Professional Documents
Culture Documents
Penafsiran Ayat Mu'jizat Dengan Pendekatan Rasional
Penafsiran Ayat Mu'jizat Dengan Pendekatan Rasional
Abstract
There are many books of interpretations of the Quran that have been
published, each translator has his own style and method in understanding
the verses of the Quran, so that each product of a book of interpretation is
different from other books of interpretation. Maulana Muhammad Ali tried to
interpret the verses of the Quran in a different way from previous interpreters,
namely more rationally, especially in interpreting the Mutasyabih verses. Even
though there were previous mufasir who interpreted the Quran rationally,
such as his teachers Muhammad Abduh and Rasyid Ridha, Maulana
Muhammad Ali was more rational, even more rational, than the Muktazilah.
Here the author tries to explore the interpretation of Maulana Muhammad Ali
in The Holy Quran. This research uses library research, namely studying the
interpretations of Maulana Muhammad Ali in his book of tafsir. The author
also compares it with previous and subsequent mufasir to get a complete
picture of the method developed by Maulana Muhammad Ali in interpreting
the verses of the Quran, whether it makes more sense than the Muktazilah or is
the same as the interpretation developed by the Muktazilah. The research
results show that Maulana Muhammad Ali is more reasonable in interpreting
miracle verses compared to other interpreters.
Abstrak
Banyak sekali kitab-kitab tafsir Al-Quran yang telah diterbitkan, setiap
penerjemah mempunyai gaya dan metode tersendiri dalam memahami ayat-
ayat Al-Quran, sehingga setiap produk suatu kitab tafsir berbeda dengan
kitab tafsir lainnya. Maulana Muhammad Ali mencoba menafsirkan ayat-ayat
Al-Quran dengan cara yang berbeda dari para mufasir terdahulu, yaitu lebih
rasional, terutama dalam menafsirkan ayat-ayat Mutasyabih. Meski ada
mufasir terdahulu yang menafsirkan Al-Quran secara rasional, seperti
gurunya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, namun Maulana Muhammad
Ali lebih rasional, bahkan lebih rasional, dibandingkan Muktazilah. Di sini
penulis mencoba mendalami penafsiran Maulana Muhammad Ali dalam The
Holy Quran. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan yaitu
mempelajari tafsir Maulana Muhammad Ali dalam kitab tafsirnya. Penulis
juga membandingkannya dengan para mufasir terdahulu dan sesudahnya
untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai metode yang dikembangkan
oleh Maulana Muhammad Ali dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, apakah
lebih masuk akal dibandingkan Muktazilah atau sama dengan tafsir yang
dikembangkan oleh Muktazilah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Maulana Muhammad Ali lebih masuk akal dalam menafsirkan ayat-ayat
mukjizat dibandingkan dengan penafsir lainnya.
A. PENDAHULUAN
Penelitian ini didasarkan pada prinsip interpretasi penelitian kesembilan
Sir Ahmad Khan (1817-1898) dalam Alquran. Dikatakan bahwa dalam Al-
Quran tidak ada satu pun firman Tuhan yang bertentangan dengan ciptaan
Tuhan. Sebab Al-Quran sebagai firman Tuhan tidak mungkin melanggar
hukum alam ciptaan-Nya. Harmoni di antara keduanya sangat penting. Jika
firman Tuhan bertentangan dengan ciptaan-Nya, maka Al-Quran tidak bisa
disebut firman Tuhan yang suci.
B. PEMBAHASAN
Penafsiran Maulana Muhammad Ali sangat berbeda dengan pandangan
Quraish Shihab (1944) tentang mukjizat, beliau mengatakan bahwa mukjizat
menurut definisi para ulama adalah peristiwa “luar biasa” yang berasal dari
seseorang yang mengaku sebagai nabi sebagai bukti kenabiannya. sebagai
tantangan bagi orang-orang yang meragukannya, dan orang yang tertantang
tidak dapat menandingi besarnya keajaiban tersebut. Yang dimaksud dengan
peristiwa luar biasa adalah sesuatu yang berada di luar nalar sebab akibat
yang terjadi secara normal, atau yang wajar menurut sudut pandang
manusia. Quraish Shihab juga menyatakan hal ini secara umum Mukjizat
dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu mukjizat yang inderawi
dan tidak kekal, serta mukjizat immaterial yang bersifat logis dan dapat
dibuktikan seiring berjalannya waktu. Mukjizat-mukjizat yang dilakukan
nabi-nabi sebelumnya semuanya merupakan mukjizat jenis pertama.
Mukjizat-mukjizat yang mereka lakukan bersifat material dan inderawi di
Dalam Alquran surah al-Ankabut: 29: 24: “Maka tidak adalah jawaban
kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah
menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang
beriman.”. Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Nabi Ibrahim memvonis untuk
membunuhnya atau membakarnya, dan Allah menyelamatkan dari kobaran
api itu. Akan tetapi dalam ayat tersebut, tidak terdapat redaksi ayat yang
secara konkret menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim dibakar.
Dalam Alquran Surah al-Anbiya: 21: 70 : “Mereka hendak berbuat makar
terhadap Ibrahim, Maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang
paling merugi. Diceritakan bahwa kaum Nabi Ibrahim as hendak
memperdaya Nabi Ibrahim akan tetapi Allah menggagalkannya, dan Maulana
Muhammd Ali melanjutkan pada Alquran surah al-Saffat: 37: 98 : “Mereka
hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, Maka Kami jadikan mereka
orang-orang yang hina.”.
C. SIMPULAN
Maulana Muhammad Ali menafsirkan Al-Quran secara berbeda yang
telah dibangun oleh para mufasir terdahulu seperti Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha yang juga berpikir rasional, meski tidak serasional Maulana
Muhammad Ali. Tafsir yang dikembangkan oleh Maulana Muhammad Ali
juga mendapat kritik dari para mufasir setelahnya, seperti Muhammad
Quraish Shihab yang lebih ideologis atau para ahli tafsir lain yang
menggunakan tafsir bi al-ma'thur, sedangkan Maulana Muhammad Ali lebih
memilih bi al-ra'yi.
DAFTAR BACAAN