Professional Documents
Culture Documents
Sop Teori
Sop Teori
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya buku Panduan Penyusunan Potensi Sektor Unggulan dan
Peluang Investasi Daerah ini dapat disusun dengan baik. Buku Panduan ini
merupakan kumpulan teoritis dan contoh dalam menyusun potensi dan
peluang investasi untuk digunakan oleh daerah-daerah di seluruh
Indonesia.
iii
Mekanisme prosedur pengisian website perlu diatur oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal melalui Standar Operating Procedure. Namun
sebelumnya diperlukan pemahaman bersama mengenai apa yang akan
disajikan pada laman tersebut. Oleh karenanya, buku ini diterbitkan untuk
memberikan panduan teoritis kepada pelaksana di tingkat daerah.
Diharapkan dengan adanya buku panduan ini, semua pemangku
kepentingan dalam penyelenggaraan promosi investasi daerah dapat
melaksanakannya dengan baik sehingga dapat menghasilkan informasi
yang bermanfaat bagi peningkatan investasi daerah dan kemajuan
perekonomian daerah.
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
1.6.2. Aspek Teknis .................................................................. 43
1.6.3. Aspek Pasar ................................................................... 44
1.6.4. Aspek Keuangan ............................................................. 46
1.6.5. Aspek Sosial dan Lingkungan ............................................ 52
1.6.6. Aspek Risiko ................................................................... 53
vi
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 24. Perkiraan Jumlah Volume Gas Bumi .............................. 110
Tabel 25 Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan KI Kemingking........ 114
Tabel 26. Luas Lahan Komoditas Perkebunan Provinsi Jambi .......... 119
Tabel 27. Luas dan Produksi Sawit di Jambi.................................. 121
Tabel 28. Supply dan Demand Minyak Sawit ................................ 125
Tabel 29. Rata-rata Konsumsi Minyak Goreng di Indonesia ............. 127
Tabel 30. Negara Tujuan Ekspor Minyak Goreng Indonesia ............. 130
Tabel 31. CAPEX Investasi Pabrik Minyak Goreng .......................... 132
Tabel 32. Operational Expenditure Usaha Minyak Goreng ............... 133
Tabel 33. Asumsi Kerja Mesin dan Produksi .................................. 134
Tabel 34. Ilustrasi Cashflow Minyak Goreng Tahun Ke 1-3 .............. 136
Tabel 35. Ilustrasi Cashflow Minyak Goreng Tahun Ke 4-6 .............. 137
Tabel 36. Ilustrasi Cashflow Minyak Goreng Tahun Ke 7-10 ............ 139
Tabel 37. Nilai IRR, PBP, BCR ..................................................... 141
Tabel 38. Risiko Permintaan ....................................................... 149
Tabel 39. Risiko Perizinan .......................................................... 150
Tabel 40. Risiko Implementasi Infrastruktur Pendukung ................. 151
Tabel 41. Risiko Regulasi dan Politik ............................................ 152
Tabel 42. Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang ................ 154
Tabel 43. Risiko Konstruksi dan Pengembangan Kawasan Industri ... 154
Tabel 44. Risiko Force Majeure dan Lingkungan ............................ 155
Tabel 45. Identifikasi, Tahapan, Alokasi, dan Mitigasi Risiko ........... 156
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 28. Produk Turunan Kelapa Sawit 123
Gambar 29. Konsumsi Minyak Goreng Dunia 129
Gambar 30. Ilustrasi Aspek Pasar Peluang Investasi Minyak Goreng
di Provinsi Jambi pada Web PIR 131
Gambar 31. Ilustrasi Analisis Nilai Investasi Minyak Goreng di
Provinsi Jambi 143
Gambar 32. Elemen Pembangunan Berkelanjutan untuk Analisis
Dampak Lingkungan 148
x
DAFTAR SINGKATAN
xi
BAB 1. KONSEP PENYUSUNAN POTENSI
UNGGULAN DAN PELUANG INVESTASI
DAERAH
1
Pembangunan ekonomi regional saat ini menuntut pemerintah
daerah untuk berinovasi memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah terlebih di masa pandemi. Menentukan sektor
usaha unggulan potensial dapat diperoleh dengan mengukur seberapa
besar kontribusi diberikan oleh sebuah sektor usaha dan seberapa besar
pertumbuhan sektor usaha tersebut terhadap kinerja perekonomian
daerah/regional yang diukur dari Produk Domestik Regional Brutto (PDRB).
Sementara menentukan peluang investasi dilakukan dengan mengukur
kelayakan usaha dari usaha tersebut.
Menyusun potensi dan peluang investasi dapat dilakukan dengan
mengikuti alur prosesnya, dari mulai persiapan hingga publikasi pada
Website. Alur proses untuk menyusun potensi dan peluang masing-masing
telah disederhanakan menjadi tiga bagian. Menyusun potensi sektor
unggulan daerah pada dasarnya adalah menghitung dan menganalisis dari
data PDRB yang diterbitkan setiap tahun oleh BPS, ditambah dengan
informasi makro daerah, demografi, geografis, dan topografi. Selanjutnya,
pada penyusunan peluang investasi daerah, dimulai dari penentuan
peluang investasi dengan tiga analisis untuk menghasilkan suatu peluang
usaha yang sangat spesifik yang akan ditawarkan kepada investor. Dari
satu usaha spesifik tersebut kemudian disusun kelayakan usaha agar dapat
memberikan gambaran investasi dari mulai aspek hukum hingga aspek
risiko. Gambaran proses alur penyusunan potensi sektor unggulan dan
peluang investasi dapat dilihat pada Gambar 1.
2
Gambar 1. Kerangka Teoritis Penyusunan Sektor Unggulan dan Peluang
Investasi Daerah
3
1.1. Konsep Dasar Potensi Unggulan Daerah
4
dalam mengidentifikasi potensi unggulan daerah menurut Meidayani et al.,
(2021)1, yaitu:
1. Sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di masa
mendatang, walaupun belum memiliki daya saing yang baik.
2. Sektor ekonomi yang unggul atau mempunyai daya saing dalam
beberapa periode tahun terakhir dan kemungkinan prospek sektor
ekonomi dimasa datang atau biasa disebut sektor unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Penciptaan peluang investasi
juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan
yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan (Rachbini, 2001)2.Sektor
unggulan adalah sektor yang mampu mendorong pertumbuhan atau
perkembangan bagi sektor-sektor lainnya, baik sektor yang mensuplai
inputnya maupun sektor yang memanfaatkan outputnya sebagai input
dalam proses produksinya (Widodo, 2006)3.
Menurut Rachbini (2001), ada empat syarat agar suatu sektor
tertentu menjadi sektor prioritas, yaitu:
1. Sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai
permintaan yang cukup besar sehingga laju pertumbuhan berkembang
cepat akibat dari efek permintaan tersebut.
2. Karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif maka
fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang
lebih luas.
1
Meidayani, Ni Made, Made Antara, dan Widhianthini. 2021. Analisis Potensi Unggulan dan daya Saing
Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Jembrana. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Vol 10 No. 2:643-
652
2
Rachbini, Didik J, 2001. Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Manusia. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.
3
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan. Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UUP STIM
YKPN. Yogyakarta.
5
3. Harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi
sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun
pemerintah.
4. Sektor tersebut harus berkembang sehingga mampu memberi
pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
Pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai
sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan
sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional
ataupun domestik. Suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila
daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama
dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyanto, 2000)4.
4
Suyanto. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
6
ekonomi, memaksimalkan potensi unggulan tersebut untuk bersaing di
pasar nasional dan internasional serta memeratakan hasil pembangunan.
7
Gambar 2. Alur Penyusunan Potensi Sektor Unggulan Daerah
8
Potensi unggulan suatu daerah dapat diidentifikasi menggunakan
beberapa alat analisis. Alat analiasis di bawah ini dapat digunakan sebagai
sebuah rangkaian maupun parsial dalam menentukan sektor unggulan di
daerah. Alat analisis tersebut antara lain:
𝑋𝑖𝑗/𝑅𝑉𝑗
𝐿𝑄 =
𝑋𝑖/𝑅𝑉𝑖
dimana:
5
Tarigan R. S. B., (2014). “Sistem Pendukung Keputussan Menentukan Bibit Unggul Buah Stroberi
Menggunakan Metode TOPSIS”, Pelita Informatika Budi Darma, Vol. 6 , No. 2: 11-14.
9
LQ = Indeks/koefisien Location Quotient dari sektor i di wilayah j
𝑋𝑖𝑗/𝑅𝑉𝑗
𝐿𝑄 =
𝑋𝑖/𝑅𝑉𝑖
10
dimana:
6
Suryadi G, Priyarsono DS, Arsyianti LD. 2015. Analisis Pembiayaan Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran
pada Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Al- Muzara’ah, Vol. 2, No. 2 ISSN p: 2337-6333; e: 2355-4363
7
Rice, P. F., & Horton, M. J. (2010). Analysis of recent changes in Arkansas personal income: 2007–2009: a
shift-share approach. Journal of Business Administration Online, 9(2), 01–12.
11
(regional growth component), pertumbuhan sektoral (Proportional Shift),
dan pertumbuhan daya saing wilayah (Different Shift) (Muta’ali, 2015)8:
8
Muta’ali, Lutfi, 2015. Teknik Analisis Regional Untuk Perencanaan Wilayah Tata Ruang dan Lingkungan.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG).
12
Metode analisis SS diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah
bruto atau PDRB suatu sektor i di suatu wilayah j (Dij) dengan rumus
berikut (Soepono, 1993)9:
Dimana:
Dimana:
9
Soepono, Prasetyo. 1993. Analisis Shift-share : Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, volume 8 nomor 1.Yogyakarta. Fakultas Ekonomi UGM
13
Rij = laju pertumbuhan di sektor i daerah j
14
Gambar 3. Matrik Tipologi Sektor
Menurut Hill dalam Kuncoro (2004)10 analisis tipologi sektor yang diamati
dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1. High growth and high income (sektor cepat maju dan cepat tumbuh)
1. High growth and high income, Kuadran I (SSA positif dan LQ positif/>1)
adalah sektor maju dengan pertumbuhan sangat cepat (rapid growth
sector/industri or fast growing).
2. High growth but low income, Kuadran II (SSA positif dan LQ negatif/<1)
adalah sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun
cenderung berpotensi (depressed sector/industri yang berpotensi).
3. High growth but low income, Kuadran III (SSA negatif dan LQ
positif/>1) adalah sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat
tapi maju/berkembang (depressed sector/industri yang berkembang/
developing).
10
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan
Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
15
4. Low growth and low income, Kuadran IV (SSA negatif dan LQ
negatif/<1) adalah sektor depressed sector/industri relatif tertinggal
dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap daerah rendah
1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari
rata-rata wilayah.
2. Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang memiliki pendapatan
perkapita yang lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya
lebih rendah dari rata-rata.
3. Daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan, tetapi tingkat perkapita lebih rendah dari rata-rata.
16
4. Daerah Relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang rendah. Dalam
analisis terdapat empat klasifikasi sektor-sektor ekonomi yang
mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu, sektor tumbuh cepat
(rapid growth sector), sektor tertekan (retarded sector), sektor sedang
tumbuh (growing sector), sektor relatif tertinggal (relatively backward
sector) yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Sektor Ekonomi Menurut Tipologi Klassen
Keterangan:
ri : laju pertumbuhan sektor i
r : laju pertumbuhan PDRB
yi : adalah kontribusi sektor i terhadap PDRB
y : kontribusi rata-rata sektor terhadap PDRB
17
5. Investasi luar negeri dan investasi dalam negeri
6. Eskpor dan impor
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional
melalui peningkatan pendapatan perkapita dalam suatu periode
perhitungan tertentu (Putong, 2003)11. Beberapa hal yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi antara lain pertumbuhan output (Produk Domestik
Bruto) dan pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan perekonomian
suatu daerah baik secara keseluruhan maupun per sektor juga dapat dilihat
dari data PDRB suatu daerah yang disajikan atas harga konstan. Oleh
karena itu, dalam melakukan analisis pertumbuhan ekonomi di daerah,
maka kita perlu mengetahui nilai dari beberapa indikator berikut ini:
1. PDRB Provinsi (ADHK)
PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). PDRB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
dasar (BPS).
2. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (ADHK)
Laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha merupakan suatu
ukuran perubahan produksi barang atau jasa di suatu wilayah
perekonomian dalam selang waktu tertentu yang dinilai dari lapangan
usaha/bidang pekerjaan/kegiatan usaha yang ada di suatu provinsi. Nilai
Laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha diperoleh dari
formulasi antara selisih PDRB tahun saat ini dan tahun sebelumnya,
dibagi dengan PDRB tahun sebelumnya. Nilai laju pertumbuhan biasanya
dalam bentuk persentase.
11
Putong Iskandar, (2003), Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Ghalia Indonesia. Rahardja, Prathama.
18
Demografi dan Ketenagakerjaan
Secara umum, demografi membahas berbagai hal yang berkaitan
dengan komponen perubahan-perubahan kondisi penduduk seperti
kelahiran, kematian, migrasi, sehingga menghasilkan suatu keadaan dan
komposisi penduduk menurut jenis kelamin tertentu. Adapun di dalam
potensi dan peluang investasi daerah, demografi merujuk pada komposisi
penduduk yang ditinjau dari jumlah penduduk dan usia. Sementara itu, jika
membahas mengenai ketenagakerjaan, informasi yang diperlukan adalah
jumlah angkatan kerja dan jumlah lulusan perguruan tinggi.
Komponen/parameter tersebut untuk memberikan gambaran mengenai
kesiapan suatu daerah dalam menyiapkan sumber daya manusianya.
1. Jumlah Penduduk
Penduduk menurut BPS didefinisikan sebagai semua orang yang
berdomisili di wilayah geografis suatu daerah selama 1 tahun atau lebih
dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 1 tahun tetapi bertujuan
untuk menetap.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun
dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase
dari penduduk dasar. Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung
menggunakan tiga metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan
eksponensial. Metode yang paling sering digunakan di BPS adalah
metode geometrik. Kegunaan dari informasi laju pertumbuhan
penduduk adalah untuk mengetahui perubahan jumlah penduduk antar
dua periode waktu.
3. Ketersediaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja (man power) adalah besarnya bagian dari penduduk yang
dapat diikutsertakan dalam proses ekonomi. Tenaga kerja menurut BPS
adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang bekerja,
mencari pekerjaan, dan sedang tidak melakukan kegiatan lain, seperti
sekolah maupun mengurus rumah tangga. Ketersediaan tenaga kerja
19
dalam potensi dan peluang investasi daerah dapat diidentifikasi dari
beberapa parameter, antara lain:
a. Jumlah Angkatan Kerja
Angkatan kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja yang
bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan
pengangguran. Sementara penduduk yang tidak termasuk angkatan
kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, mengurus
rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan
pribadi.
b. Jumlah Lulusan Perguruan Tinggi
Jumlah lulusan perguruan tinggi merupakan suatu angka yang
penting untuk diinformasikan, baik dari sisi penduduk asli daerah
yang lulus dari perguruan tinggi di luar daerahnya, maupun jumlah
lulusan perguruan tinggi dari daerah tersebut.
Infrastruktur
Infrastruktur memiliki korelasi positif dalam menggerakkan sektor
riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat,
pemerintah, dan memicu kegiatan produksi. Infrastruktur merupakan
suatu faktor penting pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting
dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi. Infrastruktur yang diperlukan dalam mendukung potensi dan
peluang investasi daerah ini dikerucutkan menjadi tiga jenis, antara lain:
1. Aksesibilitas transportasi
Fungsi utama transportasi adalah sebagai sarana mobilitas barang atau
perorangan. Hurst (1974)12 mengemukakan bahwa interaksi antar
wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang,
barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam
12
Hurst, Elliot, (1974), “A Geography of Economic Behavior : An Introduction”, Prentice Hall, London.
20
interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam
menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Transportasi yang
dimaksud adalah transportasi darat, laut, dan udara. Dalam lingkup yang
lebih luas, transportasi dapat berupa angkutan umum yang terbagi
menjadi angkutan darat, laut, udara, serta kereta api.
Sementara itu, aksesibilitas berarti kemudahan dalam mencapai
transportasi yang dimaksud, karena aksesibilitas dalam transportasi
merupakan gabungan sistem tata guna lahan secara geografis dengan
sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas
adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi
tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susah nya
lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Aksesibilitas
transportasi meliputi jumlah bandara dan pelabuhan yang dimiliki oleh
suatu daerah.
2. Utilitas
Utilitas umum merupakan kelengkapan penunjang yang diperlukan
untuk pelayanan dan kegiatan usaha suatu daerah. Utilitas meliputi
ketersediaan listrik dan ketersediaan air bersih. Ketersediaan listrik
dapat dilihat pada kapasitas terpasang pembangkit listrik yang ada di
daerah tersebut. Jaringan listrik menjadi sangat penting karena sarana
produksi dan teknologi saat ini sangat bergantung dengan listrik.
Jaringan transmisi sebagian besar dioperasikan oleh PT PLN, kecuali di
beberapa daerah seperti Pulau Batam, sebagian kecil pulau di Sulawesi,
dan Pulau Papua yang dimiliki dan dioperasikan oleh swasta untuk
kepentingan sendiri. Sementara itu, ketersediaan air bersih dapat dilihat
dari jumlah produksi air bersih di suatu daerah. Ketersediaan air bersih
menjadi sumber daya yang memiliki daya tarik tinggi dimana kemudahan
akses sumber air bersih akan mengurangi biaya produksi. Selain itu,
informasi ketersediaan air juga menjadi salah satu parameter dalam
kemudahan perizinan untuk sektor-sektor tertentu. Ketersediaan listrik
dan air bersih di suatu daerah memperlihatkan kesiapan daerah dalam
menunjang kegiatan usaha di daerahnya.
21
3. Aksesibilitas Sarana Penunjang
Sarana penunjang dalam investasi berarti kebutuhan infrastruktur yang
dibutuhkan sesuai sektor yang akan dikembangkan. Secara umum,
aksesiibilitas sarana penunjang ditunjukkan oleh jumlah hotel, jumlah
sarana pendidikan dan jumlah rumah sakit.
22
Investasi menunjukkan salah satu gambaran mengenai ekonomi
makro daerah karena investasi berperan sebagai salah satu komponen dari
pendapatan nasional. Adanya investasi sebagai tambahan stok modal suatu
daerah, maka akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk
menghasilkan barang-barang maupun pengeluaran yang akan menambah
permintaan efektif seluruh masyarakat.
Berdasarkan statusnya, investasi meliputi realisasi investasi asing
yang merupakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan realisasi
investasi luar negeri yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA).
PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam
negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan PMA adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Tabel berikut menunjukkan data makro dan regional beserta sumber data
yang diperlukan dalam menyusun potensi unggulan daerah.
23
Tabel 2. Data Aspek Makro dan Regional
24
DATA ASPEK MAKRO DAN REGIONAL
Jenis
Ruang Lingkup Variabel/Parameter data Satuan Sumber data Keterangan
Data
Jumlah Jumlah Terbuka BPS Pusat/BPS Tahun Berjalan
Sarana Daerah
Pendidikan
Jumlah Jumlah Terbuka BPS Pusat/BPS Tahun Berjalan
Rumah Sakit Daerah
Utilitas Ketersediaan Jaringan Kapasitas Kilo Watt Terbuka PLN (RUPTL) Tahun Berjalan
Listrik Terpasang
Ketersediaan Air Bersih Produksi Air Meter Kubik Terbuka PDAM Tahun Berjalan
Bersih
Geografi dan Letak Geografis Wilayah Skala Terbuka BPS Daerah Tahun Berjalan
Sumberdaya Longitudinal
Luas Wilayah Hektar Terbuka BPS Daerah Tahun Berjalan
Investasi Luar Relisasi Investasi asing 5 tahun USD Terbuka BKPM Time Series
dan Dalam terakhir
Negeri Relisasi Investasi dalam negeri 5 Rupiah Terbuka BKPM Time Series
tahun terakhir
Ekspor dan Jumlah dan Nilai Ekspor 5 tahun Ton, Rupiah Semi BPS Pusat Time Series
Impor terakhir Terbuka
Jumlah dan Nilai Impor 5 tahun Ton, Rupiah Semi BPS Pusat Time Series
terakhir Terbuka
25
1.3. Konsep Dasar Peluang Investasi Daerah
26
1. Dapat mengakselerasi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dan
pendapatan daerah, serta tercapainya target investasi nasional
2. Membantu pemerintah daerah dan investor dalam ketersedian
informasi investasi serta kerjasama bagi pemerintah dan swasta
3. Memberikan gambaran peluang investasi regional kepada investor
berdasarkan keunggulan masing-masing daerah, sehingga mampu
mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil
4. Mengurangi ketimpangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
27
merupakan sebuah dokumen profil peluang investasi daerah yang siap
ditawarkan kepada investor. Profil peluang investasi ini menjadi bahan bagi
daerah untuk menawarkan peluang investasinya kepada investor, salah
satunya melalui fasilitas website yang disediakan oleh Kementerian
Investasi/BKPM. Kementerian Investasi/BKPM telah menyediakan ruang
bagi daerah agar mengisi profil dan data peluang investasinya pada
Website Peluang Investasi Regional (PIR) yang selanjutnya akan
menghasilkan satu rangkaian informasi singkat untuk kepentingan promosi
kepada investor.
Adapun alur penyusunan peluang investasi daerah dapat dilihat pada
Gambar 4 di bawah ini:
28
Gambar 4. Alur Proses Penyusunan Peluang Investasi Daerah
29
1.5. Penentuan Peluang Investasi Daerah
13
Porter, M.E. (2000) Location, Competition and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy.
Economic Development Quarterly, 14, 15-34. http://dx.doi.org/10.1177/089124240001400105
14
Schmitz, Constance C and Worthen Blaine R. Conceptual Challenges Confronting Cluster Evaluation. SAGE
Journals vol 3(3). https://doi.org/10.1177/135638909700300304
15
The Japan International Cooperayion Agency (JICA). 2004. JICA Annual Report 2004, Implementation of
JICA Reforms.
30
Ada banyak jenis klaster dalam hubungannya dengan pengembangan
wilayah. Dua kategori yang paling umum ditemui adalah klaster regional
dan klaster bisnis. Biasanya, kedua klaster ini ada dalam satu wilayah yang
sama.
1. Klaster Regional: adalah kelompok perusahaan yang muncul
dalam/dibentuk oleh satu batas wilayah perekonomian tertentu. Klaster
ini memperoleh keunggulan dari interaksi antar perusahaan,
penggunaan asset bersama, dan atau penyediaan layanan bersama.
2. Klaster Bisnis: adalah sekelompok perusahaan yang kendati memiliki
bisnis yang saling berbeda tetapi memiliki aktivitas yang saling
berhubungan. Kemudian secara bersama-sama melakukan sinergi dan
proses belajar yang saling menguntungkan.
Klaster memiliki pengertian lebih luas dari ”sentra” yang telah dikenal
umum. Sentra lebih merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang
serupa/sejenis disuatu lokasi. Kemudian satu atau beberapa sentra dapat
diagregatkan sebagai upaya pengembangan (perkuatan) suatu klaster
industri. Artinya, klaster cakupannya lebih luas daripada sentra, sementara
sentra hanya komponen-komponen kecil yang apabila dikumpulkan akan
menjadi sebuah klaster.
Model pembangunan dengan cara mengklaster (clustering) adalah
salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi di daerah, kota dan
daerah. Namun, mengadopsi pendekatan klaster bukan satu-satunya cara
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Jaringan informal,
mengembangkan rantai pasok dan meningkatkan tenaga kerja terampil,
semua memiliki peran dalam meningkatkan daya saing dan menciptakan
pertumbuhan.
31
Karakteristik Pendekatan Klaster
Meskipun definisi klaster dapat bermacam-macam, namun terdapat
beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Dari sisi
output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan, yaitu:
1. Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global,
misalnya berhubungan erat dengan inovasi dan adopsi praktik terbaik
(best practice)
2. Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas
yang berhubungan (klaster otomotif, klaster budaya, klaster bunga
potong, dll)
3. Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam
klaster ataupun yang di luar klaster. Misalnya asosiasi peternak susu
lembang.
16
Porter, M. (1990) The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York.
32
Gambar 5. Diamond Cluster Model Porter
Kondisi Input
1. SDA (bahan baku, energi)
2. SDM
3. Sumber alih pengetahuan (pendidikan, pelatihan, perguruan tinggi)
4. Infrastruktur Ilmiah (lab pengujian)
33
Strategi dan Struktur:
1. Apa saja strategi lokal yang unik
Kondisi Permintaan
Besarnya permintaan lokal:
1. Konsumsi perkapita
2. Permintaan swasta
3. Persentase penjualan klaster
Kualitas permintaan lokal:
1. Peraturan tentang standar (produk, keamanan, lingkungan)
2. Aturan tentang info bagi konsumen
3. Belanja pemerintah
34
sebab itu perlu dibuat pohon industri untuk masing–masing komoditas
terpilih sebagai gambaran produk–produk yang dapat dihasilkan dari
komoditas tersebut. Melalui pengembangan produk olahan turunan
(diverifikasi) berbahan untuk tanaman pangan dan perkebunan, ternak dan
perikanan seperti jagung, ketela rambat, kelapa, kambing, babi dan ikan,
maka akan memberikan nilai tambah yang baik pada produk. Diversifikasi
atau penganekaragaman produk olahan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan daya serap pasar atau meningkatkan permintaan. Produk
olahan dapat berupa produk inovatif, produk modifikatif, dan produk
inisiatif.
Beragamnya pilihan produk olahan memberikan peluang yang sangat
besar pelaku usaha baik industri kecil, sedang maupun besar untuk
berinvestasi, terutama juga bagi peningkatan kesejahteraan petani dengan
daya beli produk unggulan yang memuaskan. Informasi yang diperlukan
dalam mengembangkan produk unggulan daerah adalah ketersediaan
pasar, modal, bahan baku, sarana dan prasarana produksi, harga, dan
manajemen usaha.
Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bagian yang belum ada atau
belum banyak yang melakukan bisnisnya, maka itulah yang disebut dengan
peluang. Misalnya pada komoditas kelapa sawit, daerah dapat
mengidentifikasi seberapa banyak perusahaan yang telah mengembangkan
usaha per produk turunan kelapa sawit tersebut. Jika terdapat produk yang
dapat dikembangkan namun belum ada perusahaan yang mengambil peran
tersebut maka daerah dapat membuatnya menjadi proyek investasi yang
bisa ditawarkan.
35
Gambar 6. Analisis Pohon Industri
36
1.5.3. Analisis Peluang Investasi dengan SWOT
37
merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik
pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
38
1.6. Studi Kelayakan Usaha
17
Krieger, T., Sander Martig, D., Van den Brink, E., Berger, T. 2016. Working on Self-compassion Online: a
Proof Concept and Feasibility study. Internet Reservations Journal 6: 64-70.
18
Purnomo, RA., Riawan, La Ode Sugianto. 2017. Studi Kelayakan Bisnis. Unmuh Ponorogo Press. Ponorogo.
39
perundang-undangan yang berlaku. Melalui analisis aspek hukum, pelaku
usaha/investor dapat menganalisis kebutuhan legalitas usaha yang
dijalankan, ketepatan bentuk badan hukum dengan proyek yang akan
dijalankan, dan kemampuan bisnis yang akan diusulkan dalam memenuhi
persyaratan perizinan (Purnomo et al, 2017). Setiap proyek atau bisnis
yang akan didirikan dan dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi
hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut, sementara
aspek hukum yang harus diteliti dalam suatu studi kelayakan bisnis
menyangkut semua legalitas rencana bisnis yang akan dilaksanakan yang
meliputi ketentuan hukum yang berlaku.
Analisis aspek ini hanya berupa identifikasi atas kesesuaian legalitas
dan alur perizinannya, sehingga dalam membuat analisis aspek hukum,
administrasi, dan kelembagaan perlu dibuat daftar perizinan dan
kesesuaian peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi
adalah:
1. Kesesuaian terhadap Kebijakan Pembangunan
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota/Kabupaten
2. Kesesuaian terhadap Kebijakan Sektoral
a. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
b. Rencana Pengembangan Industri Provinsi
3. Kesesuaian terhadap Kebijakan Tata Ruang
a. Rencana Tata Ruang Wilayah
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
4. Kesesuaian terhadap Peraturan Perundangan yang Berlaku
5. Perizinan Penggunaan Lokasi/Bangunan
6. Dukungan Pemerintah
40
Kesesuaian Terhadap Peraturan Perundangan Berlaku
Kesesuaian terhadap perundangan bertujuan untuk mencari pijakan
hukum dari kegiatan yang akan dilakukan. Melalui dasar hukum yang
digunakan, sebuah proyek dapat dikatakan legal dan sah sehingga dalam
menjalankan proyek tersebut memiliki hak perlindungan dari tingkat
daerah hingga nasional. Misalnya pada proyek pengembangan wisata di
Kawasan Sungailiat, kesesuaian terhadap peraturan perundangan yang
berlaku seperti terlihat pada Gambar 8.
Insentif/Dukungan Pemerintah
Insentif yang dibahas adalah berupa dukungan dari pemerintah
daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan
penanaman modal di daerah. Insentif yang perlu diidentifikasi yaitu:
1. Peraturan perundangan khusus mengenai sektoral/komoditas/usaha
tertentu, berikut dengan ketentuan, kriteria, dan alur proses
pengurusannya
2. Tax allowance mengenai sektoral/komoditas/usaha tertentu, berikut
dengan ketentuan, kriteria, dan alur proses pengurusannya
3. Fasilitas impor mengenai sektoral/komoditas/usaha tertentu, berikut
dengan ketentuan, kriteria, dan alur proses pengurusannya
4. Super deduction (pengurangan pajak) mengenai
sektoral/komoditas/usaha tertentu, berikut dengan ketentuan, kriteria,
dan alur proses pengurusannya
5. Tax holiday
41
Gambar 8. Ilustrasi Gambar Alur Identifikasi Peraturan Perundangan yang Berlaku
42
1.6.2. Aspek Teknis
43
5. Supply Chain, yaitu aktivitas menganalisa dan merancang ulang kondisi
rantai pasok untuk mendapatkan kondisi yang lebih optimal. Analisis ini
akan menghasilkan rantai pasok yang optimal dalam produksi dan
operasi.
6. Ketersediaan Teknologi
19
Sub
Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
44
1. Proyeksi Pasar, mencakup: supply dan demand
Analisis Permintaan
Dengan analisis permintaan maka akan diketahui besarnya permintaan
pasar yang akan di terima dari konsumen, baik konsumen langsung
ataupun konsumen industri.
a. Bagaimana permintaan masa lalu dan sekarang terhadap produk
yang akan ditawarkan?
b. Bagaimana proyeksi permintaan yang akan datang?
c. Bagaimana proyeksi pangsa pasar potensial yang tersedia di masa
datang?
Analisis Penawaran
Pemeriksaan terperinci atas penawaran barang di suatu pasar.
a. Bagaimana penawaran dulu dan sekarang terhadap produk yang
akan ditawarkan?
b. Bagaimana kondisi persaingan terhadap produk?
c. Bagaimana proyeksi penawaran yang tersedia di masa datang?
d. Bagaimana market share produk?
45
1.6.4. Aspek Keuangan
2. Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya
merupakan bagian dari proses valuta asing. Nilai tukar merupakan jumlah
mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu
unit mata uang asing. Kenaikan nilai tukar disebut apresiasi dan penurunan
nilai tukar di sebut depresiasi. jika suatu mata uang mengalami apresiasi,
dikatakan bahwa mata uang itu menguat karena dapat membeli lebih
banyak uang asing. Demikian pula ketika suatu mata uang mengalami
depresiasi, dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah.
3. Inflasi
Inflasi dapat dipilah berdasarkan sifat temporer atau permanen. Inflasi
yang bersifat permanen adalah laju inflasi yang disebabkan oleh
46
meningkatnya tekanan permintaan barang dan jasa. Sedangkan inflasi
yang bersifat temporer adalah inflasi yang diakibatkan gangguan
sementara (misalnya kenaikan biaya energi, transportasi, dan bencana
alam). Adapun cara yang digunakan untuk mengukur inflasi adalah:
menggunakan harga umum, menggunakan angka deflator, menggunakan
indeks harga konsumen (IHK), Dengan menggunakan harga pengharapan,
menggunakan indeks dalam dan luar negeri.
Faktor yang menyebabkan kenaikan/penurunan inflasi Laju inflasi dapat
dipisahkan menjadi tiga komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan
inflasi gejolak Inflasi inti adalah inflasi yang komponen harganya
dipengaruhi oleh faktor fundamental. Inflasi permintaan yaitu inflasi yang
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti kebijakan
harga BBM, listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan inflasi bergejolak
adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi
barang dan jasa. Kenaikan inflasi dapat diukur dengan menggunakan
indeks harga konsumen (Customer Price Index).
4. Suku Bunga
Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Suku bunga
adalah tingkat bunga yang dinyatakan dalam persen, jangka waktu
tertentu (perbulan atau pertahun).
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar.
b. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang
sesungguhnya, suku bunga riil sama dengan suku bunga nominal
dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
47
r=i-µ
Dimana:
r = suku bunga riil
i = suku bunga nominal
µ = laju inflasi
5. Perpajakan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kondisi
kebijakan perpajakan akan sangat mempengaruhi keputusan investor
dalam menanamkan modalnya di Indonesia. oleh karenanya, ketentuan
perpajakan ini biasanya diimbangi dengan insentif pemerintah.
2. OPEX
Operational Expenditure atau OPEX yang merujuk pada biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan secara berkelanjutan demi menjalankan
bisnisnya. Operational Expenditure (OPEX) misalnya salary and benefit,
48
office administration, rental, professional fee, transportation and traveling,
fuel, electricity, and water, publication, repair & maintenance of fixed
assets, dan management fee.
3. NPV
Dalam metode ini menggunakan faktor diskonto. Semua pengeluaran
dan penerimaan (dimana saat pengeluaran serta penerimaannya adalah
dalam waktu yang tidak bersamaan) harus diperbandingkan dengan nilai
yang sebanding dalam arti waktu. Dalam hal ini berarti kita harus
mendiskonkan nilai-nilai pengeluaran dan penerimaan tersebut ke dalam
penilaian yang sebanding (sama). Pengeluaran dilakukan pada saat mula-
mula (sekarang), sedangkan penerimaan baru akan diperoleh di masa-
masa yang akan datang, padahal nilai uang sekarang adalah tidak sama
(lebih tinggi) dari nilai uang
dikemudian hari. Oleh karena itu, jumlah estimasi penerimaan itu harus
kita diskonkan, kita jadikan jumlah-jumlah nilai sekarang (penilaian yang
sebanding dengan pengeluarannya). Net Present Value dari investasi dapat
diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut:
NPV = PWB – PWC
dimana:
NPV = Net present value
PWB = Present Worth of Benefit
PWC = Present Worth of Cost
Cb = Cash flow benefit
Cc = Cash flow Cost
49
n = Umur investasi
FPB = Faktor bunga present
t = Periode waktu
Rt = Arus kas bersih dalam waktu t
4. IRR
Internal Rate of Return adalah tingkat diskon (discount rate) yang
menjadikan sama antara present value dari penerimaan cash dan present
value dari nilai atau investasi discount rate/tingkat diskon yang
menunjukkan net present value atau sama besarnya dengan nol. Internal
rate of return dapat dicari dengan menggunakan rumus:
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 + 𝑁𝑃𝑉1 𝑁𝑃𝑉1−𝑁𝑃𝑉2 𝑥 (𝑖2 − 𝑖1) .
dimana :
IRR = Internal Rate of Return yang akan dicari
i1 = Internal Rate (tingkat bunga) untuk penetapan ke-1
i2 = Internal Rate (tingkat bunga) untuk penetapan ke-2
NPV1 = Net Pesent Value dari hasil Internal Rate
NPV2 = Net Pesent Value dari hasil dari Internal Rate
Untuk pengambilan keputusan kriteria IRR ini dengan cara dibandingkan
dengan Minimum Atractive Rate of Return atau dapat dibandingkan dengan
biaya kapital (Weighted Average Cost of Capital).
50
IRR > WACC (Weighted Average Cost of Capital), maka investasi layak
dilaksanakan.
IRR < WACC (Weighted Average Cost of Capital), maka investasi tidak
layak dilaksanakan.
5. Payback Period
Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain Payback Period merupakan rasio
antara initial cash investment dengan cash flow yang hasilnya merupakan
satuan waktu. Metode ini memiliki suatu kelemahan yaitu mengabaikan
nilai waktu daripada uang (time value of money). Untuk mengatasi salah
satu kelemahan dari metode payback period, yaitu tidak memperhatikan
nilai waktu uang, maka dicoba untuk memperbaiki metode tersebut dengan
cara mem-presentvalue-kan arus kas masuk (cash inflow) dari rencana
investasi tersebut kemudian baru dihitung payback period-nya. Dengan
demikian arus kas yang dipakai adalah arus kas yang telah didiskontokan
atas dasar cost of capital/interest rate/required rate of return atau
opportunity cost. Rumus dari Discounted Payback Period adalah:
51
dimana:
n = tahun terakhir dimana arus kas belum bisa menutup initial investment
a = jumlah initial investment (total investasi)
b = jumlah kumulatif arus kas bersih yang telah di kalikan df sampai tahun
ke-n
c = jumlah arus kas bersih yang telah di kalikan df tahun ke-n+1
Dampak Lingkungan
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek
yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup
di sekitarnya (Umar, 2001).
52
1.6.6. Aspek Risiko
53
1. Risiko Permintaan, yaitu risiko yang terkait dengan permintaan atas
produk atau jasa perusahaan. Permintaan konsumen menjadi hal
penting karena setiap industri memiliki ketergantungan terhadap
permintaan konsumen sehingga tingkat kejadian risiko permintaan
merupakan hal yang perlu dilakukan.
2. Risiko Lahan, yaitu risiko yang terkait dengan pembebasan lahan,
kondisi dan lokasi lahan, serta struktur dari lahan tersebut. Identifikasi
lahan menjadi hal utama yang penting dalam mewujudkan
pengembangan industri agar lahan yang dipakai dalam industri tidak
memiliki masalah dalam pembangunan sehingga lahan yang digunakan
merupakan lahan yang clean and clear untuk dapat mengembangkan
proyek investasi.
3. Risiko Perizinan, yaitu izin berdasarkan tingkatan risiko dan ancaman
lingkungan eksternal dari proyek investasi yang akan dikembangkan.
Pemerintah memberikan kepercayaan kepada setiap pelaku usaha
untuk dapat melakukan kegiatan usaha sesuai standar risiko yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Proses perizinan industri sejalan dengan
kondisi pembebasan lahan clean and clear. Hambatan yang umumnya
terjadi adalah keterlambatan proses perizinan yang berkaitan dengan
permasalahan sosial masyarakat, yaitu benturan kepentingan antara
masyarakat dan pelaku industri yang berbeda pada sekitar kawasan.
4. Risiko Infrastruktur Pendukung, adalah kemungkinan infrastruktur di
suatu daerah mungkin tidak memadai untuk menyelesaikan suatu
proyek sehingga dibutuhkan infrastruktur pendukung agar proyek
tersebut dapat berjalan sesuai rencana.
5. Risiko Desain Proyek, yaitu risiko yang keberadaannya dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari segi desain yang telah direncanakan. Permasalahan
yang akan menjadi risiko desain yaitu jika terdapat perbedaan desain
54
antara rencana dengan realisasi yang dilakukan dan dapat
menimbulkan efek atau permasalahan.
6. Risiko Regulasi dan Politik, yaitu risiko perubahan regulasi dan hukum
yang mungkin memengaruhi industri atau bisnis. Perubahan
kepemimpinan dapat mengubah regulasi yang telah ada.
7. Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar, yaitu potensi dalam bidang
keuangan yang mengalami kerugian akibat kegagalan, kehilangan,
ketidakefisienan dalam menjalankan transaksi keuangan, transaksi nilai
tukar, struktur keuangan, prosedur keuangan, kebocoran pendapatan,
berkurangnya kemampuan membayar, hingga kehilangan dukungan
keuangan di dalam suatu proyek.
8. Risiko Konstruksi Bangunan, yaitu risiko yang dimiliki suatu konstruksi
bangunan untuk dapat menahan beban. Apabila terdapat risiko
konstruksi bangunan yang tidak sesuai dengan beban yang telah
diantisipasi maka akan menyebabkan proyek tidak dapat berjalan
sesuai rencana.
9. Risiko Operasional, dimana risiko ini timbul karena kenaikan biaya
operational dan maintenance sehingga dapat menimbulkan kesalahan
estimasi pada biaya lifecycle, turn over karyawan, dan lainnya.
Terjadinya risiko tersebut membuat proyek investasi tidak dapat
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
10. Risiko Force Majuere dan Lingkungan, yaitu risiko yang dapat terjadi
karena adanya gangguan keamanan, bencana alam, cuaca ekstrim,
pandemik, dan lain-lain. Terjadinya risiko tersebut membuat proyek
investasi tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana.
11. Risiko Sumber Material, yaitu risiko yang terkait dengan kebutuhan
sumber material untuk proyek yang sedang dilaksanakan. Jika
kekurangan sumber material, maka akan membuat proyek investasi
tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana.
55
Penilaian risiko dalam manajemen risiko adalah sebuah kegiatan
dalam memprioritaskan risiko-risiko untuk tindakan atau analisis
selanjutnya dengan cara menilai dan menyatukan kemungkinan terjadinya
dampak dari risiko tersebut. Penilaian risiko dapat dilakukan secara
kuantitatif dan kualitatif, di mana dalam menganalisis secara kualitatif,
risiko dapat dibedakan menjadi risiko yang memiliki dampak kecil, sedang,
maupun besar. Penentuan setiap risiko dapat dianalisis dengan seberapa
sering kemungkinan terjadinya dan seberapa besar dampaknya terhadap
proyek investasi. Prinsip yang lazim diterapkan untuk alokasi risiko bahwa
risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu
mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap
risiko tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat
menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya proyek yang lebih rendah
sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek. Pada
proses manajemen risiko, diperlukan penanganan dan pengendalian (risk
treatment dan risk control).
Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko
terbaik dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola
risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko ini berisi rencana-rencana
yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko
terjadi maupun pasca terjadinya risiko. Jenis penanganan risiko yaitu
menanggung risiko, menghindari risiko, menghilangkan risiko,
meminimalisir risiko, dan mengalihkan atau mengalokasikan risiko kepada
pihak lain.
Outstanding Issue
Outstanding issue adalah masalah-masalah yang harus
ditindaklanjuti berdasarkan isu-isu kritis yang ada dalam pelaksanaan
proyek dan perlu disertai dengan rencana serta strategi penyelesaiannya.
56
BAB 2. CONTOH PENYUSUNAN POTENSI
UNGGULAN DAN PELUANG
INVESTASI DAERAH
57
Buku panduan ini memberikan contoh penyusunan potensi sektor
unggulan daerah dan peluang investasi daerah dengan menggunakan
provinsi Jambi sebagai studi kasus. Studi kasus dilakukan agar dapat
menggambarkan bagaimana menentukan dan menyusun profil sektor
unggulan dan peluang investasi dalam suatu daerah.
Penyusunan potensi sektor unggulan dan peluang investasi di
provinsi Jambi terdiri dari beberapa tahap yang harus dilakukan, antara
lain:
1. Penentuan potensi unggulan daerah
2. Analisis regional dan makro
3. Penentuan peluang investasi daerah
4. Penyusunan studi kelayakan usaha
58
sepuluh sektor unggulan. Berikut adalah pengelompokkan dan perhitungan
PDRB sektor unggulan berdasarkan jenis lapangan usaha dengan
menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).
59
Sektor Jenis Lapangan Usaha
Perdagangan Besar dan Eceran. Bukan Mobil dan Sepeda
Motor
Angkutan Rel
Angkutan Darat
Angkutan Laut
Pengangkutan
Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan
Angkutan Udara
Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan, Pos dan Kurir
Jasa Perantara Keuangan
Asuransi dan Dana Pensiun
Keuangan
Jasa Keuangan Lainnya
Jasa Penunjang Keuangan
Konstruksi
Konstruksi
Real Estate
Penyediaan Akomodasi
Pariwisata
Penyediaan Makan Minum
60
Sektor Jenis Lapangan Usaha Nilai PDRB
Industri Kulit. Barang dari Kulit dan 89.300.000
Alas Kaki
Industri Kayu. Barang dari Kayu dan 1.632.694.100.000
Gabus dan Barang Anyaman dari
Bambu. Rotan dan Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari 927.379.200.000
Kertas; Percetakan dan Reproduksi
Media Rekaman
Industri Kimia. Farmasi dan Obat 34.079.900.000
Tradisional
Industri Karet. Barang dari Karet dan 1.276.574.100.000
Plastik
Industri Barang Galian bukan Logam 253.223.300.000
Industri Logam Dasar 0
Industri Barang Logam; Komputer. 2.964.400.000
Barang Elektronik. Optik; dan
Peralatan Listrik
Industri Mesin dan Perlengkapan 5.945.200.000
Industri Alat Angkutan 55.830.800.000
Industri Furnitur 261.443.400.000
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa 8.055.200.000
Reparasi dan Pemasangan Mesin dan
Peralatan
PDRB Sektor Industri 15.711.106.900.000
Ketenagalistrikan 81.238.600.000
Pengadaan Gas dan Produksi Es 5.648.500.000
Energi
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, 213.081.400.000
Limbah dan Daur Ulang
PDRB Sektor Energi 299.968.500.000
Perdagangan Mobil. Sepeda Motor 3.002.883.500.000
dan Reparasinya
Perdagangan
Perdagangan Besar dan Eceran. 12.041.697.700.000
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
PDRB Sektor Perdagangan 15.044.581.200.000
Angkutan Rel 0
Angkutan Darat 3.219.208.000.000
Angkutan Laut 422.933.600.000
Pengangkutan
Angkutan Sungai Danau dan 267.085.900.000
Penyeberangan
Angkutan Udara 184.872.600.000
61
Sektor Jenis Lapangan Usaha Nilai PDRB
Pergudangan dan Jasa Penunjang 318.494.400.000
Angkutan, Pos dan Kurir
PDRB Sektor Pengangkutan 4.412.594.500.000
Jasa Perantara Keuangan 2.658.207.300.000
Asuransi dan Dana Pensiun 429.360.900.000
Keuangan
Jasa Keuangan Lainnya 575.066.300.000
Jasa Penunjang Keuangan 11.638.100.000
PDRB Sektor Keuangan 3.674.272.600.000
Konstruksi 12.033.108.400.000
Konstruksi
Real Estate 2.281.918.000.000
PDRB Sektor Konstruksi 14.315.026.300.000
Penyediaan Akomodasi 275.359.300.000
Pariwisata Penyediaan Makan Minum 1.385.722.000.000
PDRB Sektor Pariwisata 1.661.081.252.729
62
Perhitungan tersebut diaplikasikan juga ke sektor lainnya sehingga,
kita memperoleh perhitungan LQ pada provinsi Jambi secara keseluruhan
menjadi:
63
setiap sektor dan memperkuat analisis penentuan potensi dan prioritas
pengembangan ekonomi sektoral secara terperinci. Metode ini
menggambarkan kinerja sektor perekonomian di Provinsi Jambi terhadap
perekonomian nasional dengan melihat aspek daya saing dan pertumbuhan
suatu sektor. Analisis shift-share dapat dilakukan dengan cara berikut:
Dimana:
20
Soepono, Prasetyo. 1993. Analisis Shift-share : Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, volume 8 nomor 1.Yogyakarta. Fakultas Ekonomi UGM
64
Cij : perubahan PDRB sektor/sub-sektor i di wilayah yang disebabkan oleh
keunggulan kompetitif sektor i tersebut di wilayah tersebut
Dimana:
65
Rin = (PDB sektor tahun 2021 – PDB sektor tahun 2017)
PDB sektor tahun 2017
= (1.076.129.925,40 - 973.373.602,30)
973.373.602,30
Rin = 0,106
66
Tabel 6. Nilai Analisis Shift Share Provinsi Jambi
Sektor
PDRB Provinsi Jambi PDB Nasional
rij rin rn Nij Mij Cij Dij
2017 2021 2017 2021
Pertanian 32.490.824,50 36.544.865,70 973.373.602,30 1.076.129.925,40 0,125 0,106 0,124 4043220,331 -613255,051 10820,869 3440786,149
Perikanan 2.644.987,50 2.991.052,80 212.828.866,70 235.895.289,20 0,131 0,108 0,124 329147,3024 -42483,185 16917,998 303582,115
Pertambangan dan 32.207.044,50 35.692.220,50 827.972.371,70 851.311.536,80 0,108 0,028 0,124 4007906,205 -3100043,148 -522730,205 385132,852
Penggalian
Industri Pengolahan 14.640.667,50 15.711.106,90 2.383.984.403,70 2.667.369.454,60 0,073 0,119 0,124 1821912,66 -81571,449 -751473,260 988867,951
Energi(Listrik, Gas, 252.750,60 299.968,50 33.720.793,80 36.808.199,00 0,187 0,092 0,124 31452,76798 -8311,453 15765,132 38906,447
dan Air)
Konstruksi 11.787.966,00 14.315.026,30 1.326.985.851,50 1.498.472.914,70 0,214 0,129 0,124 1466917,03 56447,87063 1060143,27 2583508,171
Perdagangan Besar 13.123.438,00 15.044.581,20 1.402.550.038,30 1.576.239.122,90 0,146 0,124 0,124 1633105,72 -7924,535 288037,480 1913218,665
dan Eceran
Pengangkutan 4.488.550,50 4.412.594,50 405.554.756,00 401.186.228,00 -0,017 -0,011 0,124 558563,807 -606913,28 -634519,807 -682869,28
Pariwisata 1.517.928,90 1.661.081,30 325.292.725,90 337.857.927,20 0,094 0,039 0,124 188893,975 -130260,379 -45741,575 12892,021
Keuangan 3.203.095,60 3.674.272,60 393.196.579,50 449.905.738,90 0,147 0,144 0,124 398599,342 63370,239 72577,658 534547,2391
Produk Domestik 136.501.706,10 153.881.689,00 9.995.224.919,00 11.239.049.821,20
Nasional
Pada Tabel 5, diketahui bahwa terdapat sembilan sektor di Provinsi Jambi yang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang positif (Nilai Dij). Hal tersebut menandakan bahwa seluruh sektor di provinsi Jambi memiliki
pertumbuhan ekonomi yang positif dan berpotensi menjadi sektor unggulan, kecuali sektor pengangkutan.
67
2.1.3. Analisis Tipologi Sektor
68
Klasifikasi tersebut dapat menunjukkan sektor daerah yang menjadi
potensi provinsi Jambi. Kuadran I memperlihatkan sektor unggulan yang
cepat maju dan cepat tumbuh di Provinsi Jambi, antara lain: (1)
Pertanian; (2) Pertambangan. Sementara itu, terdapat pula sektor yang
berkembang, antara lain (3) Industri pengolahan; (4) Energi; (5)
Perikanan; (6) Keuangan; (7) Konstruksi; (8) Pariwisata; (9)
Perdagangan.
69
d. Kontribusi PDB setiap sektor nasional dalam kurun waktu tertentu
(misal 5 tahun)
70
Perhitungan dilanjutkan untuk seluruh sektor pada kurun waktu 2017-
2021, kemudian dicari rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi setiap
sektor di Provinsi Jambi (Tabel 7)
71
Tabel 8 Perhitungan Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Nasional
PDB Nasional Laju Pertumbuhan
Sektor Kontribusi
2017 2018 2019 2020 2021 2018 2019 2020 2021 Rata2 2017 2018 2019 2020 2021 Rata2
Pertanian 973.373.602,30 1.002.293.415,10 1.032.799.719,60 1.050.552.128,70 1.076.129.925,40 3,0% 3,0% 1,7% 2,4% 2,5% 9,7% 9,5% 9,3% 9,7% 9,6% 9,6%
Perikanan 212.828.866,70 219.900.503,30 227.998.221,70 229.918.292,30 235.895.289,20 3,3% 3,7% 0,8% 2,6% 2,6% 2,1% 2,1% 2,1% 2,1% 2,1% 2,1%
Pertambangan 827.972.371,70 843.395.736,60 839.357.485,10 821.594.027,60 851.311.536,80 1,9% -0,5% -2,1% 3,6% 0,7% 8,3% 8,0% 7,6% 7,6% 7,6% 7,8%
Perindustrian 2.383.984.403,70 2.523.672.722,90 2.632.497.393,80 2.554.344.226,40 2.667.369.454,60 5,9% 4,3% -3,0% 4,4% 2,9% 23,9% 23,9% 23,8% 23,6% 23,7% 23,8%
Energi 33.720.793,80 35.454.698,00 36.722.488,30 35.594.109,60 36.808.199,00 5,1% 3,6% -3,1% 3,4% 2,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3%
Perdagangan 1.402.550.038,30 1.489.013.200,10 1.583.751.123,80 1.496.581.528,90 1.576.239.122,90 6,2% 6,4% -5,5% 5,3% 3,1% 14,0% 14,1% 14,3% 13,8% 14,0% 14,1%
Pengangkutan 405.554.756,00 432.627.527,60 454.337.663,10 388.484.776,60 401.186.228,00 6,7% 5,0% -14,5% 3,3% 0,1% 4,1% 4,1% 4,1% 3,6% 3,6% 3,9%
Pariwisata 325.292.725,90 348.104.773,60 373.612.879,40 326.591.857,70 337.857.927,20 7,0% 7,3% -12,6% 3,4% 1,3% 3,3% 3,3% 3,4% 3,0% 3,0% 3,2%
Keuangan 393.196.579,50 406.582.845,80 428.676.336,00 441.709.881,00 449.905.738,90 3,4% 5,4% 3,0% 1,9% 3,4% 3,9% 3,9% 3,9% 4,1% 4,0% 3,9%
Konstruksi 1.326.985.851,50 1.404.542.846,70 1.484.338.936,80 1.445.350.682,00 1.498.472.914,70 5,8% 5,7% -2,6% 3,7% 3,1% 13,3% 13,3% 13,4% 13,1% 13,5% 13,3%
72
2. Mengklasifikasikan tiap sektor sesuai matriks berikut:
Keterangan:
ri : laju pertumbuhan sektor i
r : laju pertumbuhan PDRB
yi : adalah kontribusi sektor i terhadap PDRB
y : kontribusi rata-rata sektor terhadap PDRB
Hasil klasifikasi analisis tipologi Klassen per sektor di Provinsi Jambi sebagai
berikut:
73
2.2. Analisis Regional dan Makro
74
Lapangan Usaha 2020 2021
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas 86.6 89.3
Kaki
6 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus 1,622,247.7 1,632,694.1
dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan
dan Sejenisnya
7 Industri Kertas dan Barang dari Kertas, 1,062,204.3 927,379.2
Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
8 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 29,441.2 34,079.9
9 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 1,317,599.4 1,276,574.1
10 Industri Barang Galian bukan Logam 249,773.9 253,223.3
11 Industri Logam Dasar 0.0 0.0
12 Industri Barang dari Logam, Komputer, 3,095.6 2,964.4
Barang Elektronik, Optik dan Peralatan
Listrik
13 Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL 5,823.3 5,945.2
14 Industri Alat Angkutan 56,647.3 55,830.8
15 Industri Furnitur 262,738.8 261,443.4
16 Industri pengolahan lainnya, jasa reparasi 8,072.4 8,055.2
dan pemasangan mesin dan peralatan
D Pengadaan Listrik dan Gas 81,142.2 86,887.1
1 Ketenagalistrikan 77,388.0 81,238.6
2 Pengadaan Gas dan Produksi Es 3,754.2 5,648.5
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 202,677.3 213,081.4
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 11,140,583.9 12,033,108.4
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 14,203,499.2 15,044,581.2
Mobil dan Sepeda Motor
1 Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan 2,497,006.8 3,002,883.5
Reparasinya
2 Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil 11,706,492.3 12,041,697.7
dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 4,203,820.5 4,412,594.5
1 Angkutan Rel 0.0 0.0
2 Angkutan Darat 2,946,863.4 3,219,208.0
3 Angkutan Laut 389,516.0 422,933.6
4 Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan 250,826.9 267,085.9
5 Angkutan Udara 321,541.5 184,872.6
6 Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan, 295,072.8 318,494.4
Pos dan Kurir
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,584,307.0 1,661,081.3
1 Penyediaan Akomodasi 277,549.2 275,359.3
2 Penyediaan Makan Minum 1,306,757.9 1,385,722.0
J Informasi dan Komunikasi 6,101,007.0 6,334,997.4
K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,487,256.4 3,674,272.6
1 Jasa Perantara Keuangan 2,481,646.5 2,658,207.3
2 Asuransi dan Dana Pensiun 438,792.7 429,360.9
75
Lapangan Usaha 2020 2021
3 Jasa Keuangan Lainnya 555,325.1 575,066.3
4 Jasa Penunjang Keuangan 11,492.1 11,638.1
L Real Estate 2,211,998.3 2,281,918.0
M Jasa Perusahaan 1,480,598.7 1,540,303.5
N Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 5,060,509.1 5,093,759.3
dan Jaminan Sosial Wajib
O Jasa Pendidikan 5,127,707.6 5,183,526.8
P Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,906,754.6 2,180,069.5
Q Jasa lainnya 1,491,380.0 1,503,327.7
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 148,448,816.6 153,881,689.0
Sumber: BPS Provinsi Jambi, 2020-2021
b. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (ADHK). Data
tersebut dapat diperoleh dari BPS Provinsi. Berikut adalah laju
pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha ADHK yang diperoleh dari
BPS Provinsi Jambi.
Tabel 13 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi
76
2. Demografi dan Ketenagakerjaan
Data mengenai kondisi demografi dan ketenagakerjaan yang perlukan
antara lain jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan
ketersediaan tenaga kerja. Data tersebut dapat diperoleh dari BPS provinsi.
Berikut adalah data demografi dan ketenagakerjaan Provinsi Jambi yang
diperoleh dari BPS Provinsi Jambi:
Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2021 mencapai
3.548.228 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 1,81 juta
jiwa dan perempuan 1,79 juta jiwa. Provinsi Jambi memiliki laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,34 persen (2010-2020). Ketersediaan
tenaga kerja di Provinsi Jambi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 14 Ketersediaan Tenaga Kerja Provinsi Jambi
Tingkat
Tingkat Partisi
bukan
Pengang Angkatan Pengangguran pasi
Kabupaten bekerja angkatan
guran Kerja Terbuka (%) Angkatan
/Kota kerja
TPT Kerja
(TPAK)
2021 2021 2021 2021 2021 2021
Kerinci 130.965 3.107 134.072 55.031 2,32 70,90
Merangin 192.138 9.752 201.890 87.142 4,83 69,85
Sarolangun 137.204 8.010 145.214 78.686 5,52 64,86
Batang Hari 132.611 5.907 138.518 62.779 4,26 68,81
Muaro
202.878 12.003 214.881 5,59 62,78
Jambi 127.383
Tanjab
115.517 1.832 117.349 47.415 1,56 71,22
Timur
Tanjab
179.622 4.666 184.288 65.117 2,53 73,89
Barat
Tebo 181.524 5.284 186.808 77.612 2,83 70,65
Bungo 168.355 10.487 178.842 5,86 63,58
102.441
Kota Jambi 262.974 31.375 294.349 10,66 63,12
171.996
Sungai
43.052 1.331 44.383 23.981 3,00 64,92
Penuh
TOTAL 1.746.840 93.754 1.840.594 899.583 48,96 744,58
77
3. Infrastruktur
Analisis infrastruktur daerah Provinsi Jambi meliputi beberapa hal
berikut ini:
a. Aksesibilitas transportasi, meliputi jumlah bandara dan pelabuhan serta
panjang jalan provinsi Provinsi Jambi. Data tersebut dapat diperoleh
dari Dinas Perhubungan Provinsi Jambi. Berikut adalah aksesibilitas
transportasi di Provinsi Jambi:
Tabel 15 Aksesibilitas Transportasi Provinsi Jambi
Jarak ke
Nama Alamat
Ibukota
Bandara Depati Parbo Desa Angkasa Pura, Kel. Hiang 189,1 Km
Tinggi, Kec. Sitinjau Laut, Kab.
Kerinci, Jambi, 37171
Muara Bungo Kel. Sungai Buluh, Kec. Rimbo 158,31 Km
Tengah, Kab. Bungo, Jambi,
37211
Sultan Thaha Jl. Soekarno Hatta, Kel. Eka 116,32 Km
Jaya, Kec. Jambi Selatan, Kota
Jambi, Jambi, 36139
Pelabuhan Jambi Jl. Raya Talang Dukuh Km. 9 10 Km
Ma, Sebo
Kondisi
Total Panjang Kondisi Mantap Tidak
Mantap
Jalan 1317,93 Km 231,61 Km 86,32 Km
Nasional
78
Kapasitas terpasang pembangkit listrik Provinsi Jambi adalah 46.440
KiloWatt. Produksi air bersih provinsi ini sebanyak 73,11 juta m3 dan
memiliki 748 desa yang sudah memiliki menara telekomunikasi BTS.
Provinsi ini juga telah memiliki sarana penunjang berupa 56 buah hotel
dan 26 buah sarana pendidikan
79
Tabel 16 Investasi Luar Negeri Berdasarkan Sektor Provinsi Jambi
80
Tabel 17 Investasi Dalam Negeri Berdasarkan Sektor Provinsi Jambi
81
5. Ekspor dan Impor
Data ekspor dan impor Provinsi Jambi selama lima tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17.
82
2.3 Penentuan Peluang Investasi Daerah
83
Dalam mengembangan klaster juga perlu diperhatikan pihak-pihak
yang terlibat atau pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait.
Beberapa pihak yang terkait dalam pengembangan klaster adalah :
1. Usaha Inti (core business)
2. Usaha pendukung
3. Usaha terkait
4. Champion atau perusahaan/bisnis inti sebagai penghela
5. Lembaga Penelitian atau Perguruan Tinggi
6. Pemerintah
Dalam analisis klaster, pihak-pihak yang terlibat seperti disebutkan
di atas, juga menjadi bagian untuk dianalisa, yang paling mudah dengan
langkah-langkah berikut:
1. Menentukan Usaha Inti (core business)
Pertama sekali ditentukan usaha inti yang akan dikembangkan dalam
sektor usaha yang dipilih. Usaha inti adalah usaha yang dijadikan fokus
pengembangan klaster. Misalnya, usaha pariwisata.
2. Menguraikan Usaha Inti tersebut berdasarkan proses
Usaha inti terdiri dari beberapa tahapan proses, mulai dari pengadaan
bahan baku /bahan penolong, proses produksi dan pemasaran.
3. Mengidentifikasi Usaha Pendukung.
Usaha pendukung adalah usaha usaha yang mendukung
keberlangsungan semua proses usaha inti, baik dalam hal pengadaan
bahan baku dan bahan penolong, mendukung kegiatan proses produksi
maupun proses distribusi dan pemasaran produk.
4. Mengidentifikasi Usaha Terkait.
Usaha terkait yaitu usaha yang memiliki keterkaitan dengan usaha inti
baik keterkaitan proses atau keterkaitan dalam rantai suplai (supply
chain).
5. Mengidentifikasi Usaha Dalam Jaringan Pemasok (Supplier).
84
Jaringan pemasok adalah usaha usaha yang memasok kebutuhan
untuk usaha inti. Usaha tersebut meliputi :
a. Pemasok bahan baku dan bahan penolong
b. Pemasok energi, listrik dan sumber energi lainnya
c. Pemasok teknologi, sumber daya manusia dan permodalan
d. Pemasok mesin dan perlatan proses.
6. Mengidentifikasi Usaha Dalam Jaringan Distribusi
Usaha dalam jaringan distribusi meliputi :
a. Distributor
b. Agen
c. Supermarket, dll
d. Usaha transportasi dan logistic
e. Kemasan
f. Iklan
g. Eksportir
7. Penyedia Infrastruktur Ekonomi
Identifikasi inftastruktur apa yang dibutuhkan dalam pengembangan
klaster tersebut dan instansi apa yang harus menyediakannya.
Inftastruktur tersebut terdiri dari sarana dan prasarana, kebijakan dan
iklim usaha.
85
Gambar 10. Klaster Industri Kelapa Sawit di Provinsi Jambi
86
swadaya ditunjukkan pada Gambar 11 (Siahaan, Manalu, dan Santoso,
2015).
Keterangan:
Mengirim produk (aliran produk)
Mengirim produk dengan menggunakan Delivery Order (DO) dari
pedagang besar (agen).
87
dapat terjadi karena penambahan kapasitas atau volume dari usaha yang
sudah ada (ekspansi) bisa juga berupa timbulnya usaha baru (inisiasi)
dalam klaster tersebut. Terhadap peluang peluang investasi tersebut
dibuatkan profil investasinya. Dengan pola demikian, maka pemerintah
daerah dapat fokus dan menyelaraskan dengan kemampuan (kekuatan)
daerah dan dapat menyiasati kekurangan (kelemahan) daerah dengan
mengundang investor-investor yang ada. Investor juga mengetahui
dengan pasti investasi apa yang dibutuhkan daerah yang dapat dimasuki
oleh investor.
88
dapat menghasilkan bungkil atau ampas kacang yg bisa menjadi bahan
baku makanan ternak. Dari inti kelapa sawit juga dapat diolah menjadi
minyak inti sawit atau palm kernel oil. Kemudian tempurung kelapa dapat
diproses menjadi tepung tempurung, arang, dan bahan bakar. Sementara
serat dari kelapa sawit hanya dapat diolah menjadi bahan selulosa pembuat
kertas dengan campuran dari tandan kosong.
Pohon industri kelapa sawit cukup panjang, dimulai dari tanaman
kelapa sawit hingga produk akhirnya, namun pengolahan terbesarnya
menjadi bahan pokok dari minyak kelapa sawit dan turunannya yang
menajdi bahan baku industri. Berdasarkan pohon industri di atas, dapat
diketahui bahwa masyarakat luas menjadikan minyak kelapa sawit sebagai
komoditas yang kompleks, melibatkan banyak pihak dalam
pengolahannya, rantai distribusi, komoditas turunan dan permintaan
konsumennya.
89
Gambar 12 Pohon Industri Kelapa Sawit
90
2.3.3. Analisis SWOT
91
Kekuatan
Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi merupakan komoditas unggulan
dimana Provinsi Jambi merupakan salah satu sentra produksi kelapa sawit,
tersedianya lahan yang cukup luas karena karakter lahan pertanian
provinsi Jambi cocok untuk tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit,
Provinsi Jambi merupakan provinsi spesialisasi komoditas kelapa sawit
dengan lokasi yang cenderung teraglomerasi dan Dukungan Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten dalam bentuk kebijakan dan program.
Kelemahan
Tidak optimalnya penyerapan tenaga kerja komoditas perkebunan kelapa
sawit di Provinsi Jambi, rendahnya produktifitas dari komoditi perkebuan
kelapa sawit, rendahnya daya tarik dan daya dukung investasi. Selain itu
juga isu deforestasi dan konflik sosial karena terdapat distorsi tata kelola
dan implementasi peraturan dan nilai tambah dan diversifikasi produk yang
dihasilkan belum optimal masih didominasi minyak sawit mentah dan
produk turunan sederhana (Olein dan stearin) dan ekspor minyak sawit
masih banyak pada produk hulu.
Peluang
Perubahan pangsa produksi 4 (empat) minyak nabati utama dunia,
penerapan kebijakan Pemerintah China program B5 dan kemampuan
Pemerintah India hanya bisa memenuhi kebutuhannya sebesar 30 persen
minyak nabatinya, penetapan kebijakan mandatori biodiesel di Indonesia
hingga mencapai B-30 pada tahun 2025 mendatang dan Kebijakan
Pemerintah Republik Indonesia dalam mengembangkan industri hulu dan
hilirisasi kelapa sawit nasional.
Ancaman
Kebijakan luar negeri dalam membatasi impor CPO dan produk turunannya
dari Indonesia, isu adanya anggapan bahwa pemerintah daerah melakukan
politisasi perizinan, sehingga izin pembangunan perkebunan kelapa sawit
92
tidak terkendali, kenaikkan bea masuk atas CPO dari sebesar 7,5 persen
menjadi 15 persen, serta kenaikan pajak impor RPO (refined palm oil) dari
15 persen menjadi 25 persen dan fluktuasi harga bagi petani dan pelaku
usaha karena industri kelapa sawit di Provinsi Jambi masih didominasi
minyak sawit mentah dan produk turunan sederhana dan ekspor minyak
sawit masih banyak pada produk hulu.
Aspek ini hanya berupa identifikasi atas kesesuaian legalitas dan alur
perizinannya, sehingga dalam membuat analisis aspek hukum,
administrasi, dan kelembagaan perlu dibuat daftar perizinan dan
kesesuaian peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi
adalah:
93
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jambi 2016-2021
merupakan pedoman penyelenggaraan pembangunan daerah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi.
Secara spasial, rencana kawasan industri yang diperuntukkan untuk
kawasan industri besar yaitu seluas 4.565,26 ha. Arahan pengembangan
meliputi:
1. Penataan ruang untuk kawasan industri besar dan zonasi diarahkan
di sekitar Kuala Tungkal, Ujung Jabung serta Muara Sabak;
2. Penyediaan prasarana pendukung kawasan industri; dan
3. Pengembangan kawasan perindustrian di wilayah perkotaan dalam
bentuk peruntukan dan sentra-sentra kecil.
94
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015
menjelaskan tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
Tahun 2015– 2035. Sesuai dokumen, Visi Pembangunan Industri
Nasional adalah “Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh” berciri:
1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat, dan berkeadilan;
2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global; dan
3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, pembangunan industri
nasional mengemban misi dan strategi yaitu salah satunya
Mengembangkan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), kawasan
peruntukan industri, kawasan industri, dan sentra industri kecil dan
industri menengah;
95
Tabel 20. Roadmap Rencana Pengembangan Industri Minyak Sawit di KI
Kemingking
96
Gambar 14 Peta Rencana Penggunaan Lahan Provinsi Jambi
97
c. Pengembangan infrastruktur wilayah pada sentra-sentra produksi,
pusat kegiatan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan secara
seimbang dan terpadu;
d. Pemantapan kawasan lindung dalam mendukung pembangunan
yang berkelanjutan;
e. Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian dan
perkebunan;
f. Pengembangan kawasan strategis dalam mendorong
pengembangan wilayah;
g. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.
Terkait pengembangan kawasan industri, strategi pengembangan
industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan sebagaimana
ditetapkan dalam penataan ruang wilayah di Kabupaten Muaro Jambi,
meliputi:
a. Pengembangan kawasan peruntukan industri berjauhan dengan
kawasan permukiman;
b. Pengembangan industri kecil melalui pemberdayaan industri kecil
dan industri rumah tangga pengolahan hasil pertanian dan
perkebunan;
c. Pengembangan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil
dan kerajinan tangan;
d. Peningkatan pemberdayaan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (KUMKM) serta investasi.
98
Gambar 15 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Muaro Jambi
99
2. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian;
3. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
4. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025;
5. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Dll
Perizinan
Misalnya pada Proyek Kawasan Industri Kemingking adalah:
1. Perizinan Lahan
Tabel 21. Contoh Urutan Proses Perizinan Atas Lahan Proyek KI Kemingking
100
2. Perizinan Usaha
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang digunakan adalah
KBLI 10437 tentang industri minyak gooreng kelapa sawit skala usaha
besar dan risiko tinggi.
Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah dalam kegiatan industri dalam bentuk insentif Fiskal
dan Non Fiskal. Adapun peraturan yang menjadi dasar dan acuan kebijakan
pemerintah, diantaranya:
1. Insentif Fiskal
a. Tax Allowance (TA)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78/2019, PMK No.
96/PMK.010/2020, PerBKPM No. 5/2020 tentang:
(i) Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah
nilai penanaman modal berupa aktiva tetap selama 6 tahun
masingmasing sebesar 5;
(ii) Pengenaan PPh Final atas Deviden sebesar 10 persen (atau lebih
rendah berdasarkan Tax Treaty);
101
(iii) Depresiasi yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan
amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud;
(iv) Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak
lebih dari 10 tahun.
b. Super Tax Deduction
PMK No. 153/PMK.010/2020 dan No. 128/PMK.010/2019 tentang
Insentif pengurangan pajak penghasilan bruto hingga 200% untuk
praktik kerja dan pemagangan.
c. Pembebasan bea masuk
PMK No. 176/PMK.011/2019 jo. No. 188/PMK.010/2015 tentang
Tentang pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan
bahan baku untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam
rangka penanaman modal.
2. Insentif Non-Fiskal
a. Insentif dan kemudahan penanaman modal
Peraturan Daerah Provinsi Jambi No. 10 Tahun 2012 Pasal 9 tentang
Pengurangan atau keringanan pajak daerah dan/atau retribusi
daerah, dan pemberian dana stimultan, serta pemberian bantuan
modal.
b. Komitmen pemerintah dalam mendorong investasi dengan
memberikan kemudahan perizinan berusaha (OSS-RBA).
102
Gambar 17. Ilustrasi Dukungan Pemerintah
103
2.4.2. Aspek Teknis
1. Letak Geografis
Berikut adalah contoh analisis letak geografis.
Kawasan Industri Kemingking (selanjutnya: KI Kemingking) yang
memiliki luasan 117,27 ha ini terletak di Desa Kemingking Dalam,
Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, tepatnya
terletak pada titik koordinat 103o41’0” E (Bujur Timur) dan 1o30’0”
S (Lintang Selatan). Kawasan ini memiliki karakteristik dataran rendah
dengan level dari muka air laut setinggi 5 meter hingga 20 meter dengan
suhu rata-rata berkisar 25-30oC dan dengan jarak 5 km dari tepi Sungai
Batanghari.
Kegiatan industri akan membutuhkan lahan yang luas, terutama
yang berskala besar dan sedang. Peraturan Pemerintah Nomor No. 142
Tahun 2015 Pasal 7 menjelaskan bahwa luas lahan kawasan industri
minimal 50 ha atau minimal 5 ha untuk kawasan industri kecil dan
menengah. Adapun luas lahan KI Kemingking yaitu 117,27 hektar. Calon
pengelola KI Kemingking telah menjalin kerjasama dengan pihak yang
menguasai lahan.
Untuk letak geografis dan lokasi project, perlu dipetakan juga peta
area yang akan digunakan, seperti berikut:
104
Gambar 18. Peta Zonasi Lokasi Proyek
105
jalan tersebut, banyak jalan rusak dengan tergenang air dan amblas.
Pada ruas jalan di KI Kemingking perlu ditingkatkan statusnya yang
masih jalan Kabupaten menjadi jalan Provinsi atau Nasional.
Jalan akses menuju lokasi kawasan terhubung antara Jalan
nasional dan Jalan Kabupaten sebagian sudah dilakukan perbaikan jalan
menggunakan perkerasan kaku dan sebagian masih menggunakan
perkerasan fleksibel (lunak). Jalan dengan menghubungkan Talang Duku
– Manis Mato – Sogo adalah yang berpotongan dengan jalan Gerbang
Kawasan.
Jembatan pada status jalan nasional adalah jembatan Sungai
Kumpeh yang dinyatakan sudah over kapasitas, sehingga perlu dilakukan
peningkatan standar jembatan akibat dari beban kendaraan per harinya.
Jembatan Kumpeh Ulu (dengan nomor: 11.027.001.0) yang dibangun
Tahun 2000, dengan tipe Rangka Baja panjang adalah 60 m dan lebar
adalah 7 m yang sering mengalami kemacetan terutama pukul 15.00-
18.00 sehingga menerima beban statis jembatan. Penyebab kemacetan
salah satunya karena simpang bersinyal dengan 4 lengan yang penuh
dengan truk bertonase tinggi. Solusi yang dapat dilakukan ialah dengan
merekayasa waktu untuk kendaraan bertonase besar yang secara garis
besar kebijakannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dengan
kebijakan tersebut maka rekayasa dapat dilakukan.
106
Gambar 19. Ilustrasi Peta Akses dan Jaringan Jalan
107
Timur, Jambi Selatan, Pasir Panjang, Danau Teluk, dan Tanjung Johor,
dengan cakupan layanan 65,19%. Dengan keterangan tersebut maka
secara prinsip kebutuhan air bersih dapat mengakomodir kebutuhan di
kawasan industri tersebut.
Permenperin Nomor 40 Tahun 2016 memberikan standar kapasitas
pelayanan untuk listrik berdasarkan luasan lahan, yaitu 0,15-0,2 MVA/Ha
dengan memperhatikan faktor daya listrik sesuai jenis industri di KI
Kemingking, yaitu 65 persen. Perhitungan faktor daya listrik menjadi 65
persen (0,17 x 117,27) = 12,95 MW.
108
tahap awal disediakan oleh PT. PLN. PT JKE telah melakukan MoU dengan
PT. PLN pada tanggal 28 Maret 2018. Nota kesepahamannya perlu
diperbaiki sesuai masa berlaku MoU. Hal ini dikarenakan tidak adanya
waktu kadaluarsa dari nota kesepahaman tersebut. Calon pengelola KI
Kemingking akan melakukan koordinasi berkaitan penyedia listrik di KI
Kemingking.
Secara prinsip, teknis pengadaan listrik ditahap awal dengan
melakukan instalasi listrik disesuaikan dengan kebutuhan listrik industri
dan dapat ditingkatkan kapasitasnya pada tahap pembangunan
berikutnya. Diskusi dengan PLN Jambi bahwa dibutuhkan Gardu kawasan
industri. Hal ini untuk menyesuaikan dan membantu dalam dukungan
supply listrik di KI Kemingking. Dengan data listrik di Jambi yang selalu
mengalami surplus, maka kebutuhan pasokan listrik untuk KI Kemingking
dapat terjamin.
109
Untuk penyediaan Gas pada kawasan industri, PT JKE telah
melakukan MoU dengan PT. Perta Gas pada tanggal 28 Maret 2018. Pada
MoU tersebut hanya berlaku selama 12 bulan semenjak dokumen
tersebut ditandatangani. Berkaitan dengan hal tersebut, nota
kesepahamannya perlu diperbaiki sesuai masa berlaku MoU. Untuk
perhitungan kebutuhan gas didapat 0,25% dari total cost.
Infrastruktur Penunjang
Analisis kebutuhan infrastruktur menjelaskan mengenai jumlah
masing-masing infrastruktur pada Kawasan Industri sesuai dengan standar
yang ada pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri. Dalam masterplan
tersebut beberapa infrastruktur penunjang antara lain berupa perumahan,
pelatihan, pusat kesehatan, pemadam kebakaran dan tempat pembuangan
sampah.
110
Gambar 20. Ilustrasi Dukungan Infrastruktur pada Web PIR
3. Aksesibilitas Kawasan
Wilayah pertumbuhan bisnis baru yang akan dikembangkan di Desa
Kemingking Dalam, menuntut adanya rencana penyediaan dan
pengembangan berbagai proyek infrastruktur khususnya aksesibilitas di
wilayah ini.
Pusat Kawasan Bisnis baru memiliki peran yang sangat penting pada
suatu wilayah atau kawasan, karena pada kawasan inilah pusat
perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah terjadi, yang kemudian
akan diteruskan pada wilayah-wilayah sekitarnya. Wilayah ini merupakan
kawasan strategis jika dipandang pada aspek sosial dan perekonomian,
segala jenis kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi pada pusat
kawasan bisnis ini, seperti pasar, pertokoan, perkantoran, rumah sakit,
rumah-rumah ibadah, sekolah dan perguruan tinggi. Kawasan ini harus
ditunjang dengan kebijakan pembangunan infrastruktur yang terkait
konektivitas.
Akses menuju KI Kemingking adalah jalan lokal atau kabupaten serta
pelabuhan. Kondisi lebar jalan relatif sempit untuk kendaraan besar dan
sebagian besar jalan dalam keadaan rusak. Kawasan ini berdekatan dengan
Pelabuhan Barang IPC Talang Duku dengan jarak sekitar 5 km. Ada tiga
Pelabuhan di wilayah Jambi, yaitu Pelabuhan Talang Duku di Kabupaten
111
Muaro Jambi yang jaraknya 10 Km dari Kota Jambi, Pelabuhan Muara
Sabak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang jaraknya 70 Km dari Kota
Jambi, sedangkan Pelabuhan Kuala Tungkal terletak di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dengan jarak 120 Km dari Kota Jambi. Berdasarkan hal
tersebut maka pemilihan untuk hasil olahan Kawasan Industri diarahkan
pada pelabuhan yang terdekat dengan KI Kemingking yaitu Pelabuhan
Talang Duku (dikelola oleh Pelindo II).
Jenis kapal yang akses dari dan ke Pelabuhan Talang Duku adalah
kapal nonferi, dimana tidak mengangkut penumpang, melainkan
mengangkut CPO dan turunannya, batu bara, semen, keramik, dan pakan
seperti tepung dan mi instan dari dan ke Pelabuhan Muara Sabak.
Pelabuhan laut di Provinsi Jambi adalah Pelabuhan Muara Sabak. Letaknya
berada dekat dengan laut lepas sehingga strategis untuk jalur masuk dan
keluar kapal di Provinsi Jambi. Status Pelabuhan Muara Sabak adalah
Pelabuhan Pengumpul.
Hinterland Pelabuhan Jambi adalah delapan kota/kabupaten di
Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Merangin, Kerinci, Kota Sungai Penuh,
Bungo, Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Tebo, dan Kota Jambi.
Wilayah ini merupakan penghasil utama berbagai komoditas perkebunan
seperti kelapa sawit, karet, kulit kayu manis, kopi robusta, pinang, tebu,
coklat. Luas areal hutan di Provinsi Jambi juga merupakan potensi berbagai
komoditas hasil hutan dan industri seperti kayu lapis, pulp & paper, dan
produk hasil hutan lainnya.
Posisi KI Kemingking tidak jauh pula dari Bandar Udara Sultan Thaha
Jambi. Jaraknya sekitar 15 km. Kedekatan jarak ini menguntungkan untuk
mempermudah arus transportasi logistik barang yang dapat diangkut
dengan menggunakan kargo pesawat.
112
Gambar 21. Ilustrasi Dukungan Aksesibilitas pada Web PIR
113
5. Teknis Rancangan Tata Letak Kawasan
Penenpatan Fasilitas Pendukung di Kawaasan Industri
Komposisi pembagian kawasan industri seluas 117,27 Ha mengacu
kepada standar pembangunan Kawasan Industri (Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-Ind/Per/6/2016 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri), yang dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 25 Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan KI Kemingking
114
Penempatan Area Industri Dalam Kawasan Industri
Masterplan KI Kemingking dengan luasan 117,27 Ha adalah menerapkan
sistem modul, dimana menempatkan area industri berada pada 1 o 30’ 10”
S dan 103o 41’ 70” E. Lokasi area industi yang memiliki luasan total 242,81
Ha ini berada pada tepi kawasan sebelah Barat dan berdekatan dengan
pengolahan limbah B3. Alasan lainnya adalah terdapat akses jalan yang
lebar yaitu 2 jalur 4 lajur untuk kebutuhan intra kawasan dan logistik keluar
industri. Industri Minyak Goreng Sawit berada pada areal industri KI
Kemingking. Kebutuhan untuk teknologi pengolahan minyak sawit ini
membutuhkan luasan 4 Ha dengan mengambil 2 kavling masing-masing 2
Ha. Lokasi industri minyak goreng ini berdekatan dengan area
pergudangan dan area tangki timbun sehingga memudahkan berkaitan
dengan distribusi logistik.
115
6. Supply Chain
Rantai pasok industry minyak goreng merupakan jaringan antara
perusahaan minyak goreng dan pemasoknya untuk memproduksi dan
mendistribusikan produk minyak goreng kepada pembeli akhir. Berikut
adalah diagram rantai pasok dari industry minyak goreng di Provinsi Jambi.
7. Teknologi
Teknologi pengolahan minyak goreng sangat tergantung pada proses
pengolahan yang dilakukan. Setiap tahapan pengolahan menggunakan
teknologi yang sesuai. Gambar 25 memperlihatkan detail tampilan
teknologi pengolahan dan Gambar 26 menunjukkan proses pengolahan
minyak goreng sawit.
116
Gambar 26 Proses Pengolahan Minyak Goreng Sawit
Kondisi ekonomi suatu negara terlihat dari tiga (3) komponen, yaitu
tingkat konsumsi rumah tangga, jumlah sektor bisnis dan investasi serta
kegiatan ekspor impor. Ketiga komponen tersebut saling mempengaruhi
117
satu sama lain. Komponen satu akan mempengaruhi komponen lainnya.
Semakin banyak investasi dan bisnis yang berjalan, maka akan membuka
lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan sehingga Hal tersebut
mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga.
118
Tabel 26. Luas Lahan Komoditas Perkebunan Provinsi Jambi
119
perkebunan akan melakukan upaya untuk melakukan peningkatan
produktivitas dari setiap pohon kelapa sawit produksinya, mulai dari
pemilihan bibit unggul sampai dengan perawatan secara maksimal yang
pada akhirnya akan menunjang peningkatan produksi kelapa sawit secara
keseluruhan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasar dan menekan biaya operasional sehingga mendapatkan
kualitas kelapa sawit yang maksimal dengan harga yang kompetitif.
120
Selain itu, pembangunan kawasan industri memudahkan akses pemasaran
untuk pasar domestik dan internasional.
121
Selain dikelilingi oleh daerah produsen kelapa sawit, terdapat alas an
mengapa industri hilirisasi agro yang salah satunya kelapa sawit di Jambi
sangat potensial dikembangkan di Kawasan Industri Kemingking. Provinsi
Jambi belum memiliki kawasan dan industri hilirisasi agro berbasis
oleofood. Selama ini bahan baku berupa CPO yang berasal dari perkebunan
sawit hanya dijual sebagai bahan mentah kepada kawasan industri yang
berada diluar Jambi. Hal tersebut membuat pertambahan nilai komoditas
yang berasal dari perdagangan tidak sebesar provinsi lainnya yang juga
sebagai produsen sawit. ada di Jambi belum Terdapat beberapa faktor yang
melandasi pemikiran bahwa prospek CPO cukup cerah dalam persaingan
dengan minyak nabati. Faktor pertama yang mendukung daya saing
minyak sawit yang tinggi adalah tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak
tersebut. CPO merupakan sumber minyak nabati termurah dibandingkan
dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai. Faktor lain adalah
bahwa, sekitar 80 persen dari penduduk dunia khususnya di negara
berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk
minyak nabati yang harganya murah.
122
Gambar 28. Produk Turunan Kelapa Sawit
123
5. Industri Berbasis Produk Samping Pabrik Kelapa Sawit: Industri Briket
Arang, Industri Makanan Ternak, Industri Kompos, Industri Karbon
Aktif, Industri Particle Board.
1. Halus dan lembut. Selain itu kelapa sawit membuat selai lebih mudah
dioles, permen menjadi kenyal, dan es krim menjadi lembut;
2. Secara alami minyak kelapa sawit bebas dari lemak trans berbahaya
yaitu sumber utama kolesterol tinggi dan berkaitan dengan penyakit
jantung;
3. Tidak ada rasa, tidak berbau dan dapat menciptakan tekstur baru pada
makanan tanpa menambahkan rasa baru dengan menggunakan minyak
kelapa sawit.
Produk turunan dari kelapa sawit yang ada di kehidupan kita sehari-
hari yang akan selalu dibeli oleh konsumen, diantaranya adalah: cokelat
dan selai cokelat, lipstik, margarin, sabun, kue kering, mi instan, sampo,
deterjen, roti dan kue.
124
memperlihatkan tren kenaikan. Kebutuhan industri untuk energi bio diesel
yang semakin besar membuat permintaan produk minyak goreng untuk
industri semakin meningkat setiap tahunnya.
Pada Tabel 25, terlihat rata-rata konsumsi minyak goreng sawit per
kapita per provinsi pada periode tahun 2020. Rata-rata nasional konsumsi
minyak goreng sawit sebesar 10,42 kg/kapita/tahun. Dari 34 provinsi di
Indonesia terdapat 18 provinsi yang tingkat konsumsi minyak goreng sawit
diatas rata-rata nasional. Provinsi Jambi merupakan provinsi tertinggi
konsumsi minyak goreng sawit rata-rata selama sebesar 13,73
125
kg/kapita/tahun. Kemudian urutan ke 2 Provinsi Riau dengan konsumsi
minyak goreng sawit sebesar13,28 kg/kapita/tahun. Sedangkan provinsi
yang tingkat konsumsinya terendah yaitu Provinsi Sulawesi Barat sebesar
4,46kg/kapita/tahun.
126
Tabel 29. Rata-rata Konsumsi Minyak Goreng di Indonesia
127
Perkembangan konsumsi minyak goreng kelapa sawit di tingkat
rumah tangga di Indonesia selama tahun 2002-2020 pada umumnya
mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan 4,88% per tahun.
Data BPS menyebutkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi minyak
goreng kelapa sawit yang sangat besar pada tahun 2007, 2012 dan 2015
yaitu konsumsi dalam rumah tangga naik masing-masing sebesar
23,48%,13,29% dan 16,73% dibandingkan tahun sebelumnya.
128
Gambar 29. Konsumsi Minyak Goreng Dunia
129
Tabel 30. Negara Tujuan Ekspor Minyak Goreng Indonesia
130
Gambar 30. Ilustrasi Aspek Pasar Peluang Investasi Minyak Goreng di Provinsi
Jambi pada Web PIR
131
2.4.4. Aspek Keuangan
Deskripsi Jumlah
Pra konstruksi 78.157.297.600
Biaya bangunan 245.686.488.000
Biaya mesin dan peralatan produksi 87.600.000.000
Instalasi perpipaan, kelistrikan, instrumentasi
dan instalasi 57.500.000.000
Biaya pasca konstruksi 39.078.648.800
Biaya tak terduga 25.401.121.720
Biaya pra OPEX 863.675.674.288
Jumlah Capital Expenditure 1.397.099.230.408
132
beban Depresiasi Mesin dan Gedung Pabrik, beban Tenaga Kerja Tidak
Langsung, beban pemeliharaan Pabrik, Beban utilitas pabrik, dan peralatan
pabrik. Beban operasi yang terdiri dari Beban administrasi dan Beban
Penjualan. Biaya Administrasi terdiri dari depresiasi peralatan kantor, biaya
utilitas kantor, beban pegawai administrasi.
Deskripsi Jumlah
Total Variable Cost 3.263.767.872.750
Bahan baku 3.083.298.750.000
Bleaching earth 24.666.390.000
Asam Pospast 2.466.639.000
Packaging 77.082.468.750
Utility 61.887.000.000
Labour 14.366.625.000
Total Fixed Cost 190.934.824.400
Distribusi dan logistik 84.862.500.000
Maintenance 8.760.000.000
Adm, sales dan marketing 67.890.000.000
Research and development 1.314.000.000
Depresiasi 26.794.324.400
Pajak dan asuransi 1.314.000.000
Jumlah Operational Expenditure 3.454.702.697.150
133
sebesar 4 persen setiap tahun. Mesin yang digunakan untuk produksi
diasumsikan berjalan selama 24 jam dengan hari kerja selama 6 hari kerja
setiap minggu dan 1 hari digunakan untuk maintenance mesin. Kapasitas
mesin adalah 1.000 ton CPO dengan tingkat utilitas sebesar 80 persen dari
kapasitas mesin yang tersedia selama 3 tahun pertama operasi pabrik.
Net Present Value atau NPV adalah selisih antara nilai arus kas yang
masuk dengan nilai arus kas keluar pada sebuah periode waktu. Untuk
menghitung NPV, harus dibuat perhitungan capital budgeting. Berdasarkan
134
data revenue, beban operasi dan depresiasi maka dapat dibuat capital
budgetingnya, dengan asumsi discount rate 8.7 persen. Bila nilai NPV > 0
maka investasi atau proyek dianggap layak (feasible) untuk dilakukan.
Dengan menghitung nilai net present value sebelum melakukan investasi,
diharapkan mampu memberikan dampak yang cukup positif bagi performa
keuangan perusahaan.
135
Tabel 34. Ilustrasi Cashflow Minyak Goreng Tahun Ke 1-3
136
Pada tahun ke-0 perusahaan berinvestasi sebesar
Rp.533,423,556,120,- untuk membeli lahan dan membangun pabrik serta
kantor di lahan seluas 37,938 meter persegi di Kawasan Industri
Kemingking. Pembelian lahan dilakukan dengan asumsi harga yang
ditawarkan oleh pengembang sebesar US$60/m2 jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga sewa yang berkisar pada harga Rp.10.000-
15.000/m2/bulan.
137
138
Selain membangun pabrik, dana sebesar 533,4 milyar dalam
komposisi CAPEX juga dibelikan mesin untuk memproduksi minyak goreng
serta peralatan pendukung lainnya yang berhubungan dengan industri
dengan harga sebesar 87,6 Milyar Rupiah.
139
Pada tahun ke-10 kas bersih dari perhitungan pendapatan dan
pengeluaran aktivitas produksi minyak goreng adalah sebesar 255,7 milyar
dengan NPV sebesar Rp. 1,313,277,385,474. Dengan nilai NPV tersebut
dapat dinyatakan bahwa return atau nilai investasi minyak goreng yang
dilakukan mempunyai nilai lebih besar jika dibandingkan dengan nilai
investasi yang ditanamkan pada bank.
140
Internal Rate of Return (IRR)
Keterangan:
141
Payback Period
142
Gambar 31. Ilustrasi Analisis Nilai Investasi Minyak Goreng di Provinsi Jambi
143
2.4.5. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan
Lebih dalam lagi, analisis terkait dampak pada industri minyak sawit
di KI Kemingking adalah:
144
Sedangkan, peningkatan pendapatan tidak hanya dari tenaga kerja
terserap tetapi juga dari sektor ekonomi makro yang terbentuk.
Pada tahap pengembangan, Kawasan Industri Kemingking
membutuhkan tenaga kerja sebagai berikut tenaga kasar, tenaga
menengah, tenaga ahli. Rekrutmen ribuan tenaga ini tentunya akan
berdampak terbukanya kesempatan kerja dan berusaha bagi
masyarakat sekitar Kabupaten Muaro Jambi. Tentu saja harapannya
akan lebih banyak tenaga kerja lokal yang mengisi kebutuhan tersebut
dibandingkan tenaga kerja yang berasal dari luar Jambi. Sedangkan
kesempatan kerja dan berusaha pada tahap kegiatan operasional
Kawasan Industri Kemingking tentunya akan lebih banyak lagi. Jumlah
tenaga kerja pada tahap operasional inilah yang harus disiapkan
dengan baik karena kualifikasi kebutuhan tenaga kerja yang lebih
banyak dibutuhkan yang terampil.
Berdasarkan data BPS Provinsi Jambi 2021 Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) sebesar 5,43 persen dan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) sebesar 61,63 persen pada Kabupaten Muaro Jambi.
Sementara dari data yang sama jumlah pencari kerja di Kabupaten
Muaro Jambi sekitar 934.000 orang. Besarnya jumlah pencari kerja ini
diharapkan dapat berkurang signifikan dengan hadirnya KI Kemingking.
Sehingga pekerjaan utama ke depan yaitu link and match tenaga kerja
dengan berbagai industri yang dikembangkan.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat
mendongkrak pendapatan penduduk lokal. Saat ini rata-rata upah/gaji
bersih pekerja formal menurut Kabupaten Muaro Jambi berdasar BPS
Provinsi Jambi masih diangka Rp 2.217.367,- per bulan. Upah ini lebh
rendah dari UMR Provinsi Jambi sebesar Rp 2.630.162,- per bulan. Bila
dibandingkan dengan Provinsi lain di Sumatera, Aceh menjadi provinsi
dengan upah minimum tertinggi sebesar Rp 3.165.031,-. Sementara
145
upah minimum tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp
4.276.350,-. Tentunya dengan adanya KI Kemingking diharapkan upah
minimum Kabupaten Muaro Jambi dapat terdongkrak seperti kota-kota
lainnya yang telah menikmati manfaat industrialisasi.
146
d. Sistem informasi, perlu diciptakan jaringan yang baik dengan
berbagai perusahaan lainnya demi mengembangkan usaha.
e. Peningkatan jiwa kewirausahaan pada masyarakat lokal, perlu
adanya peningkatan kualitas SDM pada masyarakat lokal untuk
membangun UMKM
f. Peningkatan keterlibatan peran pemerintah Provinsi Jambi dan
Kabupaten Muaro Jambi, bantuan permodalan dari pemerintah
daerah hanya diberikan kepada usaha mikro dan kecil, sedangkan
usaha menengah tidak diberikan karena dinilai sudah cukup maju.
Faktanya usaha menengah masih butuh bantuan.
147
di bawah ini seperti dikutip dari Tata Kelola Aspek Risiko dan Lingkungan,
USAID.
Dalam aspek ini akan ditinjau mengenai dampak positif dan negatif
yang timbul dari kegiatan operasional KI Kemingking tersebut, yaitu :
148
2.4.6. Analisis Risiko
Risiko Permintaan
Risiko Perizinan
149
Tabel 39. Risiko Perizinan
150
ditingkatkan status jalannya menjadi jalan provinsi dengan lebar dan
kualitas jalan sesuai dengan beban kendaraan yang melewatinya.
Tabel 40. Risiko Implementasi Infrastruktur Pendukung
151
bagaimana peraturan pemerintah dan faktor hukum memengaruhi
lingkungan implementasi kebijakan baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten. Masalah utama pengembangan pabrik minyak goreng adalah
stabilitas politik dan ketersediaan pedoman pajak dan lain sebagainya.
Tabel 41. Risiko Regulasi dan Politik
152
Hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis risiko finansial yaitu
terjadinya perubahan perekonomian yang berhubungan dengan moneter,
terutama dengan tingkat suku bunga dan nilai tukar Rupiah. Faktor internal
perusahaan juga berpengaruh dalam mengatur keuangan perusahaan,
seperti memperhatikan cashflow perusahaan.
1. Suku bunga
Suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diimplementasikan pada Bank Umum akan berpengaruh terhadap
perhitungan bisnis karena pelaksanaan proyek pabrik minyak goreng
sebagian akan didanai dengan pinjaman dari bank. Untuk
meminimalisasi risiko tersebut, pada saat menetapkan tingkat suku
bunga dalam asumsi-asumsi perhitungan OPEX, nilai suku bunga yang
disepakati harus di atas tingkat suku bunga pasar.
2. Nilai tukar rupiah
Sebagian material-material untuk pembangunan pabrik berasal dari
luar negeri sehingga transaksinya masih menggunakan mata uang
Dolar. Apabila nilai tukar mata uang Rupiah merosot tajam, akan sangat
berpengaruh terhadap OPEX yang telah dihitung sebelum bisnis
dijalankan. Hal lain yang mempengaruhi perhitungan bisnis adalah
inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Diharapkan inflasi yang terjadi
sesuai dengan prakiraan yang sudah ditetapkan yaitu tidak lebih dari
4% dan pertumbuhan ekonomi dapat terus bergerak positif, sehingga
daya beli masyarakat dapat kembali normal dan tumbuh meningkat.
153
Tabel 42. Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang
154
Risiko Force Majeure dan Lingkungan
155
Tabel 45. Identifikasi, Tahapan, Alokasi, dan Mitigasi Risiko
Outstanding Issue
1. Isu-isu Kritis
Dalam pengembangan industry oleofood (minyak goreng) di Kawasan
Industri Kemingking, terdapat permasalahan yang menjadi isu kritis
dan prioritas untuk segera diselesaikan, sebagai berikut:
a. Pembentukan regulasi terkait perizinan oleh pemerintah daerah;
b. Penyediaan fasilitas umum dan khusus untuk pengadaan industri
minyak kelapa sawit;
c. Penyediaan pintu air untuk pengendalian banjir;
156
d. Pembentukan kemitraan dengan pabrik kelapa sawit dalam
penyediaan jaminan pasokan bahan baku CPO;
e. Pembukaan peluang pasar ekspor dan kerjasama dengan negara
tujuan ekspor minyak goreng.
157
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. BPFE. Yogyakarta
Habibie, Sudirman dkk. 2015. Pengembangan Klaster Perkapalan untuk
Meningkatkan Daya Saing Industri Perkapalan Nasional. M.P.I.
Vol.9, No 2 (67-76).
Kementerian Investasi/BKPM. 2021. Laporan Akhir Industri Minyak Goreng
Kawasan Industri Kemingkin Provinsi Jambi.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah:
Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Krieger, T., Sander Martig, D., Van den Brink, E., Berger, T. 2016. Working
on Self-compassion Online: a Proof Concept and Feasibility study.
Internet Reservations Journal 6: 64-70.
Mawardi, E.T., Sudaryono, M.Ali, dan Imran. 2007. Penelitian
Pengembangan Agribisnis Jagung dan Kedelai di Pasaman Barat.
Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama BPTP Sumbar dan Bappeda
Pasaman Barat.
Meidayani, Ni Made, Made Antara, dan Widhianthini. 2021. Analisis Potensi
Unggulan dan daya Saing Komoditas Tanaman Perkebunan di
Kabupaten Jembrana. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Vol 10 No.
2:643-652
Muta’ali, Lutfi, 2015. Teknik Analisis Regional Untuk Perencanaan Wilayah
Tata Ruang dan Lingkungan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Geografi (BPFG).
Porter, M. (1990) The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New
York.
158
Porter, M.E. (2000) Location, Competition and Economic Development:
Local Clusters in a Global Economy. Economic Development
Quarterly, 14, 15-34.
http://dx.doi.org/10.1177/089124240001400105
Purnomo, RA., Riawan, La Ode Sugianto. 2017. Studi Kelayakan Bisnis.
Unmuh Ponorogo Press. Ponorogo.
Rachbini, Didik J, 2001. Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Manusia.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Rice, P. F., & Horton, M. J. (2010). Analysis of recent changes in Arkansas
personal income: 2007–2009: a shift-share approach. Journal of
Business Administration Online, 9(2), 01–12.
Schmitz, Constance C and Worthen Blaine R. Conceptual Challenges
Confronting Cluster Evaluation. SAGE Journals vol 3(3).
https://doi.org/10.1177/135638909700300304
Siahaan, S., Manalu, R., & Santoso, A., (2015). Peningkatan kesejahteraan
petani dari perspektif rantai pasokan industri perkebunan: Analisis
kebijakan, infrastruktur, dan kelembagaan. Laporan Akhir
Kumulatif Kegiatan Unggulan LIPI Tahun Anggaran 2015. Pusat
Penelitian Kependudukan - LIPI.
Soepono, Prasetyo. 1993. Analisis Shift-share : Perkembangan dan
Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, volume 8 nomor
1.Yogyakarta. Fakultas Ekonomi UGM
Subagyo, A. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Suryadi G, Priyarsono DS, Arsyianti LD. 2015. Analisis Pembiayaan Sektor
Perdagangan Hotel dan Restoran pada Perbankan Syariah di
Indonesia. Jurnal Al- Muzara’ah, Vol. 2, No. 2 ISSN p: 2337-6333;
e: 2355-4363
159
Suyanto. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar
Swadaya, Yogyakarta.
Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat, Prisma, Jakarta.
The Japan International Cooperayion Agency (JICA). 2004. JICA Annual
Report 2004, Implementation of JICA Reforms.
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan. Aplikasi Komputer (Era
Otonomi Daerah). UUP STIM YKPN. Yogyakarta.
160