Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose)
adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di bawah
60 % disebut sebagai hipoglikemia. Pada umumnya gejala-gejala hipoglikemia baru
timbul bila kadar glukosa darah lebih rendah dari 45 mg %.
Pada waktu makan (absorptive) cukup tersedia sumber energi yang diserap
dari usus. Kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai makro molekul, karena itu
fase ini dinamakan sebagai fase anabolic. Hormon yang berperan adalah insulin. 60 %
dari glukosa yang diserap usus dengan pengaruh insulin akan disimpan di hati sebagai
glikogen, sebagian lagi akan disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen.
Sebagian lain dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar 70 %
dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda dengan jaringan lain otak
tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi. Pada waktu
sesudah makan atau sesudah puasa 5 – 6 jam kadar glukosa darah mulai turun, keadaan
ini menyebabkan retensi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontralateral yaitu
glikogen, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan meningkat. Terjadilah keadaan
sebaliknya (katabolik) yaitu sintesis glikogen, protein dan triglise rida akan menurun
sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada keadaan penurunan
glukosa darah mendadak glukagon dan epinefrin yang berperan. Kedua hormon tersebut
akan memacu glikogenolisis dan glukenogenesis dan proteolisis di otot dan liposis di
jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam
amino terutama alanin, asam laktat, piruvat dan gliserol. Hormon kontraregulator yang
lain berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya lambat.
Selama homeostasis glukosa tersebut di atas berjalan hipoglikemia tidak akan terjadi.
Hipoglikemia terjadi karena ketidakmampuan hati memproduksi glukosa.
Ketidakmampuan hati tersebut dapat disebabkan karena penurunan bahan pembentuk
glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal. Kenaikan penggunaan glukosa
di perifer tidak menimbulkan hipoglikemia selama hati masih mampu mengimbangi
dengan menambah produksi glukosa.

2. Effusi Pleura Dextra


Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya.
Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya.
Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal,
sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari
kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura
parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Cairan
pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan
absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit.
Pendekatan yang tepat terhadap pasien efusi pleura memerlukan pengetahuan insidens
dan prevalens efusi pleura. Distribusi penyakit penyebab efusi pleura tergantung pada
studi populasi. Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab
tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan
penyebab tersering efusi eksudatif. Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal
penting untuk dapat menegakkan penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat
ditatalaksana dengan baik.

B. Tata Laksana
1. Hipoglikemia

(Anonim, 2016).
2. Effusi Pleura Dextra

(Yamaco, 2005).
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : Ny. M Nomor RM : 02004506
Tgl lahir/Umur:12-08-1963/48 BB : ........... kg; TB................cm;
RPM : Ensefalopati hepatikum, hipoglikemia RPD : Sirosis Hepatik
Diagnosis : Obs, Penurunan Kesadaran, Obs. Dyspnea, Hipoglikemia, Effusi pleura dextra
Merokok : batang/hr; Kopi : gelas/hr; Lainnya : Pasien sulit makan
Alergi : Tidak a
ad
y
DPJP : dr. Hepp
RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT HARIAN

Diisi oleh Apoteker yang merawat :

Parameter Penyakit / Nilai Normal 16/4


Tanda Vital

17/4 18/4 19/4 20/4 21/4


Tanggal Tekanan Darah (mm Hg) IGD 110/
< 120/80 70
80/60 90/60 90/60 100/70 110/70
Nadi (kali per menit) 60-100 68 72 60 72 78
Suhu Badan (oC) Respirasi (kali per menit) Sesak nafas
36-37 36.3 36.2 36.1 36.1 36.2
Penurunan Kesadaran Gelisah 16-20 24 20 19 21 18
panas Lemas Diare +++ +++ ++ ++ - -
Laboratorium Rutin / Tanggal GDS - - - - -
KELUHAN

+++
+++ - - - - -
+ - - - -
+ - - - -
+ - - -
Nilai Normal
Laboratorium Rutin

< 200 GDS :


09:45 :
33
13.45 : 26
16.08 : 19
20.45 : 28
00.25 : 48
01.25 : 40
04.00 : 51 323 378 227
09.30 : 44

Terapi (Nama Obat, Aturan Pakai


Kekuataan)
Oksigen 4 lpm v v v v v
RUTE PARENTERAL

Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr vvvv v v v v v


Inj. Ketorolac (extra) Inj. Furosemide 1A - - - -
Inj. Ranitidine x1A vv vvvvvv vvvvvv vvvvv v
Inj. Metilprednisolon Inj. Levemir x1A v
Inj. Novorapid x 125 mg
Loperamide 12 U
3x6U
2x1
D40% 2 fl v
I.V.F.

D10% 20 tpm v v v
IV RL 20 tpm v v v
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu

USG 19 April 2017 : splenomegali, effusi pleura dextra.


RO thorax 19 April 2017 : effusi pleura dextra.
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : Ny. M Nomor RM : 02004506

Tanggal lahir/Umur:12-08-1968/48th Berat Badan : - Tinggi Badan......................cm


RPM : ensefalopati hepatikum, hipoglikemia
RPD : Sirosis Hepatikum, post operasi batu empedu 2 bulan lalu
Diagnosa : Obs. Penurunan kesadaran, Obs. Dyspnea, Hipoglikemia, effusi pleura dextra
Merokok : Kopi : Lainnya :
DPJP :dr. Heppy
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (2)

Diisi oleh Apoteker yang merawat :

Tanggal Asuhan Kefarmasian


& Jam Subyektif Obyektif Assesment (DRP) Planning
16 April  Penurunan GDS : 1. pasien mengalami 1. Pemantauan kadar GDS pasien
2017 kesadaran 09:45 : 33 hipoglikemia dan secara intensif.
 dispnea 13.45 : 26 diterapi dengan
16.08 : 19 menggunakan D40% 2. Pemantauan kondisi klinik pasien yaitu
20.45 : 28 dan D10%. Terapi penurunan kesadaran dan sesak pasien.
00.25 : 48 sudah tepat
01.25 : 40 meskipun kadar GDS 3. Pemantaun eso obat
04.00 : 51 pasien tetap rendah
09.30 : 44
2. Pasien dilakukan
Terapi : WSG untuk
O2 4 lpm mengeluarkan cairan
Inf. D40% di paru. Sudah tepat
pukul 16.08, 20.45,
00.25 3. Antibiotik yang
Inf. D10% 40 tpm diberikan sudah
pukul 20.45 dan tepat.
00.25
Inj. Ketorolac 1 A 4. Pemberian anti nyeri
Inj. Cefotaxime 2 x yang diberikan sudah
1gr tepat.
Inj. Furosemide 1 x1
A
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. MP 2 x 125 mg
17 April  Sesak nafas RR : 24 kali/menit 1. pasien mengalami 1. Pemantauan kadar GDS pasien
2017 hipoglikemia dan secara intensif.
Terapi : diterapi dengan
O2 4 lpm D10%. Terapi sudah 2. Pemantauan kondisi klinik pasien
Inf. D10% 12 tpm tepat. yaitu penurunan kesadaran dan sesak
Inj. Cefotaxime 2 pasien.
x 1gr 2. Antibiotik yang
Inj. Furosemide 1 x1 diberikan sudah 3. Pemantaun eso obat
A tepat.
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. MP 2 x 125 mg

18 April  Sesak nafas GDS : 323 1. Pasien mengalami 1. Pemantauan kadar gula darah pasien.
2017  Lemas peningkatan kadar 2. Pemantauan kadar elektrolit karena
 diare O2 4 lpm gula darah yaitu 323, pasien menggunakan furosemide dan
Inf. D10% 12 tpm sehingga perlu dilakukan WSG.
diganti infus RL 12 diberikan terapi 3. Disarankan untuk menghentikan MP.
tpm insulin 4. Pemantauan kondisi klinik pasien.
Inj. Cefotaxime 2 5. Pemantauan eso.
x 1gr 2. Pasien menggunaka
Inj. Furosemide 1 x1 MP yang dapat
A memicu peningkatan
Inj. Ranitidine 2 x 1 kadar gula darah
A pasien.
Inj. MP 2 x 125 mg
Inj. Novorapid 3 x 6
U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1 k/p
19 April  Sesak GDS : 378 1. Kadar gula darah 1. Pemantauan kadar GDS apabila
2017 nafasberkura O2 4 lpm pasien tetap tinggi masih tetap tinggi dapat dinaikkan
ng Inf. D10% 12 tpm yaitu 378 meskipun dosis insulin sebanyak 2-4 U.
 Tidak diare diganti infus RL 12 telah diterapi dengan 2. Pemantauan kondisi klinik pasien.
tpm insulin. 3. Pemantauan eso.
Inj. Cefotaxime 2
x 1gr
Inj. Furosemide 1 x1
A
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. Novorapid 3 x
6U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1
k/p
20 April Tidak ada GDS : 227 idem idem
2017 keluhan
O2 4 lpm
Inf. D10% 12 tpm
diganti infus RL 12
tpm
Inj. Cefotaxime 2 x
1gr
Inj. Furosemide 1 x1
A
Inj. Ranitidine 2 x 1
A
Inj. Novorapid 3 x
6U
Inj. Levemir 12 U
loperamid 3 x 1 k/p
21 April  Tidak ada BLPL
2017 keluhan Furosemide 1 x 40
mg
cefixime 2 x 100 mg
Ranitidine 2 x 150
mg
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pasien atas nama Ny. W berusia 48 tahun merupakan pasien rujukan dari RSI
Purwokerto datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo pada tanggal 16 April 2017 dengan
penurunan kesadaran dan didiagnosa ensefalopati hepatikum dan hipoglikemia. Pasien
memiliki riwayat penyakit sirosis hepatik.

 Hipoglikemia

Pasien datang dengan penurunan kesadaran. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) pasien
rendah saat masuk IGD. Pada pukul 09.45 pada tanggal 16 April 2017, GDS pasien adalah 33
mg/dl dan diterapi dengan inf. D10%, pada pukul 13.45, GDS pasien 26 mg/dl. Pada pukul
16.08, GDS pasien 19 mg/dl dan diterapi dengan D40% 2 fl. Pada pukul 20.45, GDS pasien 28
mg/dl dan diberikan D40% kembali 2 fl. Pada pukul 22.00, GDS pasien 16 g/dl serta diberikan
D40% dan D10% dengan kecepatan infus 10 tpm. Pada pukul 00.25, GDS pasien adalah 48 g/dl
dan diterapi dengan D40% sebanyak 3 fl dan D10% dengan kecepatan infus 10 tpm. Pada pukul
09.30 keesokan harinya, kadar GDS pasien adalah 44 mg/dl.
Pemberian infus D40% dan D10% untuk mengatasi hipoglikemia pada pasien sudah
tepat. Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia
adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
otonom, seperti adanya whipple’s triad:
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
 Kadar glukosa darah yang rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.
Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc),
diikuti dengan infus D5% atau D10%. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v
tersebut. Bila kadar glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian
dextrose 20%. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1-2 jam kalau masih
terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang dan lakukan evaluasi
terhadap pemicu hipoglikemia (perkeni, 2015).
Pada tanggal 18 April, kadar gula darah pasien tinggi yaitu 323 mg/dl. Kemudian diterapi
dengan insulin levemir 12 U saat malam dan novorapid 3 x 6 U. Pemberian terapi insulin untuk
mengatasi hiperglikemia pasien sudah tepat. Untuk dosis pemberian insulin pada pasien
dengan BB 60 kg sudah tepat sesuai dengan pedoman perkeni 2015. Pada tanggal 19 April,
GDS pasien masih tetap tinggi yaitu 378 mg/dl, namun pada tanggal 20 April kadar GDS pasien
turun menjadi 227 mg/dl. Apabila GDS pasien belum terkontrol, dapat dilakukan penambahan
dosis insulin sebesar 2-4 U (ADA, 2016).

 Effusi Pleura Dextra

Pasien mengalami efusi pleura dextra dan saat di IGD dan dirawat inap dilakukan WSG
yaitu pengambilan cairan. Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab
tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab
tersering efusi eksudatif (light, 2007).
Pasien diberikan terapi antibiotik cefotaxime. Pemberian cefotaxime dinilai sudah tepat
tetapi sebaiknya ditambahkan juga dengan antibiotik anaerob yaitu metronidazole. Kultur dari
pleura kebanyakan adalah bakteri gram negatif, namun perlu dipertimbangkan kembali
penggunaan antibiotik anaerob. Lini pertama menggunakan sefalosporin generasi kedua
ditambahkan dengan metronidazole (Girdhar, 2012). Proses pengambilan cairan
direkomendasikan untuk mengatasi efusi pleura yang dapat menyebabkan sesak pada pasien
dan sumber infeksi. WSD adalah water seal drainage yaitu suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga
pleura (Dozan, 2008).
BAB IV
PENUTUP

1. Terapi untuk hipoglikemia pasien sudah tepat yaitu dengan infus D40% dan D10%.
2. Terapi untuk hiperglikemia pasien sudah tepat yaitu dengan menggunakan insulin basal
dan insulin prandial.
3. Terapi untuk mengatasi efusi pleura pasien sudah tepat dengan WSG.
DAFTAR PUSTAKA

Light RW. Pleural diseases. 5th ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007. p.412 .
Yataco and Raed, 2005, Pleural effusions : Evaluation and Management, Cleveland Clinic
Journal of Medicine, 72(10).
Perkeni, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe II di Indonesia, Konsensus, Jakarta.
Khairani, 2012, Karakteristik efusi pleura di RS Persahabatan, J Respir Indo; 32; 155-60.

You might also like