Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 24

Similarity Report

PAPER NAME AUTHOR

Junaidi_Template of Journal MRAAI.doc. nurdiono nurdiono


pdf

WORD COUNT CHARACTER COUNT

6960 Words 46608 Characters

PAGE COUNT FILE SIZE

17 Pages 305.1KB

SUBMISSION DATE REPORT DATE

Oct 11, 2023 2:29 PM GMT+7 Oct 11, 2023 2:30 PM GMT+7

38% Overall Similarity


The combined total of all matches, including overlapping sources, for each database.
35% Internet database 17% Publications database
Crossref database Crossref Posted Content database
22% Submitted Works database

Excluded from Similarity Report


Bibliographic material Small Matches (Less then 10 words)

Summary
Jurnal Magister Akuntansi Trisakti
Vol. No. Tahun :
Doi: http://dx.doi.org/10.25105/jmat

PENGEMBANGAN MODEL KUALITAS PENGELOLAAN


KEUANGAN DESA

Junaidi1*
Mohamad Mahsun2
Sumiyana1
Nurdiono2
1
Universitas Teknologi Yogyakarta
2
STIE Widya Wiwaha
3
Universitas Gadjah Mada
4
Universitas Lampung

*masjoen@uty.ac.id
4
Abstract
The quality of village financial reports is very important because it shows the accountability
and transparency of village government financial reporting to stakeholders. Not a few
problems that occur in the administration of village financial reports. This study will explain
the quality model of village financial reports in the Boyolali Regency, Central Java. There
were 164 samples that were processed in this study. The approach used in this research is
two analyzes, namely quantitative and qualitative. The results showed that the financial
report quality model can be divided into three categories, namely ready for audit, needing
supervision, and needing assistance. The results of this study are expected to be the basis of
guidance for improving the quality of village financial reporting. In addition, the results of
this study can be used as a basis for the district government to issue a Regent Regulation
related to accountability and village financial reporting mechanisms.
Keywords: accountability; reporting; finance; administration; village.
Abstrak
Kualitas laporan keuangan desa sangat penting karena menunjukkan akuntabilitas dan
transparansi pelaporan keuangan pemerintah desa kepada pemangku kepentingan. Tidak
sedikit permasalahan yang terjadi dalam penatausahaan laporan keuangan desa. Penelitian
ini akan menjelaskan model kualitas laporan keuangan desa di Kabupaten 49
Boyolali Jawa
Tengah. Ada 164 sampel yang diolah dalam penelitian ini. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dua analisis, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model kualitas laporan keuangan dapat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu siap diaudit, membutuhkan pengawasan, dan membutuhkan pendampingan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pedoman peningkatan kualitas pelaporan
59
keuangan desa. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pemerintah
kabupaten untuk menerbitkan Peraturan Bupati terkait akuntabilitas dan mekanisme
pelaporan keuangan desa.
Kata-kata kunci: akuntabilitas; pelaporan; keuangan; administrasi; desa.
JEL Classification : M41, M42, M48

Submission date: Accepted date:

PENDAHULUAN
Riset tentang kualitas pelaporan keuangan pemerintah desa sangat menarik untuk
dilakukan. Kualitas laporan keuangan sebagai suatu informasi yang memiliki value yang
berkualitas tinggi, dan sangat berguna untuk pengambilan keputusan. Sebagai organisasi
publik, pemerintah desa menggunakan dana negara. Organisasi publik dalam melaksanakan
aktivitasnya menggunakan dana negara yang dikumpulkan dari masyarakat khususnya
melalui pajak. Untuk itu semua anggaran organisasi publik seperti pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pemerintah desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada 57
publik.
Adhikari dan Mellemvik (2011) menyatakan bahwa saat ini, negara berkembang 30
menuntut
akuntabilitas yang kuat bagi lembaga publik baik ditingkat pusat ataupun daerah. Kim (2009)
menyatakan negara berkembang memiliki karakteristik yang unik dan berbeda yang dapat
mempengaruhi pengawasan dan penilaian akuntabilitas publik di sektor publik, seperti
kapasitas kelembagaan yang lemah, tingkat korupsi yang tinggi, dan keterlibatan pemangku
kepentingan yang terbatas. Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi beberapa
problem seperti tata kelola kelembagaan yang masih lemah, transparansi yang relatif rendah
dan korupsi yang relatif tinggi.
Terdapat beberapa fenomena yang menggambarkan bahwa kualitas penatausahaan
keuangan desa masih belum optimal. Pertama, informasi yang diperoleh dari inspektorat
provinsi menunjukkan bahwa desa seharusnya membuat laporan secara periodik tentang dana
yang diberikan oleh pemerintah pusat ataupun daerah, namun demikian tidak sedikit
pemerintah desa yang telat melaporkan keuangan ke pemerintah daerah. Kedua, banyak
aparat desa yang berurusan dengan 55 aparat penegak hukum terkait dengan kesalahan
penatausahaan keuangan desa. Ketiga, masih banyak pemerintah desa yang belum dapat
menyajikan laporan keuangan desa secara baik dan benar menurut peraturan yang ditetapkan,
misalnya mereka tidak memiliki laporan neraca desa. Dugaan sementara adalah kualitas
sumber daya aparatur pemerintah desa belum optimal.
Fenomena di atas banyak dialami dalam penatausahaan keuangan desa, termasuk
desa-desa yang ada di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan model kualitas pelaporan keuangan pemerintah desa di Kabupaten Boyolali.
Model kualitas laporan keuangan menunjukkan tingkat value sebuah laporan keuangan untuk
pengambilan keputusan. Pengembangan model kualitas laporan keuangan penting karena
belum banyak penelitian yang melakukan pemodelan kualitas laporan keuangan desa.
Adanya model kualitas laporan keuangan desa, para pemangku kepentingan dapat mengambil
keputusan berdasarkan tingkat kualitas informasi laporan keuangan. Ada beberapa keunikan
terkait dengan penelitian ini. Pertama, penelitian ini menarik dilakukan dan bersifat
eksploratori mengingat belum ada penelitian yang mengungkap tentang model kualitas
pelaporan keuangan desa. Kedua, fenomena menunjukkan bahwa kepala desa bertanggung
jawab untuk melaporkan aset desa ke pemerintah daerah (pusat), namun sampai saat ini
belum banyak kepala desa yang dapat melaporkan aset desanya dengan baik. Ketiga, adanya
undang-undang tentang desa, setiap desa mendapatkan dana desa pemerintah pusat, namun
tidak sedikit aparatur desa yang melakukan penyalahgunaan wewenang, dan berurusan
dengan aparat penegak hukum. Sebagai contoh adanya penyelewengan yang dilakukan oleh
48
sejumlah Kepala Desa di Kabupaten Aceh Barat yang diduga terlibat korupsi dana desa
senilai Rp15 Miliar (Umar, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola/kualitas
19
pelaporan
keuangan desa masih ada yang tidak baik. Sofyani et al. (2018) meneliti tentang pengelolaan
dan tata kelola pemerintahan Desa Dlingo Kabupaten Bantul. Penelitian tersebut menemukan
bahwa permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintahan desa dapat dibagi menjadi
tiga sub utama, yakni meliputi: (1) masalah perumusan rencana strategis, (2) masalah
pelaporan keuangan dan kinerja,
44
dan (3) masalah pencapaian kinerja desa.
Diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka
pemerintah desa memiliki peran penting dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan
keuangan yang menjadi amanat undang-undang. Pelaporan keuangan desa harus dapat
dipertanggungjelaskan kepada semua pemangku kepentingan. Terkait hal37tersebut Pemerintah
Kabupaten Boyolali telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 94 tahun 2018 tentang
pengelolaan keuangan desa. Dalam Pasal 36 dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan desa
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Kepala Desa harus menyampaikan pelaksanaan APBDesa secara periodik kepada 32
Bupati.
Menurut teori dynamic capabilities suatu organisasi harus mampu untuk mencipta,
membentuk kembali, mengasimilasi pengetahuan dan keterampilan, tetap berada di depan
dalam lingkungan persaingan yang terus berubah dengan cepat (Teece et al., 1997).
Kapabilitas dinamis merupakan aspek terpenting untuk memperoleh keunggulan kompetitif
yang memungkinkan pemerintah mengantisipasi ancaman dan memanfaatkan peluang untuk
membantu mereka mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai penyelenggara pemerintahan,
aparatur desa seharusnya mampu mewujudkan keunggulan kompetitif agar dapat
menjalankan visi dan misinya dalam memberikan layanan terbaik kepada masyarakat
sebagaimana diamanatkan undang-undang. Aparat pemerintah harus mampu mengoptimalkan
sumber saya yang dikuasainya untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Dalam konteks
tersebut selaras dengan konsep resource based value (RBV) bahwa entitas (pemerintah desa)
harus mampu menggunakan anggaran61untuk menghasilkan nilai tertentu bagi masyarakat.
Mendasarkan pada UU Desa Nomor 6 tahun 2014, desa memiliki kewenangan untuk
mengatur tata kelola pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan yang berdaya guna,
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa. Desa merupakan level pemerintahan paling
9
kecil setelah kecamatan. Menurut UU Nomor 6 tahun 2014 pendapatan desa bersumber pada
pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota,
alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
Adanya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, Pemerintah menerbitkan 20Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014. Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Selanjutnya
5
diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa Keuangan Desa
adalah hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa
uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Selanjutnya pada ayat (2) menyatakan bahwa adanya hak dan kewajiban akan menimbulkan
pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan
34
Desa. Permendagri Nomor 20
tahun 2018 pasal 2 menyebutkan bahwa keuangan desa dikelola berdasarkan asas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran (Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia, 2018).
Pengelolaan keuangan Desa menjadi hal yang penting sebagai bentuk akuntabilitas
keuangan negara pada level pemerintahan paling kecil. 43
Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Tito Karnavian mengatakan bahwa pada tahun 2020 pemerintah telah 45
menetapkan alokasi
besaran dana desa sebesar Rp960 juta untuk setiap desa. Sejak tahun Sejak tahun 2015 hingga
2019 pemerintah pusat telah mengalokasikan dana desa senilai Rp257 Triliun, dan
diperkirakan
63
akan mencapai total Rp400 triliun sampai tahun 2024 (Nugraheny, 2020). Tentu
jumlah tersebut harus dapat dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik dana tersebut.
Pengelolaan sistem keuangan bukan perkara yang mudah, terbukti tidak sedikit
penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh oknum aparat desa.
Indonesia saat ini terdapat sekitar 73.000 Desa dan 8000 kelurahan. Berdasarkan
peraturan pemerintah dan 28 ketentuan undang-undang setiap desa akan mendapatkan dana
alokasi desa. Dana alokasi desa merupakan Bagian dari dana perimbangan yang diterima
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus. Seluruh desa yang ada di Kabupaten Boyolali juga
mendapatkan dana desa yang harus dikelola mulai dari tahap perencanaan sampai tahap
pelaporannya.
Kondisi pemerintahan desa terkait dengan pelaporan keuangan desa sangat variatif.
Ada yang sudah mampu membuat laporan keuangan desa, dan tidak sedikit yang belum bisa
membuat laporan keuangan desa secara baik dan benar. Sebagai contoh wilayah Kabupaten
Boyolali Jawa Tengah. Kabupaten ini memiliki 261 desa. Berdasarkan survei awal
menunjukkan bahwa desa-desa yang ada di Kabupaten ini belum semua dapat melaporkan
keuangannya dengan baik.
Di samping permasalahan sumber daya yang ada di tiap-tiap Desa, sampai saat ini
5
belum ada standar baku yang mengatur tentang pelaporan keuangan Desa. Pada tahun 2015
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) menerbitkan siskeudes. Aplikasi siskeudes ditujukan kepada aparat pemerintah
desa untuk memudahkan pengelolaan keuangan desa mulai dari tahap perencanaan hingga
tahap pelaporan/pertanggungjawaban. Prosedur penggunaan aplikasi siskeudes oleh
pemerintah desa dilakukan melalui permohonan dari Pemerintah Daerah untuk penggunaan
aplikasi siskeudes kepada Kemendagri atau Perwakilan BPKP setempat.
Siskeudes yang diterapkan diharapkan dapat mewujudkan54 akuntabilitas pelaporan
keuangan desa. Arfiansyah (2020) meneliti tentang efek siskeudes dan sistem pengendalian
intern terhadap akuntabilitas keuangan
29
desa pada 251 Pemerintah Desa di Kabupaten
Wonogiri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Sistem Keuangan Desa (siskeudes)
berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa, dan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap 14
akuntabilitas pengelolaan dana desa. Penelitian
(Ngakil & Kaukab, 2020) menjelaskan bahwa transparansi keuangan desa di Kabupaten
Wonosobo yang ada saat ini sudah tergolong baik dengan indeks 68,57.
Meskipun sudah ada siskeudes yang diharapkan membantu penyusunan laporan
keuangan desa, akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemanfaatan aplikasi
tersebut belum optimal dalam memberikan informasi terkait dengan pelaporan komprehensif
keuangan desa. Output yang dihasilkan dari siskeudes ini mestinya tidak hanya sebatas
Laporan Realisasi Anggaran. Sebagai sebuah entitas, pemerintah desa seharusnya mampu
menyediakan informasi mengenai kekayaan desa secara riil, tidak hanya sebatas laporan
realisasi anggaran (LRA).
Seharusnya uang yang sudah dibelanjakan harus dapat diidentifikasi dan dilaporkan
menjadi kekayaan desa. Sebagai contoh, jika Pemerintah Desa membelanjakan anggarannya
untuk investasi gedung, sudah selayaknya gedung yang dibangun tersebut dicatat sebagai aset
desa sebagai salah komponen neraca desa. Namun, pada praktiknya tidak banyak desa yang
dapat membuat laporan aset desa dalam bentuk neraca desa. Pada praktiknya belum banyak
desa yang dapat menunjukkan berapa sebenarnya aset desa. Jika pemerintah desa tidak dapat
menunjukkan kekayaan riilnya, 60
berarti pemerintah daerah secara riil juga belum dapat
menunjukkan kekayaannya. Berdasarkan latar belakang tersebut sangat penting untuk
dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pelaporan keuangan desa di Boyolali.
Pengembangan model pengukuran kualitas pelaporan menjadi hal yang sangat penting karena
desa sebagai penyelenggara pemerintahan di level desa harus dapat
mempertanggungjawabkan
62
tentang anggaran desa setiap periode.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi langsung baik secara
teori, praktik maupun kebijakan sebagai berikut. Pertama, secara teori hasil penelitian ini
diharapkan mampu untuk menemukan konsep yang tepat dalam pengelolaan keuangan desa.
Kedua, model kualitas pelaporan keuangan yang ada dalam praktik dapat dijadikan dasar
langkah pembinaan peningkatan kualitas pelaporan keuangan desa. Ketiga, secara praktik
mampu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang praktik pelaporan keuangan yang ada
di pemerintah desa, khususnya di Kabupaten Boyolali. Keempat, secara kebijakan hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan arahan kebijakan terkait dengan pembinaan
pelaporan keuangan pemerintah desa yang dapat dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri
melalui BPKP. Kelima, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi pemerintah
Kabupaten untuk menerbitkan Peraturan Bupati terkait 56
dengan akuntabilitas dan mekanisme
pelaporan keuangan desa. Selanjutnya, keenam hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi Ikatan Akuntan Indonesia dalam merumuskan standar pelaporan keuangan
desa.

REVIU LITERATUR
2.1. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
Salah satu isu penting dalam kebijakan strategis pemerintah Indonesia saat ini adalah
tentang akuntabilitas penyelenggaraan lembaga pemerintah. Hal ini penting karena dapat
memiliki implikasi baik secara politik maupun ekonomi. Dampak yang dirasakan di bidang
ekonomi adalah meningkatnya akuntabilitas kinerja pemerintah yang berujung pada iklim
investasi yang lebih baik. Dampak yang terjadi di bidang politik adalah meningkatnya
akuntabilitas publik yang berujung pada meningkatnya kepercayaan publik terhadap
pemerintah. 42
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia akuntabilitas
26
adalah pertanggungjawaban
atau keadaan yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Akuntabilitas diartikan juga sebagai
pertanggungjelasan. Suatu organisasi dikatakan akuntabel apabila mempunyai kemampuan
menjelaskan kondisi yang dialami termasuk35
di dalamnya keputusan yang diambil dan
berbagai aktivitas yang dilakukan. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik
adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak yang
berkepentingan
1
(Mahmudi, 2010).
Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI No. 4 tahun 2011 tentang
percepatan akuntabilitas keuangan negara. Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas
akuntabilitas keuangan negara, dengan ini menginstruksikan kepada: para Menteri Kabinet
Indonesia Bersatu II; Sekretaris Kabinet; Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan
dan Pengendalian Pembangunan; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; Jaksa
Agung; Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala Lembaga Pemerintah Non-
Kementerian; Pimpinan Kesekretariatan, Lembaga Negara; Para Gubernur; Para
Bupati/Walikota, untuk:
1. Meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan negara melalui pengelolaan
keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta lebih
mengefektifkan pengawasan internal di lingkungan masing-masing.
2. Mempercepat penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
(SPIP) untuk terwujudnya pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah yang
efisien dan efektif, pelaporan keuangan yang dapat diandalkan, pengelolaan
aset negara yang tertib dan akuntabel, serta ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
3. Mengintensifkan peran aparat pengawasan internal pemerintah di lingkungan
masing-masing dalam memberikan keyakinan yang memadai atas
terselenggaranya SPIP, memberikan peringatan dini dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko, serta meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
4. Dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden, Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melaksanakan:
a. Asistensi kepada kementerian/ lembaga/ pemerintah daerah, untuk
meningkatkan pemahaman bagi pejabat pemerintah pusat/daerah
dalam pengelolaan keuangan negara/ daerah, meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan tata kelola;
b. Evaluasi terhadap penyerapan anggaran kementerian/ lembaga/
pemerintah daerah, dan memberikan rekomendasi langkah-langkah
strategis percepatan penyerapan anggaran;
c. Audit tujuan tertentu terhadap program-program strategis nasional
yang mendapat perhatian publik dan menjadi isu terkini;
d. Rencana aksi yang jelas, tepat, dan terjadwal dalam mendorong
penyelenggaraan SPIP pada setiap kementerian/ lembaga/ pemerintah
daerah.
5. Dalam rangka memberikan asistensi dan audit sebagaimana dimaksud dalam
Diktum keempat kepada Pemerintah Daerah, Kepala BPKP berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri sesuai peraturan perundang-undangan;
6. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Diktum keempat,
Kepala BPKP berkoordinasi dengan Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Kepala
Daerah untuk menentukan program strategis yang akan diaudit dan tujuan,
serta manfaat yang akan diperoleh dari asistensi, evaluasi, dan audit yang akan
dilaksanakan.
6
Terkait dengan pengelolaan keuangan desa terdapat 5 siklus yaitu perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan,13
pelaporan dan pertanggungjawaban (Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2018). Perencanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan perencanaan
penerimaan dan pengeluaran pemerintahan desa pada tahun anggaran berkenaan yang
dianggarkan dalam APB Desa. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa merupakan
penerimaan dan pengeluaran desa yang dilaksanakan melalui rekening kas 27desa pada bank
yang ditunjuk Bupati/ Wali Kota. Selanjutnya, penatausahaan adalah proses mencatat setiap
penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum. Tahap selanjutnya yaitu pelaporan,
dalam hal ini Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APB Desa semester36pertama
kepada Bupati/Wali Kota melalui camat. Bagian terakhir yaitu pertanggungjawaban. Laporan
Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan bagian dari laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran.
2.2. Pelaporan Keuangan Desa 6
Pasal 1 UU Nomor 6 tahun 2014, menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan NKRI. Selanjutnya, pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai penyelenggara pemerintah desa, kepala desa sebagai
pemimpin pemerintahan desa memiliki kewajiban untuk melaporkan semua kegiatan yang
tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja10desa (APBDesa).
Disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 telah membawa konsekuensi bagi kemajuan dan pembangunan desa.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi otonomi 10
desa, khususnya yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan, dimulai dari perolehan pendapatan, pembiayaan, dan pengeluaran
anggaran desa yang harus dikelola secara mandiri dan tidak bergantung dari dana pemerintah
pusat. 10
Desentralisasi memberdayakan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya.
Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk menyelidiki sumber-sumber keuangan publik
dan mengelola serta menggunakan keuangan publik dengan baik untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan. Artinya,
10
setelah dana desa dapat digunakan untuk
membangun dan memperkuat desa, desa harus mampu mengelola keuangan desa baik dari
sisi pendapatan maupun pengeluaran, dan pendapatan yang dihasilkan desa akan digunakan
untuk belanja desa. Pada hakekatnya dasar utama pendapatan desa menunjukkan bahwa desa
dapat melaksanakan otonomi penuh, pelimpahan wewenang dan desentralisasi.
Pemerintah
38
desa melalui APBDesa tentu akan berupaya untuk melakukan
pengembangan kemandirian, dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, serta
memanfaatkan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah desa sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang harus mampu mewujudkan akuntabilitas dan transparansi
keuangan
25
pemerintah desa.
Pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan proses yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan
desa. Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan, 40
dalam hal ini semua penerimaan dan pengeluaran melalui akun kas desa. Untuk tahap
penatausahaan dilakukan oleh bendahara desa. Dalam proses ini bendahara wajib melakukan
pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran.
2.3.Teori Pengelolaan (Stewardship Theory)
Teori pengelolaan mengasumsikan bahwa manajer berperilaku sebagai pihak yang
dipercaya organisasi, dan fokus pada kebaikan kolektif konstituen
21
di perusahaan terlepas dari
kepentingan pribadi manajer (Donaldson & Davis, 1991; Davis et al., 1997). Teori
pengelolaan dibangun atas dasar asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa
manusia pada hakikatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Teori menyatakan bahwa manajer
menginginkan imbalan besar atas upaya mereka, tetapi tidak ada yang menginginkannya
dengan mengorbankan perusahaan. Oleh karena itu hubungan kontrak jangka panjang
dikembangkan berdasarkan kepercayaan, reputasi, tujuan kolektif, dan keterlibatan di mana
keselarasan merupakan outcome yang dihasilkan dari hubungan timbal balik.
Akuntabilitas selalu dikaitkan dengan tata kelola yang baik. Artinya, organisasi publik
yang menyelenggarakan urusan publik, mengelola dana publik, pada dasarnya bebas dari
penyalahgunaan dan korupsi, serta menjamin terwujudnya hak asasi manusia yang
mendukung supremasi hukum (Bhuiyan & Amagoh, 31
2011). Saat ini, akuntabilitas dan tata
kelola tampaknya hadir secara berdampingan. Collier (2008) menyatakan bahwa akuntabilitas
membutuhkan tata kelola, dan bahwa perspektif akuntabilitas pemangku kepentingan adalah
satu-satunya pilihan yang tersedia untuk organisasi seperti sektor publik. Pandangan ini juga
dianut oleh O’Dwyer & Unerman (2017) yang menemukan bahwa mekanisme akuntabilitas
sektor publik semu berfokus pada akuntabilitas ke atas kepada penyandang dana daripada ke
bawah kepada penerima manfaat.
2.4. Teori Resource Base View (RBV)
11
Teori RBV menjelaskan sumber daya dan kemampuan perusahaan penting bagi
perusahaan, karena merupakan pokok atau dasar dari kemampuan daya saing serta kinerja
perusahaan (Wernerfelt, 1984). Teori RBV menggunakan asumsi bahwa suatu perusahaan
dapat bersaing dengan perusahaan lain, dengan mengelola sumber daya yang dimiliki
perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan perusahaan dalam mencapai
keunggulan kompetitif perusahaan. 7
Pandangan RBV menganggap bahwa sumber daya perusahaan jauh lebih penting
daripada struktur industri dalam memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif.
Pendekatan ini menganggap organisasi sebagai kumpulan aset dan fungsi. Tidak ada dua
perusahaan yang sama, karena masing-masing perusahaan memiliki pengalaman, aset,
keterampilan, dan membangun budaya perusahaan yang berbeda. Aset dan kemampuan
perusahaan menentukan efisiensi dan efektivitas setiap pekerjaan yang dilakukannya.
Menurut pendekatan ini, nilai-nilai kunci tertentu (sumber daya) memberi perusahaan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Namun, sebuah perusahaan akan berhasil jika
memiliki sumber daya yang paling tepat dan terbaik untuk bisnis dan strateginya.
Dalam konteks sektor publik, RBV menganggap bahwa setiap pemerintah daerah
ataupun pemerintah desa pasti memiliki keunggulan tertentu yang dapat dioptimalkan untuk
mewujudkan akuntabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Keunggulan setiap daerah baik
yang bersifat fisik maupun sumber daya manusia harus dikelola semaksimal mungkin agar
setiap pemerintah desa mampu mengelola APBDesa dengan baik yang bermanfaat bagi
kepentingan publik. 12
Kompetensi pegawai/karyawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja
organisasi. Perusahaan yang memiliki tim manajemen dengan keahlian optimal, dan metode
bersaing yang didasarkan pada kompetensi inti, akan mampu mencapai kinerja yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan lain yang tidak dapat melakukannya. Kompetensi yang
tinggi, akan memungkinkan organisasi memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh masyarakat.
2.5. Teori Dynamic Capability
23
Secara konsep kapabilitas ialah perwujudan yang menggambarkan kemampuan
yang tidak sebatas memiliki keterampilan, akan tetapi secara nyata paham secara mendetail
sehingga benar-benar menguasai kemampuannya dari titik 39kelemahan hingga cara
mengatasinya. Teori dynamic capability merupakan kemampuan perusahaan
mengintegrasikan, membangun dan merekonfigurasi kompetensi internal dan eksternal
menghadapi perubahan lingkungan yang cepat (Teece et al., 1997). Menurut (Eisenhardt &
Martin, 2000) dynamic capability adalah proses yang menggunakan sumber daya untuk
menyesuaikan organisasi dengan perubahan pasar, atau bahkan untuk meminta perubahan,
organisasi dan rutinitas strategis di mana organisasi menciptakan konfigurasi sumber daya.
Selanjutnya, dynamic capability merupakan kemampuan organisasi untuk menciptakan,
memperluas, atau perubahan basis sumber dayanya (Agarwal & Helfat, 2009).

METODE PENELITIAN
Bagian ini menjelaskan tentang objek penelitian, model penelitian, dan prototyping.
3.1 Subjek Penelitian
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu wilayah provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Penelitian ini dilakukan di seluruh Desa di Wilayah Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali
terdiri dari 22 Kecamatan dan terbagi ke dalam 261 Kelurahan.
58
Dari total desa tersebut yang
menjadi sampel sebanyak 171 dari masing-masing desa sebagai berikut.
Tabel 1
Daftar Kecamatan dan Desa se-Kabupaten Boyolali
Nomor Kecamatan Jumlah Desa Kuesioner Kuesioner
masuk yang bisa
diolah
16
1 Ampel 10 10 10
2 Andong 16 13 11
3 Banyudono 15 14 14
4 Boyolali 9 6 6
5 Cepogo 15
6 Gladagsari 10 10 10
7 Juwangi 10 9 6
8 Karanggede 16
9 Kemusu 10 10 10
10 Klego 14
11 Mojosongo 13
12 Musuk 10 10 10
13 Ngemplak 12 12 11
14 Nogosari 13 13 13
15 Sambi
16
16
16 Sawit 12 12 12
17 Selo 10 10 10
18 Simo 13 13 13
19 Tamansari
16
10
20 Teras 13 13 13
21 Wonosamudro 10 10 9
22 Wonosegoro 11 6 6
TOTAL 268 171 164

Responden penelitian ini adalah seluruh Kepala Desa atau Kepala Urusan Keuangan Desa di
Kabupaten Boyolali.
3.2. Desain Penelitian 51
Desain penelitian ini menggunakan dua angulasi terkait dengan data penelitian. Penelitian ini
menggunakan pendekatan data primer. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil kuesioner, dan juga hasil wawancara dari beberapa informan. Dari hasil survei
diperoleh data sebanyak 171 desa dari 16 kecamatan yang akan diolah dalam penelitian ini.
Data yang diperoleh dan bisa diolah sebanyak 164 Desa se-Boyolali.
3.3.Model Penelitian
Untuk membuat model kualitas pelaporan keuangan desa dilakukan melalui beberapa tahapan
yaitu:
3.3.1. FGD Pertama
FGD tahap pertama dilakukan untuk antara tim peneliti dengan Inspektorat
Kabupaten Boyolali terkait dengan rencana survei ke Pemerintah Desa. Dalam FGD pertama
ini didiskusikan tentang daftar pertanyaan/kuesioner yang akan diberikan ke seluruh
Pemerintah Desa di Kabupaten Boyolali. Daftar pertanyaan yang ada dalam kuesioner
meliputi pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset desa. Daftar pertanyaan untuk
pengelolaan keuangan terdiri atas umum, perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan mendasarkan pada lampiran Permendagri nomor 18
tahun 2020.
Di samping aspek keuangan, dalam FGD tersebut ditambahkan daftar pertanyaan
tentang pengelolaan aset. Pada saat FGD tim merumuskan tentang skor kualitas laporan
keuangan desa (LKDesa) untuk memudahkan identifikasi (A, B, C). Terdapat 66 item
pertanyaan yang akan diberikan kepada47 responden untuk diberikan umpan balik. Setiap
pertanyaan, responden akan memilih skor dengan skala likert sebagai berikut:
1= sangat tidak sesuai
2= tidak sesuai
3= netral
4= sesuai
5= sangat sesuai
3.3.2. FGD Kedua Formulasi Model
FGD kedua membahas tentang pembobotan masing-masing komponen yang ada dalam
daftar pertanyaan kuesioner. Hasil FGD disepakati untuk pengelolaan keuangan
diberikan bobot 80%, dan pengelolaan aset desa diberikan bobot 20%. Secara rinci tiap-
tiap komponen dapat dijelaskan dalam tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2
Proporsi pembobotan
Dimensi Indikator Jumlah Proporsi Total
pertanyaan bobot bobot
Pengelolaan Umum 4 5% 80%
Keuangan
Perencanaan, 10 10%
Pelaksanaan, 24 40%
Penatausahaan, 9 25%
Pelaporan 4 10%
Pertanggungjaw 4 10%
aban
Pengelolaan aset 8 20%
Total 66 100%

Tahap ini dilakukan formulasi model kualitas pelaporan keuangan pemerintah desa
kabupaten Boyolali. Model kualitas laporan keuangan desa dilakukan dengan pemberian skor
dan laporan keuangan desa dapat dibagi ke dalam 3 klaster utama yaitu:
· Klaster A (siap audit) : 75 - 100
· Klaster B (perlu supervisi) : 61 - 74
· Klaster C (perlu pendampingan) : 0 - 59
3.3.3. Prototyping
Pada tahap ini dilakukan bimbingan teknis dan sosialisasi pertama kepada semua desa terkait
dengan survei pelaporan keuangan yang akan dilakukan. Seluruh pembagian kuesioner
kepada responden dibantu oleh tim inspektorat Kabupaten Boyolali yang dibagi dalam setiap
kecamatan. Tim di setiap kecamatan bertugas memverifikasi terkait dengan daftar
pertanyaan-pertanyaan yang disepakati. Tahap berikutnya dilakukan penilaian terhadap
pengelolaan keuangan desa dan pengelolaan aset desa. Kuesioner yang telah diisi dan
dikembalikan selanjutnya diolah dengan pendekatan statistik. Berdasarkan hasil survei
diperoleh data sebanyak 171 desa dari 268 desa se-Boyolali. Dari kuesioner yang masuk ada
sebanyak 164 kuesioner yang diisi lengkap dan dapat digunakan untuk pembuatan model.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pilot test
Tahap pertama kita lakukan pilot test untuk mendapatkan keyakinan tentang validitas dan
reliabilitas instrumen yang kita lakukan untuk 30 desa. Hasil pilot test menunjukkan hasil
yang11
robust dimana seluruh instrumen telah memenuhi unsur validitas dan reliabilitas.
4.2. Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk memberi keyakinan bahwa instrumen yang
digunakan secara tepat dapat mengukur konstruk (variabel) yang diukur dan terdapat
konsistensi dalam pengukuran konstruk (variabel). Uji validitas dengan korelasi Pearson
menunjukkan nilai yang signifikan di 33bawah 0,05 baik untuk pengelolaan keuangan maupun
pengelolaan aset. Selanjutnya untuk uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha
sebesar 0,806. Hal tersebut menunjukkan bahwa instrumen pengukurannya telah memenuhi
aspek validitas dan reliabilitas.
4.3. Analisis Kuantitatif
Tahap ini dilakukan perhitungan statistik deskriptif atas kuesioner yang telah diisi oleh para
kepada desa. Tahap ini kita akan menguji berapa tingkat rata-rata jawaban responden atas
33
pengelolaan keuangan terdiri dari umum, perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban, serta rata-rata jawaban responden atas pengelolaan aset
desa. Pengelolaan keuangan terdiri atas umum, perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, 18
pertanggungjawaban dan pelaporan. Dari 164 sampel laporan keuangan desa diperoleh nilai
rata-rata sebagai berikut.
Tabel 3
Deskriptif Pengelolaan keuangan dan Aset
Keterangan Nilai Rata-rata

Pengelolaan keuangan (80%) 62,10


· Umum 3,57
· Perencanaan 5,52
· Pelaksanaan 20,79
· Penatausahaan 16,79
· Pelaporan 4,78
· Pertanggungjawaban 7,53
Pengelolaan aset desa (20%) 10,18

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata skor seluruh sampel yang diperoleh sebesar 72,28.
Hal ini menunjukkan bahwa secara-rata kualitas LK Desa masih pada Klaster B (perlu
supervisi). Selanjutnya dari 164 sampel yang diolah dapat dilihat distribusi kualitas laporan
keuangannya untuk tiap-tiap klaster sebagai berikut.
Klaster A menempati angka 16%, Klaster B sebesar 34% dan Klaster C sebesar 51%. Hasil
ini menunjukkan bahwa kualitas pelaporan keuangan desa tahun 2019 di Kabupaten Boyolali
lebih dari 50% masih perlu pendampingan. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi seluruh
stakeholders terkait dengan pentingnya peningkatan kualitas pelaporan keuangan desa.
Pemerintah daerah baik level kabupaten maupun provinsi perlu memberikan program
pendampingan misalnya melakukan bimbingan teknis untuk pelaporan keuangan,
inventarisasi aset desa. Setelah memperoleh pendampingan diharapkan dapat berpindah
klaster C menjadi A.
4.3.1. Kualitas Pelaporan Keuangan Masing-Masing Desa
Untuk menentukan kualitas pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset masing-masing desa
menggunakan indeks maximum-minimum (indeks max-min). Indeks max-min adalah
penghitungan
24
indeks dengan menggunakan nilai terbesar dan terkecil dalam suatu range
angka. Bila menggunakan indeks max-min, normalisasi dilakukan sebagai berikut:
Z= (X – Xmin) / (Xmax – Xmin)
Keterangan:
X= nilai masing-masing data
Xmin= nilai minimum X
Xmax= nilai maksimum X
Hasil yang didapatkan adalah nilai indeks rata-rata dengan angka 0 sampai dengan 1 (sebagai
batas bawah dan batas atas). Desa Mudal, merupakan desa yang paling bagus dalam
pengelolaan keuangan desa dengan indeks pengelolaan keuangan sebesar 0,74, dan
pengelolaan aset desa sebesar 0,20 dengan total indeks 0,94. Sedangkan desa Banyuanyar
merupakan desa yang memiliki kualitas pengelolaan keuangan yang relatif rendah dengan
indeks sebesar 0,05, dan pengelolaan aset yang relatif rendah dengan indeks 0,08.
4.4. Analisis Kualitatif
Analisis ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam beberapa dimensi yang terkait
dengan kualitas pelaporan keuangan desa, yaitu tentang ketidakmampuan administrasi publik
desa, peran pemangku kepentingan terhadap kualitas laporan keuangan desa, peranan sistem
pengendalian internal, standar pelaporan keuangan desa, dan manfaat laporan keuangan desa.
4.4.1. Ketidakmampuan
46
Administrasi Publik Desa
Tata kelola keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban. Dalam pengelolaan keuangan sektor publik kesiapan administrasi
publik menjadi sangat signifikan, mengingat keberadaan, keterjadian dan pengungkapan
2
suatu transaksi harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dijelaskan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa bahwa:
a. Perencanaan pengelolaan keuangan desa dalam bentuk APBDesa berdasarkan RPJMDesa
dan RKDesa tahun berkenaan disusun oleh Sekretaris Desa dan disampaikan kepada Kepala
Desa yang kemudian dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa untuk sepakati
bersama dalam musyawarah yang melibatkan masyarakat paling lambat bulan Oktober tahun
berjalan.
b. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka
pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening desa yang harus didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah. Serta pelaksanaan kegiatan dengan dokumen Rencana Anggaran
Biaya yang mengharuskan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran.
c. Penatausahaan dilakukan oleh bendahara desa, dengan kewajiban mencatat setiap
penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib dan
menyampaikan laporan pertanggungjawabannya kepada Kepala Desa.
d. Pelaporan pelaksanaan APBDesa di sampaikan Kepala Desa kepada Bupati berupa
laporan semeter pertama paling lambat akhir bulan Juli tahun berjalan dan laporan semester
akhir tahun paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya.
e. Pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dengan melampirkan format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan APBDesa, format Laporan Kekayaan Milik Desa, dan format Laporan
Pemerintahan dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa yang harus diinformasikan kepada
masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi.
Dalam proses pengelolaan keuangan desa, persiapan perangkat pemerintahan desa
menjadi penting. Hal ini karena UU No. 6 Tahun 2014 berdampak pada desa dan pendapatan
desa meningkat
50
secara signifikan. Tentunya proses pengelolaan keuangan desa harus
diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti penggunaan anggaran
22
desa yang tidak optimal hingga keuangan desa digelapkan. Kemampuan perangkat desa
sebagai pelaksana kebijakan merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan
pelaksanaan program yang didanai oleh dana desa. Ketrampilan dan kemampuan perangkat
desa sebagai pengambil kebijakan menjadi dasar pelaksanaan pemerintah khususnya di
bidang keuangan yang mengelola alokasi dana desa (Sukmawan, 2013). Ketidakmampuan
administrasi desa menjadi salah satu faktor utama terkait dengan kualitas pelaporan keuangan
desa. Hal ini selaras dengan pernyataan dengan Kepala Inspektorat Provinsi Jawa Tengah
yang menyebutkan bahwa:
Kesiapan desa dalam pengelolaan dana desa yang akuntabel sepertinya belum siap terutama
SDM. Ibarat menerima rezeki besar, namun sumber daya manusia dan infrastruktur dalam
mengelola bisa dikatakan belum siap. Sebagai contoh hasil laporan inspektorat menunjukkan
dana bantuan desa dari provinsi ke desa, masih banyak pelaporannya yang terlambat.
Berarti belum tuntas terkait dengan pengelolaannya. Selain itu masih banyak aparat desa
bermasalah dengan aparat penegak hukum atas pengelolaan dana desa, dan tentu hal
tersebut menjadi sebuah keprihatinan tersendiri.
4.4.2. Peran Stakeholders Pada Kualitas Laporan Keuangan Desa
Meningkatnya kepercayaan pemangku kepentingan terhadap mitra pemerintah berdampak
positif bagi keberlangsungan pemerintahan. Teori pemangku kepentingan mengandaikan
bahwa keberadaan suatu organisasi ditentukan oleh para pemangku kepentingan. Teori
pemangku kepentingan juga berpendapat bahwa ketika pemangku kepentingan mengelola
sumber daya ekonomi penting perusahaan, perusahaan merespons41
dengan strategi yang
memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Untuk itu, pelaporan keuangan merupakan
salah satu cara untuk mengelola kepercayaan pemangku kepentingan, dan kehadiran
pemangku kepentingan berdampak signifikan terhadap urgensi praktik akuntansi suatu
perusahaan. Stakeholders dan organisasi berinteraksi dari hubungan sosial berupa tanggung
14
jawab dan akuntabilitas yang diwujudkan melalui pembuatan laporan keuangan yang
kredibel, relevan, tepat waktu dan mudah dipahami oleh stakeholders.
Ujung tombak dalam pengelolaan dana desa terletak pada aparat yang ada di
pemerintah desa, namun demikian tidak mungkin pemerintah desa berjuang sendiri dalam
pelaporan keuangan desa. Lebih lanjut Inspektur Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus
sebagai ketua AAIPI menyatakan:
Pelaporan keuangan desa yang belum berjalan secara efektif sangat penting menjadi
perhatian bagi para stakeholders misalnya BPKP, Inspektorat, BPK, Kantor Akuntan Publik,
dan akademisi agar desa dapat mengelola dana desa secara baik. Pemerintah desa perlu
diberikan pendampingan agar mampu melaporkan keuangan desa sesuai dengan aturan
yang ditetapkan.
15
4.4.3. Pentingnya Sistem Pengendalian Internal (SPI) Pengelolaan Dana Desa
Pengendalian internal merupakan komponen pertama dari sistem pengendalian internal yang
terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen
organisasi. Pengendalian internal ditujukan untuk efisiensi dan efektivitas operasional
perusahaan, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang 8
berlaku (Herawaty & Hernando, 2021). Pengendalian internal adalah bagian
dari rencana organisasi untuk mengamankan aset dan mendorong karyawan untuk mengikuti
kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasional dan memastikan catatan akuntansi
yang akurat dan andal (Sari et al., 2021).
Pengendalian internal versi COSO (Committee of Sponsoring Organization) yaitu
mengintegrasikan semua aspek operasi dan keuangan perusahaan, termasuk antara
manajemen dan karyawan, tujuan dan risiko bisnis, dan mencakup unit aktivitas semua
organisasi Kerangka kerja 14pengendalian internal yang harus dilakukan. Penerapan
pengendalian internal untuk versi COSO diharapkan dapat mengurangi berbagai bentuk
penyimpangan yang dapat terjadi. 52
Berbagai bentuk penyimpangan tersebut dapat
dikategorikan sebagai tindakan fraud. Fraud8 adalah tindakan curang yang dilakukan oleh
individu atau organisasi untuk mendapatkan uang/kekayaan/jasa dan juga dapat dilakukan
untuk menghindari pembayaran atau mengamankan keuntungan bisnis (Tuanakotta, 2013).
Pencegahan penipuan adalah langkah penting yang harus diikuti untuk mengurangi kerugian
di masa depan. Penyempurnaan sistem yang mendukung kemudahan berusaha, peningkatan
efektivitas pengelolaan keuangan, dan upaya penegakan hukum terhadap fraud merupakan
langkah nyata untuk mengurangi korupsi atau fraud lainnya.
Tata kelola keuangan yang baik memerlukan peran sistem pengendalian internal
(SPI), agar prosedur-prosedur perencanaan, pelaksanaan dan53pelaporan dapat berjalan dengan
baik. Banyaknya kasus penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana desa
menunjukkan bahwa SPI di desa belum berjalan dengan baik. Terkait dengan hal tersebut
3
Inspektur Kabupaten Boyolali memaparkan bahwa:
Sistem pengendalian internal adalah mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa
tidak ada kebocoran uang atau kehilangan aset. Sistem seperti ini belum dibangun dengan
baik di Desa. Pada praktiknya masih terjadi perangkapan jabatan. Dalam banyak kasus,
Kepala Desa merangkap pekerjaan sebagai pengelola keuangan dan petugas pengadaan
barang dan jasa (one man show). Oleh karena itu mekanisme “check and balance” belum
berfungsi dengan18baik. Hal tersebut menunjukkan belum ada satuan pengawas internal desa.
4.4.4. Pentingnya Standar Akuntansi Keuangan Desa
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa diwujudkan dalam pengelolaan keuangan desa.
Dalam pengelolaan dana desa seharusnya ada pedoman baku seperti standar akuntansi, agar
pelaporan keuangan bisa dilakukan dengan baik. Jika belum ada standar pelaporan keuangan
desa, akan menyebabkan pihak pemerintah desa belum merasa wajib membuat laporan
3
keuangan desa. Menurut inspektur Kabupaten Boyolali:
Dalam peraturan desa, terkait dengan pertanggungjawaban keuangan Desa, hanya
diwajibkan untuk menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran dan laporan kekayaan
desa, bukan laporan keuangan lengkap sesuai standar akuntansi. Dalam standar akuntansi
pemerintahan (SAP), Pemerintah diwajibkan menyusun tujuh jenis laporan, salah satunya
adalah Neraca. Sedangkan Pemerintah Desa tidak menyusun Neraca. Oleh karena itu tidak
terlihat dengan jelas hak dan kewajiban Pemerintah
3
Desa sesuai dengan undang-undang No.
6/2014 tentang desa. Dalam peraturan desa, terkait dengan pertanggungjawaban keuangan
Desa, hanya diwajibkan untuk menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran dan
laporan kekayaan desa, bukan laporan keuangan lengkap sesuai standar akuntansi. Dalam
standar akuntansi pemerintahan (SAP), Pemerintah diwajibkan menyusun tujuh jenis
laporan, salah satunya adalah Neraca. Sedangkan Pemerintah Desa tidak menyusun Neraca.
Sehingga tidak terlihat dengan jelas hak dan kewajiban Pemerintah Desa sesuai dengan
undang-undang No. 6/2014 tentang desa.
4.4.5.Manfaat Laporan Keuangan Desa
Tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para
stakeholders yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kepala Desa
sebagai penanggung jawab entitas pelaporan harus mampu memberikan informasi yang
transparan dan akuntabel. Konsep transparansi berarti secara teratur mengungkapkan isu-isu
penting kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini masyarakat luas. Hal ini
memastikan bahwa prinsip keterbukaan memberikan akses dan akses17kepada masyarakat
umum terhadap sebanyak mungkin informasi tentang keuangan daerah. Prinsip transparansi
dapat diukur dengan menggunakan banyak indikator, antara lain: (1) mekanisme yang
menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi semua proses pelayanan publik. (2)
mekanisme yang memfasilitasi penyelidikan publik terhadap berbagai kebijakan dan layanan
publik serta proses dalam sektor publik. (3) mekanisme yang mendorong pelaporan dan
penyebarluasan informasi dan penyimpangan perilaku aparatur pemerintah kegiatan
pelayanan.
Terkait dengan pelaporan keuangan desa sangat penting bagi para pemangku
kepentingan. Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Desa Jeron bahwa:
Laporan Keuangan Desa tidak hanya sebagai pertanggungjawaban ke BPD, Camat dan
Bupati, melainkan untuk juga untuk warga masyarakat. Laporan keuangan Desa Jeron telah
dipublikasikan kepada warga masyarakat melalui baliho dan brosur. Pada awalnya laporan
keuangan Desa Jeron yang dibuat hanya berupa Laporan Realisasi Anggaran. Namun
demikian per 31 Desember 2019 Desa Jeron telah dapat menyajikan laporan keuangan yang
lengkap, meliputi Laporan Realisasi APBDesa, Lampiran SILPA, Lampiran Piutang,
Laporan Persediaan, Lampiran Investasi, Lampiran Aset, Lampiran Dana Cadangan, dan
Catatan Atas Laporan Keuangan.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Simpulan
Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pelaporan keuangan desa perlu
kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang baik. Jika desa memiliki SDM yang berkualitas,
dana desa yang jumlahnya yang jumlahnya relatif besar dapat dikelola dan dilaporkan dengan
baik. Perlu satu model kualitas pelaporan keuangan desa agar dapat memetakan kualitas
pelaporan keuangan. Oleh karena itu para pemangku kepentingan harus mengambil peran
masing-masing agar kualitas pelaporan keuangan desa terwujud. Model kualitas pelaporan
keuangan desa dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Klaster A yang bermakna siap
audit(16%), Klaster B bermakna perlu supervisi (34%), dan Klaster C yang berarti perlu
pendampingan (51%). Selain itu penting untuk dilakukan pendampingan untuk peningkatan
kualitas pelaporan keuangan pemerintah desa. Riset ini merupakan bentuk eksploratori untuk
mengembangkan model kualitas pelaporan keuangan desa mendasarkan lampiran
Permendagri nomor 20 tahun 2018.

Keterbatasan
Keterbatasan riset ini dilakukan pada saat64standar akuntansi keuangan desa belum ada.
Laporan keuangan dikatakan berkualitas ketika disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku. Banyaknya laporan keuangan desa yang belum mencapai kualitas
optimal sangat dimungkinkan karena belum adanya standar akuntansi pelaporan keuangan
desa. Selain itu riset ini dilakukan dengan lingkup satu kabupaten saja di Indonesia.

Saran
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada saat penerapan standar akuntansi
keuangan desa, dan memperluas sampel pada laporan keuangan desa di seluruh Indonesia
untuk memberikan gambaran secara empiris tentang model kualitas keuangan desa di seluruh
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, R., & Helfat, C. E. (2009). Strategic renewal of organizations. Organization
Science, 20(2), 281–293. https://doi.org/10.1287/orsc.1090.0423
Arfiansyah, M. A. (2020). Pengaruh Sistem Keuangan Desa dan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Journal of Islamic Finance
and Accounting, 3(1), 67–82.
Bhuiyan, S. H., & Amagoh, F. (2011). Public sector reform in Kazakhstan: issues and
perspectives. International Journal of Public Sector Management, 24(3), 227–249.
https://doi.org/https://doi.org/10.1108/09513551111121356
Collier, P. M. (2008). Stakeholder accountability: A field study of the implementation of a
governance improvement plan. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 21(7),
933–954. https://doi.org/https://doi.org/10.1108/09513570810907429
Davis, J. H., Schoorman, F. D., & Donaldson, L. (1997). Toward a stewardship theory of
management. Academy of Management Review, 22(1), 20–47.
https://doi.org/10.5465/AMR.1997.9707180258
Donaldson, L., & Davis, J. H. (1991). Stewardship Theory or Agency Theory: CEO
Governance and Shareholder Returns. Australian Journal of Management, 16(1), 49–64.
https://doi.org/10.1177/031289629101600103
Eisenhardt, K. M., & Martin, J. A. (2000). Dynamic capabilities: What are they? Strategic
Management Journal, 21(10–11), 1105–1121. https://doi.org/10.1002/1097-
0266(200010/11)21:10/11<1105::AID-SMJ133>3.0.CO;2-E
Herawaty, N., & Hernando, R. (2021). Analysis of Internal Control of Good Corporate
Governance and Fraud Prevention (Study at the Regional Government of Jambi City).
Sriwijaya International Journal of Dynamic Economics and Business, 4(2), 103.
https://doi.org/10.29259/sijdeb.v4i2.103-118
Mahmudi. (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik (3rd ed.). UPP STIM YKPN.
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20
Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. 72(10), 1–13.
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/pm/Permendagri No.20 TH
2018+Lampiran.pdf
Ngakil, I., & Kaukab, M. E. (2020). Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan
Desa di Kabupaten Wonosobo. Journal of Economic, Management, Accounting and
Technology, 3(2), 92–107. https://doi.org/10.32500/jematech.v3i2.1283
Nugraheny, D. E. (2020). Diserahkan Secara Langsung, Tiap Desa Bakal Terima Rp 960
Juta. Kompas.Com.
O’Dwyer, B., & Unerman, J. (2017). From functional to social accountability: Transforming
the accountability relationship between funders and non‐governmental development
organisations. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 20(3), 446–471.
https://doi.org/https://doi.org/10.1108/09513570710748580
Sari, R., Su’un, M., & Nurwanah, A. (2021). Effect of internal control, whistleblowing role
and data asymmetry against fraud prevention. Point of View Research Accounting and
Auditing, 2(1), 92–99.
Sofyani, H., Suryanto, R., Arie Wibowo, S., & Widiastuti, H. (2018). Praktik Pengelolaan
dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Dlingo di Kabupaten Bantul: Pembelajaran dari
Desa Percontohan. Jati: Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia, 1(1).
https://doi.org/10.18196/jati.010101
Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic capabilities and strategic
management. Knowledge and Strategy, 18(March), 77–116.
https://doi.org/10.1093/0199248540.003.0013
Tuanakotta, T. M. (2013). Audit berbasis ISA (International Standards On Auditing). Jakarta,
Salemba Empat.
Umar, R. (2020). Sejumlah Kepala Desa di Aceh Barat Diduga Korupsi hingga Rp 15 Miliar.
Kompas.Com. https://regional.kompas.com/read/2021/01/18/19311271/sejumlah-
kepala-desa-di-aceh-barat-diduga-korupsi-hingga-rp-15-miliar
Wernerfelt, B. (1984). A Resource-Based View of the Firm. Strategic Management Journal,
5(2),10.http://links.jstor.org/sici?sici=01432095%28198404%2F06%295%3A2%3C171
%3AARVOTF%3E2.0.CO%3B2-L
Similarity Report

38% Overall Similarity


Top sources found in the following databases:
35% Internet database 17% Publications database
Crossref database Crossref Posted Content database
22% Submitted Works database

TOP SOURCES
The sources with the highest number of matches within the submission. Overlapping sources will not be
displayed.

text-id.123dok.com
1 5%
Internet

repository.uinsu.ac.id
2 3%
Internet

web.iaiglobal.or.id
3 3%
Internet

repository.unibos.ac.id
4 2%
Internet

repository.uir.ac.id
5 2%
Internet

123dok.com
6 1%
Internet

repository.unmuhjember.ac.id
7 1%
Internet

ejournal.warmadewa.ac.id
8 1%
Internet

Sources overview
Similarity Report

Universitas Islam Malang on 2018-08-20


9 <1%
Submitted works

doaj.org
10 <1%
Internet

repositori.uin-alauddin.ac.id
11 <1%
Internet

Academic Library Consortium on 2023-05-27


12 <1%
Submitted works

repository.uksw.edu
13 <1%
Internet

researchgate.net
14 <1%
Internet

jurnal-lp2m.umnaw.ac.id
15 <1%
Internet

ijbmi.org
16 <1%
Internet

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada on 2020-11-05


17 <1%
Submitted works

repository.uhn.ac.id
18 <1%
Internet

eprints.mercubuana-yogya.ac.id
19 <1%
Internet

prokum.jdih.karawangkab.go.id
20 <1%
Internet

Sources overview
Similarity Report

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-11-18


21 <1%
Submitted works

A Majid, Jatmiko Yogopriyatno. "PERAN STAKEHOLDER UNTUK MEWU...


22 <1%
Crossref

dosensosiologi.com
23 <1%
Internet

jurnalwahana.aaykpn.ac.id
24 <1%
Internet

repository.iainpare.ac.id
25 <1%
Internet

Universitas Musamus Merauke on 2023-06-20


26 <1%
Submitted works

id.123dok.com
27 <1%
Internet

repository.radenintan.ac.id
28 <1%
Internet

repository.umpalopo.ac.id
29 <1%
Internet

Universitas Bengkulu on 2022-12-14


30 <1%
Submitted works

Universitas Diponegoro on 2021-10-21


31 <1%
Submitted works

Universitas Jenderal Soedirman on 2022-07-25


32 <1%
Submitted works

Sources overview
Similarity Report

repository.ub.ac.id
33 <1%
Internet

Fakultas Hukum Universitas Lampung on 2022-06-21


34 <1%
Submitted works

repo.iainbatusangkar.ac.id
35 <1%
Internet

repository.unhas.ac.id
36 <1%
Internet

Universitas Amikom on 2023-06-06


37 <1%
Submitted works

ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id
38 <1%
Internet

Universitas krisnadwipayana on 2019-08-10


39 <1%
Submitted works

etheses.uin-malang.ac.id
40 <1%
Internet

Universitas Tadulako on 2021-03-31


41 <1%
Submitted works

repository.itbwigalumajang.ac.id
42 <1%
Internet

antaranews.com
43 <1%
Internet

scribd.com
44 <1%
Internet

Sources overview
Similarity Report

sumut24.co
45 <1%
Internet

Zal Aswari, La Ode Turi, Murniati Murniati. "EFEKTIVITAS PENGGUNAA...


46 <1%
Crossref

doku.pub
47 <1%
Internet

regional.kompas.com
48 <1%
Internet

repository.unitomo.ac.id
49 <1%
Internet

mosmaps.com
50 <1%
Internet

F. Laksmi Fitriani, Iwan Kurniawan, Fandi Ahmad. "Strategi Pengemban...


51 <1%
Crossref

Sriwijaya University on 2019-05-27


52 <1%
Submitted works

Universitas Bengkulu on 2023-03-30


53 <1%
Submitted works

Universitas Muria Kudus on 2019-09-09


54 <1%
Submitted works

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-06-16


55 <1%
Submitted works

IAIN Ambon on 2023-07-11


56 <1%
Submitted works

Sources overview
Similarity Report

Universitas Bengkulu on 2022-12-07


57 <1%
Submitted works

Universitas Muria Kudus on 2017-09-18


58 <1%
Submitted works

e-journal.uajy.ac.id
59 <1%
Internet

eprints.umm.ac.id
60 <1%
Internet

es.scribd.com
61 <1%
Internet

iGroup on 2013-05-20
62 <1%
Submitted works

tempdata.iaiglobal.or.id
63 <1%
Internet

jogloabang.com
64 <1%
Internet

Sources overview

You might also like