Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Perkembangan Emosi Peserta Didik dan Problematikanya


DOSEN PENGAMPU: Dr. Surayanah, M.Pd

Kelompok 5:
1. Nadia Ayudyaning Novarinda (230151605847)
2. Peninda Elpa Riana (230151601440)
3. Salsabila Khoirul Syifa’ (230151609716)
4. Shava Mareta Aul’lya (230151601084)
5. Shelin Fatika Rahma (230151605098)
6. Udiyana Pradayanti (230151605148)

Fakultas Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2024


Kata Pengantar

Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga makalah kami yang berjudul “Perkembangan Emosi Peserta
Didik dan Problematikanya ” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai
salah satu pemenuhan tugas mata kuliah PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK di Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Banyak pihak telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami ucapkan
terima kasih khususnya kepada Ibu Dr. Surayanah, M. Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah
yang telah memberikan tugas ini sehingga wawasan dan pengetahuan kami menjadi bertambah.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah ikut serta
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
sehingga makalah ini dapat kami perbaiki dengan baik dan benar. Kami berharap dengan
disusunnya makalah ini, pembaca mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat.

Blitar, Februari 2024

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................................ii
BAB I..............................................................................................................................................1
Pendahuluan..................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................1
Pembahasan..................................................................................................................................1
A. Definisi dari Emosi..............................................................................................................1
B. Tahapan Perkembangan Emosi Anak................................................................................2
C. Ekspresi Emosi Pada Anak................................................................................................4
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Emosi Anak..................................14
E. Problematika Perkembangan Emosi Anak.......................................................................15
F. Peran Orang Tua dan Guru dalam Memahami Perkembangan Emosi Anak...................21
BAB III..........................................................................................................................................23
KESIMPULAN..............................................................................................................................23
Daftar Pustaka.............................................................................................................................24

ii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Perkembangan emosi adalah perubahan kualitas pada perasaan hati seorang individu, yang
berkaitan dengan pengalaman anak dalam mengenali perasaan dan emosi yang dialami,
memahami bagaimana dan mengapa sebuah hal terjadi, mengenali perasaan orang lain, dan
mengembangkannya. Seiring pertumbuhan anak, perkembangan emosi anak ini juga akan
semakin kompleks sesuai dengan pengalaman hidup yang didapatkannya.

Perkembangan emosi pada peserta didik bervariasi berdasarkan usia mereka. Pada usia pra
sekolah, anak kelihatan berperilaku agresif dan menentang keinginan orang lain, khususnya
orang tuanya. Pada usia sekolah dasar, emosi memainkan peran yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang, memengaruhi cara peserta didik berinteraksi dengan orang lain, mengatasi
tantangan, dan belajar dari pengalaman mereka. Masa remaja atau sering disebut dengan masa
adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anak ke masa dewasa, di
mana individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai kematangan fisik, sosial, dan
emosi.

Masalah emosi pada peserta didik dapat bervariasi dari yang relatif ringan hingga yang
lebih serius, termasuk ketidakstabilan emosional, ketidakmampuan mengatasi kegagalan,
gangguan kepribadian, kecemasan ujian, depresi, perilaku agresif, bullying, gangguan makan,
kecemasan sosial, dan kesulitan mengelola kemarahan. Dampak dari masalah perkembangan
emosi pada setiap peserta didik dapat bervariasi, namun berikut dampak umum yang dapat
terjadi: prestasi akademik yang buruk, isolasi sosial, masalah kesehatan fisik, dan perilaku yang
merusak.

Solusi untuk masalah perkembangan emosi pada peserta didik dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis masalah dan tingkat keparahannya. Beberapa strategi umum termasuk
dukungan emosional, konseling dan terapi, pendidikan emosional, pencegahan, teknik relaksasi,
perencanaan studi, pendidikan pemahaman kegagalan, dan manajemen stres. Penting untuk
diingat bahwa setiap individu adalah unik, dan solusi yang efektif mungkin berbeda-beda.
Konsultasi dengan profesional kesehatan mental atau konselor sekolah adalah langkah yang bijak
jika peserta didik mengalami masalah emosi yang serius atau berkepanjangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi?
2. Bagaimana tahapan perkembangan emosi?

1
3. Bagaimana ekspresi emosi ?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi?
5. Bagaimana problematika dalam perkembangan emosi?
6. Bagaimana peran orang tua dan guru dalam perkembangan emosi?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi
2. Mengetahui tahapan perkembangan emosi
3. Mengetahui bagaimana ekspresi dalam emosi
4. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
5. Mengetahui bagaimana problematika dalam perkembangan emosi
6. Mengetahui bagaimana peran orang tua dan guru dalam perkembangan emosi

2
BAB II

Pembahasan

A. Definisi dari Emosi


Franken (Baihaqi dkk, 2007) menjelaskan bahwa hasil interaksi antara faktor
subyektif (proses kognitif), faktor lingkungan (hasil belajar), faktor biologis (proses
hormonal) sehingga menimbulkan sebuah reaksi disebut sebagai emosi. Dengan kata lain,
emosi muncul pada saat manusia berinteraksi dengan lingkungannya. (Baihaqi dkk, 2007)

Para ahli mencoba mendefinisikan teori sehingga mendapat tiga grand theory
mengenai emosi, yaitu :

1. Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari
teori awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika
William James. James mengusulkan serangkaian kejadian dalam keadaan emosi
yaitu kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi, kemudian kita
bereaksi terhadap situasi tersebut, dan kita memperatikan reaksi kita. Persepsi kita
mengenai reaksi tersebut merupakan dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga
pengalaman emosi atau emosi yang dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh
memunculkan pengalaman emosional.

2. Teori Cannon-Bard
Teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah
kejadian yang berdiri sendiri. Menurut teori ini, pertama kali kita menerima emosi
potensial yang dihasilkan dari dunia luar, kemudian daerah otak yang lebih
rendah, seperti hipotalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini, kemudia
mengirim out put dalam dua arah yaitu pertama ke organ-organ tubuh dalam dan
otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, kedua ke korteks
cerbral diaman pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi
yang dirasakan.

3. Teori Schachter-Singer (Interpretasi tentang pembangkitan tubuh)


Teori kontemporer ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan adalah benar
dari interpretasi kita tentang sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh.
Schachter dan Singer berpendapat bahwa keadaan tubuh dari keterbangkitan
emosional adalah sama pada hampir semua emosi yang kita rasakan dan itu terjadi
jika perbedaan psikologis dalam pola respon tubuh. Orang dikatakan memiliki

1
perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara mereka
mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka. Rangkaian
kejadian dalam memproduksi emosi menurut teori ini yaitu, pertama persepsi dari
situasi potensial yang menghasilkan emosi, kedua keadaan tubuh yang
terbangkitkan dengan hasil persepsi ini yang ambigus, ketiga interpretasi dan
menamai keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima.

Selain ketiga grand theory tersebut terdapat beberapa pandangan lain


mengenai emosi yaitu :
➢ Menurut pandangan neurologi, emosi mengandung dua keadaan
yaitu cara bertindak (ekspresi emosional) dan cara merasa
(pengalaman emosional).
➢ Bard mengungkapkan bahwa ekspresi emosional tergantung dari
aksi integratif hyphotalamus, dan bukan oleh kerja thalamus atau
cortex cerebri.
➢ Menurut pandangan psikologi emosi adalah pengalaman yang
sadar dan kompleks yang memberi pengaruh pada aktivitas-
aktivitas tubuh, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan
kinestetik, disertai dengan penjelmaan yang jelas, impuls-impuls
yang bersamaan serta nada perasaan yang kuat (Baihaqi dkk,
2007).

Berdasarkan teori-teori dan beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan


secara garis besar bahwa emosi adalah interpretasi kita meliputi aspek fisiologi
terhadap sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh kita, menghasilkan sensasi-
sensasi organis dan kinestetik sehingga kita bereaksi ke situasi tersebut dan kita
memperhatikan reaksi kita.

B. Tahapan Perkembangan Emosi Anak


Perkembangan emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks dan bisa berupa perasaan
pikiran yang ditandai dengan adanya perubahan biologis yang muncul dari perilaku
seseorang baik berupa nafsu, perasaan, ataupun kondisi mental yang tidak terkontrol.
Perkembangan emosi pada anak usia dini meliputi beberapa fase, yaitu:
- Pada usia bayi hingga 18 bulan, bayi mulai mengenali perasaan aman dan familier
terhadap lingkungan sekitarnya. Kemudian pada minggu keempat bayi mulai
tersenyum saat merasakan perasaan nyaman dan aman, pada minggu ke delapan
bayi akan tersenyum saat melihat wajah dan suarang orang disekitarnya. Pada
bulan keempat sampai kedelapan, bayi mulai mengekspresikan emosi gembira,
terkejut, marah, dan takut. Ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya
semakin meningkat pada usia 12-15 bulan dan pada usia ke 18 bulan, bayi mulai

2
mengamati dan meniru emosi yang ditunjukan orang disekitar mereka saat
merespon suatu kejadian.
- Pada awal usia 2 tahun anak belum bisa menggunakan kata untuk
mengekspresikan emosinya tapi anak akan memahami keterkaitan antara ekspresi
wajah dan emosi yang dialami. Dan pada saat usia menginjak 3 tahun anak mulai
mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal dan anak mulai
beradaptasi dengan kegagalan. Pada masa ini anak juga mulai mengendalikan
perilaku dan berusaha menguasai diri
- Di usia 3-5 tahun, anak mulai memahami bahwa suatu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Contohnya di
suatu pertandingan, orang yang menang akan merasakan senang, tapi disaat yang
sama orang yang kalah dalam pertandingan itu akan merasakan sedih.
- Pada usia 5-6 tahun, anak sudah mulai mempelajari aturan yang berlaku. Anak
sudah mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Pada usia ini anak mulai mampu
menjaga rahasia.
- Pada usia 6 tahun, anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks seperti
cemburu, merasa bangga, sedih, dan kehilangan. Namun, di usia ini anak masih
mengalami kesulitan untuk menafsirkan emosi orang lain. Diperlukan
pengalaman mengatur emosi yang meliputi kapasitas anak untuk mengontrol dan
mengarahkan emosinya serta menjaga perilaku disaat emosi yang kuat muncul
dibantu oleh bimbingan dari orang dewasa.
- Di usia 7-8 tahun, perkembangan emosi anak telah mencapai tahapan dimana
anak mampu memverbalisasikan emosi yang dialami. Semakin bertambahnya
usia, anak semakin menyadari perasaannya dan orang lain. Anak mulai belajar
untuk memahami perasaan yang dialami oleh orang disekitar mereka.
- Pada usia 9-10 tahun, anak sudah bisa mengatur ekspresi emosi dalam situasi
sosial dan merespon emosi orang lain. Anak juga mampu mengontrol emosi
negatif seperti takut dan sedih. Anak mampu untuk mempelajari penyebab emosi
negatif seperti sedih, marah, maupun takut sehingga mereka bisa belajar untuk
beradaptasi supaya emosi tersebut bisa dikendalikan. Pada tahap ini anak
mempelajari cara untuk meredam emosi negatif yang muncul kemudian mencari
cara agar hal tersebut bisa diredakan.
- Pada usia 11-12 tahun, anak sudah mengerti tentang baik dan buruk, tentang
norma dan nilai yang berlaku di lingkungannya. Nuansa emosi yang dialami anak
pun semakin beragam.

3
C. Ekspresi Emosi Pada Anak

Ekspresi emosi anak merujuk pada cara anak menunjukkan dan menyatakan perasaan atau

emosinya. Ini mencakup berbagai tanda dan perilaku yang mencerminkan keadaan emosional anak

pada saat tertentu.Emosi merupakan keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan

perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh. Pada anak-anak, belajar tentang emosi yang mereka

rasakan sangat penting untuk perkembangan emosinya sendiri, walau mereka mungkin belum bisa

menerjemahkan emosi negatif yang dikeluarkan orang dewasa di sekitarnya. Anak akan tertawa atau

tersenyum saat gembira, dan menangis atau merengut saat sedih untuk menunjukkan perasaannya.

Beberapa emosi yang diekspresikan oleh anak dapat membantu orang tua memahami dan

memperlakukan buah hatinya dengan benar.

1. Takut: Perasaan terancam oleh suatu hal yang dianggap berbahaya. Anak akan merasa

takut jika pernah mendapat pengalaman tidak menyenangkan, mendapat pembiasaan untuk

takut pada suatu hal, atau meniru orang di sekitarnya yang takut pada sesuatu . Anak-anak

sering mengekspresikan rasa takut mereka melalui berbagai cara, tergantung pada usia,

kepribadian, dan tingkat kenyamanan mereka dalam berkomunikasi. Berikut adalah

beberapa cara umum di mana anak-anak mengekspresikan rasa takut:

- Menangis: Ini adalah respons umum pada anak-anak yang masih bayi dan anak-

anak prasekolah. Menangis adalah cara alami bagi mereka untuk menyampaikan

ketidaknyamanan atau ketakutan.

- Merengek atau rewel: Anak-anak yang lebih besar mungkin menunjukkan rasa takut

dengan merengek atau merajuk. Mereka mungkin mencari perhatian atau pelukan

untuk merasa lebih aman.

4
- Menjauh atau bersembunyi: Beberapa anak mungkin merasa lebih nyaman dengan

menarik diri dari situasi yang menakutkan. Mereka bisa saja mencoba bersembunyi

di belakang orang tua atau mencari tempat yang dirasa aman.

- Menunjukkan ketidaknyamanan fisik: Rasa takut seringkali dapat tercermin melalui

reaksi fisik seperti gemetaran, keringat dingin, atau bahkan mual pada beberapa

anak.

- Tidak mau berbicara: Beberapa anak mungkin menutup diri dan enggan berbicara

ketika mereka merasa takut. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka membutuhkan

waktu dan dukungan untuk merasa nyaman berbagi perasaan mereka.

- Mimik muka dan tubuh: Anak-anak juga dapat mengekspresikan rasa takut melalui

ekspresi wajah atau bahasa tubuh. Mereka mungkin mengkerutkan kening,

mengepalkan tangan, atau menghindari kontak mata.

- Regressi: Beberapa anak mungkin kembali pada perilaku yang lebih khas untuk usia

lebih muda ketika mereka merasa takut. Ini bisa termasuk perilaku seperti menggigit

jari, mengisap jempol, atau meminta untuk dibawa.

- Mimpi buruk: Anak-anak dapat mengalami rasa takut melalui mimpi buruk atau

kesulitan tidur. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka memiliki kecemasan atau

ketakutan yang belum diungkapkan.

2. Senang : Perasaan positif yang membuat anak merasa nyaman karena apa yang ia inginkan

terpenuhi. Anak-anak dapat mengekspresikan rasa senang mereka melalui berbagai cara yang lucu dan menggemaskan. Berikut adalah beberapa ungkapan
ekspresi senang pada anak:

5
- Senyum cerah: Anak yang senang seringkali menunjukkan senyuman lebar dengan mata

yang berbinar. Senyum mereka bisa menjadi tanda kebahagiaan yang jelas.

- Tawa riang: Tertawa dengan riang gembira adalah cara umum bagi anak-anak untuk

mengekspresikan kebahagiaan mereka. Tawa anak-anak sering kali terdengar penuh semangat

dan menggembirakan.

- Melompat-lompat: Anak-anak yang senang mungkin melompat-lompat atau berlari-larian

dengan penuh energi. Ini adalah cara fisik mereka untuk mengekspresikan kegembiraan.

- Pelukan dan ciuman: Anak-anak yang bahagia sering ingin berbagi kebahagiaan mereka

dengan orang-orang terdekat. Mereka mungkin memberikan pelukan, ciuman, atau bahkan

sekadar mencari kontak fisik.

- Giggle atau cekikan: Tertawa kecil atau cekikan ringan adalah ungkapan kegembiraan yang

sering terjadi pada anak-anak. Ini bisa muncul dalam situasi yang lucu atau menyenangkan.

- Gerakan tubuh: Anak-anak mungkin mengekspresikan rasa senang mereka melalui gerakan

tubuh seperti mengayunkan tangan, menari-nari, atau bahkan mengangkat kaki mereka dengan

gembira.

- Ekspresi wajah ceria: Ekspresi wajah anak yang bahagia bisa mencakup mata berbinar, bibir

yang tersenyum, dan mungkin gigi yang terlihat. Wajah ceria adalah tanda klasik dari

kegembiraan anak-anak.

- Berbicara dengan cepat dan bersemangat: Anak-anak yang senang seringkali ingin berbagi

kebahagiaan mereka dengan berbicara dengan cepat dan penuh semangat. Mereka mungkin

bercerita tentang pengalaman positif atau menyampaikan kegembiraan mereka dalam kata-kata.

6
3. Marah : Perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi, karena menghadapi situasi yang

membuatnya frustasi. Hal yang anak tunjukkan bisa berupa menangis, menendang, menggertak,

memukul dan lainnya. Berikut adalah beberapa ungkapan ekspresi marah pada anak:

- Menangis atau meraung: Anak-anak, terutama yang masih bayi atau balita, mungkin

menangis atau meraung ketika mereka merasa marah dan frustrasi.

- Berteriak: Anak-anak yang lebih besar mungkin mengekspresikan rasa marah mereka

dengan berteriak atau mengeluarkan suara keras.

- Mengunci tubuh: Beberapa anak mungkin membeku atau mengunci tubuh mereka ketika

mereka merasa marah. Ini bisa terlihat seperti menegakkan tubuh, menahan napas, atau menahan

gerakan.

- Menggebrak pintu atau benda: Anak-anak yang merasa marah mungkin mengeluarkan

energi dengan menggebrak pintu, melempar benda, atau melakukan tindakan impulsif lainnya.

- Meludah atau menggeram: Beberapa anak mungkin merespon rasa marah dengan

mengeluarkan suara geram atau meludah sebagai ekspresi frustrasi.

- Menunjukkan ekspresi wajah marah: Wajah anak bisa menjadi tanda ekspresi marah, seperti

kerutan di dahi, mata yang menyipit, atau bibir yang terlipat.

- Menunjukkan perilaku agresif: Rasa marah dapat mengakibatkan perilaku agresif seperti

menggigit, menendang, atau pukulan. Ini mungkin terjadi ketika anak tidak tahu cara mengatasi

emosinya.

7
- Menarik diri: Beberapa anak mungkin merasa lebih baik dengan menarik diri dari situasi

yang membuat mereka marah. Ini bisa termasuk memilih untuk pergi ke sudut ruangan atau

menutup diri dalam kamar.

- Berbicara kasar atau memarahi: Anak-anak yang lebih besar mungkin mengekspresikan rasa

marah dengan menggunakan kata-kata kasar, memarahi, atau bahkan mengungkapkan

kebencian.

4. Ingin tahu : Anak akan menunjukkan rasa ingin tahu jika melihat hal baru. Berikut adalah

beberapa ekspresi ingin tahu pada anak:

- Banyak Bertanya: Anak-anak yang ingin tahu seringkali akan mengajukan banyak

pertanyaan. Mereka ingin memahami konsep, fenomena, atau hal-hal baru yang mereka temui.

- Mengeksplorasi Lingkungan: Anak-anak ingin tahu seringkali akan mengeksplorasi

lingkungan sekitar mereka. Mereka mungkin tertarik untuk menyentuh, meraba, atau memeriksa

benda-benda baru.

- Ekspresi Wajah Tertarik: Mata yang terbuka lebar, kening yang terangkat, atau senyum

kecil adalah tanda-tanda ekspresi wajah ketika anak tertarik pada sesuatu.

- Menggunakan Kata-Kata Spesifik: Anak-anak yang ingin tahu mungkin menggunakan kata-

kata spesifik untuk mengekspresikan keinginahuan mereka. Misalnya, "Mengapa?" atau

"Bagaimana?"

- Bertindak Secara Aktif: Anak-anak yang ingin tahu cenderung bertindak secara aktif untuk

mencari jawaban. Ini bisa termasuk membaca buku, mencari informasi di internet, atau

berbicara dengan orang dewasa.

8
- Ekspresi Fisik Positif: Anak-anak yang ingin tahu dapat mengekspresikan ketertarikan

mereka melalui gerakan tubuh seperti mengangguk-angguk kepala, menggelengkan kepala, atau

melibas tangan secara antusias.

- Berpartisipasi dalam Pembelajaran: Anak-anak ingin tahu cenderung aktif dalam

pembelajaran. Mereka dapat dengan senang hati berpartisipasi dalam diskusi, kegiatan belajar,

atau eksperimen.

- Mengajukan Pertanyaan Kritis: Anak-anak yang ingin tahu mungkin mengajukan

pertanyaan kritis atau mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu

konsep atau topik.

- Memperlihatkan Ketertarikan Jangka Panjang: Anak-anak bisa menunjukkan ketertarikan

jangka panjang pada topik tertentu atau kegiatan tertentu. Mereka mungkin terus-menerus ingin

belajar lebih banyak atau mengembangkan keterampilan dalam area tertentu.

- Bertahan dalam Mencari Solusi: Anak-anak yang ingin tahu mungkin tidak mudah

menyerah ketika menghadapi tantangan atau masalah. Mereka akan bertahan untuk mencari

solusi atau jawaban yang mereka cari.

5. Sedih: Perasaan yang muncul ketika anak mengalami kehilangan benda/orang/sesuatu yang ia

sukai atau harapkan. Ungkapannya adalah dengan menangis atau enggan melakukan apapun.

Berikut adalah beberapa ungkapan ekspresi sedih pada anak:

- Menangis: Menangis adalah cara umum bagi anak-anak untuk mengekspresikan rasa sedih.

Tangisan mungkin bervariasi dari gemetar hingga menangis dengan keras.

9
- Menghindari kontak mata: Anak yang sedang sedih mungkin menghindari kontak mata dan

lebih suka merenung sendiri. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka membutuhkan waktu untuk

merenung atau mendapatkan dukungan.

- Mimik wajah muram: Ekspresi wajah anak yang muram, seperti bibir yang terlipat atau

kening yang menurun, dapat mencerminkan perasaan sedih.

- Menunjukkan tubuh yang lemas: Anak-anak yang sedang sedih mungkin menunjukkan

tanda-tanda fisik seperti tubuh yang lemas, sikap tertunduk, atau bahkan duduk dengan kepala

tertutup.

- Mengungkapkan kebutuhan untuk disentuh: Beberapa anak, saat sedih, mungkin mencari

kenyamanan fisik dengan meminta dipeluk atau ditemani.

- Menarik diri dari interaksi sosial: Anak-anak yang sedang sedih bisa menjadi lebih tertutup

dan menarik diri dari interaksi sosial. Mereka mungkin tidak tertarik untuk bermain dengan

teman-teman atau berpartisipasi dalam kegiatan biasa.

- Tidak bersemangat: Anak yang biasanya bersemangat dan energik mungkin menjadi kurang

aktif dan tidak bersemangat saat mereka merasa sedih.

- Menunjukkan tanda-tanda kelelahan: Rasa sedih dapat mempengaruhi energi anak,

membuat mereka tampak lelah atau malas.

- Menyatakan perasaan dengan kata-kata: Anak-anak yang lebih besar mungkin

mengekspresikan rasa sedih mereka melalui kata-kata, mengatakan bahwa mereka merasa sedih,

kecewa, atau bahkan depresi.

10
- Menunjukkan perubahan dalam pola makan atau tidur: Rasa sedih dapat memengaruhi

kebiasaan makan atau tidur anak. Mereka mungkin kehilangan nafsu makan atau mengalami

kesulitan tidur.

6. Afeksi : Perasaan kasih sayang anak yang ia tunjukkan pada sesuatu atau seseorang dengan

memeluk, mencium, memegang, dan lainnya. Berikut adalah beberapa cara umum di mana anak-anak mengekspresikan dan menerima
afeksi:

- Pelukan dan Ciuman: Pelukan dan ciuman adalah cara klasik anak-anak mengekspresikan

afeksi. Anak mungkin mencari pelukan atau memberikan ciuman sebagai bentuk kenyamanan

dan kasih sayang.

- Senyuman dan Tertawa: Ekspresi wajah ceria, senyuman, dan tertawa adalah tanda

kebahagiaan dan kepuasan pada anak. Mereka sering mengekspresikan kegembiraan melalui

senyum dan tawa.

- Bermain Bersama: Anak-anak mengekspresikan afeksi dengan bermain bersama orang tua

atau teman-teman mereka. Kegiatan bermain bersama menciptakan ikatan dan keintiman.

- Memberikan Hadiah atau Kejutan: Anak-anak mungkin mengekspresikan afeksi dengan

memberikan hadiah kecil atau membuat kejutan untuk orang yang mereka sayangi.

- Menggambar atau Membuat Karya Seni: Aktivitas kreatif seperti menggambar atau

membuat karya seni seringkali menjadi cara anak mengekspresikan perasaan mereka dan

memberikan hadiah kepada orang yang mereka sayangi.

- Berbicara dengan Lembut: Anak-anak dapat menunjukkan afeksi melalui kata-kata lembut,

menyatakan rasa sayang, atau memberikan pujian.

11
- Memperhatikan dan Bersikap Empati: Anak-anak yang memperhatikan perasaan orang lain

dan bersikap empati menunjukkan afeksi dan perhatian kepada orang di sekitarnya.

- Pegangan Tangan atau Duduk Bersama: Memegang tangan atau duduk bersama adalah cara

sederhana namun kuat yang menunjukkan kebersamaan dan kenyamanan.

- Menyentuh Lebih: Sentuhan fisik, seperti meraba atau menyentuh dengan lembut, dapat

menjadi cara anak mengekspresikan afeksi.

- Memperhatikan dan Bersikap Empati: Anak-anak yang memperhatikan perasaan orang lain

dan bersikap empati menunjukkan afeksi dan perhatian kepada orang di sekitarnya.

❖ Cara mengenalkan macam-macam emosi pada anak :Anak adalah peniru orang yang ada di

sekitarnya, termasuk orang tua dan guru serta lainnya. Mengajarkan masalah emosi pada anak dapat dimulai

dengan bersikap dan mengelola emosi orang tua sendiri dengan benar.

1. Kenalkan jenis emosi yang sedang dirasakan. Misalnya anak sedang tertawa atau tersenyum

karena mendapat hadiah, jelaskan bahwa yang ia rasakan saat itu bernama ‘senang’, ‘gembira’,

‘bahagia’. Bisa juga saat orang tua sedang tertawa, katakan bahwa Anda sedang gembira. Sedang

menangis, katakan Anda sedih, dan lainnya.

2. Gunakan bahasa yang sederhana saja, agar anak memahami tentang emosi yang ia rasakan

tersebut. Bersikap tenang saat menjelaskan pada anak, akan membuat anak meniru sikap tenang dan

positif orang tua walau sedang marah sekalipun.

12
3. Menjelaskan dengan gambar juga dapat dilakukan. Tunjukkan gambar anak-anak yang sedang

gembira, sedang sedih, sedang marah, dan lainnya.

4. Hindari menggunakan kata-kata yang bersifat mengejek atau menghina anak, karena anak juga

memiliki rasa malu. Hindari juga melakukan kekerasan fisik pada anak-anak. 5. Mengajari anak

untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan, sehingga kelak anak pun tidak segan meminta maaf

saat melakukan kesalahan. Orang tua dapat melakukannya lebih dahulu jika melakukan kesalahan

pada anak.

5. Mainkan Permainan Peran:Bermain permainan peran dapat membantu anak mengekspresikan

emosi secara aman. Berikan mereka peran dan biarkan mereka menunjukkan ekspresi emosi sesuai

dengan situasi yang Anda buat.

6. Berikan Contoh Situasi Nyata:Gunakan situasi sehari-hari sebagai contoh untuk mengajarkan

anak tentang berbagai emosi. Misalnya, bicarakan tentang bagaimana mereka merasa ketika

kehilangan mainan favorit atau ketika mendapat kejutan menyenangkan.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Emosi Anak


Faktor pendukung dan penghambat pengembangan peserta didik dapat dikategorikan
menjadi beberapa aspek penting yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Berikut adalah
beberapa faktor pendukung dan penghambat yang dapat mempengaruhi pengembangan peserta
didik:

➢ Faktor Pendukung
1. Interaksi dengan orang lain: Anak yang bergabung dalam hubungan sosial sehat dan
bermartabat akan membantu mengembangkan emosi dan komunikasi yang baik
2. Interaksi sehat dan berkelanjutan dengan ibu dan ayah: Interaksi yang sehat dan baik
dengan orang tua membantu anak merasa pernah disanggah dan dipahami

13
3. Lingkungan yang stabil dan sejuk: Lingkungan yang aman dan perlunya membantu anak
merasa terjaga dan memudahkan mereka untuk mengembangkan emosi
4. Lingkungan Belajar yang Mendukung: Lingkungan belajar yang kondusif dan
mendukung dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam proses
belajar. Hal ini mencakup fasilitas belajar yang memadai, pengawasan yang efektif, dan
pembelajaran yang interaktif.
5. Materi Pelajaran yang Relevan: Materi pelajaran yang relevan dengan kebutuhan dan
minat peserta didik dapat meningkatkan minat dan keterlibatan mereka dalam proses
belajar.
6. Pendidik yang Kompeten: Pendidik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
baik dalam mengajar dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan memfasilitasi
pembelajaran peserta didik.

➢ Faktor Penghambat
1. Lingkungan Belajar yang Tidak Mendukung: Lingkungan belajar yang kurang
mendukung, seperti fasilitas belajar yang tidak memadai atau pengawasan yang tidak
efektif, dapat menghambat proses belajar.
2. Materi Pelajaran yang Tidak Relevan: Materi pelajaran yang tidak relevan dengan
kebutuhan atau minat peserta didik dapat mengurangi minat dan keterlibatan mereka
dalam proses belajar.
3. Kebijakan keluarga yang tidak sehat: Kebijakan keluarga yang tidak sehat, seperti
percaya pada kekerasan atau kekurangan komunikasi, dapat mempengaruhi
perkembangan emosi anak.
4. Lingkungan yang tidak sejuk: Lingkungan yang kronis, konflik, atau tidak aman dapat
mempengaruhi perkembangan emosi anak dan membuat mereka lebih sulit untuk
mengendalikan dan mengatasi emosi.
5. Pendidik yang Tidak Kompeten: Pendidik yang tidak memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang cukup dalam mengajar dapat menghambat pembelajaran peserta didik.
6. Trauma dan pengalaman yang buruk: Anak yang terpapar trauma atau pengalaman yang
buruk dapat mempengaruhi perkembangan emosi dan mungkin membuat mereka lebih
sulit untuk mengendalikan dan mengatasi emosi.

E. Problematika Perkembangan Emosi Anak


Ada banyak permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan Izzaty (2005) menunjukkan adanya permasalahan umum yang
banyak terjadi yaitu :

14
1. Kecemasan
Kecemasan pada anak sering kali berkaitan dengan faktor-faktor seperti
pola asuh yang kurang tepat atau kurang mendukung, terutama dalam
membangun kepercayaan dasar atau "basic trust" sejak awal kehidupan anak. Pola
asuh yang kurang tepat dapat mencakup berbagai hal, seperti ketidakstabilan
emosional orang tua, kurangnya perhatian, atau bahkan perilaku yang otoriter.
Ketika anak tidak merasa aman dan terlindungi, kecemasan dapat muncul dalam
berbagai situasi, seperti ketika mereka merasa terancam akan kehilangan kasih
sayang dari orang tua, takut akan mengalami rasa sakit, atau cemas saat berada di
dekat orang lain.
Gejala kecemasan pada anak bisa beragam, mulai dari gelisah, menangis,
sulit tidur, mimpi buruk, hingga gangguan pencernaan. Anak-anak yang
mengalami kecemasan juga mungkin menunjukkan perilaku menarik diri dan
ketidakmauan untuk ditinggal sendiri.
Dengan menggunakan pendekatan yang sensitif dan memberikan
dukungan emosional yang cukup kepada anak dapat membantu mereka merasa
lebih aman dan percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Selain itu, jika
kecemasan anak tampak mengganggu atau berkepanjangan, penting untuk
mencari bantuan profesional seperti konselor atau psikolog anak untuk
memberikan dukungan yang sesuai.
2. Tantrum
Temper tantrum adalah reaksi emosional yang sering terjadi pada anak-
anak, terutama pada usia prasekolah dan awal sekolah. Ini adalah cara anak-anak
mengekspresikan ketidakpuasan, frustrasi, atau kesulitan dalam mengatasi emosi
mereka. Temper tantrum bisa terjadi karena banyak alasan, seperti kelelahan,
lapar, frustrasi, perasaan tidak aman, atau ketidakmampuan untuk
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan mereka dengan kata-kata.

Beberapa ciri umum temper tantrum meliputi:

a. Menangis dengan keras: Anak mungkin mulai menangis dengan suara


keras dan sulit untuk dihibur.

15
b. Berguling-guling di lantai: Anak mungkin berbaring di lantai dan
berguling-guling sebagai cara untuk mengekspresikan kemarahan mereka.
c. Menjerit: Anak mungkin mulai menjerit dengan keras sebagai bentuk
ekspresi emosi mereka.
d. Melempar barang: Anak mungkin melempar barang di sekitarnya sebagai
bentuk frustasi atau amarah.
e. Memukul dan menendang: Beberapa anak mungkin mulai memukul atau
menendang orang atau objek di sekitarnya.
3. Menarik diri
Perilaku menarik diri dari interaksi sosial bisa menjadi manifestasi dari
masalah emosional yang lebih dalam pada anak. Anak yang mengalami kesulitan
dalam bergaul, cenderung bermain sendiri, tidak dapat bersosialisasi, dan enggan
berbagi dengan teman sekolahnya mungkin mengalami berbagai macam masalah
emosional, termasuk kecemasan, depresi, atau kurangnya rasa percaya diri.
Perilaku menarik diri ini bisa menjadi tanda bahwa anak merasa tidak
nyaman atau tidak aman dalam situasi sosial tertentu. Mereka mungkin
mengalami kecemasan sosial, di mana mereka merasa tidak mampu atau takut
untuk berinteraksi dengan orang lain. Atau mungkin mereka merasa terasing atau
tidak diterima oleh teman-teman mereka.
4. Takut berlebihan
Takut berlebihan adalah kondisi di mana seseorang merasakan rasa takut
atau kegelisahan yang intens dan berlebihan terhadap situasi atau objek tertentu.
Gejala tersebut seringkali melibatkan reaksi fisik seperti gemetar, detak jantung
yang cepat, keringat berlebihan, dan rasa tidak nyaman yang mendalam.
Beberapa ciri umum dari takut berlebihan meliputi:

a. Perasaan takut yang intens: Orang yang mengalami kecemasan yang


berlebihan sering kali merasakan rasa takut yang berlebihan terhadap
situasi atau objek tertentu, bahkan jika risikonya sebenarnya rendah atau
tidak relevan.

16
b. Reaksi fisik: Gejala fisik seperti gemetar, detak jantung yang cepat,
keringat berlebihan, kesulitan bernapas, dan perasaan tidak nyaman di
perut atau dada seringkali mengiringi perasaan takut tersebut.
c. Kesulitan mengendalikan kecemasan: Individu yang mengalami
kecemasan yang berlebihan mungkin mengalami kesulitan mengendalikan
reaksi emosional mereka dan merasa sulit untuk tenang.
d. Gangguan pada fungsi sehari-hari: Kecemasan yang berlebihan dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, seperti pekerjaan,
hubungan sosial, dan kesejahteraan umum.

Penyebab takut berlebihan dapat bervariasi dari satu individu ke individu


lainnya. Beberapa faktor yang dapat berperan dalam pengembangan kecemasan
yang berlebihan termasuk faktor genetik, pengalaman traumatis, stres kronis, dan
ketidakseimbangan kimia otak.

5. Kekurangan afeksi
Anak-anak membutuhkan kasih sayang, rasa hangat, dan kecintaan dari
pengasuh mereka untuk mendukung perkembangan emosional, sosial, dan
psikologis mereka. Ketika anak mengalami kekurangan afeksi, ini dapat
menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan ikatan emosional yang sehat
dengan orang lain dan berbagai gangguan perkembangan lainnya.

Kekurangan afeksi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk


kurangnya perhatian, perawatan yang tidak adekuat, atau kurangnya interaksi
emosional positif antara anak dan pengasuhnya. Anak-anak yang mengalami
kekurangan afeksi mungkin cenderung menunjukkan gejala seperti kesulitan
dalam mengekspresikan atau mengatur emosi mereka, memiliki masalah dalam
membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain, atau mengalami masalah
perilaku.

17
Di sisi lain, kelebihan afeksi juga bisa memiliki dampak negatif pada
perkembangan anak. Ketika seorang anak dikelilingi oleh terlalu banyak kasih
sayang atau perhatian yang berlebihan, mereka mungkin kesulitan
mengembangkan kemandirian, belajar mengatasi tantangan, atau mengembangkan
keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain di dunia
nyata.

6. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah kondisi di mana seseorang memiliki tingkat
kepekaan emosional yang berlebihan. Orang yang mengalami hipersensitivitas
cenderung lebih mudah merasa tersinggung, sakit hati, atau terluka oleh kata-kata
atau tindakan orang lain. Mereka juga cenderung menunjukkan respons yang
berlebihan terhadap sikap dan perasaan orang lain.

Hipersensitivitas dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang,


termasuk hubungan interpersonal, pekerjaan, dan kesejahteraan emosional secara
keseluruhan. Individu yang mengalami hipersensitivitas mungkin merasa sulit
untuk menangani konflik atau kritik, dan mereka rentan terhadap kecemasan dan
depresi.

Penting untuk diingat bahwa hipersensitivitas bukanlah kelemahan, tetapi


merupakan bagian dari spektrum pengalaman emosional manusia. Orang yang
mengalami hipersensitivitas mungkin memerlukan dukungan dan pemahaman
dari orang-orang di sekitarnya untuk membantu mereka mengelola dan mengatasi
tantangan yang mungkin timbul akibat kepekaan emosional yang tinggi tersebut.

7. Pemalu
Pemalu pada anak berarti memiliki rasa malu yang berlebihan. Rasa malu
merupakan perasaan tidak nyaman atau canggung yang muncul dalam situasi
sosial tertentu. Pada anak, rasa malu dapat diartikan sebagai:

18
a. Perasaan negatif terhadap stimulus baru: Anak mungkin merasa
takut atau cemas ketika dihadapkan dengan situasi baru atau orang
baru.
b. Menarik diri dari stimulus: Anak mungkin menghindari kontak
mata, berbicara dengan suara pelan, atau bahkan tidak mau
berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Tingkat rasa malu pada anak dapat bervariasi:

● Sedang: Rasa malu yang normal dan tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari.
● Berlebihan: Rasa malu yang parah dan mengganggu kemampuan anak
untuk bersosialisasi, belajar, dan berkembang.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan rasa malu pada anak:

a. Temperamen: Anak dengan temperamen yang lebih sensitif atau pendiam


mungkin lebih mudah merasa malu.
b. Pengalaman negatif: Anak yang pernah mengalami bullying, kritik, atau
kegagalan mungkin merasa malu dan tidak percaya diri.
c. Pola asuh: Orang tua yang terlalu protektif atau kritis dapat membuat anak
merasa tidak mampu dan malu.
d. Kondisi genetik: Faktor genetik juga dapat berperan dalam rasa malu.

8. Rendah diri
Rendah diri adalah kondisi di mana anak merasa kurang mampu
dibandingkan anak lain, yang merupakan kebalikan dari rasa percaya diri. Anak
dengan kondisi ini biasanya menunjukkan beberapa ciri-ciri seperti:

● Menutup diri dari teman-teman: Anak mungkin memilih untuk menyendiri


dan menghindari interaksi sosial.
● Sulit diajak berbicara: Anak mungkin enggan untuk berkomunikasi dan
berbagi perasaannya.

19
● Mudah tersinggung: Anak mungkin mudah marah dan sensitif terhadap
kritik atau komentar negatif.
● Pesimis: Anak memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuannya, serta mudah menyerah ketika menghadapi tantangan.

Selain ciri-ciri di atas, anak dengan rasa rendah diri juga bisa
menunjukkan beberapa tanda lain, seperti:

● Selalu membandingkan diri dengan orang lain: Anak merasa bahwa orang
lain lebih baik daripada dirinya.
● Memiliki kritik diri yang berlebihan: Anak selalu fokus pada
kekurangannya dan tidak menghargai kelebihannya.
● Menghindari mengambil risiko: Anak takut gagal dan tidak mau mencoba
hal baru.
● Memiliki prestasi akademik yang rendah: Anak tidak menunjukkan
potensi terbaiknya di sekolah.

F. Peran Orang Tua dan Guru dalam Memahami Perkembangan Emosi Anak

Dalam perkembangan emosi seorang anak perlu didampingi agar dimasa mendatang
anak dapat bergaul dan besosialisasi dengan lingkungannya secara optimal. Orang tua dan
guru memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi anak dalam memahami dan
mengendalikan emosinya, dikarenakan orangtua sebagai guru pertama bagi seorang anak
dan juga sebagai orang yang memiliki waktu lebih banyak disamping sang anak sedangkan
guru di sekolah sebagai pendukung yang menciptakan lingkungan serta metode mengajar
yang dapat mendorong perkembangan emosi anak secara optimal. Kolaborasi yang baik
antara orangtua dan guru memungkinkan pertukaran informasi tentang perubahan emosional
anak di berbagai lingkungan, sehingga akan menghasilkan respons yang konsisten serta
terkoordinasi dalam membantu anak mengelola emosinya. Selain itu, orangtua dan guru juga
merupakan model perilaku positif bagi anak-anak dalam mengelola emosi mereka,
memberikan contoh yang kuat tentang cara yang sehat untuk merespons berbagai situasi
emosional. Dengan dukungan dan pembimbingan yang konsisten dari orangtua dan guru,

20
anak dapat belajar mengenali, mengungkapkan, dan mengelola emosinya dengan lebih baik,
mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan emosional yang mereka hadapi
sepanjang kehidupan mereka.

Adapun peran orangtua dan guru dalam membantu anak memahami serta
mengendalikan emosi sebagai berikut :

1. Peran Orangtua

a. Mendidik anak dengan pola asuhan yang baik

b. Memberikan contoh perilaku yang baik pada anak

c. Menjawab pertanyaan anak dengan bijaksana

d. Menanamkan sifat sopan santun

e. Mengajarkan untuk bijak dalam menangani emosi

f. Mengontrol keinginan anak

2. Peran Guru

a. Mendorong anak untuk lebih mengenal dirinya sendiri

b. Memberikan contoh yang baik

c. Mengajarkan rasa tanggung jawab

Dari kedua peran tersebut kedua belah pihak antara orangtua dan guru dapat membuat
program kerjasama untuk mendampingi dengan lebih baik perkembangan emosi anak dan
berikan dukungan yang diperlukan. Selain itu, orang tua dan guru juga harus memiliki
kemampuan komunikasi yang baik untuk memastikan perkembangan emosi anak terkelola
dengan baik. Hal ini akan meningkatkan perkembangan emosi anak dan membantu mereka
mengatasi segala masalah emosional yang mungkin mereka hadapi. Dalam penelitian ini,
peneliti juga mengutip beberapa sumber yang menunjukkan bahwa peran orang tua dan guru
dalam perkembangan emosi anak sangatlah penting.

21
BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan emosi pada anak menunjukkan bahwa aspek ini sangat penting dalam
pertumbuhan dan kesejahteraan mereka.. Anak-anak mengungkapkan emosi mereka melalui
berbagai cara, dan penting bagi mereka untuk mempelajari cara-cara sehat dalam
mengekspresikan dan mengelola emosi.Lingkungan berperan sebagai faktor kunci dalam
membentuk perkembangan emosi anak, dengan dukungan keluarga yang positif, komunikasi
terbuka, dan keamanan emosional berperan penting. Pendidikan emosional juga menjadi integral
dalam perkembangan anak, membantu mereka mengenali, mengelola, dan berkomunikasi
tentang emosi untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kesejahteraan mental.Selama
masa pubertas, anak-anak mengalami perubahan emosional yang signifikan, memerlukan
dukungan dan panduan untuk mengatasi tantangan tersebut. Kemampuan empati dan
pemahaman terhadap perasaan orang lain berkembang seiring waktu, dengan hubungan sosial
yang positif memainkan peran kunci dalam membentuk keterampilan ini.Anak-anak juga belajar
mengenali perasaan positif dan negatif, serta mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
dan kontrol diri. Setiap anak mengalami perkembangan emosional secara unik, dipengaruhi oleh
faktor genetik, lingkungan, dan pengalaman pribadi mereka.Orang tua dan pengasuh memiliki
peran utama dalam membantu anak mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka.
Memberikan dukungan, pemahaman, dan panduan yang positif membentuk landasan yang kuat
untuk pertumbuhan emosional yang sehat pada anak-anak. Dengan memahami dan mendukung
perkembangan emosi anak, kita dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan emosional yang positif dan berkelanjutan.

22
Daftar Pustaka

Cicik, N. (2022). Macam-Macam Emosi pada Anak dan Cara Mengenalkannya.


https://tirto.id/macam-macam-emosi-pada-anak-dan-cara-mengenalkannya-gqmy.

Ilham. (2020). PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL PADA ANAK USIA SEKOLAH
DASAR. eL-Muhbib Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar ISSN 2614-1051
Volume 4 Nomor 1. EL-Muhbib, 4, 162–180.

Nafis, I. W. (2020, Februari 13). Kenali Permasalahan Emosi pada Anak Usia Dini.
Retrieved 2024, from Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/nnafisidea/5e45302c097f3647534364c2/kenali-
permasalahan-emosi-pada-anak-usia-dini

Naba, A. H., & Nirwana, N. (2022). Peranan Guru dan Orang Tua dalam Mengembangkan
Sosial Emosional Anak. AIJER: Algazali International Journal Of Educational
Research, 4(2), 139-150.

Ratih F. Syarif, Psikologi UMP (2016). https://repository.ump.ac.id/3181/3/BAB


%20II_RATIH%20F%20SYARIF_PSIKOLOGI%2716.pdf

Susanti, M., Rahmah, H., & Hikmaturuwaida, H. (2023). Peran Orang Tua dan Guru
terhadap Perkembangan Emosional Anak di Madrasah Ibtidaiyyah. Jurnal Basicedu,
7(1), 562–571. https://doi.org/10.31004/basicedu.v7i1.4602

23

You might also like