulai dari sekolah dasar sampai tingkat lanjutan.

Pelajaran matematika ini sangat penting karena pelajaran matematika dapat mengasah
kemampuan berpikir menurut aturan logika, memahami, menganalisis pola-pola angka
serta memecahkan masalah dengan kemampuan berpikir. Pelajaran matematika sangat
penting untuk dikuasai oleh siswa, karena pelajaran matematika merupakan suatu disiplin
ilmu yang praktis dan aplikatif. Aplikasi matematika dangat berguna dalam kehidupan
sehari-hari seperti dalam kegiatan jual beli, kegiatan pengukuran berat dan panjang,
menghitung jarak dan lain sebagainya. Meskipun matematika sangat penting tetapi minat
dan motivasi siswa dalam belajar matematika siswa masih rendah, banyak siswa yang
mengalami kesulitan saat mengikuti pelajaran tersebut. Bahkan bagi anak pada umumnya
pelajaran matematika terasa sulit begitu pula bagi anak yang mengalami hambatan dalam
penglihatanya. (Anggoro 2019).

Dengan demikian dapat disimpulkan menurut penulis Braille Baper adalah sebuah alat
berhitung yang terbuat dari kayu dan manik-manik dibuat dalam batang perkalian
dengan konsep baru yang dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan berhitung
pada mata pelajaran matematika yang dikonsep berdasarkan aturan Braille Baper yang
penulis ciptakan sendiri.

87
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

4. Ide Gagasan Temuan “Braille Baper’’


Braile Baper adalah media pembelajaran yang telah dibuat dari bahan kayu dan manik –
manik. Konsep media ini berawal dari sebuah temuan penulis dalam mengotak atik angka
matematika dalam dalam proses pembelajaran saat penulis mengajar matematika dikelas
pada sekolah normal alat ini digunakan sebagai alat hitung matematikan. Proses
penerapan pembelajaran dikelas sangat menarik sekali selain menyenangkan dan simple
media belajar ini sangat efektif dalam proses pembelajaran. Temuan ini membuat penulis
kembali mengembangkanya dengan mengubah menjadi sebuah alat hitung untuk anak
anak inklusi yaitu anak tuna netra. Berawal dari sebuah program sekolah SMK IT Khoiru
Ummah ekstrakurikuler riseach penulis mencoba mengajak para siswa untuk sama sama
belajar membuat alat ini dengan mengubahnya menjadi alat pada anak tuna netra.

Berdasarkan survey observasi dilapangan terutama di SLB Curup melalui kegiatan


ekrakulikuler riseach kita menemukan bahwa minimnya alat-alat anak inklusi dalam
proses pembelajaran khususnya pada anak tuna netra. Oleh karena itulah berdasarkan
temuan itu kita mengembangkan alat itu menjadi sebuah alat yang dikenal dengan Braile
Baper yaitu sebuah alat media belajar berhitung untuk anak tuna netra dengan tujuan
untuk meningkatkan keterampilan dalam berhitung anak inklusi khusunya pada anak tuna
netra.

5. Perencanaan Proses Pembuatan Media Belajar Braile Baper


a) Alat peraga ini bernama Braille BAPER
Bahan yang digunakan antara lain papan, Triplek, baut, mur, paku dan manik-manik

88
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

b) Cara Pemakaian Alat


Braille BAPER terdiri dari 12 sel, sel pertama yang terletak pada posisi terkiri
merupakan sel permanen yang tidak dapat dibongkar pasang yang berfungsi sebagai
faktor pengali. Faktor pengali lainnya terletak pada bagian horozontal atas.
Sedangkan sel yang lainnya dapat dibongkar pasang sesuai kebutuhan perkalian. 10
sel lainnya terdiri dari 11 baris 2 colom yang berisi angka-angka brille.

Contoh Soal 2 x 2 : 4

Pengali angka 2 Kode Angka dalam Braille


x

0 4 = 4

2. Implementasi, Hambatan dan Solusi Braille Baper Dalam Pembelajaran Anak


Tuna Netra

Dalam pembelajaran matematika, media belajar ini dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana cara hitung cepat dalam penjumlahan penyelesaian soal yang berhubungan
dengan perkalian. Hanya mengikuti langkah cara penggunaan Braille Baper maka
peserta didik langsung dapat memahami alat tersebut dengan prosedur langkah yang
telah disampaikan. Penggunaan alat peraga ini dilakukan dengan cara cara mandiri.

89
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Gambar produk Inovasi Media Belajar Braille Baper

Adapun prosedur aturan dan langkah media belajar Braille Baper dalam penerapan
pada Pembelajaran Matematika adalah sebagai berikut.
1. Guru memancing peserta didik dengan meminta peserta didik menyebutkan jenis
benda apakah yang dipegang oleh peserta didik
2. Guru menjelaskan istilah asal mula Braille Baper
3. Guru menjelaskan apa fungsi alat media belajar Braille Baper tersebut.
4. Guru menjelaskan cara penggunaan media belajar Braille Baper
dalam pembelajaran Matematika dalam bentuk soal

Berdasarkan data hasil observasi siswa dalam penerapan media belajar Braille Baper
siswa tuna netra di SLB Curup saat alat ini dipratikan sterlihat bahwa aktivitas siswa
yang di observasi selama proses pembelajaran melalui media belajar Braille Baper
adalah baik terlihat pada lembar observasi aktifitas siswa begitu juga wawancara pada
siswa penerapan media belajar Braille Baper direspon positif oleh siswa adalah fakta
bahwa pembelajaran Matematika bisa diterapkan melalui media belajar Braille Baper
yang lebih menarik.

Berdasarkan beberapa hasil di atas, maka dapat dikatakan bahwa penerapan media
belajar Braille Baper sangat efektif dalam menunjang pembelajaran perkalian pada
anak tuna netra terutama dalam meningkatkan cara berhitung siswa . Instrumen yang
digunakan dalam menentukan hasil yang diperoleh adalah berupa lembar observasi dan
hasil tes lisan . Berdasarkan instrumen tersebut diasumsikan bahwa media belajar
Braille Baper sangat efektif digunakan untuk anak tuna netra dalam pembelajaran
matematika pokok bahasan perkalian.

90
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Berdasarkan hasil dari instrumen tersebut bisa dinyatakan bahwa meddia belajar Braille
Baper memberikan manfaat terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil
pengamatan penulis pada observasi aktivitas siswa, respon lanjutan yang diberikan
siswa cukup positif dalam penerapan media beajar Braille Baper , diantaranya:
1. Siswa sangat antusias dalam menggunakan Braille Baper yang artinya antusias
belajar matematika.
2. Sebagian besar siswa menyatakan merasa rileks dan senang dengan penggunaan
media belajar Braille Baper karena tidak bosan dan jenuh.

Beberapa temuan dari penerapan media belajar Braille Baper yang dapat dijadikan
bahan evaluasi adalah:
1. Media Belajar Braille Baper membantu siswa meningkatkan keterampilan dalam
berhitung
2. Media belajar Braile Baper membiasakan siswa untuk terampil dalam berhitnung
3. Media belajar braille Baper juga membantu siswa khususnya anak tuna netra sebgai
alat pendukung dalam berhitung .
4. Media belajar Braille Baper dapat meningkatkan motivasi hasil belajar siswa dan
langka awal dalam memahami konsep cara berhitung dengan mudah dan cepat

Penutup

Berdasarakan hasil penerapan keterampilan berhitung menggunakan alat peraga Braille Baper
yang telah dipratikan ke sekolah luar Biasa (SLB) Curup yang pada pembelajaran Matematika
tentang materi penjumlahan operasi hitung dapat disimpulkan bahwa : Pertama, Penggunaan alat
media belajar Braille Baper di SLB Curup dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada
pembelajaran matematika yang berhubungan dengan penjumlahan cara hitung cepat soal pada
soal perkalian. Kedua, Media belajar Braille Baper di SLB Cuurp efektif diterapkan dalam
pembelajaran matematika dikelas terkhusus pada materi operasi hitung sehingga peserta didik
merasa lebih senang dan terbantu terutama melatih keterampilan berhitung.

91
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Daftar Pustaka

Andajani, Sri Joeda. 2020. “Permainan Puzzle Braille Terhadap Keterampulan Mengenal
Bangun Datar Pada Anak Tunanetra Di Sekolah Luar Biasa.” Jurnal Pendidikan
Khusus 15(2).
Anggoro, Ridwan. 2019. “Model Pembelajaran Langsung Bermedia Aplikasi Alat Bantu
Hitung Terhadap Siswa Tunanetra.” Jurnal Pendidikan Khusus.
Audiobook, Pengembangan, Dilengkapi Alat, Peraga Materi, Getaran Dan, Gelombang Untuk,
Tunanetra Kelas, and Viii Smp. 2016. “Pengembangan Audiobook Dilengkapi Alat
Peraga Materi Getaran Dan Gelombang Untuk Tunanetra Kelas.” UPEJ Unnes
Physics Education Journal 5(2):66–75. doi: 10.15294/upej.v5i2.13623.
Faradina, Lora Qonita, Jurusan Pendidikan, Luar Biasa, Lora Qonita, and Wahyudi Hartono.
2015. “PELATIHAN BACA TULIS HURUF BRAILLE DASAR BAGI ORANG
TUA ANAK TUNANETRA DI YPAB-A TEGALSARI Diajukan Kepada Universitas
Negeri Surabaya Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian PELATIHAN BACA
TULIS HURUF BRAILLE DASAR BAGI ORANG TUA ANAK TUNANETRA DI
YPAB-A TEGALSARI SURABAYA.” 1–8.
Handoyo, Rendy Roos. 2016. “Komunikasi, Anak Tunanetra, Permainan Kooperatif.” Jurnal
Pendidikan Khusus 12(2):30–45.
Indra Wijaya, Suleman. 2016. “Perancangan Alat Huruf Braille Delapan Titik Berbasis
Mikrokontroler.” 283–88.
Jati, Suryo Kuncoro, and Galang Prihadi Mahardhika. 2020. “Rancang Bangun Aplikasi
Pembelajaran Arab Braille Dengan Pendekatan UCD.” Jurnal Online Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta.
Kurniawan, Iwan. 2015. “Implementasi Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra Di Sekolah Dasar
Inklusi.” Jurnal Pendidikan Islam 04(05):44–60.
Maftuhin, M., and A. Jauhar Fuad. 2018. “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Berkebutuhan Khusus.” Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi 3(1):76–90.
doi: 10.33367/psi.v3i1.502.
Minarti, Minarti, Very Safitri, and Ritaudin Isnaini. 2012. “Pengembangan Braille Talking
Calculator Berbasis Microcontroller Sebagai Media Bantu Hitung Bagi Penyandang
Tunanetra Di Slb a Yaketunis.” Pelita - Jurnal Penelitian Mahasiswa UNY 7(1):17–
28.
Muthmainnah, Rahmita Nurul. 2015. “Pemahaman Siswa Tunanetra (Buta Total Sejak Lahir
Dan Sejak Waktu Tertentu) Terhadap Bangun Datar Segitiga.” Jurnal Pendidikan
Matematika & Matematika 1(1):15–27.
Praptaningrum, Agnes. 2020. “Penerapan Bahan Ajar Audio Untuk Anak Tunanetra Tingkat
SMP Di Indonesia.” Jurnal Teknologi Pendidikan 5(1):1–19.
Purnamasari, Puput, Departemen Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, and
Universitas Pendidikan Indonesia. 2018. “Volume 19 Nomor 1, Juni 2018.”
19(2002):25–31.
92
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021
JURNAL LITERASIOLOGI Coryzoeniawati

Raco, Jozef. 2018. “Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik Dan Keunggulannya.”
doi: 10.31219/osf.io/mfzuj.
Rindiani, and Irdamurni. 2019. “Media Blokjes Untuk Meningkatkan Kemampuan Operasi
Hitung Anak Tunanetra.” Jurnal Penelitian Pendidikan Kebutuhan Khusus 7(I):148–
53.
Saputri, Dias Rizki. 2013. “Proses Pembelajaran Seni Musik Bagi Siswa Tunanetra.”
Harmonia: Journal of Arts Research and Education 13(1):37–44. doi:
10.15294/harmonia.v13i1.2531.
Widyastuti, Rani. 2016. “Pola Interaksi Guru Dan Siswa Tunanetra SMPLB A Bina Insani
Bandar Lampung.” Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika 7(2):257–66.
Yulianti, Indri, and Asep Ahmad Sopandi. 2019. “Pelaksanaan Pembelajaran Orientasi Dan
Mobilitas Bagi Anak Tunanetra Di SLB Negeri 1 Bukittinggi.” Jurnal Penelitian
Pendidikan Kebutuhan Khusus 7(1):264–71.
Yuniar Putri, Della. 2013. “Interior Ruang Kelas Pada Taman Kanak-Kanak Luar Biasa Tuna
Netra Di Malang Berdasarkan Pedoman Mobilitas Dan Orientasi.” Artikel Ilmiah 1–
13.

93
VOLUME 7 NO. 3, Juli – Desember 2021

You might also like