Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

RANGKUMAN PIRL

Kelompok : 5
Anggota :
- Afarrel Armandaru Listyo (21080123120009)
- Arella Wahyu Dhesmianti (21080123120011)
- Nurul ‘Izza (21080123120018)
- Muhammad Bintang Wicaksono (21080123130051)
- Tania Azzahra Nuriyadi (21080123140110)

Artikel 1
Negara Berkembang
(Indonesia)
Sistem persampahan di Indonesia memiliki beberapa tahapan dalam pengelolaannya,
mulai dari pengumpulan, pemilahan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan akhir
sampah. Namun, masih ada tantangan dalam implementasinya.
Terbatasnya sumber pendanaan, rendahnya alokasi anggaran dari pemerintah, serta
kurang optimalnya kerjasama dengan swasta menjadi hambatan dalam meningkatkan kualitas
pengelolaan sampah di Indonesia. Selain itu, peraturan yang belum sepenuhnya diterapkan
dan ditegakkan, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah juga
menjadi tantangan yang perlu diatasi.
Diperlukan upaya yang lebih besar dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta,
masyarakat, dan perguruan tinggi untuk meningkatkan efektivitas sistem pengelolaan sampah
di Indonesia. Diperlukan juga adanya kerjasama yang lebih erat antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan swasta dalam menciptakan kebijakan yang mendukung dan
memfasilitasi pengelolaan sampah yang lebih baik.
Indonesia dapat memperkuat peraturan yang ada dan meningkatkan efektivitas
penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terkait dengan lingkungan,
termasuk pengelolaan sampah. Dengan adanya sanksi yang tegas dan denda yang signifikan
bagi pelanggar, akan memberikan dorongan yang lebih kuat bagi pihak-pihak terkait untuk
mematuhi aturan dan meningkatkan kualitas pengelolaan sampah secara keseluruhan.
Selain itu, sosialisasi peraturan yang lebih luas dan penerapan sanksi yang tegas bagi
pelanggar akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pengelolaan
sampah yang efektif.
Selain bergantung pada anggaran pemerintah dan kontribusi swasta, Indonesia dapat
mempertimbangkan pendekatan lain seperti penerapan pajak atau retribusi sampah yang lebih
efektif dan berbasis volume.
Selain itu, pemanfaatan teknologi dan metode yang ramah lingkungan dalam
pengelolaan sampah, seperti waste-to-energy atau daur ulang, dapat menjadi alternatif yang
lebih berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan.
Indonesia dapat mengambil contoh dari Korea Selatan dalam membangun kesadaran
masyarakat dan memperkuat partisipasi mereka dalam upaya pengelolaan sampah.
Dengan demikian, Indonesia dapat membangun sistem pengelolaan sampah yang
lebih efektif, berkelanjutan, dan berdaya saing.

Artikel 1
Negara Maju
(Korea Selatan)

Artikel yang berjudul “Perbandingan Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia dan


Korea Selatan : Kajian 5 aspek pengelolaan sampah” yang di tulis oleh Yulia Hendra,
membanding 5 aspek pengelolaan sampah Yakini aspek kelembagaan, aspek pembiayaan,
aspek peraturan, aspek peran serta Masyarakat, dan aspek operasional, antara sistem
pengelolaan sampah di Indonesia dan korea Selatan.
1. Sistem Kelembagaan : Di Korea Selatan, terdapat pemisahan yang jelas antara regulator
dan operator dalam pengelolaan sampah. Regulator diwakili oleh Kementerian Lingkungan
Hidup, sementara operator dijalankan oleh Sudokwon Landfill Site Management Corporation
(SLC).
2. Pembiayaan : Selain dari anggaran pemerintah, Korea Selatan memiliki alternatif sumber
pendanaan lainnya untuk pengelolaan sampah. Contohnya adalah dari tipping fee, business
profit, proyek CDM, kegiatan riset, dan lainnya.
3. Aspek Peraturan : bukan hanya Indonesia saja yang memiliki banyak peraturan tentang
pengelolaan sampah, namun korea Selatan juga memiliki banyak pertauran mengenai
masalah tersebut, antara lain :
1) The Act on Waste Management (1986) ;
2) The Act on Sharing Resource and Promoting Recycle (1992)
3) The Volume Based Waste Fee System and Collecting the Recyclable Waste (1990).
4) Deposit Refund System for Glass Bottle (1993).
5) Extended Producer Responsibility, EPR (1998).
Peraturan-peraturan tersebut menjadi acuan dalam pengelolaan sampah terutama
dalah hal manajemen pengelolaan sampah, promosi 3R, pembayaran iuran sampah yang
berbasis volume, dan juga kewajiban produsen untuk mengelola sampahnya (kebijakan EPR).
Peraturan-peraturan tersebut sudah tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat disertai
dengan mekanisme pengawasan dan penerapan sanksinya. Sanksi terhadap pelanggaran ini
akan ditindak dengan tegas disertai dengan denda yang besar.
4. Peran Serta Masyarakat : Di Korea Selatan, Masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi
dalam pemilihan sampah dan daur ulang dan juga terdapat komunitas masyarakat yang
membantu dalam melakukan pengawasan terhadap penanganan sampah di lingkungan
masing-masing. Komunitas ini akan menegur dan mengingatkan apabila ada pelanggaran
terkait sampah.
5. Teknis Operasional : Pengelolaan sampah di Korea Selatan terintegrasi dan ramah
lingkungan. Mereka telah mengembangkan teknologi pengelolaan sampah terbaru dan
memiliki komitmen penuh dari seluruh stakeholder terkait.
Dengan sistem yang terstruktur, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan komitmen
penuh dari berbagai pihak terkait, pengelolaan sampah di Korea Selatan menjadi contoh yang
baik bagi negara lain, termasuk Indonesia, dalam mengembangkan sistem pengelolaan
sampah yang efektif dan ramah lingkungan.

Kesimpulan :
Berdasarkan informasi yang disampaikan dalam artikel tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan sampah di Korea Selatan telah berhasil berkembang dengan baik dan
efektif. Korea Selatan memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih terstruktur dan efektif,
dengan adanya kebijakan pemilahan sampah di sumber, keterlibatan masyarakat, dan
penerapan Extended Producer Responsibility (EPR). Masyarakat Korea Selatan memiliki
kesadaran yang tinggi dalam pemilahan sampah dan daur ulang, serta terdapat komunitas
yang membantu dalam pengawasan terhadap penanganan sampah. Selain itu juga terdapat
peraturan yang jelas dan partisipasi masyarakat yang tinggi menjadi faktor penting dalam
kesuksesan pengelolaan sampah di Korea Selatan. Oleh karena itu, Indonesia dapat belajar
dari Korea Selatan dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang ramah
lingkungan dan efektif.

Artikel 2
Negara Maju
(Swedia)
Pengelolaan Sampah di Swedia :
Di Swedia, minim sampah yang di buang ke landfill berkat sistem daur ulang yang efisien.
Masyarakat memisahkan sampah seperti kertas, plastik, kaca, besi, elektronik, dan lainnya.
Official website Swedia mencatat 99% sampah rumah tangga didaur ulang melalui berbagai
metode, termasuk energy recovery dan proses biologis. Peran aktif masyarakat dalam
pemisahan sampah menjadi kunci keberhasilan, didukung oleh insentif keuangan seperti
mendapatkan uang dari mendaur ulang botol plastic (pant system).

Proses Pengolahan Sampah menjadi Listrik dan Panas


Teknologi yang digunakan adalah Combined Heat Power yang telah umum digunakan di
Indonesia. Prosesnya melibatkan pembakaran sampah untuk menghasilkan panas, yang
kemudian digunakan untuk memanaskan air dan menghasilkan uap. Uap tersebut digunakan
untuk menggerakkan turbin, menghasilkan listrik, dan panas tambahan yang digunakan untuk
pemanasan di rumah-rumah masyarakat. Lebih dari 50% sampah di Swedia dibakar dengan
temperatur tinggi untuk menghasilkan energi listrik dan panas. Abu hasil pembakaran sampah
tersebut juga dimanfaatkan untuk bahan konstruksi jalan.
Kesuksesan Swedia dalam “Memanen” Energi dari Sampah
Tidak ada sumber energi lain yang lebih murah.
Swedia memanfaatkan teknologi pembakaran sampah karena tidak ada sumber energi lebih
murah. Meskipun ada potensi dari energi tenaga angin dan air, kebutuhan pemanas bangunan
membuat biomassa, terutama kayu dari hutan yang melimpah, menjadi sumber bahan bakar
potensial. Namun, pemerintah harus menggabungkan alternatif, termasuk sampah, karena
tidak mungkin menggunakan semua biomassa hanya untuk pemanas.

Masyarakat yang sadar pentingnya menjaga lingkungan.


Masyarakat Swedia, sebanyak 87%, telah sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sejak
2008. Mereka cenderung lebih suka daur ulang daripada teknologi pengubah sampah menjadi
energi (WTE), meskipun mendukung WTE sebagai metode pemusnahan sampah. Regulasi
dan perkembangan teknologi telah berhasil mengurangi emisi WTE di Swedia lebih dari 90%
sejak tahun 1980-an.
Kebijakan yang ketat mengatur tentang energy dan lingkungan.
Swedia menerapkan kebijakan ketat terkait energi dan lingkungan. Biaya tinggi untuk
penimbunan sampah di landfill, sekitar 135 Euro, mendorong penggunaan sumber energi
terbarukan dengan pajak yang lebih rendah. Pajak batu bara (0.093 SEK/kWh) jauh lebih
tinggi daripada pajak sampah rumah tangga (0.032 SEK/kWh). Direktif landfill dan Waste
Framework dari UE telah melarang penimbunan sampah organik dan sampah yang dapat
terbakar.

Artikel 3
Negara Berkembang
(Kenya)
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan sampah. Sampah
harus dikumpulkan dan diangkut ke tempat pusat di mana limbah tersebut akan diolah sebelum
dibuang. Banyak rumah tangga mempunyai tempat pengumpulan sampah di mana mereka mengolah
sampah sebelum membuang atau menggunakannya kembali.

Pada negara kenya, sampah yang dihasilkan digolongkan menjadi beberapa jenis sesuai
dengan sumbernya seperti.

1. Limbah Domestik = sampah pemukiman/rumah tangga


2. Limbah Perkotaan = pemukiman, perkantoran, sekolah, rumah sakit, barang dan jasa
3. Limbah Industri = pabrik
4. Limbah Pertanian = sisa pertanian dan peternakan
5. Limbah B3 = sampah farmasi

Pengelolaan
1. Pengelolaan limbah kota/domestik
a. Pengumpulan dan Pemindahan
Sampah dikumpulkan dalam jumlah kecil dan disimpan di tempat khusus sebelum
akhirnya dipindahkan ke tempat sampah utama area tertentu.
b. Pemisahan dan Pemilahan
Pada tempat penyimpanan pusat, sampah dipilah dan dipisahkan. Pemilahan dan
pemisahan diperlukan untuk mengidentifikasi sampah yang dapat didaur ulang.
c. Pembuangan limbah
Limbah yang sudah dipilah dan dipisahkan sesuai jenisnya akan dibuanh sesuai
dengan metode. Beberapa metode yang digunakan :
I. Pembuangan terbuka
Sampah yang dapat terurai dan membusuk dibuang dengan cara disebar
luaskan untuk meminimalisir bau yang timbul akibat proses
pembusukan.
II. Penimbunan sampah
Sampah yang tidak dapat didaur ulang dan tidak terurai di alam akan
ditimbun dengan tanah agar tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan.
III. Pengomposan
Limbah organik diolah menjadi kompos dengan cara dibuang ke lubang
kompos dan dicampur dengan bahan lain untuk menghasilkan pupuk
yang berguna untuk pertanian.
IV. Pembakaran
Sampah yang mudah terbakar dibawa ke tempat terpisah untuk dibakar.
Metode ini harus dilakukan sesuai prosedur penyortiran dan pemisahan
yang ketat, sehingga bahan yang tidak mudah terbakar tidak disertakan.

2. Pengelolaan limbah industri


Pengelolaan limbah industri di Kenya pada dasarnya sama seperti metode
pengelolaan limbah kota dan domestik. Namun cara pembuangan limbah industri bergantung
pada jenis limbahnya, karena beberapa limbah industri ada yang berbahaya dan beracun bagi
lingkungan, manusia, dan hewan.
Sebelum membuang limbah industri, penting dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
kandungan bahaya atau racun.
 Metode pembuangan terbuka bisa diterapkan untuk limbah yang tidak berbahaya.
 Metode penimbunan dan pembakaran diterapkan untuk limbah yang berbahaya.
Namun, perlu kehati-hatian dalam membakar, karena beberapa bahan dapat meledak.
Selain itu, beberapa bahan mungkin meninggalkan residu berbahaya yang
mempengaruhi lingkungan atau terbawa ke badan air.

3. Pengolahan limbah pertanian


A. Pengomposan
Limbah biodegradable dikumpulkan di tempat yang sama, biasanya di lubang
kompos, dan dicampur dengan bahan lain untuk membuat pupuk kandang yang
digunakan untuk budidaya tanaman.
B. Pakan Ternak
Limbah berupa kotoran hewan dapat digunakan sebagai pakan hewan lainnya.
Seperti, kotoran ayam petelur dan ayam broiler dapat digunakan untuk pakan ikan
dan babi. Jerami yang digunakan untuk pakan sapi yang berasal dari batang jagung,
sekam padi, dll.
C. Produksi Biogas
Limbah kotoran hewan dan sampah organik dari peternakan yang dapat diurai secara
anaerobik dikumpulkan sehingga menghasilkan gas metana dan karbon dioksida. Gas
metana dapat dimanfaatkan untuk memasak, sedangkan karbon dioksida akan dilepas
ke atmosfer. Residu dari proses biogas, juga dapat digunakan sebagai pupuk dalam
pertanian.
D. Penggunaan lainnya
Bahan bakar, bahan bangunan, dan produksi kertas merupakan cara lain yang dapat
digunakan dalam pengelolaan limbah padat dari kegiatan pertanian.
 Tongkol jagung dan kotoran sapi merupakan sumber bahan bakar yang
populer di beberapa wilayah di Kenya.
 Kotoran sapi yang dicampur dengan air dapat dijadikan bahan bangunan.
 Ampas tebu, batang kapas, sekam padi, dll, dapat digunakan untuk
memproduksi kertas dan karton.

4. Pengolahan limbah biomedis


Mengingat berbahayanya limbah biomedis, residunya tidak boleh dibiarkan begitu
saja. Umumnya limbah ini dibuang dengan cara dibakar dan ditimbun. Semua fasilitas
kesehatan di negara kenya harus memiliki insinerator, tempat pembakaran, atau tempat
pembuangan sampah. Pemerintah kota bertanggung jawab mengumpulkan sampah biomedis.

5. Pengolahan limbah semi padat dan cair


sebagian besar limbah semi padat dan cair dibuang begitu saja ke lingkungan. Seharusnya
limbah dibuang di sumbernya, artinya setiap penghasil limbah semi padat dan cair harus
punya pengolahan limbah sebelum akhirnya aman untuk dibuang ke lingkungan.

You might also like