Gagal Nafas

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL NAFAS

DiSusun oleh : Kelompok 6

 Leonardus : C1814201211

 Martha K Ohoiledwarin : C1814201215

 Muliati : C1814201220

 Oci Orliana : C1814201223


 Nirwana

 Agnes Benedikta Bewa : CX171142011

STIK STELLA MARIS MAKASSAR PRODI SI KEPERAWATAN

TAHUN 2019
BAB I
LANDASAN TEORI

1. DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah
ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2
didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang
tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen
yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja
dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen.
Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih
tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru
(alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran
gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke
dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas.
Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun
kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida
dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
2. Klasifikasi
a. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam.
3. Etiologi
Kelainan Parenkim Paru dan Alveolus : Pneumonia, Edema paru, Fibrosis kistik,
Perdarahan paru, Tenggelam, , Kontusio paru

Kelainan Jalan Napas : Laringomalasia, Trakeitis,Stenosis subglottis, Tracheal ring,


Aspirasi benda asing, Tumor, Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), Asthma bronkial
berat, Bronkiolitis, Anafilaksis

Kelainan Sistem Saraf Pusat : Penyakit serebrovaskular, Tumor intrakranial, Cedera


kepala (trauma), Infeksi sistem saraf pusat, misalnya ensefalitis, Toksisitas obat atau zat,
Ensefalopati metabolik, misalnya uremia, ensefalopati hepatikum, Kongenital, misalnya
sindrom hipoventilasi kongenital, Malformasi vaskular

Kelainan Otot Pernapasan dan Dinding Dada : Paralisis diafragma, Hernia diafragma,,
Kelainan neuromuskular, misalnya sindrom Guillain-Barre, miastenia gravis, Kelainan
otot, misalnya distrofi otot, polimiositis.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
a. Gagal nafas total
b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e. Gagal nafas parsial
f. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
g. Ada retraksi dada
h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

5. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.

6. Komplikasi
a. Emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari
normal).
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium:
- Analisa gas darah
Kelainan sistem saraf PH : Menurun, PaCO2 : Meningkat, PaO2: Menurun
Kelainan neuromuskular PH : menurun, PaCO2 : meningkat, PaO2: Menurun
Dinding Dada PH ; Menurun, PaCO2 : Meningkat , PaO2: Menurun
Asma berat dengan kelelahan otot napas PH : Menurun, PaCO2 : Meningkat, PaO2:
Menurun.
PPOK ( tanpa retensi CO2) PH: Normal/menurun, PaCO2 : meningkat, PaO2:
Menurun
PPOK eksaserbasi akut PH : menurun, PaCO2 : sangat meningkat ,PaO2: Sangat
Menurun
Alveolus dan parenkim PH: meningkat, PaCO2 : menurun, PaO2 : sangat Menurun

- Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak


mediastinum
2) Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
3) Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.

Radiologi:
1) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelektasis dan pneumoni.
2) EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan oleh cardiac.
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal <
500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun
(Lewis, 2011).

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO 2<40% menggunakan kanul
nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan
hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati
febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan
sepsis.
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa
digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan
untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV
kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang
disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru
yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,
hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk
yang efektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAFAS

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata pasien ( Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, dll).
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
e. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
f. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
2. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi : Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat
dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan.
Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan,
syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi : Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi : Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat
ditemukan daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas
melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang
cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau
emfisema paru.
Auskultasi :Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan
pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda
awal dari syok.
B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon
kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfakta
c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang et dengan
kondisi lemah
e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan
peroral

4. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


Bersihan jalan nafas tidak Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
1 efektif berhubungan - Memiliki frekuensi 1. Monitor suara nafas dan
dengan sumbatan jalan pernapasan dalam batas pergerakan ada secara teratur
nafas dan ventilasi normal dibandingkan nilai 2. Kaji frekuensi kedalaman
dasar pernafasan dan ekspansi dada.
sekunder terhadap retensi
- Mengekspresikan redanya Catat upaya pernafasan
lendir. perasaan sesak napas termasuk penggunaan otot
- Menyebutkan factor bantu pernafasan / pelebaran
penyebab , berikut cara nasal.
mencegah dan mengatasi 3. Auskultasi bunyi nafas dan
- Bersihan jalan nafas efektif catat adanya bunyi nafas
- Bunyi nafas normal atau seperti krekels, wheezing.
bersih 4. Tinggikan kepala dan bantu
- TTV dalam batas normal mengubah posisi.
- Batuk berkurang 5. Observasi pola batuk dan
- Ekspansi paru mengembang karakter sekret.
Tujuan Umum 6. Dorong/bantu pasien dalam
- Pola nafas kembali efektif nafas dan latihan batuk.
Tujuan Khusus
- Tidak ada keluhan sesak
napas
- Kecepatan respirasi normal
Usia dewasa 14 tahun atau
lebih : < 11 atau > 24
kali per menit
Usia 5-14 : <15 atau >25
Usia 1-4 : <20 atau >30
Bayi : <25 atau >60
Gangguan pertukaran gas Tujuan : setelah dilakuakn Pengkajian
2 perawatan selama 1x1 jam 1. Pantau adanya pucat dan
berhubungan dengan sianosis
pertukaran gas adekuat
akumulasi protein dan Kriteria hasil: 2. Pantau efek obat pada
status pernafasan
a. Perbaikan oksigenasi
cairan dalam interstitial / 3. Tentukan lokasi dan
adekuat: akral hangat, luasnya krepitasi di
area alveolar, peningkatan kesadaran sangkar iga
b. BGA dalam batas normal 4. Kaji kebutuhan insersi
hipoventilasi alveolar,
c. Bebas distres pernafasan jalan napas
kehilangan surfakta 5. Observasi dan
dokumentasikan ekspansi
dada bilateral pada
pasien yang terpasang
ventilator
6. Pantau kecepatan, irama,
kedalaman dan upaya
pernafasan
7. Perhatikan pergerakan
dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu
8. Pantau pernafasan yang
berbunyi, seperti
mendengkur
9. Pantau pola pernafasan,
seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
hipoventilasi
10. Pantau peningkatan
kegelisahan, ansietas dan
lapar udara
Aktivitas Kolaboratif:
1. Konsultasi dengan ahli
terapi pernafasan untuk
memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
2. Laporkan perubahan
sensori, bunyi napas.
Pola pernafasan, nilai
GDA, sputum jika perlu
sesuai protocol
3. Berikan obat (misalnya
bronkodilator) sesuai
dengan protocol
4. Berikan terapi nebulizer
ultrasonic dan udara
(oksigen) yang
dilembabkan sesuai
protocol
5. Berikan obat nyeri untuk
mengoptimalkan pola
pernafasan.
Aktifitas Lain:
1. Hubungkan dan
dokumentasikan semua
data pengkajian
(misalnya suara napas,
pola napas)
2. Bantu pasien untuk
menggunakan spirometer
insentif, jika perlu
3. Tenangkan pasien selama
periode gawat napas
4. Anjurkan napas dalam
melalui abdomen selama
periode gawat napas
5. Untuk membantu
memperlambat frekuensi
pernafasan, bombing
pasien menggunakan
tekhnik pernafasan bibir
mecucu dan pernafasan
terkontrol
6. Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan
pernafasan
7. Sinkronisasikan antar
pola pernafasan klien dan
kecepatan ventilasi
Resiko cidera Tujuan: setelah dilakukan a. Monitor ventilator terhadap
3 tindakan keperawtan selama peningkatan tajam pada
berhubungan dengan
1x 7 jam klien bebas dari ukuran tekanan
penggunaan ventilasi cidera selama ventilasi b. Observasi tanda dan gejala
mekanik barotrauma
mekanik
c. Posisikan selang ventilator
untuk mencegah penarikan
selang endotrakeal
d. Kaji panjang selang ET dan
catat panjang tiap shift
e. Berikan antasida dan beta
bloker lambung sesuai
indikasi
f. Berikan sedasi bila perlu

Resiko tinggi terhadap Tujuan: Setelah dilakukan a. Evaluasi warna, jumlah,


4 tindakan keperawatan selama konsistensi sputum tiap
infeksi berhubungan
1x7 jam klien tidak penghisapan
dengan pemasangan mengalami infeksi b. Tampung specimen untuk
nosokomial Kriteria hasil : kultur dan sensitivitas sesuai
selang et dengan kondisi
a. Tidak muncul tanda-tanda indikasi
lemah infeksi c. Pertahanakan teknik steril
b. Kondisi klien stabil bila melakukan penghisapan
c. Suhu tubuh dalam batas d. Ganti sirkuit ventilator tiap
normal 72 jam
e. Lakukan pembersihan oral
tiap shift
f. Monitor tanda vital terhadap
infeksi
g. Alirkan air hangat dalam
selang ventilator dengan cara
eksternal keluar dari jalan
nafas dan reservoir humidifier
h. Pakai sarung tangan steril
tiap melakukan tindakan / cuci
tangan prinsip steril
i. Pantau keadaan umum
j. Pantau hasil pemeriksaan
laborat untuk kultur dan
sensitivitas
k. Pantau pemberian antibiotic
Perubahan pola nutrisi Tujuan: Setelah dilakukan a. Kaji status gizi klien
5 tindakan keperawatan selama b. Kaji bising usus
berhubungan dengan
1x7 jam klien dapat c. Hitung kebutuhan gizi tubuh
kondisi tubuh tidak mempertahankan pemenuhan atau kolaborasi tim gizi
nutrisi tubuh Kriteria hasil : d. Pertahankan asupan kalori
mampu makan peroral
a. Terdapat perbaikan nutrisi dengan makan per sonde atau
b. Bb meningkat nutrisi perenteral sesuai
indikasi
e. Periksa laborat darah rutin
dan protein

5. Discharge Planning

 Jika terdapat penyakit pernafasan seja lama, diharapkan dapat mengetahui faktor

penyebab dan penanganannya sehingga menghindarkan terjadinya gagal nafas.

 Jika melakukan pendakian gunung yang kadar oksigennya tipis diharuskan membawa

tabung oksigen dan biasakan untuk menjaga kebugaran tubuh.

 Patuhi aturan untuk pemakaian obat untuk menghindari overdosis yang dapat

mengakibatkan hipoventilasi.

 Hindari rokok dan pemakaian obat terlarang serta hindari minum yang beralkohol.
 Konsultasikan indikasi penyebab dan penanganan darurat jika tidak ada tenaga medis.

 Bagi tenaga medis, harus diperhatikan penyakit yang dapat mengakibatkan gagal

nafas dan biasanya pasien dengan ventilator mekanik, dan lakukan pengkajian secara

kontinyu status pernafasan dan kebutuhan akan ventilator, lakukan pengukuran gas

darah arteri secara sering atau sesuai instruksi

6. Peran dan fungsi perawat

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :

a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang

tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.


b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan

termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

e. Mendokumentasikan proses keperawatan.

f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi

kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek

keperawatan.

g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga,

kelompok serta masyarakat.

h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan

kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan

kegiatan keperawatan.

You might also like