Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus 4
Laporan Kasus 4
PENDAHULUAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose)
adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di bawah
60 % disebut sebagai hipoglikemia. Pada umumnya gejala-gejala hipoglikemia baru
timbul bila kadar glukosa darah lebih rendah dari 45 mg %.
Pada waktu makan (absorptive) cukup tersedia sumber energi yang diserap
dari usus. Kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai makro molekul, karena itu
fase ini dinamakan sebagai fase anabolic. Hormon yang berperan adalah insulin. 60 %
dari glukosa yang diserap usus dengan pengaruh insulin akan disimpan di hati sebagai
glikogen, sebagian lagi akan disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen.
Sebagian lain dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar 70 %
dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda dengan jaringan lain otak
tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi. Pada waktu
sesudah makan atau sesudah puasa 5 – 6 jam kadar glukosa darah mulai turun, keadaan
ini menyebabkan retensi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontralateral yaitu
glikogen, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan meningkat. Terjadilah keadaan
sebaliknya (katabolik) yaitu sintesis glikogen, protein dan triglise rida akan menurun
sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada keadaan penurunan
glukosa darah mendadak glukagon dan epinefrin yang berperan. Kedua hormon tersebut
akan memacu glikogenolisis dan glukenogenesis dan proteolisis di otot dan liposis di
jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam
amino terutama alanin, asam laktat, piruvat dan gliserol. Hormon kontraregulator yang
lain berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya lambat.
Selama homeostasis glukosa tersebut di atas berjalan hipoglikemia tidak akan terjadi.
Hipoglikemia terjadi karena ketidakmampuan hati memproduksi glukosa.
Ketidakmampuan hati tersebut dapat disebabkan karena penurunan bahan pembentuk
glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal. Kenaikan penggunaan glukosa
di perifer tidak menimbulkan hipoglikemia selama hati masih mampu mengimbangi
dengan menambah produksi glukosa.
B. Tata Laksana
1. Hipoglikemia
(Anonim, 2016).
2. Effusi Pleura Dextra
(Yamaco, 2005).
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : Ny. M Nomor RM : 02004506
Tgl lahir/Umur:12-08-1963/48 BB : ........... kg; TB................cm;
RPM : Ensefalopati hepatikum, hipoglikemia RPD : Sirosis Hepatik
Diagnosis : Obs, Penurunan Kesadaran, Obs. Dyspnea, Hipoglikemia, Effusi pleura dextra
Merokok : batang/hr; Kopi : gelas/hr; Lainnya : Pasien sulit makan
Alergi : Tidak a
ad
y
DPJP : dr. Hepp
RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT HARIAN
+++
+++ - - - - -
+ - - - -
+ - - - -
+ - - -
Nilai Normal
Laboratorium Rutin
D10% 20 tpm v v v
IV RL 20 tpm v v v
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu
18 April Sesak nafas GDS : 323 1. Pasien mengalami 1. Pemantauan kadar gula darah pasien.
2017 Lemas peningkatan kadar 2. Pemantauan kadar elektrolit karena
diare O2 4 lpm gula darah yaitu 323, pasien menggunakan furosemide dan
Inf. D10% 12 tpm sehingga perlu dilakukan WSG.
diganti infus RL 12 diberikan terapi 3. Disarankan untuk menghentikan MP.
tpm insulin 4. Pemantauan kondisi klinik pasien.
Inj. Cefotaxime 2 5. Pemantauan eso.
x 1gr 2. Pasien menggunaka
Inj. Furosemide 1 x1 MP yang dapat
A memicu peningkatan
Inj. Ranitidine 2 x 1 kadar gula darah
A pasien.
Inj. MP 2 x 125 mg
Inj. Novorapid 3 x 6
U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1 k/p
19 April Sesak GDS : 378 1. Kadar gula darah 1. Pemantauan kadar GDS apabila
2017 nafasberkura O2 4 lpm pasien tetap tinggi masih tetap tinggi dapat dinaikkan
ng Inf. D10% 12 tpm yaitu 378 meskipun dosis insulin sebanyak 2-4 U.
Tidak diare diganti infus RL 12 telah diterapi dengan 2. Pemantauan kondisi klinik pasien.
tpm insulin. 3. Pemantauan eso.
Inj. Cefotaxime 2
x 1gr
Inj. Furosemide 1 x1
A
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. Novorapid 3 x
6U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1
k/p
20 April Tidak ada GDS : 227 idem idem
2017 keluhan
O2 4 lpm
Inf. D10% 12 tpm
diganti infus RL 12
tpm
Inj. Cefotaxime 2 x
1gr
Inj. Furosemide 1 x1
A
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. Novorapid 3 x
6U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1 k/p
21 April Tidak ada BLPL
2017 keluhan Furosemide 1 x 40
mg
cefixime 2 x 100 mg
Ranitidine 2 x 150
mg
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pasien atas nama Ny. W berusia 48 tahun merupakan pasien rujukan dari RSI
Purwokerto datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo pada tanggal 16 April 2017 dengan
penurunan kesadaran dan didiagnosa ensefalopati hepatikum dan hipoglikemia. Pasien
memiliki riwayat penyakit sirosis hepatik.
Hipoglikemia
Pasien datang dengan penurunan kesadaran. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) pasien
rendah saat masuk IGD. Pada pukul 09.45 pada tanggal 16 April 2017, GDS pasien adalah 33
mg/dl dan diterapi dengan inf. D10%, pada pukul 13.45, GDS pasien 26 mg/dl. Pada pukul
16.08, GDS pasien 19 mg/dl dan diterapi dengan D40% 2 fl. Pada pukul 20.45, GDS pasien 28
mg/dl dan diberikan D40% kembali 2 fl. Pada pukul 22.00, GDS pasien 16 g/dl serta diberikan
D40% dan D10% dengan kecepatan infus 10 tpm. Pada pukul 00.25, GDS pasien adalah 48 g/dl
dan diterapi dengan D40% sebanyak 3 fl dan D10% dengan kecepatan infus 10 tpm. Pada pukul
09.30 keesokan harinya, kadar GDS pasien adalah 44 mg/dl.
Pemberian infus D40% dan D10% untuk mengatasi hipoglikemia pada pasien sudah
tepat. Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia
adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
otonom, seperti adanya whipple’s triad:
Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang rendah
Gejala berkurang dengan pengobatan.
Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc),
diikuti dengan infus D5% atau D10%. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v
tersebut. Bila kadar glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian
dextrose 20%. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1-2 jam kalau masih
terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang dan lakukan evaluasi
terhadap pemicu hipoglikemia (perkeni, 2015).
Pada tanggal 18 April, kadar gula darah pasien tinggi yaitu 323 mg/dl. Kemudian diterapi
dengan insulin levemir 12 U saat malam dan novorapid 3 x 6 U. Pemberian terapi insulin untuk
mengatasi hiperglikemia pasien sudah tepat. Untuk dosis pemberian insulin pada pasien
dengan BB 60 kg sudah tepat sesuai dengan pedoman perkeni 2015. Pada tanggal 19 April,
GDS pasien masih tetap tinggi yaitu 378 mg/dl, namun pada tanggal 20 April kadar GDS pasien
turun menjadi 227 mg/dl. Apabila GDS pasien belum terkontrol, dapat dilakukan penambahan
dosis insulin sebesar 2-4 U (ADA, 2016).
Pasien mengalami efusi pleura dextra dan saat di IGD dan dirawat inap dilakukan WSG
yaitu pengambilan cairan. Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab
tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab
tersering efusi eksudatif (light, 2007).
Pasien diberikan terapi antibiotik cefotaxime. Pemberian cefotaxime dinilai sudah tepat
tetapi sebaiknya ditambahkan juga dengan antibiotik anaerob yaitu metronidazole. Kultur dari
pleura kebanyakan adalah bakteri gram negatif, namun perlu dipertimbangkan kembali
penggunaan antibiotik anaerob. Lini pertama menggunakan sefalosporin generasi kedua
ditambahkan dengan metronidazole (Girdhar, 2012). Proses pengambilan cairan
direkomendasikan untuk mengatasi efusi pleura yang dapat menyebabkan sesak pada pasien
dan sumber infeksi. WSD adalah water seal drainage yaitu suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga
pleura (Dozan, 2008).
BAB IV
PENUTUP
1. Terapi untuk hipoglikemia pasien sudah tepat yaitu dengan infus D40% dan D10%.
2. Terapi untuk hiperglikemia pasien sudah tepat yaitu dengan menggunakan insulin basal
dan insulin prandial.
3. Terapi untuk mengatasi efusi pleura pasien sudah tepat dengan WSG.
DAFTAR PUSTAKA
Light RW. Pleural diseases. 5th ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007. p.412 .
Yataco and Raed, 2005, Pleural effusions : Evaluation and Management, Cleveland Clinic
Journal of Medicine, 72(10).
Perkeni, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe II di Indonesia, Konsensus, Jakarta.
Khairani, 2012, Karakteristik efusi pleura di RS Persahabatan, J Respir Indo; 32; 155-60.