Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

KORELASI PERJANJIAN KERJA DALAM UPAYA PERWUJUDAN

KESEJAHTERAAN PEKERJA BERDASARKAN PERSPEKTIF


HUKUM KETENAGAKERJAAN
Afriliani Zahra1 Fatma Ulfatun Najicha2
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
E-mail Korespondensi: fatmanajicha_law@staff.uns.ac.id
Abstract
A work agreement according to Law Number 13 of 2003 is an agreement between a
worker/laborer and an entrepreneur or employer which contains work conditions, rights and
obligations of the parties. This work agreement is a guideline for workers and
employers/employers during work relations. All matters related to the employment relationship
are regulated in this employment agreement so that this employment agreement greatly
influences the welfare of workers. This happens because the work agreement contains
important matters for the work relationship between the worker and the
entrepreneur/employer. If there is no work agreement, the work relationship between the two
parties will not be clear and arbitrary, which can cause other problems. In general, work
agreements are very important for workers so that they can get their full rights because often
employers/employers treat their workers arbitrarily and do not give the workers their rights
even though the workers have fulfilled their obligations. Thus, this work agreement is a form
of effort to realize worker welfare. Through this work agreement, everything is stated clearly
so that no rights and obligations are overlooked as is often the case. Without a work agreement,
realizing worker welfare will be difficult to achieve, and if worker welfare is not achieved, it
can have an impact on social issues and of course it will affect the government which has to
update regulations, especially as Indonesia is a welfare state so that welfare is really
considered and strived to be realized.

Keywords: Workers, Welfare, Employment Agreement.


Abstrak

Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Perjanjian kerja ini merupakan pegangan bagi pekerja dan
pengusaha/pemberi kerja selama berhubungan kerja. Segala hal terkait hubungan kerja tersebut
diatur di dalam perjanjian kerja ini sehingga perjanjian kerja ini sangat berpengaruh terhadap
kesejahteraan pekerja. Hal demikian terjadi karena di dalam perjanjian kerja memuat hal-hal
penting untuk hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/pemberi kerja. Apabila tidak ada
perjanjian kerja maka hubungan kerja antara kedua pihak tidak akan jelas dan sesukanya
sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah lainnya. Umumnya perjanjian kerja sangat
penting bagi pekerja agar bisa mendapatkan haknya sepenuhnya karena kerap kali
pengusa/pemberi kerja melakukan pekerjanya semena-mena dan tidak memberikan hak
pekerja tersebut padahal pekerja itu sudah menunaikan kewajibannya. Dengan demikian
perjanjian kerja ini adalah salah satu bentuk upaya untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja.
Melalui perjanjian kerja ini semua tertuang jelas sehingga tidak ada hak dan kewajiban yang
luput sebagaimana sering terjadi tersebut. Tanpa perjanjian kerja perwujudan kesejahteraan
pekerja akan sulit dilakukan yang mana apabila kesejahteraan pekera tersebut tidak tercapai
bisa berpengaruh ke sosial dan tentu saja akan berpengaruh pada peemrintah yang harus
melakukan pembaharuan regulasi lagi terlebih lagi Indonesia merupakan welfare state
sehingga kesejahteraan benar-benar diperhatikan dan diupayakan untuk terwujud.

Kata kunci: Pekerja, Kesejahteraan, Perjanjian Kerja.


PENDAHULUAN
Perjanjian kerja didefiniskan sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Perjanjian kerja juga yang akan mengatur jalannya
sistem kerja yang akan dijalani oleh pekerja berdasarkan dengan syarat-syarat kerja beserta
dengan hak yang akan diterima oleh pekerja/buruh sebagai pihak penerima kerja dari
pengusaha sebagai pihak pemberi kerja. (Valentino & Putra, n.d.). Regulasi perjanjian kerja
selalu diperbaharui, peraturan terbaru mengenai perjanjian kerja terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 membagi perjanjian kerja menjadi dua,
yakni perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja
waktu tertentu berdasarkan pada jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu yang
mana hal demikian ditentukan berdasarkan perjanjian kerja. Peraturan Pemerintah mengatur
lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya
suatu pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin sesuai yang terdapat dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023. Perjanjian kerja waktu tertentu bisa dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing dan
apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya maka yang berlaku adalah
perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Pasal 58 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 menjelaskan bahwasanya perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat
mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Pengaturan mengenai perjanjian kerja selanjutnya adalah mengenai perjanjian kerja waktu
tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yan menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni pekerjaan yang sekali selesai atau yang
sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya, pekerjaan yang bersifat
musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, atau pekerjaan yang jenis dan sifat
atau kegiatannya bersifat tidak tetap. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang berifat tetap. Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan
tersebut berdasarkan hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Kemudian,
Peraturan Pemerintah memberi pengaturan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat kegiatan
pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu.
Perjanjian kerja berakhir apabila pekerja/buruh meninggal dunia, berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja, selesainya sesuatu pekerjaan tertentu, adanya putusan pengadilan
dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, atau adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Perjanjian Kerja tidak berakhir karena
meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjuslsn,
pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadinya pengalihan perusahaan, hak-hak pekerja/buruh
menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Dalam hal Pengusaha orang perseorangan
meninggal dunia, ahli waris Pengusaha dapat mengakhiri Perjanjian Kerja setelah
merundingkan dengan Pekerja/Buruh. Dalam hal Pekerja/Buruh meninggal dunia, ahli waris
Pekerja/Buruh berhak mendapatkan hak- haknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perrrsahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Hal demikian sesuai dengan Pasal 61 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Ada pasal antara di antara Pasal 61 dan Pasal 61, yaitu Pasal 61A. Pasal 61A mengatur
mengenai dalam perjanjian kerja waktu tertentu berakhir karena berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja dan selesainya sesuatu pekerjaan tertentu, pengusaha wajib memberikan uang
kompensasi kepada pekerja/buruh. Uang kompensasi diberikan kepada pekerja/buruh desuai
masa kerjanya di perusahaan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai uang kompensasi diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Menurut pasal 54 UU 13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya harus memuat:
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
3. Jabatan atau jenis pekerjaan
4. Tempat pekerjaan
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (gajimu.com, n.d.).
Berpedoman hal-hal tersebut maka kesejahteraan pekerja berhubungan erat dengan
perjanjian kerjawa sehingga perjanjian kerja tersebutlah yang perlu diperhatikan karena
merupakan kunci dalam upaya perwujudan kesejahteraan pekerja. Kesejahteraan pekerja juga
berhubungan dengan welfare state karena merupakan konsepsi yang dianut negara kita
sehingga dalam perwujudan konsepsi tersebut perlu mewujudkan kesejahteraan pekerja
terlebih dahulu. Apabila kesejahteraan pekerja tidak terwujud maka akan sulit untuk mencapai
kesejahteraan rakyat yang mana terdapat dalam konsepsi welfare state itu sendiri.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat disimpukan yang akan
dibahas di sini ialah implementasi peraturan mengenai perjanjian kerja dalam upaya
perwujudan kesejahteraan pekerja, korelasi perjanjian kerja dalam upaya perwujudan
kesejahteraan pekerja dengan konsepi welfare state di Indonesia, dan penghambat dalam
implementasi peraturan mengenai perjanjian kerja dalam upaya perwujudan kesejahteraan
pekerja beserta cara mengatasi hambatan tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah normatif. Yang dilakukan penelaahan terhadap
peraturan-peraturan yang mengatur soal perjanjian kerja yang berhubungan dengan upaya
perwujudan kesejahteraan pekerja. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui
pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan mencari data dari bahan hukum primer
berupa norma atau kaidah dan peraturan-peraturan. Kemudian, diikuti bahan hukum sekunder,
yakni hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, dan buku-buku. Tidak lupa juga data-
data dalam penelitian ini juga diambil dari berbagai tulisan ilmiah yang berhubungan dengan
topik pada penelitian ini sendiri.
PEMBAHASAN
1. Implementasi Peraturan mengenai Perjanjian Kerja dalam Upaya Perwujudan
Kesejahteraan Pekerja
Peraturan mengenai perjanjian kerja ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 yang mana pada dasarnya sudah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Perjanjian kerja berhubungan erat dengan kesejahteraan pekerja karena pad ahakikatnya
merupakan pedoman dalam pelaksanaan hubungan kerja yang mana apabila hubungan kerja
buruk sudah pasti secara langsung memengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja. Perjanjian kerja
merupakan salah satu bentuk perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1601 KUHP. (Fithriatus Shalihah, 2016).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 mengatur mengenai mulai dari jangka waktu
perjanjian kerja hingga uang kompensasi saat perjanjian kerja berakhir yang mana terdapat
dalam Pasal 56 sampai Pasal 61. Adanya peraturan mengenai perjanjian kerja ini dikarenakan
secara umum diketahui kedudukan pekerja lebih rendah dari pengusaha/pemberi kerja sehingga
pemerintah mengambil peran di sini dengan memberikan perlindungn hukum yang bertujuan
agar dalam hubungan kerja terwujud keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Dengan demikian, apabila hubungan kerja yang baik terwujud maka kesejahteraan pekerja juga
tercapai.
Hubungan kerja adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh minimum dua subjek hukum
mengenai suatu pekerjaan. Subjek hukum yang melakukan hubungan kerja adalah
pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Hubungan kerja merupan inti dari hubungan
industrial. (Fithriatus Shalihah, 2016).Hubungan kerja ini terjadi setelah adanua perjanjian
kerja yang menimbulkan konsekuensi berupa hak dan kewajiban bagi pekerja dan
pengusaha/pemberi kerja.
Implementasi peraturan mengenai perjanjian kerja oleh pengusaha/pemberi kerja adalah hal
yang sangat penting dikarenakan jika pengusaha/pemberi kerja tidak mengimplmentasikannya
maka upaya perwujudan kesejahteraan pekerja akan sia-sia dan tujuan peran pemerintah
melalui regulasi itu sendiri tidak tercapai. Pengimplementasian peraturan mengenai perjanjian
kerja ini bisa dilakukan melalui ketepatan waktu dalam membayar uang kompensasi atau upah
sesuai dengan waktu dalam perjanjian kerja apabila hal ini sudah dilakukan maka salah satu
upaya untuk ewjudkan kesejahteraan pekerja sudah dilakukan yang mana diawali dengan
menjaga hubungan kerja apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran upah ini akan
menurunkan kualitas hubungan kerja karena pekerja merasa haknya tidak diberikan padahal
sudah menunaikan kewajibannya. Lalu, pengimplemntasian selanjutnya adalah mengenai
penunaian seluruh hal yang terdapat dalam perjanjian kerja dengan melakukan pemenuhan
terhadap hak-hak pekerja apabila kewajiban sudah ditunaikan. Apabila ada salah satu hak saja
yang terlewatkan padahal kewajiban sudah dilaksanakan secra keseluruhan maka hubungan
kerja akan menjadi kurang baik akibat hal demikian sehingga pekerja merasa bahwa tidak
mendapatkan hal yang seharusnya hingga memengaruhi tingkat kesejahteraannya. Kemudian,
contoh lainnya adalah durasi dalam bekerja, lamanya durasi dalam pekerjaan tentu
memengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja apabila pengusaha/pemberi kerja kerap kali
melakukan penambahan jam kerja di atas jam kerja yang terdapat dalam perjanjian kerja tapi
tanpa memberikan uang tambahan sesuai jam tambahan tersebut tentu akan membuat pekerja
tertekan dan upaya perwujudan kesejahteraan pekerja yang sering dianggap sebagai tujuan
tersebut tidak tercapai dan lagi-lagi tentu regulasi pemerintah dianggap tidak berjalan efektif
dan peran pemerintah tidak sesuai yang diharapkan.
Dengan demikian, yang menjadi awal perwujudan kesejahteraan pekerja tersebut adalah
hubungan kerja yang mana dalam hubungan kerja ini seharusnya peraturan mengenai
perjanjian kerja diterapkan karena perjanjian kerja menjadi pedoman di sini. Apabila suatu
hubungan kerja buruk maka tingkat kesejahteraan pekerja juga dapat dipastikan rendah.
Rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja ini bisa kita lihat pada tanggal 1 Mei yang dikenal
sebagai Hari Buruh. Pada Hari Buruh tersebut banyak tuntutan-tuntutan mengenai
kesejahteraan pekerja. Hal ini menggambarkan pengimplementasian peraturan tersebut masih
cukup buruk sehingga tujuan seharusnya tidak tercapai. Apabila tingkat kesejahteraan pekerja
tidak diperhatikan lebih serius oleh pengusaha/pemberi kerja dengan sellau mengabaikan
peraturan yang ada dan ingkar terhadap perjanjian kerja itu sendiri tentu saja akan
memengaruhi kualitas usaha dari pengusaha/pemberi kerja itu sendiri karena pekerja akan
bekerja dengan kualitas yang buruk akibat dari tidak terwujudnya kesejahteraan untuk pekerja
itu sendiri.
2. Korelasi Perjanjian Kerja dalam Upaya Perwujudan Kesejahteraan Pekerja dengan
Konsepi Welfare State di Indonesia
Perjanjian kerja merupakan langkah awal dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja. Oleh
karena itu perjanjian kerja memiliki korelasi yang erat dengan konsepi welfare state yang
dianut oleh negara kita.
Mulanya konsepsi yang dianut negara kita adalah nachtwachtersstaat (negara peronda) lalu
mengalami pergeseran ke konsepsi welfare state yang menyebabkan terjadinya pergeseran
pada peranan dan aktivis pemerintah. Jika pada konsepsi nachtwachtersstaat yang berlaku
prinsip staatsonthouding ialah pembatasan negara dan pemerintah dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat artinya pemerintah bersifat pasif dan hanya sebagai penjaga ketertiban
dan keamanan masyarakat. Sedangkan pada konsepsi welfare state pemerintah memiliki
kewajiban untuk mewujudkan bestuurzorg (kesejahteraan umum) sehingga pemerintah
diberkan kewenangan staatsbemolenis (kewenangan untuk campur tangan) dalam segala aspek
kehidupan masyarakat yang artinya pemerintah dituntut untuk aktif dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Tujuan negara kesejahteraan ini untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat untuk melengkapai asas legalitas. Welfare state menyebabkan pemerintahlah yang
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat dan pemerintah juga yang dituntutuntuk bisa
mewujudkan kesejahteraan tersebut.
Dengan demikian, apabila kesejahteraan pekerja tidak terwujud maka bestuurzorg
(kesejahteraan umum) juga akan sulit terwujud dikarenakan kesejahteraan pekerja adalah salah
satu langkah penting. Apabila pemerintah sudah berusaha mewujudkan kesejahteraan umum
dengan berbagai cara akan tetapi dalam dunia kerja justru kesejahteraan pekerja tidak terwujud
maka masyarakat tersebut tidak akan merasa mencapai kesejahteraan seharusnya yang
dijadikan tujuan tersebut.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja adalah dengan terus
pembaharuan terhadap regulasi mengenai pekerja yang mana terus mengutamakan
perlindungan dan kesejahteraan pekerja sehingga ini bisa menjadi salah satu langkah dalam
mewujudkan maka bestuurzorg (kesejahteraan umum) yang menjadi tujuan welfare state
tersebut.
Usaha dalam memenuhi konsepsi welfare state pada konteks ini memerlukan peran
pengusaha/pemberi kerja karena jika hanya pemerintah sendiri yang bergerak maka hanya akan
percuma. Pengusaha/pemberi kerja perlu memerhatikan perjanjian kerja yang menjadi
fundamental dalam hubungan kerja yang mana sebagai penentu kesejahteraan pekerja itu
sendiri. Maka hal utama yang menjadi pusat perhatian adalah perjanjian kerja yang mana pada
hakikatnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 itu sendiri.
3. Penghambat Implementasi Peraturan mengenai Perjanjian Kerja dalam Upaya
Perwujudan Kesejahteraan Pekerja beserta Cara mengatasi Hambatan Tersebut
Masih banyak hambatan-hambatan dalam implemntasi peraturan mengenai perjanji kerja
dalam uapaya perwujudan kesejahteraan pekerja sehingga tujuan penyejahteraan pekerja itu
sendiri mendapat dampaknya. Yang menjadi hambatan utama adalah kurangnya kesadaran
pengusaha/pemberi kerja tentang betapa penting serta berdampaknya imlementasi perjanjian
kerja tersebut baik bagi pekerja, pengusaha/pemberi kerja, dan pemerintah. Pada pekerja yang
menentukan kualitas kerja mereka adalah tingkat kesejahteraan ini apabila rendah maka akan
memengaruhi kinerjanya yang berpengaruh pada kualitas usaha milik pengusaha/pemberi kerja
dan apabila kesejahteraan pekerja tidak terwujud maka bestuurzorg (kesejahteraan umum)
yang menjadi tujuan welfare state akan sulit tercapai.
Pada hakikatnya kewajiban implementasi perjanjian kerja ini sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tepatnya Pasal 56 hingga Pasal 61. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut kesejahteran pekerja sangat diutamakan melalui perjanjian kerja itu sendiri. Akan
tetapi, kerap kali pengusaha/pemberi kerja luput dari peraturan mengenai perjanjian kerja
tersebut dikarenakan pengusaha/pemberi kerja merasa hal ini tidak terlalu penting. Dari
kurangnya kesadaran ini di pengusaha/pemberi kerja muncul masalah-masalah seperti pekerja
yang tertekan, tingkat kesejahteraan rendah, dan lainnya yang mana bertentangan dengan
tujuan seharusnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 sehingga upaya-
upaya yang dilakukan menjadi terganggu serta tujuan kesejahteraan pekerja juga demikian
akibat hal tersebut. Hal-hal demikianlah yang menjadi penghambat implementasi peraturan
mengenai perjanjian kerja dalam upaya perwujudan kesejahteraan pekerja. Selain itu
ketidakharmonisan dalam hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/pemberi kerjajuga
bisa menjadi penghambat dalam pencapaian kesejahteraan pekerja itu sendiri karena apabila
tidak harmonis maka akan terjadi saling serang kepentingan yang mana hal ini bertentangan
dengan unsur-unsur yang ada perjanjian kerja itu sendiri.
Proses penerapan sistem perjanjian kerja waktu tertentu, masih belum sesuai dengan aturan
aturan yang berlaku, dimana dalam penerapannya, bentuk perjanjian PKWT yang menurut
atuan harusnya dibuat secara tertulis, hanya dibuat secara lisan. hal ini dikarenakan kurangnya
SDM di bidang ketenagakerjaan dan keinginan pengusaha itu sendiri untuk membuat
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut secara lisan dengan tujuan untuk
mengefisiensi pengeluaran. pada kenyataannya perumusan atau pembuatan PKWT di
indonesia hanya dilakukan secara sepihak, tanpa ada campur tangan dari pihak pekerja,
sehingga isi dari perjanjian kerja yang ada kebanyakan mengandung pasal pasal yang lebih
menguntungkan salah satu pihak yang dalam hal ini adalah pengusaha itu sendiri. hal ini tidak
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dimana dalam membuat suatu perjanjian harus ada
musyawarah atau perundingan dari kedua belah pihak unuk menentukan isi dari perjanjian
yang akan dibuat. (Falentino Tampongangoy, n.d.)
Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut perlu ditingkatkannya kesadaran
pengusaha/pemberi kerja bisa melalui memperketat dan mempertegas regulasi serta
pengawasan terhadap pengimplementasian pertauran mengenai pekerja itu sendiri terutama
terhadap perjanjian kerja yang merupakan fundamental kesejahteraan pekerja. Memperketat
dan mempertegas regulasi serta pengawasan bisa dilakukan dengan membuat regulasi khusus
yang berisi pertanggungjawaban yang lebih berat dari yang ada saat ini jika terbukti melakukan
tindakan yang melanggar peraturan tersebut. Kemudian, dengan mempererat hubungan pekerja
dengan pengusaha/pemberi kerja sehingga saling mendukung dan menopang yang mana bisa
membantu upaya perwujudan kesejahteraan pekerja tersebut.
PENUTUP
Perjanjian kerja merupakan fundamental dalam pewujudan kesejahteraan pekerja ehingga
segala upaya dalam perwujudan tersebut harus didukung oleh perjanjian kerja ini. Dalam upaya
perwujudan kesejahteraan tersebut diperlukan tercapainya hubungan kerja yang baik yang
berdasarkan pada perjanjian kerja terlbih dahulu. Apabila hubungan kerja yang baik
berdasarkan perjanjia kerja tidak tercapai akibat tidak diimplementasikannya peraturan
mengenai ketenagakerjaan atau tepatnya yang dibahas di sini, yaitu perjanjian kerja pada Pasal
56 hingga Pasal 61 Undang-Undang Nomr 6 Tahun 2023.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003. Hubungan kerja adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh minimum
dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subjek hukum yang melakukan hubungan kerja
adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Dua hal ini berhubungan erat yang
tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Hubungan kerja yang baik akan tercapai apabilai sesuai
dengan perjanjian kerja dan tanpa perjanjian kerja maka hubungan kerja akan sesukanya.
Kesejahteraann pekerja ini juga beperngaruh terhadap kesejahteraan umum atau yang mana
menjadi tujuan dalam konsepsi yang dianut oleh negara kita, yakni welfare state. Welfare state
konsepsi yang mana pemerintah sebagai penanggung jawab untuk mewujudkan bestuurzorg
(kesejahteraan umum), tujuan negara kesejahteraan ini untuk memberikan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat untuk melengkapai asas legalitas. Welfare state menyebabkan pemerintahlah
yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat dan pemerintah juga yang dituntut
untuk bisa mewujudkan kesejahteraan tersebut. Dengan demikian, regulasi yang dibuat
mengenai ketenagakerjaan haruslah diimplementasikan karena jika tidak akan mengganggu
perwujudan konsepsi welfare state ini. Dalam pemenuhan konsepsi welfare state pada konteks
ini peran pengusaha/pemberi kerja diperlukan karena jika hanya pemerintah sendiri yang
bergerak maka hanya akan sia-sia.
Pengimplementasian peraturan mengenai perjanjian kerja dalam upaya perwujudan
kesejahteraan pekerja ini masih mengalami hambatan-hambatan, akni hambatan utama adalah
kurangnya kesadaran pengusaha/pemberi kerja tentang betapa penting serta berdampaknya
imlementasi perjanjian kerja tersebut baik bagi pekerja, pengusaha/pemberi kerja, dan
pemerintah. Pengatasan hambatan-hambatan tersebut bisa melalui bisa melalui memperketat
dan mempertegas regulasi serta pengawasan terhadap pengimplementasian pertauran
mengenai pekerja itu sendiri terutama terhadap perjanjian kerja yang merupakan fundamental
kesejahteraan pekerja. Lalu, dengan peningkatan keeratan hubungan pekerja dengan
pengusaha/pemberi kerja sehingga saling mendukung dan menopang yang mana bisa
membantu upaya perwujudan kesejahteraan pekerja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Falentino Tampongangoy. (n.d.). Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di
Indonesia.
Fithriatus Shalihah. (2016). Implementasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Dalam
Hubungan Kerja Di Indonesia. Jurnal Selat, 4, 70–100.
gajimu.com. (n.d.). Ketentuan Seputar Perjanjian Kerja.
Valentino, C., & Putra, A. (n.d.). Urgensi Klausula Definisi Dalam Perjanjian Kerja.

You might also like