Professional Documents
Culture Documents
Makalah Perkembangan Peserta Didik
Makalah Perkembangan Peserta Didik
Kelompok 5:
1. Nadia Ayudyaning Novarinda (230151605847)
2. Peninda Elpa Riana (230151601440)
3. Salsabila Khoirul Syifa’ (230151609716)
4. Shava Mareta Aul’lya (230151601084)
5. Shelin Fatika Rahma (230151605098)
6. Udiyana Pradayanti (230151605148)
Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga makalah kami yang berjudul “Perkembangan Emosi Peserta
Didik dan Problematikanya ” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai
salah satu pemenuhan tugas mata kuliah PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK di Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Banyak pihak telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami ucapkan
terima kasih khususnya kepada Ibu Dr. Surayanah, M. Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah
yang telah memberikan tugas ini sehingga wawasan dan pengetahuan kami menjadi bertambah.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah ikut serta
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
sehingga makalah ini dapat kami perbaiki dengan baik dan benar. Kami berharap dengan
disusunnya makalah ini, pembaca mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar...............................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................................ii
BAB I..............................................................................................................................................1
Pendahuluan..................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................1
Pembahasan..................................................................................................................................1
A. Definisi dari Emosi..............................................................................................................1
B. Tahapan Perkembangan Emosi Anak................................................................................2
C. Ekspresi Emosi Pada Anak................................................................................................4
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Emosi Anak..................................14
E. Problematika Perkembangan Emosi Anak.......................................................................15
F. Peran Orang Tua dan Guru dalam Memahami Perkembangan Emosi Anak...................21
BAB III..........................................................................................................................................23
KESIMPULAN..............................................................................................................................23
Daftar Pustaka.............................................................................................................................24
ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perkembangan emosi adalah perubahan kualitas pada perasaan hati seorang individu, yang
berkaitan dengan pengalaman anak dalam mengenali perasaan dan emosi yang dialami,
memahami bagaimana dan mengapa sebuah hal terjadi, mengenali perasaan orang lain, dan
mengembangkannya. Seiring pertumbuhan anak, perkembangan emosi anak ini juga akan
semakin kompleks sesuai dengan pengalaman hidup yang didapatkannya.
Perkembangan emosi pada peserta didik bervariasi berdasarkan usia mereka. Pada usia pra
sekolah, anak kelihatan berperilaku agresif dan menentang keinginan orang lain, khususnya
orang tuanya. Pada usia sekolah dasar, emosi memainkan peran yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang, memengaruhi cara peserta didik berinteraksi dengan orang lain, mengatasi
tantangan, dan belajar dari pengalaman mereka. Masa remaja atau sering disebut dengan masa
adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anak ke masa dewasa, di
mana individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai kematangan fisik, sosial, dan
emosi.
Masalah emosi pada peserta didik dapat bervariasi dari yang relatif ringan hingga yang
lebih serius, termasuk ketidakstabilan emosional, ketidakmampuan mengatasi kegagalan,
gangguan kepribadian, kecemasan ujian, depresi, perilaku agresif, bullying, gangguan makan,
kecemasan sosial, dan kesulitan mengelola kemarahan. Dampak dari masalah perkembangan
emosi pada setiap peserta didik dapat bervariasi, namun berikut dampak umum yang dapat
terjadi: prestasi akademik yang buruk, isolasi sosial, masalah kesehatan fisik, dan perilaku yang
merusak.
Solusi untuk masalah perkembangan emosi pada peserta didik dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis masalah dan tingkat keparahannya. Beberapa strategi umum termasuk
dukungan emosional, konseling dan terapi, pendidikan emosional, pencegahan, teknik relaksasi,
perencanaan studi, pendidikan pemahaman kegagalan, dan manajemen stres. Penting untuk
diingat bahwa setiap individu adalah unik, dan solusi yang efektif mungkin berbeda-beda.
Konsultasi dengan profesional kesehatan mental atau konselor sekolah adalah langkah yang bijak
jika peserta didik mengalami masalah emosi yang serius atau berkepanjangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi?
2. Bagaimana tahapan perkembangan emosi?
1
3. Bagaimana ekspresi emosi ?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi?
5. Bagaimana problematika dalam perkembangan emosi?
6. Bagaimana peran orang tua dan guru dalam perkembangan emosi?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi
2. Mengetahui tahapan perkembangan emosi
3. Mengetahui bagaimana ekspresi dalam emosi
4. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
5. Mengetahui bagaimana problematika dalam perkembangan emosi
6. Mengetahui bagaimana peran orang tua dan guru dalam perkembangan emosi
2
BAB II
Pembahasan
Para ahli mencoba mendefinisikan teori sehingga mendapat tiga grand theory
mengenai emosi, yaitu :
1. Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari
teori awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika
William James. James mengusulkan serangkaian kejadian dalam keadaan emosi
yaitu kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi, kemudian kita
bereaksi terhadap situasi tersebut, dan kita memperatikan reaksi kita. Persepsi kita
mengenai reaksi tersebut merupakan dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga
pengalaman emosi atau emosi yang dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh
memunculkan pengalaman emosional.
2. Teori Cannon-Bard
Teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah
kejadian yang berdiri sendiri. Menurut teori ini, pertama kali kita menerima emosi
potensial yang dihasilkan dari dunia luar, kemudian daerah otak yang lebih
rendah, seperti hipotalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini, kemudia
mengirim out put dalam dua arah yaitu pertama ke organ-organ tubuh dalam dan
otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, kedua ke korteks
cerbral diaman pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi
yang dirasakan.
1
perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara mereka
mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka. Rangkaian
kejadian dalam memproduksi emosi menurut teori ini yaitu, pertama persepsi dari
situasi potensial yang menghasilkan emosi, kedua keadaan tubuh yang
terbangkitkan dengan hasil persepsi ini yang ambigus, ketiga interpretasi dan
menamai keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima.
2
mengamati dan meniru emosi yang ditunjukan orang disekitar mereka saat
merespon suatu kejadian.
- Pada awal usia 2 tahun anak belum bisa menggunakan kata untuk
mengekspresikan emosinya tapi anak akan memahami keterkaitan antara ekspresi
wajah dan emosi yang dialami. Dan pada saat usia menginjak 3 tahun anak mulai
mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal dan anak mulai
beradaptasi dengan kegagalan. Pada masa ini anak juga mulai mengendalikan
perilaku dan berusaha menguasai diri
- Di usia 3-5 tahun, anak mulai memahami bahwa suatu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Contohnya di
suatu pertandingan, orang yang menang akan merasakan senang, tapi disaat yang
sama orang yang kalah dalam pertandingan itu akan merasakan sedih.
- Pada usia 5-6 tahun, anak sudah mulai mempelajari aturan yang berlaku. Anak
sudah mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Pada usia ini anak mulai mampu
menjaga rahasia.
- Pada usia 6 tahun, anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks seperti
cemburu, merasa bangga, sedih, dan kehilangan. Namun, di usia ini anak masih
mengalami kesulitan untuk menafsirkan emosi orang lain. Diperlukan
pengalaman mengatur emosi yang meliputi kapasitas anak untuk mengontrol dan
mengarahkan emosinya serta menjaga perilaku disaat emosi yang kuat muncul
dibantu oleh bimbingan dari orang dewasa.
- Di usia 7-8 tahun, perkembangan emosi anak telah mencapai tahapan dimana
anak mampu memverbalisasikan emosi yang dialami. Semakin bertambahnya
usia, anak semakin menyadari perasaannya dan orang lain. Anak mulai belajar
untuk memahami perasaan yang dialami oleh orang disekitar mereka.
- Pada usia 9-10 tahun, anak sudah bisa mengatur ekspresi emosi dalam situasi
sosial dan merespon emosi orang lain. Anak juga mampu mengontrol emosi
negatif seperti takut dan sedih. Anak mampu untuk mempelajari penyebab emosi
negatif seperti sedih, marah, maupun takut sehingga mereka bisa belajar untuk
beradaptasi supaya emosi tersebut bisa dikendalikan. Pada tahap ini anak
mempelajari cara untuk meredam emosi negatif yang muncul kemudian mencari
cara agar hal tersebut bisa diredakan.
- Pada usia 11-12 tahun, anak sudah mengerti tentang baik dan buruk, tentang
norma dan nilai yang berlaku di lingkungannya. Nuansa emosi yang dialami anak
pun semakin beragam.
3
C. Ekspresi Emosi Pada Anak
Ekspresi emosi anak merujuk pada cara anak menunjukkan dan menyatakan perasaan atau
emosinya. Ini mencakup berbagai tanda dan perilaku yang mencerminkan keadaan emosional anak
pada saat tertentu.Emosi merupakan keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan
perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh. Pada anak-anak, belajar tentang emosi yang mereka
rasakan sangat penting untuk perkembangan emosinya sendiri, walau mereka mungkin belum bisa
menerjemahkan emosi negatif yang dikeluarkan orang dewasa di sekitarnya. Anak akan tertawa atau
tersenyum saat gembira, dan menangis atau merengut saat sedih untuk menunjukkan perasaannya.
Beberapa emosi yang diekspresikan oleh anak dapat membantu orang tua memahami dan
1. Takut: Perasaan terancam oleh suatu hal yang dianggap berbahaya. Anak akan merasa
takut jika pernah mendapat pengalaman tidak menyenangkan, mendapat pembiasaan untuk
takut pada suatu hal, atau meniru orang di sekitarnya yang takut pada sesuatu . Anak-anak
sering mengekspresikan rasa takut mereka melalui berbagai cara, tergantung pada usia,
- Menangis: Ini adalah respons umum pada anak-anak yang masih bayi dan anak-
anak prasekolah. Menangis adalah cara alami bagi mereka untuk menyampaikan
- Merengek atau rewel: Anak-anak yang lebih besar mungkin menunjukkan rasa takut
dengan merengek atau merajuk. Mereka mungkin mencari perhatian atau pelukan
4
- Menjauh atau bersembunyi: Beberapa anak mungkin merasa lebih nyaman dengan
menarik diri dari situasi yang menakutkan. Mereka bisa saja mencoba bersembunyi
reaksi fisik seperti gemetaran, keringat dingin, atau bahkan mual pada beberapa
anak.
- Tidak mau berbicara: Beberapa anak mungkin menutup diri dan enggan berbicara
ketika mereka merasa takut. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka membutuhkan
- Mimik muka dan tubuh: Anak-anak juga dapat mengekspresikan rasa takut melalui
- Regressi: Beberapa anak mungkin kembali pada perilaku yang lebih khas untuk usia
lebih muda ketika mereka merasa takut. Ini bisa termasuk perilaku seperti menggigit
- Mimpi buruk: Anak-anak dapat mengalami rasa takut melalui mimpi buruk atau
kesulitan tidur. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka memiliki kecemasan atau
2. Senang : Perasaan positif yang membuat anak merasa nyaman karena apa yang ia inginkan
terpenuhi. Anak-anak dapat mengekspresikan rasa senang mereka melalui berbagai cara yang lucu dan menggemaskan. Berikut adalah beberapa ungkapan
ekspresi senang pada anak:
5
- Senyum cerah: Anak yang senang seringkali menunjukkan senyuman lebar dengan mata
yang berbinar. Senyum mereka bisa menjadi tanda kebahagiaan yang jelas.
- Tawa riang: Tertawa dengan riang gembira adalah cara umum bagi anak-anak untuk
mengekspresikan kebahagiaan mereka. Tawa anak-anak sering kali terdengar penuh semangat
dan menggembirakan.
dengan penuh energi. Ini adalah cara fisik mereka untuk mengekspresikan kegembiraan.
- Pelukan dan ciuman: Anak-anak yang bahagia sering ingin berbagi kebahagiaan mereka
dengan orang-orang terdekat. Mereka mungkin memberikan pelukan, ciuman, atau bahkan
- Giggle atau cekikan: Tertawa kecil atau cekikan ringan adalah ungkapan kegembiraan yang
sering terjadi pada anak-anak. Ini bisa muncul dalam situasi yang lucu atau menyenangkan.
- Gerakan tubuh: Anak-anak mungkin mengekspresikan rasa senang mereka melalui gerakan
tubuh seperti mengayunkan tangan, menari-nari, atau bahkan mengangkat kaki mereka dengan
gembira.
- Ekspresi wajah ceria: Ekspresi wajah anak yang bahagia bisa mencakup mata berbinar, bibir
yang tersenyum, dan mungkin gigi yang terlihat. Wajah ceria adalah tanda klasik dari
kegembiraan anak-anak.
- Berbicara dengan cepat dan bersemangat: Anak-anak yang senang seringkali ingin berbagi
kebahagiaan mereka dengan berbicara dengan cepat dan penuh semangat. Mereka mungkin
bercerita tentang pengalaman positif atau menyampaikan kegembiraan mereka dalam kata-kata.
6
3. Marah : Perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi, karena menghadapi situasi yang
membuatnya frustasi. Hal yang anak tunjukkan bisa berupa menangis, menendang, menggertak,
memukul dan lainnya. Berikut adalah beberapa ungkapan ekspresi marah pada anak:
- Menangis atau meraung: Anak-anak, terutama yang masih bayi atau balita, mungkin
- Berteriak: Anak-anak yang lebih besar mungkin mengekspresikan rasa marah mereka
- Mengunci tubuh: Beberapa anak mungkin membeku atau mengunci tubuh mereka ketika
mereka merasa marah. Ini bisa terlihat seperti menegakkan tubuh, menahan napas, atau menahan
gerakan.
- Menggebrak pintu atau benda: Anak-anak yang merasa marah mungkin mengeluarkan
energi dengan menggebrak pintu, melempar benda, atau melakukan tindakan impulsif lainnya.
- Meludah atau menggeram: Beberapa anak mungkin merespon rasa marah dengan
- Menunjukkan ekspresi wajah marah: Wajah anak bisa menjadi tanda ekspresi marah, seperti
- Menunjukkan perilaku agresif: Rasa marah dapat mengakibatkan perilaku agresif seperti
menggigit, menendang, atau pukulan. Ini mungkin terjadi ketika anak tidak tahu cara mengatasi
emosinya.
7
- Menarik diri: Beberapa anak mungkin merasa lebih baik dengan menarik diri dari situasi
yang membuat mereka marah. Ini bisa termasuk memilih untuk pergi ke sudut ruangan atau
- Berbicara kasar atau memarahi: Anak-anak yang lebih besar mungkin mengekspresikan rasa
kebencian.
4. Ingin tahu : Anak akan menunjukkan rasa ingin tahu jika melihat hal baru. Berikut adalah
- Banyak Bertanya: Anak-anak yang ingin tahu seringkali akan mengajukan banyak
pertanyaan. Mereka ingin memahami konsep, fenomena, atau hal-hal baru yang mereka temui.
lingkungan sekitar mereka. Mereka mungkin tertarik untuk menyentuh, meraba, atau memeriksa
benda-benda baru.
- Ekspresi Wajah Tertarik: Mata yang terbuka lebar, kening yang terangkat, atau senyum
kecil adalah tanda-tanda ekspresi wajah ketika anak tertarik pada sesuatu.
- Menggunakan Kata-Kata Spesifik: Anak-anak yang ingin tahu mungkin menggunakan kata-
"Bagaimana?"
- Bertindak Secara Aktif: Anak-anak yang ingin tahu cenderung bertindak secara aktif untuk
mencari jawaban. Ini bisa termasuk membaca buku, mencari informasi di internet, atau
8
- Ekspresi Fisik Positif: Anak-anak yang ingin tahu dapat mengekspresikan ketertarikan
mereka melalui gerakan tubuh seperti mengangguk-angguk kepala, menggelengkan kepala, atau
pembelajaran. Mereka dapat dengan senang hati berpartisipasi dalam diskusi, kegiatan belajar,
atau eksperimen.
pertanyaan kritis atau mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu
jangka panjang pada topik tertentu atau kegiatan tertentu. Mereka mungkin terus-menerus ingin
- Bertahan dalam Mencari Solusi: Anak-anak yang ingin tahu mungkin tidak mudah
menyerah ketika menghadapi tantangan atau masalah. Mereka akan bertahan untuk mencari
5. Sedih: Perasaan yang muncul ketika anak mengalami kehilangan benda/orang/sesuatu yang ia
sukai atau harapkan. Ungkapannya adalah dengan menangis atau enggan melakukan apapun.
- Menangis: Menangis adalah cara umum bagi anak-anak untuk mengekspresikan rasa sedih.
9
- Menghindari kontak mata: Anak yang sedang sedih mungkin menghindari kontak mata dan
lebih suka merenung sendiri. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka membutuhkan waktu untuk
- Mimik wajah muram: Ekspresi wajah anak yang muram, seperti bibir yang terlipat atau
- Menunjukkan tubuh yang lemas: Anak-anak yang sedang sedih mungkin menunjukkan
tanda-tanda fisik seperti tubuh yang lemas, sikap tertunduk, atau bahkan duduk dengan kepala
tertutup.
- Mengungkapkan kebutuhan untuk disentuh: Beberapa anak, saat sedih, mungkin mencari
- Menarik diri dari interaksi sosial: Anak-anak yang sedang sedih bisa menjadi lebih tertutup
dan menarik diri dari interaksi sosial. Mereka mungkin tidak tertarik untuk bermain dengan
- Tidak bersemangat: Anak yang biasanya bersemangat dan energik mungkin menjadi kurang
mengekspresikan rasa sedih mereka melalui kata-kata, mengatakan bahwa mereka merasa sedih,
10
- Menunjukkan perubahan dalam pola makan atau tidur: Rasa sedih dapat memengaruhi
kebiasaan makan atau tidur anak. Mereka mungkin kehilangan nafsu makan atau mengalami
kesulitan tidur.
6. Afeksi : Perasaan kasih sayang anak yang ia tunjukkan pada sesuatu atau seseorang dengan
memeluk, mencium, memegang, dan lainnya. Berikut adalah beberapa cara umum di mana anak-anak mengekspresikan dan menerima
afeksi:
- Pelukan dan Ciuman: Pelukan dan ciuman adalah cara klasik anak-anak mengekspresikan
afeksi. Anak mungkin mencari pelukan atau memberikan ciuman sebagai bentuk kenyamanan
- Senyuman dan Tertawa: Ekspresi wajah ceria, senyuman, dan tertawa adalah tanda
kebahagiaan dan kepuasan pada anak. Mereka sering mengekspresikan kegembiraan melalui
- Bermain Bersama: Anak-anak mengekspresikan afeksi dengan bermain bersama orang tua
atau teman-teman mereka. Kegiatan bermain bersama menciptakan ikatan dan keintiman.
memberikan hadiah kecil atau membuat kejutan untuk orang yang mereka sayangi.
- Menggambar atau Membuat Karya Seni: Aktivitas kreatif seperti menggambar atau
membuat karya seni seringkali menjadi cara anak mengekspresikan perasaan mereka dan
- Berbicara dengan Lembut: Anak-anak dapat menunjukkan afeksi melalui kata-kata lembut,
11
- Memperhatikan dan Bersikap Empati: Anak-anak yang memperhatikan perasaan orang lain
dan bersikap empati menunjukkan afeksi dan perhatian kepada orang di sekitarnya.
- Pegangan Tangan atau Duduk Bersama: Memegang tangan atau duduk bersama adalah cara
- Menyentuh Lebih: Sentuhan fisik, seperti meraba atau menyentuh dengan lembut, dapat
- Memperhatikan dan Bersikap Empati: Anak-anak yang memperhatikan perasaan orang lain
dan bersikap empati menunjukkan afeksi dan perhatian kepada orang di sekitarnya.
❖ Cara mengenalkan macam-macam emosi pada anak :Anak adalah peniru orang yang ada di
sekitarnya, termasuk orang tua dan guru serta lainnya. Mengajarkan masalah emosi pada anak dapat dimulai
dengan bersikap dan mengelola emosi orang tua sendiri dengan benar.
1. Kenalkan jenis emosi yang sedang dirasakan. Misalnya anak sedang tertawa atau tersenyum
karena mendapat hadiah, jelaskan bahwa yang ia rasakan saat itu bernama ‘senang’, ‘gembira’,
‘bahagia’. Bisa juga saat orang tua sedang tertawa, katakan bahwa Anda sedang gembira. Sedang
2. Gunakan bahasa yang sederhana saja, agar anak memahami tentang emosi yang ia rasakan
tersebut. Bersikap tenang saat menjelaskan pada anak, akan membuat anak meniru sikap tenang dan
12
3. Menjelaskan dengan gambar juga dapat dilakukan. Tunjukkan gambar anak-anak yang sedang
4. Hindari menggunakan kata-kata yang bersifat mengejek atau menghina anak, karena anak juga
memiliki rasa malu. Hindari juga melakukan kekerasan fisik pada anak-anak. 5. Mengajari anak
untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan, sehingga kelak anak pun tidak segan meminta maaf
saat melakukan kesalahan. Orang tua dapat melakukannya lebih dahulu jika melakukan kesalahan
pada anak.
emosi secara aman. Berikan mereka peran dan biarkan mereka menunjukkan ekspresi emosi sesuai
6. Berikan Contoh Situasi Nyata:Gunakan situasi sehari-hari sebagai contoh untuk mengajarkan
anak tentang berbagai emosi. Misalnya, bicarakan tentang bagaimana mereka merasa ketika
➢ Faktor Pendukung
1. Interaksi dengan orang lain: Anak yang bergabung dalam hubungan sosial sehat dan
bermartabat akan membantu mengembangkan emosi dan komunikasi yang baik
2. Interaksi sehat dan berkelanjutan dengan ibu dan ayah: Interaksi yang sehat dan baik
dengan orang tua membantu anak merasa pernah disanggah dan dipahami
13
3. Lingkungan yang stabil dan sejuk: Lingkungan yang aman dan perlunya membantu anak
merasa terjaga dan memudahkan mereka untuk mengembangkan emosi
4. Lingkungan Belajar yang Mendukung: Lingkungan belajar yang kondusif dan
mendukung dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam proses
belajar. Hal ini mencakup fasilitas belajar yang memadai, pengawasan yang efektif, dan
pembelajaran yang interaktif.
5. Materi Pelajaran yang Relevan: Materi pelajaran yang relevan dengan kebutuhan dan
minat peserta didik dapat meningkatkan minat dan keterlibatan mereka dalam proses
belajar.
6. Pendidik yang Kompeten: Pendidik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
baik dalam mengajar dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan memfasilitasi
pembelajaran peserta didik.
➢ Faktor Penghambat
1. Lingkungan Belajar yang Tidak Mendukung: Lingkungan belajar yang kurang
mendukung, seperti fasilitas belajar yang tidak memadai atau pengawasan yang tidak
efektif, dapat menghambat proses belajar.
2. Materi Pelajaran yang Tidak Relevan: Materi pelajaran yang tidak relevan dengan
kebutuhan atau minat peserta didik dapat mengurangi minat dan keterlibatan mereka
dalam proses belajar.
3. Kebijakan keluarga yang tidak sehat: Kebijakan keluarga yang tidak sehat, seperti
percaya pada kekerasan atau kekurangan komunikasi, dapat mempengaruhi
perkembangan emosi anak.
4. Lingkungan yang tidak sejuk: Lingkungan yang kronis, konflik, atau tidak aman dapat
mempengaruhi perkembangan emosi anak dan membuat mereka lebih sulit untuk
mengendalikan dan mengatasi emosi.
5. Pendidik yang Tidak Kompeten: Pendidik yang tidak memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang cukup dalam mengajar dapat menghambat pembelajaran peserta didik.
6. Trauma dan pengalaman yang buruk: Anak yang terpapar trauma atau pengalaman yang
buruk dapat mempengaruhi perkembangan emosi dan mungkin membuat mereka lebih
sulit untuk mengendalikan dan mengatasi emosi.
14
1. Kecemasan
Kecemasan pada anak sering kali berkaitan dengan faktor-faktor seperti
pola asuh yang kurang tepat atau kurang mendukung, terutama dalam
membangun kepercayaan dasar atau "basic trust" sejak awal kehidupan anak. Pola
asuh yang kurang tepat dapat mencakup berbagai hal, seperti ketidakstabilan
emosional orang tua, kurangnya perhatian, atau bahkan perilaku yang otoriter.
Ketika anak tidak merasa aman dan terlindungi, kecemasan dapat muncul dalam
berbagai situasi, seperti ketika mereka merasa terancam akan kehilangan kasih
sayang dari orang tua, takut akan mengalami rasa sakit, atau cemas saat berada di
dekat orang lain.
Gejala kecemasan pada anak bisa beragam, mulai dari gelisah, menangis,
sulit tidur, mimpi buruk, hingga gangguan pencernaan. Anak-anak yang
mengalami kecemasan juga mungkin menunjukkan perilaku menarik diri dan
ketidakmauan untuk ditinggal sendiri.
Dengan menggunakan pendekatan yang sensitif dan memberikan
dukungan emosional yang cukup kepada anak dapat membantu mereka merasa
lebih aman dan percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Selain itu, jika
kecemasan anak tampak mengganggu atau berkepanjangan, penting untuk
mencari bantuan profesional seperti konselor atau psikolog anak untuk
memberikan dukungan yang sesuai.
2. Tantrum
Temper tantrum adalah reaksi emosional yang sering terjadi pada anak-
anak, terutama pada usia prasekolah dan awal sekolah. Ini adalah cara anak-anak
mengekspresikan ketidakpuasan, frustrasi, atau kesulitan dalam mengatasi emosi
mereka. Temper tantrum bisa terjadi karena banyak alasan, seperti kelelahan,
lapar, frustrasi, perasaan tidak aman, atau ketidakmampuan untuk
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan mereka dengan kata-kata.
15
b. Berguling-guling di lantai: Anak mungkin berbaring di lantai dan
berguling-guling sebagai cara untuk mengekspresikan kemarahan mereka.
c. Menjerit: Anak mungkin mulai menjerit dengan keras sebagai bentuk
ekspresi emosi mereka.
d. Melempar barang: Anak mungkin melempar barang di sekitarnya sebagai
bentuk frustasi atau amarah.
e. Memukul dan menendang: Beberapa anak mungkin mulai memukul atau
menendang orang atau objek di sekitarnya.
3. Menarik diri
Perilaku menarik diri dari interaksi sosial bisa menjadi manifestasi dari
masalah emosional yang lebih dalam pada anak. Anak yang mengalami kesulitan
dalam bergaul, cenderung bermain sendiri, tidak dapat bersosialisasi, dan enggan
berbagi dengan teman sekolahnya mungkin mengalami berbagai macam masalah
emosional, termasuk kecemasan, depresi, atau kurangnya rasa percaya diri.
Perilaku menarik diri ini bisa menjadi tanda bahwa anak merasa tidak
nyaman atau tidak aman dalam situasi sosial tertentu. Mereka mungkin
mengalami kecemasan sosial, di mana mereka merasa tidak mampu atau takut
untuk berinteraksi dengan orang lain. Atau mungkin mereka merasa terasing atau
tidak diterima oleh teman-teman mereka.
4. Takut berlebihan
Takut berlebihan adalah kondisi di mana seseorang merasakan rasa takut
atau kegelisahan yang intens dan berlebihan terhadap situasi atau objek tertentu.
Gejala tersebut seringkali melibatkan reaksi fisik seperti gemetar, detak jantung
yang cepat, keringat berlebihan, dan rasa tidak nyaman yang mendalam.
Beberapa ciri umum dari takut berlebihan meliputi:
16
b. Reaksi fisik: Gejala fisik seperti gemetar, detak jantung yang cepat,
keringat berlebihan, kesulitan bernapas, dan perasaan tidak nyaman di
perut atau dada seringkali mengiringi perasaan takut tersebut.
c. Kesulitan mengendalikan kecemasan: Individu yang mengalami
kecemasan yang berlebihan mungkin mengalami kesulitan mengendalikan
reaksi emosional mereka dan merasa sulit untuk tenang.
d. Gangguan pada fungsi sehari-hari: Kecemasan yang berlebihan dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, seperti pekerjaan,
hubungan sosial, dan kesejahteraan umum.
5. Kekurangan afeksi
Anak-anak membutuhkan kasih sayang, rasa hangat, dan kecintaan dari
pengasuh mereka untuk mendukung perkembangan emosional, sosial, dan
psikologis mereka. Ketika anak mengalami kekurangan afeksi, ini dapat
menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan ikatan emosional yang sehat
dengan orang lain dan berbagai gangguan perkembangan lainnya.
17
Di sisi lain, kelebihan afeksi juga bisa memiliki dampak negatif pada
perkembangan anak. Ketika seorang anak dikelilingi oleh terlalu banyak kasih
sayang atau perhatian yang berlebihan, mereka mungkin kesulitan
mengembangkan kemandirian, belajar mengatasi tantangan, atau mengembangkan
keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain di dunia
nyata.
6. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah kondisi di mana seseorang memiliki tingkat
kepekaan emosional yang berlebihan. Orang yang mengalami hipersensitivitas
cenderung lebih mudah merasa tersinggung, sakit hati, atau terluka oleh kata-kata
atau tindakan orang lain. Mereka juga cenderung menunjukkan respons yang
berlebihan terhadap sikap dan perasaan orang lain.
7. Pemalu
Pemalu pada anak berarti memiliki rasa malu yang berlebihan. Rasa malu
merupakan perasaan tidak nyaman atau canggung yang muncul dalam situasi
sosial tertentu. Pada anak, rasa malu dapat diartikan sebagai:
18
a. Perasaan negatif terhadap stimulus baru: Anak mungkin merasa
takut atau cemas ketika dihadapkan dengan situasi baru atau orang
baru.
b. Menarik diri dari stimulus: Anak mungkin menghindari kontak
mata, berbicara dengan suara pelan, atau bahkan tidak mau
berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
● Sedang: Rasa malu yang normal dan tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari.
● Berlebihan: Rasa malu yang parah dan mengganggu kemampuan anak
untuk bersosialisasi, belajar, dan berkembang.
8. Rendah diri
Rendah diri adalah kondisi di mana anak merasa kurang mampu
dibandingkan anak lain, yang merupakan kebalikan dari rasa percaya diri. Anak
dengan kondisi ini biasanya menunjukkan beberapa ciri-ciri seperti:
19
● Mudah tersinggung: Anak mungkin mudah marah dan sensitif terhadap
kritik atau komentar negatif.
● Pesimis: Anak memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuannya, serta mudah menyerah ketika menghadapi tantangan.
Selain ciri-ciri di atas, anak dengan rasa rendah diri juga bisa
menunjukkan beberapa tanda lain, seperti:
● Selalu membandingkan diri dengan orang lain: Anak merasa bahwa orang
lain lebih baik daripada dirinya.
● Memiliki kritik diri yang berlebihan: Anak selalu fokus pada
kekurangannya dan tidak menghargai kelebihannya.
● Menghindari mengambil risiko: Anak takut gagal dan tidak mau mencoba
hal baru.
● Memiliki prestasi akademik yang rendah: Anak tidak menunjukkan
potensi terbaiknya di sekolah.
F. Peran Orang Tua dan Guru dalam Memahami Perkembangan Emosi Anak
Dalam perkembangan emosi seorang anak perlu didampingi agar dimasa mendatang
anak dapat bergaul dan besosialisasi dengan lingkungannya secara optimal. Orang tua dan
guru memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi anak dalam memahami dan
mengendalikan emosinya, dikarenakan orangtua sebagai guru pertama bagi seorang anak
dan juga sebagai orang yang memiliki waktu lebih banyak disamping sang anak sedangkan
guru di sekolah sebagai pendukung yang menciptakan lingkungan serta metode mengajar
yang dapat mendorong perkembangan emosi anak secara optimal. Kolaborasi yang baik
antara orangtua dan guru memungkinkan pertukaran informasi tentang perubahan emosional
anak di berbagai lingkungan, sehingga akan menghasilkan respons yang konsisten serta
terkoordinasi dalam membantu anak mengelola emosinya. Selain itu, orangtua dan guru juga
merupakan model perilaku positif bagi anak-anak dalam mengelola emosi mereka,
memberikan contoh yang kuat tentang cara yang sehat untuk merespons berbagai situasi
emosional. Dengan dukungan dan pembimbingan yang konsisten dari orangtua dan guru,
20
anak dapat belajar mengenali, mengungkapkan, dan mengelola emosinya dengan lebih baik,
mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan emosional yang mereka hadapi
sepanjang kehidupan mereka.
Adapun peran orangtua dan guru dalam membantu anak memahami serta
mengendalikan emosi sebagai berikut :
1. Peran Orangtua
2. Peran Guru
Dari kedua peran tersebut kedua belah pihak antara orangtua dan guru dapat membuat
program kerjasama untuk mendampingi dengan lebih baik perkembangan emosi anak dan
berikan dukungan yang diperlukan. Selain itu, orang tua dan guru juga harus memiliki
kemampuan komunikasi yang baik untuk memastikan perkembangan emosi anak terkelola
dengan baik. Hal ini akan meningkatkan perkembangan emosi anak dan membantu mereka
mengatasi segala masalah emosional yang mungkin mereka hadapi. Dalam penelitian ini,
peneliti juga mengutip beberapa sumber yang menunjukkan bahwa peran orang tua dan guru
dalam perkembangan emosi anak sangatlah penting.
21
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan emosi pada anak menunjukkan bahwa aspek ini sangat penting dalam
pertumbuhan dan kesejahteraan mereka.. Anak-anak mengungkapkan emosi mereka melalui
berbagai cara, dan penting bagi mereka untuk mempelajari cara-cara sehat dalam
mengekspresikan dan mengelola emosi.Lingkungan berperan sebagai faktor kunci dalam
membentuk perkembangan emosi anak, dengan dukungan keluarga yang positif, komunikasi
terbuka, dan keamanan emosional berperan penting. Pendidikan emosional juga menjadi integral
dalam perkembangan anak, membantu mereka mengenali, mengelola, dan berkomunikasi
tentang emosi untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kesejahteraan mental.Selama
masa pubertas, anak-anak mengalami perubahan emosional yang signifikan, memerlukan
dukungan dan panduan untuk mengatasi tantangan tersebut. Kemampuan empati dan
pemahaman terhadap perasaan orang lain berkembang seiring waktu, dengan hubungan sosial
yang positif memainkan peran kunci dalam membentuk keterampilan ini.Anak-anak juga belajar
mengenali perasaan positif dan negatif, serta mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
dan kontrol diri. Setiap anak mengalami perkembangan emosional secara unik, dipengaruhi oleh
faktor genetik, lingkungan, dan pengalaman pribadi mereka.Orang tua dan pengasuh memiliki
peran utama dalam membantu anak mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka.
Memberikan dukungan, pemahaman, dan panduan yang positif membentuk landasan yang kuat
untuk pertumbuhan emosional yang sehat pada anak-anak. Dengan memahami dan mendukung
perkembangan emosi anak, kita dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan emosional yang positif dan berkelanjutan.
22
Daftar Pustaka
Ilham. (2020). PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL PADA ANAK USIA SEKOLAH
DASAR. eL-Muhbib Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar ISSN 2614-1051
Volume 4 Nomor 1. EL-Muhbib, 4, 162–180.
Nafis, I. W. (2020, Februari 13). Kenali Permasalahan Emosi pada Anak Usia Dini.
Retrieved 2024, from Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/nnafisidea/5e45302c097f3647534364c2/kenali-
permasalahan-emosi-pada-anak-usia-dini
Naba, A. H., & Nirwana, N. (2022). Peranan Guru dan Orang Tua dalam Mengembangkan
Sosial Emosional Anak. AIJER: Algazali International Journal Of Educational
Research, 4(2), 139-150.
Susanti, M., Rahmah, H., & Hikmaturuwaida, H. (2023). Peran Orang Tua dan Guru
terhadap Perkembangan Emosional Anak di Madrasah Ibtidaiyyah. Jurnal Basicedu,
7(1), 562–571. https://doi.org/10.31004/basicedu.v7i1.4602
23