Professional Documents
Culture Documents
Design of Portable Bathing Aids and Toilet Activities For Lower Disabled Persons
Design of Portable Bathing Aids and Toilet Activities For Lower Disabled Persons
Perancangan Alat Bantu Mandi dan Aktifitas Toilet Portabel Tunadaksa Bagian Bawah
Design of Portable Bathing Aids and Toilet Activities for Lower Disabled Persons
22
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
Pendahuluan
Tunadaksa adalah penyandang disabilitas fisik dengan gangguan fungsi gerak, seperti
amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy, akibat stroke, kusta, dan orang
kecil (Indonesia, 2017). Tunadaksa di Indonesia menempati urutan ketiga (10,26%) setelah
disabilitas ganda (39,97%) dan kesulitan melihat (29,63%) (RI, 2013). Penyandang disabilitas
perlu meningkatkan kualitas diri, menghilangkan citra “ketergantungan” terhadap orang lain,
sehingga pengembangan kemandirian penyandang disabilitas adalah program urgent baik bagi
pemerintah maupun organisasi non-pemerintah untuk memberikan hak-hak difabel sebagai
warga negara dengan derajat sama dimata hukum tanpa melihat perbedaan fisik (Gutama &
Setyaningsih, 2016). Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan kemandirian penyandang
tunadaksa perlu dikembangkan dan diupayakan.
Kemandirian adalah kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak,
tidak tergantung dengan kemampuan orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas
mengatur kebutuhannya sendiri (Nurhayati, 2018). Tingkat kemandirian disabilitas diukur
dengan skala Activity of Dialy Living (ADL) berdasarkan kemampuan melakukan kegiatan
sehari-hari seperti mandi, aktivitas toilet, mengenakan pakaian, berpindah tempat dan makan
(McDowell, 2006). Aktifitas mandi dan toilet disabilitas usia dini dapat dibantu keluarga dan
orang terdekat, namun seiring bertambahnya usia menuju dewasa, aktifitas ini lebih baik
dilakukan mandiri karena menyangkut hal privat. Aksesibilitas diperlukan untuk mendukung
kemandirian tersebut. Bentuk aksesibilitas disabilitas dapat berupa fasilitas umum, peralatan
pendukung dan rambu (Umum, 1998). Peralatan pendukung aktivitas mandi dan toilet
disabilitas tunadaksa dapat diupayakan pada kamar mandi tempat tinggal tunadaksa, namun
23
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
seiring berkembangan aktivitas untuk berkarya seperti orang normal diluar rumah, tunadaksa
dihadapkan pada fasilitas kamar mandi umum yang mayoritas belum mempunyai fasilitas
pendukung tunadaksa.
Perancangan dan pengembangan alat bantu tunadaksa telah dilakukan untuk tujuan dan
jenis tunadaksa yang berbeda. Nurhayati (2017) mengembangkan alat bantu makan tunadaksa
dengan keterbatasan fungsi tangan menggunakan metode Quality Function Development (QFD)
dan menghasilkan prototipe Adjusted Spoon V2 yang diujikan pada tunadaksa serta terbukti
dapat memenuhi kebutuhan pengguna dalam fleksibilitas pergerakan sendok, pergerakan stick
dan kelenturan tekanan treadle. Rahman (2017) merancang protesus lengan tunadaksa bawah
siku (amputasi transradial) dengan metode shadowing dan reverse engineering hingga diperoleh
model prototipe protesis penunjang penampilan fisik dan aktivitas power grip dengan harga
terjangkau dan nyaman digunakan dalam waktu lama. Putra & Noya (2018) merancang dan
mengembangkan konsep kursi roda terintegrasi dengan sepeda motor bernama Connectoer
Wheelchair (CW) dengan metode QFD dan menghasilkan rancangan 3D produk dengan
material kuat (chromoly), menggunakan sabuk pengaman dua titik, memiliki shock
absorber/breaker ganda sebagai peredam goncangan, mampu menahan beban dengan baik dan
awet. Junianto & Kuswanto (2018) merancang kaki palsu pembantu jalan tunadaksa transtibal
dengan metode Reverse Enginnering dan menghasilkan produk kaki palsu Prosthetic leg dengan
desain mirip kaki asli, berbahan lembut, mekanisme mengcover gerakan plantar dan dorsi
flexion, peredam benturan serta ringan agar pengguna mampu berjalan dengan cepat dan tidak
mudah lelah. Arsyad & Anzarih (2018) merancang dan membuat kursi penderita Cerebral Pasi
dan dihasilkan kursi dengan fungsi seperti produk Easy Stand namun harga produksi lebih
murah hingga 60%. Berkaitan dengan aktivitas mandi dan toilet, Damayanti et al (2016)
merancang alat bantu aktivitas mandi dan toilet bagi tunadaksa bagian bawah dengan metode
deskriptif dan komparasi hingga diperoleh spesifikasi dan desain alat namun masih memiliki
kekurangan yaitu bentuk tidak portabel dan dimensi tidak memungkinkan dibawa beraktivitas
diluar rumah seperti bepergian menginap atau aktivitas di luar rumah yang mengharuskan
tunadaksa menggunakan kamar mandi/toilet umum tanpa fasilitas pendukung serta tidak dapat
digunakan di kloset jongkok.
Perancangan dan pengembangan terdahulu alat bantu mandi dan aktifitas toilet tunadaksa
terutama tunadaksa bagian bawah belum terdapat alat bantu yang mudah dibawa bepergian
(portabel) dan dapat digunakan untuk kloset jangkok atau duduk, sehingga tujuan dari penelitian
ini adalah merancang alat bantu tersebut agar semakin memperluas kemandirian tunadaksa
bagian bawah. Perancangan alat bantu mandi dan aktivitas toilet didasarkan kebutuhan
pengguna dan diperuntukan bagi tunadaksa yang tidak dapat berjalan tanpa alat bantu namun
masih memiliki fungsi tangan normal. Perancangan dilakukan dengan tahapan front-end process
(Ulrich & Eppinger, 2012) sebagai metode perancangan utama dan metode TRIZ (Alʹtshuller,
1999) yang berperan menyelesaikan kontradiksi yang timbul selama proses perancangan.
Metode
Objek penelitian ini adalah alat bantu mandi dan aktivitas toilet bagi tunadaksa bagian
bawah yang portabel dan dapat digunakan pada kloset duduk dan jongkok. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi voice recorder (merekam data customer voice), kuesioner tingkat
kepentingan atribut, laptop (pengolahan data, proses perancangan, pembuatan laporan dan
publikasi), SPSS (pengujuan statistik) dan Autodesk Inventor (desain 3D). Produk pada
penelitian ini dirancang dengan tahapan Front-end process (memperoleh spesifikasi dan desain
24
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
produk) dan metode TRIZ (mengatasi kontradiksi antar spesifikasi dan target serta kontradiksi
saat pemilihan konsep produk). Alur proses perancangan ditunjukan pada Gambar 3.1.
25
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
Setelah diperoleh solusi konsep kerja alat terbaik, solusi konsep lalu bersama dengan
spesifikasi dan target yang telah diperoleh sebelumnya diwujudkan kedalam model 3D alat
bantu aktivitas mandi dan toilet tunadaksa yang portabel. Proses pemodelan 3D menggunakan
software Autodesk Inventor dengan prinsip kerja sesuai dengan solusi konsep terbaik dan
memenuhi spesifikasi dan target yang ditentukan.
Tabel 1 menunjukan kebutuhan “alat kuat dan kokoh saat digunakan” menempati urutan
kepentingan pertama dengan percent importance (6,39 %), “tidak licin digunakan di kamar
mandi” urutan kedua (6,28%), dan “alat nyaman digunakan” urutan ketiga (6,24 %). Hal ini
menunjukan 3 kebutuhan utama alat bantu mandi portabel tuna daksa bagian bawah adalah pada
26
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
keamanan dan kenyamanan saat digunakan. Sementara urutan kepentingan terendah adalah
kebutuhan “dapat digunakan sebagai tempat duduk” (4,5 %).
Data tingkat kebutuhan produk kemudian diuji validitas dan reliabilitas dengan software
SPSS untuk memastikan setiap kebutuhan valid dan reliabel. Setiap kebutuhan dinyatakan valid
bila nilai r hitung > r tabel, r tabel untuk 18 tingkat kebutuhan dengan jumlah 38 responden
adalah 0,312 dan hasil pengujian validitas menunjukan semua kebutuhan valid dengan nilai
diatas 0,312. Hasil pengujian reliabilitas dinyatakan reliabel bila nilai Cronbach’s alpha diatas
0,6 (Ghozali, 2012). Hasil pengujian reliabilitas (SPSS) menunjukan hasil reliabel dengan nilai
Cronbach’s alpha 0,731.
Kebutuhan produk yang telah valid dan reliabel selanjutnya diterjemahkan menjadi
spesifikasi dan target yang akan dipenuhi oleh produk alat bantu mandi bantu tuna daksa bagian
bawah. Proses penerjemahan setiap kebutuhan dilakukan dengan membuat spesifikasi dan target
yang spesifik dan terukur. Proses ini melibatkan pakar di bidang desain mekanik, desain produk,
peralatan disabilitas dan pakar disabilitas dalam menerjemahkan masing-masing kebutuhan
produk kedalam voice of engineer (metrik spesifikasi dan target). Hasil spesifikasi dan target
dalam daftar metrik dengan hubungan antar masing-masing kebutuhan pengguna dan masing-
masing metrik ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar Metrik Spesifikasi dan Target
No
No Kepen- Satu-
Atribut/Kebutuhan Metrik
Metrik tingan an
Produk
1 1 Material kerangka dan body alat 11,22 subj.
2 2 Alas kaki alat 5,86 subj.
3 3 Tinggi handle dan tempat duduk alat 14,11 mm
4 4 Harga alat 5,54 Rupiah
5 6, 13, 14 Dimensi maksimal alat 10,90 mm
6 7, 11, 15, 18 Mode fungsional 16,42 subj.
7 10 Pengunci alat 5,19 subj.
8 16 Posisi pengait / keranjang pembawa alat mandi 1,52 mm
9 14 Dimensi alat terlipat 6,50 mm
10 1, 3, 12, 14 Berat alat 14,40 gram
11 1, 4, 12 Beban maksimal alat 8,35 gram
Tahap selanjutnya dikumpulkan informasi tentang produk sejenis dari alat bantu mandi
tuna daksa bagian bawah yang selama ini digunakan seperti berbagai jenis kursi roda dan walker
sebagai referensi pendukung pengambilan keputusan dalam menetapkan nilai spesifikasi dan
target alat yaitu nilai ideal dan marginal. Nilai ideal adalah nilai terbaik bagi spesifikasi dan
target produk yang hendak dirancang, sementara nilai marginal adalah nilai yang masih
ditoleransi agar spesifikasi produk masih masuk dalam target perancangan untuk dapat
memenuhi fungsinya dengan baik. Informasi yang digali dari produk sejenis merupakan
informasi yang spesifik dan berkaitan dengan metrik spesifikasi dan target produk yang hendak
dirancang, diperoleh dari penelitian ini (mengacu pada metrik Tabel 2). Selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan masing-masing nilai marginal dan nilai ideal. Hasil
pengumpulan data spesifikasi produk sejenis ditunjukan pada Tabel 3.
Berdasarkan informasi spesifikasi produk sejenis Tabel 3, ditentukan nilai ideal dan
marginal produk untuk setiap metrik secara spesifik, namun pada metrik dimensi alat terlipat
referensi yang digunakan bukan dari spesifikasi produk sejenis karena referensi produk sejenis
27
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
hanya digunakan ditempat saja dan tidak diperuntukan untuk mudah dibawa saat bepergian.
Nilai marginal dan ideal dari metrik dimensi alat terlipat ditentukan berdasarkan ukuran
maksimal benda dapat masuk kedalam ukuran koper kabin terbesar yang masih diijinkan untuk
dibawa di kabin pesawat yaitu koper berdimensi maksimal 360x230x530 mm (PxLxT),
sehingga dimensi alat terlipat ditargetkan lebih kecil daripada dimensi tersebut agar barang lain
yang dapat dibawa pada koper tersebut dapat semaksimal mungkin. Secara spesifik nilai
marginal dan ideal dari setiap metrik produk yang dirancang ditunjukan pada Tabel 4.
Metrik dari penerjemahan kebutuhan pelanggan (Tabel 2) memiliki beberapa metrik yang
saling berkontradiksi untuk dapat dipenuhi, diantaranya adalah; dimensi maksimal alat (5),
mode fungsional (6), dimensi alat terlipat (9), berat alat (10) dan beban maksimal alat (11).
Material
kerangk 11, sub Alumunium Alumuniu Alumunium Alumunium dan
1 1 a dan m dan
body 22 j. dan parasut plastik dan ABS plastik
alat
Roda karet Roda karet
Roda karet
Alas 5,8 sub (tidak (tidak Roda karet (tidak
2 2 kaki alat 6 j. (digerakan digerakan digerakan digerakan tangan)
tangan)
tangan) tangan)
Tinggi
handle 940/n/a
& 14, 780-880
3 3 mm 710 / n/a 900 / 500 (adjust <=
tempat 11 (adjustable) / n/a
200)
duduk
alat
Harga 5,5
4 4 alat 4 Rp 3.700.000 6.814.603 12.044.500 895,311
Dimensi 840x600x71 530x530x9 700 x 470 x 610x610x780-880
5 6, 13, 14 maksim 10, mm 0 00 940 (adjustable)(PxLx
90
al alat (PxLxT) (PxLxT) (P x L x T) T)
Berdiri & Berdiri &
Mode Berdiri &
7, 11, 16, sub Duduk berjalan, berjalan,
6 fungsion berjalan, duduk
15, 18 42 j. bersandar duduk duduk
al bersandar
bersandar bersandar
Pengunc 5,1 sub stoper, snap,
7 10 stoper n/a stoper
i alat 9 j. screw
Posisi
pengait /
1,5
8 16 keranjan mm n/a n/a n/a n/a
g alat 2
mandi
Dimensi
6,5 840 x 340 x
9 14 alat 0 mm 710 (PxLxT) n/a n/a n/a
terlipat
28
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
Metrik 6 dan metrik 11 merupakan matrik yang harus dipenuhi, terutama metrik mode
fungsional alat (6) yang memiliki nilai kepentingan metrik tertinggi yang berkontradiksi yaitu
16,42% dimana metrik ini harus dapat membuat produk dalam mode berdiri dan berjalan (untuk
sandaran saat berdiri dan berjalan ke kamar mandi), mode duduk (untuk aktivitas mandi dan
BAB pada WC duduk) dan mode jongkok karena produk ini juga ditargetkan dapat digunakan
untuk WC jongkok. Sementara itu metrik beban maksimal alat (11) menuntut alat aman saat
digunakan untuk menopang beban dari tubuh pengguna. Berdasarkan perbandingan produk
sejenis, produk dituntut dapat menopang beban dari 100 hingga 136 kg. Usaha yang dilakukan
dalam proses perancangan produk untuk dapat memenuhi kedua metrik tersebut akan
berkontradiksi dengan meningkatnya metrik 5, 9 dan 10 produk yang seharusnya dimensi
maksimal alat, dimensi alat terlipat dan berat alat dibuat seringkas dan seringan mungkin karena
konsep produk yang dirancang adalah portabel dan mudah dibawa bepergian.
29
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
30
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
Gambar 2. Model Kotak Hitam Produk Gambar 3. Model Kotak Transparan Produk
31
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
Tabel 8 menunjukan berbagai solusi konsep setiap sub masalah yang selanjutnya
dievaluasi feasibilitasnya untuk saling dikombinasikan. Mekanisme pelipat model link (engsel)
mempunyai karakteristik mengurangi dimensi pada 1 sumbu namun menambah dimensi sumbu
lainnya, sehingga tidak dapat digunakan pada 2 atau 3 sumbu sekaligus. Mekanisme pelipat
model sliding tidak menambah dimensi sumbu lain saat digunakan, namun pengurangan
dimensi mekanisme ini tidak terlalu signifikan. Berkaitan dengan hal tersebut untuk
memperoleh pengurangan dimensi yang optimal maka mekanisme model link digunakan pada
sumbu Z karena mekanisme ini lebih kuat untuk menyangga beban pengguna saat digunakan
sehingga mekanisme sliding pada sumbu Z dieliminasi. Pada sumbu X dan Y karena mekanisme
link sudah digunakan di sumbu Z, maka yang memungkinkan masing-masing menggunakan
mekanisme sliding karena sumbu X dan Y tidak menyangga beban pengguna saat digunakan
dan pengurangan dimensi pada kedua sumbu ini tidak dituntut terlalu signifikan sehingga
mekanisme pelipat model link pada kedua sumbu ini dapat dieliminasi.
Solusi konsep mekanisme pengunci, snap lock lebih diperuntukan untuk mengunci
mekanisme model pintu dan tidak feasibel diaplikasikan pada mekanisme pelipat sehingga dapat
dieliminasi. Pengunci model thread lock tidak praktis digunakan untuk mengunci mekanisme
sliding terutama mekanisme sliding yang terdiri dari beberapa ruas karena memerlukan waktu
yang relatif lama untuk memutar ulir, sehingga mekanisme ini hanya cocok digunakan pada
mekanisme pelipat model link. Mekanisme pengunci model spring lock memerlukan ruang lebih
dalam penempatannya untuk mengunci mekanisme pelipat, sehingga pada pelipat model sliding
terutama yang terdiri dari beberapa ruas akan tidak compact jika diaplikasikan.
Mekanisme pelipat model link tidak dapat dikunci dengan pengunci model flexible plate
lock karena mekanisme pengunci ini khusus untuk mekanisme sliding. Pengunci model ball lock
tidak feasibel diaplikasikan pada pelipat model link karena tidak mampu menahan beban geser
besar pada mekanisme sliding. Mekanisme pengunci pin lock diaplikasikan pada mekanisme
pelipat model link, namun pengunci pin lock berpotensi terlepas saat digunakan di sumbu Z
karena beban yang diterima oleh sumbu ini. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, maka
calon solusi dari setiap sub masalah yang feasibel untuk diaplikasikan ditunjukan pada Tabel 9.
32
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 9, selanjutnya calon solusi dari masing-masing sub
masalah dikombinasikan menjadi 12 solusi konsep yang ditunjukan pada Tabel 10.
Proses selanjutnya, 12 kombinasi solusi masalah dimasukan sebagai input matriks seleksi
proses penyaringan konsep. Proses penyaringan konsep bertujuan menyeleksi beberapa konsep
yang lebih baik dengan menggunakan beberapa kriteria penyaringan meliputi; kemudahan
penggunaan, durabilitas, ke-compact-an alat, biaya manufaktur dan kemudahan manufaktur.
Proses penyaringan konsep membandingkan masing-masing kriteria penilaian dengan produk
referensi yaitu produk “Pano Lightweight Wheeled Walker (WA01071)”, kemudian diberikan
nilai “+” jika lebih baik, “0” jika setara dan “-“ jika lebih buruk. Hasil peyaringan konsep
ditunjukan pada Tabel 11 yang mana diperoleh konsep 6, 10 dan 11 memperoleh nilai tertingi
dan akan dijadikan input untuk proses penilaian konsep.
Jumlah (+) 0 1 2 2 1 2 3 1 1 2 3 3 2
Jumlah (0) 5 2 2 2 3 2 1 3 3 2 1 1 2
33
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
Jumlah (-) 0 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai akhir 0 -1 1 1 0 1 2 0 0 1 2 2 1
Peringkat 3 4 2 2 3 2 1 3 3 2 1 1 2
tid tid tid tid tid tid tid tid tid
Lanjutkan ? tidak ya ya ya
ak ak ak ak ak ak ak ak ak
Proses penilaian konsep dilakukan dengan kriteria penilaian lebih spesifik dan terdapat
bobot pada setiap sub kriteria. Sub kriteria penilaian ditentukan dengan mendetailkan setiap
kriteria penilaian dari matriks penyaringan konsep dan memberikan bobot untuk masing-masing
sub kriteria penilaian. Penilaian konsep dilakukan dengan membandingkan setiap kombinasi
konsep dengan konsep referensi dan meberikan nilai 1 bila konsep yang dinilai sangat buruk
dibandingkan referensi, 2 jika lebih buruk, 3 jika sama, 4 jika lebih baik dan 5 jika sangat lebih
baik. Setelah semua kombinasi konsep ternilai, selanjutnya setiap nilai dikalikan dengan bobot
per sub kriteria hingga diperoleh nilai bobot setiap sub kriteria pada ketiga kombinasi konsep.
Nilai bobot setiap kombinasi konsep selanjutnya dijumlahkan hingga diperoleh nilai total dari
setiap kombinasi konsep yang kemudian diberikan peringkat mulai dari nilai tertinggi hingga
terendah. Kombinasi konsep dengan nilai tertinggi yaitu konsep 11 merupakan konsep terpilih
yang dijadikan sebagai solusi konsep (Tabel 13).
Konsep 11 yang merupakan solusi konsep mempunyai spesifikasi yang ditunjukan pada
Tabel 13. Proses perancangan dalam memilih konsep alat tidak ditemukan kontradiksi desain,
sehingga metode TRIZ tidak perlu digunakan pada tahapan tersebut untuk mengatasi
kontradiksi. Secara keseluruhan dari hasil perancangan dalam penelitian ini, diperoleh beberapa
informasi sebagai input dalam proses pemodelan secara 3 dimesi pada tahap perancangan
selanjutnya meliputi informasi tentang; daftar metrik yang berisi spesifikasi alat dengan nilai
34
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
kepentingan setiap atribut dan spesifikasi serta target dalam nilai ideal dan marginal (Tabel 4),
Solusi TRIZ untuk mengatasi kontradiksi yang terbentuk diantara spesifikasi produk agar dapat
mencapai target yang diinginkan (Tabel 7) dan hasil solusi konsep produk yang berisi konsep
prinsip kerja produk dalam melakukan fungsinya saat digunakan (Tabel 13).
Tabel 13. Hasil Solusi Konsep Produk
Nama konsep solusi masalah: Konsep 11
Mekanisme pelipat sumbu X Sliding
Mekanisme pengunci sumbu X Flexible plate lock
Mekanisme pelipat sumbu Y Sliding
Mekanisme pengunci sumbu Y Flexible plate lock
Mekanisme pelipat sumbu Z Link
Mekanisme pengunci sumbu Z Spring lock
Gambar 4. Hasil Pemodelan 3 Dimensi Produk (A) Mode Kloset Duduk, (B) Mode Kloset Jongkok 1,
(C) Mode Kloset Jongkok 2, (D) Mode Terlipat
Pembahasan
Perancangan alat bantu mandi dan aktifitas toilet tunadaksa bagian bawah menghasilkan
desain yang didasari kebutuhan pengguna dengan pertimbangan prioritas tingkat kepentingan
setiap kebutuhan (Tabel 1). Setiap kebutuhan pengguna diterjemahkan menjadi spesifikasi dan
target alat (Tabel 4) sehingga dapat digunakan sebagai acuan pembuatan desain produk bersama
dengan hasil penilaian konsep terbaik (Tabel 13) dan setelah dimodelkan dalam model 3 dimensi
diperoleh desain produk yang ditunjukan pada Gambar 4. Pemodelan 3 dimensi menghasilkan
desain produk alat bantu yang portabel karena dapat dilipat untuk meminimalkan dimensi alat
ketika tidak digunakan atau dibawa bepergian oleh tunadaksa bagian bawah untuk mendukung
aktifitasnya. Hasil pemodelan 3 dimensi alat mempunyai dimensi maksimal 507x588x963 mm
(PxLxT) dan dimensi terlipat 215x146x265 mm (PxLxT) yang mana berdasarkan pemodelan 3
dimensi dengan mempertimbangkan berbagai hal teknis dalam proses perancangan, masih dapat
35
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
memenuhi nilai spesifikasi dan target alat pada nilai marginal (nilai toleransi yang masih
diijinkan). Dimensi maksimal alat menunjukan bahwa alat bantu masih dapat masuk dengan
mudah pada pintu kamar mandi secara umum. Hasil mekanisme pelipat ini mampu mereduksi
dimensi maksimal alat sebesar 58% untuk panjang, 75% untuk lebar dan 62% untuk tinggi alat
dalam kondisi terlipat. Hal ini menunjukan bahwa dalam keadaan terlipat, alat bantu dapat
dimasukan kedalam koper kabin dengan ukuran terbesar yang masih diijinkan untuk bepergian
dengan pesawat dengan dimensi koper 360x230x530 mm (PxLxT). Pemodelan 3 dimensi
berdasarkan hasil perancangan memuat fungsi alat untuk dapat digunakan pada model kloset
duduk dan jongkok saat digunakan membantu aktifitas buang air besar tunadaksa bagian bawah.
Fungsi alat bantu saat digunakan pada kloset jongkok terdapat dua pengaturan ketinggian alat
bantu mengingat kondisi ketinggian kloset jongkok di berbagai tempat yang berbeda-beda
(Gambar 4 (a) dan (b)), sehingga dapat mengakomodasi kondisi tersebut.
Hasil desain pada perancangan ini menunjukan bahwa penerapan fitur alat dapat dilipat
dan digunakan pada kloset jongkok memperbaiki kekurangan perancangan alat bantu yang telah
dilakukan sebelumnya (Damayanti et al., 2016) yang belum mempunyai kedua fitur terebut.
Desain alat model 3 dimensi menggunakan material alumunium pada rangka alat dan material
plastik PVC pada bagian tempat duduk pengguna dengan kontur kasar agar tidak licin saat
digunakan dan mudah dikeringkan setelah digunakan. Aplikasi material pada model 3 dimensi
terebut membuat alat tetap ringan untuk digunakan dan dibawa bepergian dengan berat 4,7 kg
(masuk dalam toleransi nilai marginal Tabel 4). Alas bagian alat bantu dilengkapi dengan
material karet sesuai yang memenuhi spesifikasi hasil perancangan agar tidak mudah terpelesat
saat digunakan di kamar mandi.
Proses perancangan ini menggunakan bantuan metode TRIZ untuk mengatasi kontradiksi
yang timbul antar spesifikasi dan target dan menimbulkan trade-off. Penggunaan metode TRIZ
terbukti dapat memberikan solusi (7 solusi, Tabel 7) yang berguna dan relevan untuk
diaplikasikan dalam memaksimalkan desain alat agar dapat memenuhi spesifikasi dan target
yang terbentuk pada perancangan ini dengan optimal. Sebagai contoh dalam menurunkan
dimensi alat terlipat namun tetap memenuhi mode fungsional alat (membantu berdiri dan
berjalan, duduk dan jongkok) dengan baik, metode TRIZ memberikan solusi pada desain alat
untuk membagi komponen menjadi bagian-bagian tersendiri dan mudah dibongkar/digerakan,
sehingga solusi ini dapat secara optimal meminimalkan dimensi alat saat dilipat. Contoh lain,
untuk meminimalkan berat alat namun tetap kuat metode TRIZ memberikan solusi untuk
menyesuaikan material yang ringan namun tetap kuat dalam menahan beban saat digunakan,
sehingga digunakan material alumunium untuk memenuhi tuntutan tersebut serta menambah
keuntungan lain yaitu material ini tidak berkarat walaupun sering terkena air saat digunakan
dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Kesimpulan pada perancangan ini ialah diperoleh desain alat bantu mandi dan aktifitas
toilet bagi tunadaksa bagian bawah dalam model 3 dimensi (Gambar 4) yang dirancang
berdasarkan kebutuhan pengguna (Tabel 1) yang diterjemahkan menjadi spesifikasi dan target
produk (Tabel 4) sebagai input perancangan bersama dengan hasil penilaian konsep (Tabel 13).
Pemodelan 3 dimensi dibuat dengan pertimbangan hasil analisis metode TRIZ (Tabel 7)
terhadap beberapa spesifikasi dan target yang saling berkontradiksi sehingga diperoleh hasil
desain yang optimal untuk mewujudkan spesifikasi dan target yang diperoleh dari proses
perancangan ini. Model 3 dimensi yang diperoleh dapat dilipat menjadi dimensi yang lebih
ringkas untuk dibawa bepergian dan dapat dimasukan pada koper dengan ukuran yang masih
36
Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume: 7, No. 2, Bulan Agustus, hal. 22-38
diijinkan untuk masuk pada bagasi pesawat. Selain itu hasil model 3 dimensi alat bantu selain
dapat digunakan pada kloset duduk juga memungkinkan digunakan pada kloset jongkok dengan
2 pilihan pengaturan ketinggian alat sesuai dengan kondisi kloset jongkok yang digunakan.
Hasil rancangan alat bantu mandi dan aktifitas toilet bagi tuna daksa bagian bawah pada
perancangan ini masih berupa informasi desain dan model 3 dimensi. Pada tahap penelitian
selanjutnya informasi hasil perancangan dan model 3 dimensi dapat dilanjutkan ke tahap
prototyping dan dilakukan pengujian kepada pengguna secara riil untuk memperoleh masukan
yang bermanfaat untuk pengembangan alat selanjutnya.
Daftar Pustaka
Alʹtshuller, G. S. (1999). The Innovation Algorithm: TRIZ, Systematic Innovation and Technical
Creativity. Technical Innovation Center, Inc.
Arsyad, M., & Anzarih, A. M. (2018). Perancangan dan Pembuatan Kursi Penderita Cereblal
Palsi. Seminar Nasional Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (SNP2M).
Damayanti, A., Yunidar, D., & Sadika, F. (2016). Perancangan Sarana Kegiatan Eliminasi
Untuk Penyandang Difabel Kaki Dengan Studi Kasus Pada Kamar Mandi Rumah Tinggal.
EProceedings of Art & Design, 3(1).
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19, Edisi 5,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Terhadap Penghindaran Pajak Di
Perusahaan Manufaktur, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Griffin, A., & Hauser, J. R. (1993). The Voice of The Customer. Marketing Science, 12(1), 1–
27.
Guilford, J. P. (1950). Fundamental Statistics in Psychology and Education.
Gutama, T. A., & Setyaningsih, R. (2016). Pengembangan Kemandirian bagi Kaum Difabel.
Jurnal Sosiologi DILEMA, 31(1), 42–52.
Indonesia. (2017). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas. Manuscript.
Junianto, A. D., & Kuswanto, D. (2018). Desain Kaki Palsu untuk Membantu Aktivitas Berjalan
Pada Tuna Daksa Transtibial dengan Menggunakan Rapid Prototyping dan Reverse
Engineering. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 7(1), 15–18.
Kerlinger, F. N. (1966). Foundations of Behavioral Research.
McDowell, I. (2006). Measuring Health: A Guide to Rating Scales and Questionnaires. Oxford
University Press, USA.
Nurhayati, Emmy. (2017). Aplikasi Metode Quality Function Deployment dalam
Pengembangan Desain Alat Bantu Makan Bagi Penderita Tuna Daksa. Science Tech, 3(1),
37–45.
Nurhayati, Eti. (2018). Bimbingan, Konseling, dan Psikoterapi Inovatif (Vol. 2). Pustaka
Pelajar.
Putra, H. E., & Noya, S. (2018). Perancangan dan Pengembangan Connector Wheelchair
Sebagai Alat Bantu Tuna Daksa. Productum: Jurnal Desain Produk (Pengetahuan Dan
37
Patrisius Edi Prasetyo, Agustinus Eko Susetyo dan Dyah Ari Susanti, Perancangan Alat Bantu …
38