Professional Documents
Culture Documents
Gagal Nafas
Gagal Nafas
Gagal Nafas
Leonardus : C1814201211
Muliati : C1814201220
TAHUN 2019
BAB I
LANDASAN TEORI
1. DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah
ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2
didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang
tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen
yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja
dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen.
Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih
tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru
(alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran
gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke
dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas.
Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun
kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida
dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
2. Klasifikasi
a. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam.
3. Etiologi
Kelainan Parenkim Paru dan Alveolus : Pneumonia, Edema paru, Fibrosis kistik,
Perdarahan paru, Tenggelam, , Kontusio paru
Kelainan Otot Pernapasan dan Dinding Dada : Paralisis diafragma, Hernia diafragma,,
Kelainan neuromuskular, misalnya sindrom Guillain-Barre, miastenia gravis, Kelainan
otot, misalnya distrofi otot, polimiositis.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
a. Gagal nafas total
b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e. Gagal nafas parsial
f. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
g. Ada retraksi dada
h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
5. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.
6. Komplikasi
a. Emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari
normal).
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium:
- Analisa gas darah
Kelainan sistem saraf PH : Menurun, PaCO2 : Meningkat, PaO2: Menurun
Kelainan neuromuskular PH : menurun, PaCO2 : meningkat, PaO2: Menurun
Dinding Dada PH ; Menurun, PaCO2 : Meningkat , PaO2: Menurun
Asma berat dengan kelelahan otot napas PH : Menurun, PaCO2 : Meningkat, PaO2:
Menurun.
PPOK ( tanpa retensi CO2) PH: Normal/menurun, PaCO2 : meningkat, PaO2:
Menurun
PPOK eksaserbasi akut PH : menurun, PaCO2 : sangat meningkat ,PaO2: Sangat
Menurun
Alveolus dan parenkim PH: meningkat, PaCO2 : menurun, PaO2 : sangat Menurun
Radiologi:
1) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelektasis dan pneumoni.
2) EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan oleh cardiac.
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal <
500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun
(Lewis, 2011).
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO 2<40% menggunakan kanul
nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan
hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati
febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan
sepsis.
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa
digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan
untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV
kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang
disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru
yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,
hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk
yang efektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAFAS
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfakta
c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang et dengan
kondisi lemah
e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan
peroral
4. Intervensi Keperawatan
5. Discharge Planning
Jika terdapat penyakit pernafasan seja lama, diharapkan dapat mengetahui faktor
Jika melakukan pendakian gunung yang kadar oksigennya tipis diharuskan membawa
Patuhi aturan untuk pemakaian obat untuk menghindari overdosis yang dapat
mengakibatkan hipoventilasi.
Hindari rokok dan pemakaian obat terlarang serta hindari minum yang beralkohol.
Konsultasikan indikasi penyebab dan penanganan darurat jika tidak ada tenaga medis.
Bagi tenaga medis, harus diperhatikan penyakit yang dapat mengakibatkan gagal
nafas dan biasanya pasien dengan ventilator mekanik, dan lakukan pengkajian secara
kontinyu status pernafasan dan kebutuhan akan ventilator, lakukan pengukuran gas
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang
f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi
keperawatan.
h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan
i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan
kegiatan keperawatan.