Sistm Informasi Kesehatan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

MAKALAH SISTEM

INFORMASI KESEHATAN

OLEH

DEFI ELISA 183112540120313


LITA ANGGRAINI 183112540120309
REPA AYU AMELIA 183112540120312
YULIA GUSTIANI 183112540120311
YUYUN WAHYUNI MK 183112540120310
KELOMPOK 3
C5

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI


SARJANA DIV KEBIDANAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Ibu merupakan hal yang masih menjadi perhatian di dunia

kesehatan. Tercatat di WHO Angka Kematian Ibu di dunia tahun 2013 sebesar

210 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 289.000 ibu

meninggal pada tahun 2013. Angka ini memang menurun jika dibandingkan

dengan Angka Kematian Ibu pada tahun 1990 yang mencapai 310 kematian ibu

per 100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 523.000 ibu meninggal pada tahun

1990. Namun, penurunan tersebut tidak terjadi merata di setiap negara. Negara-

negara berkembang menyumbang Angka Kematian Ibu sebesar 230 kematian ibu

per

100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013, setara dengan 14 kali Angka Kematian

Ibu di negara-negara maju yaitu 16 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.1

Di Indonesia, pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu masih tinggi, yaitu
sebesar

359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. 2,3 Angka ini meningkat

dibandingkan dengan tahun 2007 ketika Angka Kematian Ibu dapat diturunkan

sebesar 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. 4,5 Provinsi Jawa Tengah,

pada tahun 2013, berada di urutan kedua penyumbang angka kematian ibu, yaitu

sebesar 119 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 668 ibu

meninggal pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2015 triwulan 3 tercatat 437

ibu meninggal.6–9 Kabupaten Banyumas yang merupakan salah satu kabupaten

kota di
2

Jawa Tengah pada triwulan ketiga menempati urutan kelima dengan jumlah ibu

meninggal sebanyak 21 kasus.9 Peringkat tersebut menurun jika dibandingkan

dengan triwulan 1 tahun 2015. Pada triwulan 1 tersebut, Kabupaten Banyumas

berada pada urutan ketiga dengan jumlah ibu meninggal sebanyak 7 kasus.7

Terdapat berbagai penyebab kematian ibu yang dapat dibedakan menjadi

faktor langsung maupun faktor tidak langsung penyebab kematian ibu. Faktor

tidak langsung yang masih banyak terjadi adalah ‘3 Terlambat’ dan ‘4 Terlalu’.

Kasus ‘3 Terlambat’ meliputi terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan

mengambil keputusan; terlambat dirujuk; dan terlambat ditangani oleh tenaga

kesehatan di fasilitas kesehatan. Sedangkan ‘4 Terlalu’ adalah terlalu tua hamil;

terlalu muda hamil; terlalu banyak anak; dan terlalu dekat jarak hamil.10

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan Angka

Kematian Ibu, antara lain dengan adanya Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku

KIA), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K),

fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas,

fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di

Rumah Sakit, Jaminan Persalinan (Jampersal) dan juga Program Expanding

Maternal and Neonatal Survival (EMAS). Program EMAS merupakan kerjasama

antara Kementrian Kesehatan RI dengan USAID, JHPIEGO, Save the Children,

Research Triangle Internasional, Muhammadiyah, dan Rumah Sakit Budi

Kamuliaan, yang berlangsung selama lima tahun dengan kurun waktu 2012-

2016.5,11
3

Terdapat sepuluh kabupaten di enam provinsi yang di intervensi program

EMAS pada tahun pertama. Di Jawa Tengah, kabupaten tersebut adalah

Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tegal, yang merupakan kabupaten dengan

angka kematian ibu tinggi. Program EMAS memfokuskan kegiatan pada 3

komponen, yaitu peningkatan pelayanan klinik, peningkatan efektifitas dan

efisiensi sistem rujukan, serta pemberdayaan masyarakat.5,11

SIJARIEMAS yang merupakan singkatan dari Sistem Informasi Jejaring

Rujukan Maternal dan Neonatal adalah suatu upaya dalam memperkuat sistem

rujukan di Indonesia dengan berbasis kemajuan teknologi informatika. Kemajuan

teknologi informatika memungkinkan pengguna berkomunikasi lebih cepat,

efektif, dan efisien, sehingga keterlambatan yang sering menjadi penyebab

kematian ibu dapat ditekan. SIJARIEMAS memfasilitasi komunikasi dua arah

antara perujuk dan Rumah Sakit Rujukan. Pada sistem tersebut, perujuk

memberikan informasi lengkap tentang pasien yang akan dirujuk, dan Rumah

Sakit memberikan arahan mengenai cara stabilisasi awal pasien tersebut, selain itu

dengan adanya pemberitahuan mengenai akan datangnya rujukan, Rumah Sakit

dapat mempersiapkan diri dan dapat langsung menangani pasien rujukan ketika

pasien sampai di Rumah Sakit.12

1.2 Rumusan Masalah

SIJARIEMAS merupakan komponen yang penting dalam Program EMAS

dan dapat menekan keterlambatan dalam rujukan, yang pada akhirnya diharapkan

dapat

menekan Angka Kematian Ibu.

1.3 Tujuan Penelitian


4

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan SIJARIEMAS

Tujuan Khusus

1. Mengetahui pelaksanaan SIJARIEMAS dari segi sumber daya

manusia.

2. Mengetahui pelaksanaan SIJARIEMAS dari segi ketersediaan

sarana dan prasarana.

3. Mengetahui pelaksanaan SIJARIEMAS dari segi pelaksanaan

prosedur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
5

A. Implementasi Program EMAS

1. Pengertian program

kesehatan ibu dan anak. Rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi

keluarga berpengaruh terhadap masih banyaknya kasus 3 Terlambat dan 4

Terlalu, yang pada akhirnya terkait dengan kematian ibu dan bayi

(Kemenkes, 2011).

2. EMAS

Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) adalah

sebuah program kerjasama Kementrian Kesehatan RI dan USAID selama

lima tahun (2012-2016) dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Program

EMAS memediasi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan puskesmas,

dalam membangun jejaring dengan organisasi masyarakat sipil, fasilitas

kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit, organisasi profesi, sektor

swasta, dan lain-lain.

Program ini akan berkontribusi terhadap percepatan penurunan kematian

ibu dan bayi baru lahir sebesar 25% di Indonesia. Emas dilaksanakan di 30

kabupaten pada enam provinsi yang memiliki jumlah kematian ibu dan

neonatal besar. Pada tahun pertama intervensi direncanakan di 10 kabupaten,

enam provinsi antara lain Jawa Tengah dengan daerah intervensinya adalah

Kabupaten Tegal. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Tegal,


6

Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, dan Kota

Pekalongan. Daerah intervensi lain di Jawa tengah adalah Kabupaten

Banyumas. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten

Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten

Banjarnegara (Alamsyah, 2012).

3. Pendekatan Program EMAS

Adapun pendekatan program EMAS dilakukan melalui :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal

minimal di 150 RS (PONEK) Pemerintah dan Swasta dan 300

Puskesmas (PONED) melalui penerapan tata kelola yang baik terkait

kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir.

b. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas

dan RS

c. Pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media social)

untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan

kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir

d. Program dirancang agar dapat memberi dampak nasional (tidak hanya

sebatas area kerja).

4. Strategi Program EMAS adalah

Strategi Program EMAS adalah Laser Focus, yaitu:

a. Penanganan penyebab utama kematian ibu (perdarahan, eklamsi dan

infeksi) dan kematian neonatal (asfiksia, bayi berat lahir

rendah/prematuritas & sepsis).


7

b. Peningkatan clinical governance yaitu suatu rangka/ struktur melalui

organisasi pelayanan kesehatan nasional berupa tanggung jawab

peningkatan kualitas pelayanan yang berkelanjutan dan standar asuhan

dengan tingkat keamanan tinggi yang akan menciptakan asuhan klinis

berkualitas.

c. Penerapan good governance untuk meningkatkan pengawasan dari

masyarakat madani

d. Membangun jejaring fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta

e. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki

rujukan

5. Pelaksanaan Program EMAS

Di daerah yang melaksanakan Program EMAS, dibentuk Vanguard

Network yaitu sistem rujukan antara 1 RSUD, 2-3 RS Swasta, dan 5-10

Puskesmas. Dalam sistem ini, dipilih RS dan Puskesmas yang sudah cukup

kuat agar membangun jejaring dan dapat membimbing jaringan Kabupaten

yang lain dengan melibatkan RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistim

rujukan di daerah. Untuk itu diperlukan Kerjasama yang baik antara Dinas

Kesehatan dengan Rumah Sakit. Dengan pembentukan Vanguard Network,

maka daerah di sekitar wilayah intervensi pun akan mendapat kemudahan

dalam sistem rujukan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, upaya tersebut

dilakukan dengan pendekatan “Vanguard”, yaitu:

a. Memilih dan memantapkan sekitar 30 RS dan 60 Puskesmas di daerah

intervensi yang sudah cukup kuat agar berjejaring dan dapat membimbing

jaringan Kabupaten yang lain


8

b. Melibatkan RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistem rujukan di

daerah.

6. Implementasi Kebijakan Program EMAS

Implementasi program mengikutsertakan upaya policy makers (pembuat

kebijakan) untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia

memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Implementasi dan prinsip kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh

banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan

proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik

variabel individual maupun variabel organisasional dan masing-masing

variabel pengaruh tersebut saling berinteraksi satu sama lain (Subarsono,

2012).

a. Tujuan Kebijakan Program EMAS

Setiap kebijakan publik harus mempunyai tujuan kebijakan yang jelas.

Tujuan kebijakan yang tidak jelas akan menimbulkan multiinterpretasi dan

kesalahpahaman serta konflik di antara para pelaksana implementasi

(Subarsono, 2012). Pelaksanaan program EMAS sudah memiliki tujuan

yang jelas yaitu meningkatkan kualitas pelayanan obstertri dan neonatal

esensial dasar (PONED) dan pelayanan obstertri dan neonatal esensial

komprehensif (PONEK) dengan memastikan intervensi medis prioritas

yang mempunyai dampak besar pada penurunan kematian diterapkan di

RS dan Puskesmas serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem

rujukan antar Puskesmas dan Rumah Sakit (Alamsyah, 2012). Hasil akhir
9

yang ingin dicapai dari Program EMAS ini ialah adanya penurunan AKI

dan AKB.

b. Standar Kebijakan Program EMAS

Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar kebijakan yang jelas dan

terukur, supaya dapat tercapai semua tujuannya. Sebaliknya kebijakan

publik memiliki standar yang tidak jelas akan terjadi multiinterpretasi dan

mudah menimbulkan kesalahpahaman dan konflik di antara para pelaksana

implementasi (Subarsono, 2012).

Standar kebijakan Program EMAS diperlukan untuk mengarahkan

pelaksana kebijakan yang tertuang dalam dokumen resmi (Rekawati,

2011) misalnya buku panduan pelaksanaan EMAS yang berisi indikator

keberhasilan program EMAS, sasaran, maksud dan tujuan

dilaksanakannya Program EMAS pasca petugas dilatih agar sesuai dengan

program yang sudah direncanakan.

c. Sumberdaya Program EMAS

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Dalam implementasi kebijakan

perlu dukungan sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources)

maupun sumberdaya materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda

(method resources). Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting

adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek

implementasi kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik (Agustino,

2008).
1
0

Implementasi tidak akan berjalan efektif apabila implementor

kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan program. Sumberdaya

merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan (power) yang diperlukan

untuk menciptakan daya, gerakan, aktivitas, kegiatan dan tindakan.

Sumber daya tersebut antara lain terdiri atas sumberdaya manusia (human

resources) maupun sumber daya materi (matrial resources) dan

sumberdaya metoda (method resources) (Agustino, 2008).

Bidan sebagai pelaksana program EMAS merupakan sumberdaya

yang paling penting, untuk itu kelancaran pelaksanaan Program EMAS

sangat ditentukan oleh kemampuan/kompetensi bidan untuk melaksanakan

tugas dan ditinjau dari keberadaan fasilitas yaitu berupa ketersediaan

sarana dan fasilitas, obat yang dibutuhkan, ketersediaan dana untuk

pelaksanaan program dan insentif.

d. Komunikasi Antar Organisasi Terkait Program EMAS

Dalam implementasi kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan

perlu tercipta adanya hubungan yang baik antar instansi yang terkait, yaitu

dukungan komunikasi dan koordinasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi

dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

Komunikasi dan koordinasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah

organisasi agar program-program dapat direalisasikan sesuai tujuan dan

sasaran (Subarsono, 2012).

Implementasi yang berhasil seringkali membutuhkan mekanisme

prosedur program dari organisasi. Hal ini sebenarnya akan mendorong

kemungkinan yang lebih besar bagi pengambil kebijakan (pimpinan) untuk


1
1

mendorong bagi pelaksana (staf) untuk bertindak dalam suatu cara yang

konsisten dengan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan

(Winarno, 2008).

Semua kebijakan hendaknya dikomunikasikan oleh pengambil

kebijakan secara jelas dan disertai dengan petunjuk pelaksanaan

(Subarsono, 2012) sehingga pelaksanaan program EMAS hendaknya juga

dikomunikasikan oleh pengambil kebijakan secara jelas dan konsisten

disertai dengan petunjuk pelaksanaan (Rekawati, 2011).

Hasil pelatihan / sosialisasi berupa informasi tentang program dan

tujuan Program EMAS, siapa yang melakukan Program EMAS, kapan

melaksanakan Program EMAS, bagaimana pelaksanaan dan penerapan

Program EMAS diharapkan dapat disosialisasikan oleh pelaksana atau

perwakilan masing-masing fasilitas kesehatan kepada semua pelaksana di

fasilitas kesehatan. Namun komunikasi yang disampaikan kepada petugas

lainnya yang tidak mengikuti pelatihan seringkali tidak jelas dan tidak

secara detail sehingga mendorong terjadinya interpretasi yang salah.

e. Karakteristik Badan Pelaksana Program EMAS

Dalam implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal

harus diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana,

meliputi struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang

terjadi dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu

program kebijakan yang telah ditentukan (Subarsono, 2012).


1
2

Prosedur kerja dalam program EMAS dapat diartikan langkah-langkah

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan) dalam melakukan setiap

tindakan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

f. Disposisi/ Sikap Pelaksana Program EMAS

Dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi pelaksana dibedakan

menjadi tiga hal, yaitu: respons pelaksana terhadap kebijakan yang terkait

dengan kemauan pelaksana untuk melaksanakan kebijakan publik, kondisi

yakni pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, dan intens

disposisi pelaksana, yakni preferensi nilai yang dimiliki tersebut

(Subarsono, 2012).

Respon pelaksana terhadap kebijkan akan mempengaruhi kemauannya

untuk melaksanakan kebijakan (Subarsono, 2012). Apabila bidan

mempunyai komitmen yang kuat terhadap pelaksanaan program EMAS

maka pelayanan kepada semua ibu dan bayi akan menerapkan pedoman

pelaksanaan Program EMAS. Untuk itu pemahaman bidan terhadap

penerapan Program EMAS juga sangat dibutuhkan supaya dapat

menerapkan Program EMAS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Komitmen bidan dapat dilihat dari sikap bidan dalam menerima program

tersebut, dan sikap bidan dapat positif dan negatif yang bisa diukur

melalui pertanyaan yang berupa pendapat bidan tentang pelaksanaan

Program EMAS.
1
3

g. Kondisi Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi Program EMAS

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan (Subarsono, 2012).

Dalam Program EMAS terkait kondisi lingkungan sosial, politik dan

ekonomi antara lain dukungan dari kelompok-kelompok yang

berkepentingan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau

menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah

elit politik mendukung implementasi kebijaka

B. Penguatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Sistem Rujukan

1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dalam Program

EMAS

Upaya yang dilakukan dalam program EMAS adalah dengan peningkatan

kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara memastikan

intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada penurunan

kematian dan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan

Puskesmas.

Clinical governance adalah suatu rangka/struktur organisasi pelayanan

kesehatan nasional yang bertanggung jawab atas peningkatan kualitas

pelayanan yang berkelanjutan dan standar asuhan dengan tingkat keamanan

yang tinggi sehingga menciptakan asuhan klinis yang berkualitas. Clinical

governance ingin memastikan bahwa asuhan yang diberikan aman,

berkualitas tinggi dengan prioritas dan berfokus pada pasien. Tujuan Clinical

governance yaitu meningkatkan mutu pelayanan medis, menjamin dan


1
4

melindungi keselamatan pasien, mengatur penyelenggaraan komite medis di

RS dalam rangka meningkatkan profesionalisme.

Peran clinical governance dalam mempertahankan dan meningkatkan

mutu antara lain dengan audit nearmiss yaitu audit terhadap kasus kebidanan

yang ditangani oleh puskesmas dengan tidak menyalahkan dan tidak

menghakimi, dashboard yaitu sebuah alat yang digunakan untuk memantau

berjalanya prinsip – prinsip clinical governance di lapangan dan umpan balik.

Upaya lain dalam program EMAS adalah memperkuat sistem rujukan yang

efisien dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar di

Puskesmas sampai ke Rumah Sakit rujukan di tingkat kabupaten/kota.

Masyarakat pun dilibatkan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas

fasilitas kesehatan. Untuk itu, program ini juga akan mengembangkan

mekanisme umpan balik dari masyarakat ke pemerintah daerah dengan

menggunakan teknologi informasi seperti media sosial dan SMS gateway,

dan memperkuat forum masyarakat agar dapat menuntut pelayanan yang

lebih efektif dan efisien melalui maklumat pelayanan (service charter) dan

Citizen Report Card (Depkes, 2015).

2. Sistem Rujukan Program EMAS:

a. SIJARIEMAS (Sistem Informasi dan Komunikasi Jejaring Rujukan

Maternal dan Neonatal) adalah Sistem informasi dan komunikasi timbal

balik dengan menggunakan pesan singkat elektronik (SMS), telepon

dan atau Internet antara petugas pelayanan kesehatan dasar (Bidan

Praktek Mandiri, bidan/dokter Puskesmas PONED, bidan/dokter


1
5

Puskesmas Non-PONED, bidan Rumah Bersalin) dengan rumah sakit

dalam jejaring rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal.

b. Petugas pelayanan kesehatan adalah staf fasilitas kesehatan yang

memberikan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Petugas

Pelayanan Kesehatan termasuk Bidan Desa, Bidan Puskesmas, Bidan

Praktek Swasta (BPS) dan Dokter Praktek Swasta (DPS).

c. Rumah Sakit Rujukan adalah rumah sakit yang siap memberikan

layanan 24 jam layanan rujukan ibu dan bayi baru lahir.

d. Operator SIJARIEMAS adalah staf di Rumah Sakit Rujukan yang

bertanggung jawab dan atau diberi tugas menjawab dan mengelola

informasi rujukan melalui SIJARIEMAS.

3. Tujuan

a. Tujuan Umum :

Terlaksananya komunikasi untuk meningkatkan akurasi informasi,

kelengkapan data dan mempercepat penyampaian informasi rujukan pasien

gawat darurat maternal neonatal ke rumah sakit rujukan ibu hamil dan bayi

baru lahir.

b. Tujuan Khusus :

1) Meningkatkan waktu respon penanganan terhadap pasien

gawatdarurat materna dan neonatal;

2) Memperoleh informasi rujukan yang lengkap dan akurat secara

mudah dan cepat;

3) Menerapkan pertukaran informasi rujukan gawatdarurat maternal

dan neonatal sesuai kondisi rumah sakit rujukan dalam jejaring.


1
6

4. Kebijakan

a. Pasien harus dirujuk apabila pasien tersebut penatalaksanaannya sudah

tidak menjadi kewenangan bagi fasilitas kesehatan yang bersangkutan;

b. Petugas kesehatan/Dokter/Bidan harus melakukan stabilisasi pasien

terlebih dahulu sebelum merujuk pasiennya;

c. Semua pasien maternal dan neonatal yang merupakan pasien gawat

darurat harus mendapat pertolongan segera.

5. Prosedur

a. Status kegawatdaruratan pasien dikomunikasikan dengan dokter

puskesmas. Kasus gawat darurat yang tidak bisa ditangani di tempat

pelayanan kesehatan dasar segera dirujuk ke tempat pelayanan

kesehatan yang lebih tinggi;

b. Informasi rujukan kegawatdaruratan segera dikirim oleh petugas

pelayanan kesehatan yang sudah terdaftar pada database aplikasi

SIJARIEMAS melalui SMS (pesan singkat) ke nomor pusat SMS

SIJARIEMAS Kabupaten Cilacap nomor 082-220-155-234 dengan

format berikut:

1) Rujukan Gawat-darurat Ibu Hamil:

r#kodepraktek#namaibu#umur#namasuami#asuransi#golongandarah

#transportasi#diagnosa#tindakanprarujukan

2) Rujukan Gawat-darurat Bayi:

rb#kodepraktek#namaibu#umur#namasuami#asuransi#golongandara

h#transportasi#diagnosa#tindakanprarujukan atau dengan menginput


1
7

informasi rujukan melalui website SIJARIEMAS di alamat

http://cilacap.rujukan.net

c. Apabila dalam waktu maksimal 10 menit petugas kesehatan yang

merujuk (selanjutnya disebut Petugas Kesehatan Perujuk) tidak

mendapat SMS pemberitahuan secara otomatis mengenai lokasi rumah

sakit rujukan, maka Petugas Kesehatan Perujuk wajib melakukan

panggilan telepon ke Instalasi gawat Darurat (IGD) rumah sakit

rujukan, sebagai berikut:

1) RSUD Cilacap dengan nomor 085747820507

2) RSI Fatimah dengan nomor 0282547707

3) RSU Majenang dengan nomor 0280621770

d. Apabila tidak berhasil melakukan panggilan telepon ke IGD Rumah

Sakit Rujukan, maka Petugas Kesehatan Perujuk segera mengirim

pasien ke rumah sakit rujukan prioritas pertama.

e. Petugas IGD Rumah Sakit Rujukan yang menerima informasi rujukan

segera meneruskan informasi rujukan tersebut baik secara elektronik

atau manual kepada dokter Jaga IGD untuk mendapatkan saran umpan

balik.

f. Petugas IGD Rumah Sakit Rujukan wajib mengirimkan umpan balik

mengenai tindak lanjut (advis) penanganan pasien tersebut melalui

formulir SIJARIEMAS dalam waktu maksimal 10 menit. Umpan balik

yang dikirim berisi informasi tata laksana stabilisasi yang disarankan

dan atau konfirmasi terkait kesiapan menerima rujukan gawat darurat.


1
8

g. Petugas IGD Rumah Sakit Rujukan yang membantu dokter jaga wajib

melakukan komunikasi dengan Petugas Kesehatan Perujuk guna

mendapat informasi lebih rinci terkait jenis dan status komplikasi

pasien beserta arahan penanganan stabilisasi yang dibutuhkan sampai

pasien dan tenaga kesehatan perujuk sampai di rumah sakit tujuan

rujukan.

h. Petugas Kesehatan Perujuk berkewajiban untuk terus melakukan

komunikasi dengan Petugas IGD PONEK/IGD sepanjang perjalanan

menuju RS rujukan.

i. Petugas IGD Rumah Sakit Rujukan melakukan koordinasi dengan unit

terkait dalam memastikan kesiapan dalam menerima pasien rujukan

gawat darurat.

j. Petugas IGD Rumah Sakit Rujukan menerima, melakukan tindakan

penanganan pasien dan mencatat status penanganan pasien dengan

aplikasi SIJARIEMAS. Setelah selesai penanganan pasien, Petugas

IGD PONEK/IGD mencatat resume medis tindakan penanganan yang

dilakukan di IGD sesuai standar kelengkapan rekam medis.

k. Petugas bagian perawatan rumah sakit rujukan melakukan tindakan

perawatan pasien. Operator SIJARIEMAS mencatat status perawatan

pasien dengan aplikasi SIJARIEMAS. Setelah selesai perawatan pasien,

Operator SIJARIEMAS mencatat resume medis tindakan perawatan

yang dilakukan sesuai standar kelengkapan rekam medis.


1
9

l. Petugas bagian perawatan atau Operator SIJARIEMAS Rumah Sakit

Rujukan mencatat rujukan balik di fomulir yang disediakan pada

aplikasi SIJARIEMAS.

m. Petugas Kesehatan Perujuk melakukan tindak lanjut pasca perawatan di

rumah sakit kepada pasien yang telah selesai perawatan sesuai arahan

rujukan balik.

6. Unit Terkait

Beberapa unit pelayanan kesehatan yang terkait dalam pelaksanaan

program EMAS antara lain Bidan Praktek Mandiri (BPM), Puskesmas

mampu PONED, Puskesmas Non-PONED, Rumah Bersalin, Rumah Sakit,

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dan Dinas Komunikasi dan Informasi

Kabupaten Cilacap.

7. Dokumen Terkait

Beberapa dokumen terkait dalam pelaksanaan program EMAS antara lain

Panduan Operasional Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawat Daruratan

Maternal dan Neonatal Puskesmas – Rumah Sakit, Standar Prosedur

Operasional Pelayanan Kebidanan, Standar Prosedur Operasional Pelayanan

Neonatal dan Dokumen administrasi pasien gawat darurat, yang meliputi

Kartu Status (Kartu Ibu), Buku KIA, Kartu Identitas, Kartu Keluarga, Kartu

Kepesertaan Asuransi, Surat Rujukan, Kartu Bayi, Kartu Identitas Orang Tua,

Data P4K, Rekam Medis Rumah Sakit dan Buku Panduan Penggunaan

Sistem Informasi Jejaring Rujukan Maternal dan Neonatal (SIJARIEMAS)

(Dinkes Kabupaten Cilacap, 2012).


2
0

BAB III
BENTUK APLIKASI

Sistem Informasi dan Komunikasi Jejaring Rujukan Maternal & Neonatal


bernama SijariEMAS telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas sistem rujukan di jejaring rujukan kabupaten/kota.

Aplikasi SijariEMAS memiliki feature-feature untuk mendukung fungsi:

 Sarana komunikasi rujukan gawat-darurat


 Pengumpulan data dan pemberian advis bagi ibu hamil berisiko tinggi
(rujukan terencana)
 Pengumpulan data dan advis untuk ibu hamil
 Pelaporan kematian ibu (maternal).

SijariEMAS yang berjalan dan berfungsi dengan baik untuk sarana komunikasi
dan kolaborasi penanganan rujukan di jejaring rujukan maternal-neonatal
memiliki manfaat:

 Pihak rumah sakit rujukan lebih siap dalam menerima dan melakukan
pelayanan pasien rujukan
2
1

 Mencegah multiple referral dalam pelayanan rujukan, dan keterlambatan


penanganan pasien dapat diminimalisir
 Terbangun komunikasi, kolaborasi, dan rujukan ilmu antara bidan di desa,
tenaga kesehatan di Puskesmas, dan tenaga kesehatan di rumah sakit
 Tersedia basis data informasi rujukan yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan evaluasi, perencanaan, dan pengambilan keputusan untuk
perbaikan kinerja jejaring rujukan.

Implementasi sistem ini melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan


tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan maternal-neonatal, serta Dinas
Kesehatan di kabupaten/kota.
2
2

DAFTAR PUSTAKA

Trends in Maternal Mortality : 1990 to 2013. Geneva: Worlds Health


Oeganization; 2014

Kemenkes RI.Profol Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Indonesia 2015

Irasanty,GUfrida D, dkk. Pencegahan Keterlambatan Rujukan Maternal. Jurnal


Manajemen Pelayanan Kesehatan . 2008;11(3):122-129

SIJARIEMAS. Pnduan ImplementasiSIJARIEMAS .Jakarta: Emas;2013. Avaible


from:http://emasindonesia.org/read/resources/tools_guidelines/13/Panduan-
Implementasi-SiJariEmas-Sistem-Informasi-Jejaring-Rujukan-Maternal-dan-
Neonatal

Sugiyono. Statistik untuk Penelitian.Bandung:Bandung :Alfabeta ;2015

Syafrudin dan Hamidah. Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC; 2007

Expanding Maternal and Neonatal Survival. Saving Indonesia’s Mother and


Newborns [Pamphlet]. Jakarta: EMAS Indonesia

You might also like