271 1815 1 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Volume 17, Nomor 1, Juni 2022, hlm.

1-11
http://www.suarbetang.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/BETANG/article/view/271
https://www.doi.org/10.26499/surbet.v17i1.271

PRINSIP KERJA SAMA


PADA TINDAK TUTUR DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN

(Cooperative Principle on Speech Acts in The Trials)

Rahmad Nuthihar1, Mohd. Harun2, Ramli3, R.N. Herman4, Mursyidin5


1
Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat
Jalan Iskandar Muda, Alue Peunyareng, Meulaboh, Aceh, Indonesia
2,3,4
Universitas Syiah Kuala
Jalan Tgk. Hasan Krueng Kalee, Kopelma Darussalam, Syiah Kuala, Aceh, Indonesia
5
Universitas Malikussaleh
Jalan Cot Tengku Nie, Reuleut, Muara Batu, Aceh, Indonesia

Pos-el: herman_rn@unsyiah.ac.id

Abstract
The objective of this study is to examine the cooperative principle contained in the trials at
Banda Aceh District Court. The cooperative principle examined in this study consists of the
maxim of quality, the maxim of quantity, the maxim of manner, and the maxim of relevance.
Data for the study was drawn from nine court cases involving specific and general crimes.
Data collection was carried out by recording the trials with a voice recorder. Triangulation
of data was carried out by linking the cooperative principle contained in the trial with the
cooperative principle theory and comparing them with the findings of other researchers.
The writer concluded that the maxims of quality and quantity contained in the trial are
confirmation questions. This is because the judge already knows the answer because it is
in the minutes. The defendant's answers were informative and did not exceed the judge's
expectations. At the same time, the application of the maxim of the manner in the trial can
occur because the information provided regarding the judge's questions is answered by the
speech partner clearly and regularly. This is equivalent to the maxim of relevance which
requires the exchange of information to be in accordance with the topic expected by the
questionnaire.
Keywords: cooperative principle; speech act; legal language

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji prinsip kerja sama yang terdapat dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Banda Aceh. Prinsip kerja sama yang diteliti dalam penelitian ini terdiri
atas maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi. Data
penelitian berupa sembilan perkara persidangan yang meliputi pidana khusus dan pidana
umum yang disidangkan. Pengumpulan data dilakukan dengan merekam persidangan
dengan perekam suara. Triangulasi data dilakukan dengan cara mengaitkan prinsip kerja
sama yang terdapat dalam persidangan dengan teori prinsip kerja sama dan
membandingkannya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lainnya. Penulis
menyimpulkan bahwa maksim kualitas dan kuantitas yang terdapat dalam persidangan
merupakan pertanyaan konfirmasi sebab hakim sudah mengetahui jawaban pertanyaan
tersebut karena terdapat dalam berita acara. Jawaban yang diberikan oleh terdakwa bersifat
informatif dan tidak melebihi ekspektasi hakim. Penerapan maksim cara dalam persidangan
terjadi karena informasi diberikan oleh mitra tutur secara jelas dan teratur. Hal itu sejajar
1
Nuthihar dkk.: Prinsip Kerja Sama ….

dengan maksim relevansi yang mengharuskan pertukaran informasi berlangsung sesuai


dengan topik yang diharapkan oleh penanya.
Kata kunci: prinsip kerja sama; pengadilan; bahasa hukum
How to cite (APA style)
Nuthihar, R., Harun, M., Ramli, Herman, R. N., & Mursyidin. (2022). Prinsip Kerja Sama
pada Tindak Tutur dalam Persidangan di Pengadilan. Suar Betang, 17(1), 1–11.
https://doi.org/10.26499/surbet.v17i1.271
Naskah Diterima 3 Juni 2021—Direvisi 2 Maret 2022
Disetujui 9 Maret 2022

PENDAHULUAN dari kajian pragmatik. Dalam hal ini, fokus


penelitian ini ialah prinsip kerja sama
Persidangan di pengadilan di Indonesia wajib sebagaimana dikemukakan oleh Grice.
menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu sesuai Prinsip kerja sama memiliki empat
dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa maksim, yaitu (1) maksim kuantitas, (2)
negara sebagaimana diatur dalam Undang- maksim kualitas, (3) maksim cara, dan (4)
Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang maksim relevansi. Keempat maksim tersebut
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta memiliki ciri penanda masing-masing.
Lagu Kebangsaan. Namun, penggunaan bahasa Keempat maksim tersebut akan menjadi
Indonesia dalam bidang hukum kadang-kadang fokus dalam penelitian ini dan dikaji
dianggap membingungkan. Menurut Shanty, penerapan dan pelanggarannya selama
hampir tidak ada yang mempersoalkan bahasa persidangan di Pengadilan Negeri (PN)
hukum secara terbuka (Shanty, 2016). Hal itu Banda Aceh. Adapun penanda keempat
dipertegas oleh Burukina (Burukina, 2012) yang prinsip kerja sama sebagaimana dirangkum
mengatakan bahwa bahasa Indonesia yang beberapa pakar adalah sebagai berikut.
digunakan dalam bidang hukum dianggap
berdiri sendiri dan membingungkan para Tabel 1 Indikator Prinsip Kerja Sama
pendengar (Burukina, 2012). Oleh karena itu, Maksim 1. Informasi harus
jika bahasa hukum membingungkan, tentu saja kuantitas seinformatif yang
masyarakat akan dirugikan karena merekalah dibutuhkan
yang terikat dan terbebani kewajiban untuk 2. Informasi jangan melebihi
yang dibutuhkan
mematuhi dokumen hukum yang dihasilkan
Maksim 1. Jangan mengatakan
(Murniah, 2007). kualitas sesuatu yang diyakini
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam tidak benar
persidangan merupakan ragam formal dan 2. Jangan mengatakan
mudah dimengerti walaupun di dalamnya masih sesuatu yang bukti
terdapat beberapa kosakata bahasa Belanda. kebenarannya kurang
Menurut Myška et al. (2012), bahasa hukum meyakinkan
harus dibuat dengan sederhana agar pembaca Maksim Pertuturan memberikan
dan pendengar dapat dengan mudah cara informasi yang relevan dengan
memahaminya secara tepat. masalah topik yang
Penelitian mengenai penggunaan bahasa dibicarakan
dalam persidangan menarik untuk diteliti karena Maksim 1. Hindarilah pernyataan-
relevansi pernyataan yang samar
bahasa menjadi pertimbangan hakim dalam
2. Hindari ketaksaan
memutuskan suatu perkara. Hal itu dibuktikan 3. Usahakan ringkas
dengan keringanan yang diberikan oleh hakim (hindarilah pernyataan-
kepada terdakwa apabila terdakwa jujur dan pernyataan)
tidak berbelit-belit dalam memberikan Sumber: (G. Leech, 2015; Pfister, 2010;
keterangan. Putrayasa, 2014; Yule, 2014).
Penggunaan bahasa dalam persidangan,
seperti implikatur dan penerapan prinsip kerja Berdasarkan penelusuran, penelitian
sama, merupakan hal yang tidak terpisahkan mengenai penggunaan bahasa dalam
2
© 2022, Suar Bétang ISSN 1907-5650 (print)
ISSN 2686-4975 (online)

persidangan pernah diteliti oleh beberapa Untuk menghindari adanya kesalahan


penulis, di antaranya Farimaya (2017); pengetikan data selama persidangan,
Nuthihar et al. (2019, 2020); dan Sipayung et dakwaan, pleidoi, atau duplik, penulis
al. (2020). Dari penelitian terdahulu dapat menggunakan teknik dokumentasi dan
disimpulkan bahwa bahasa sebagai objek menyesuaikan informasi tersebut dengan
penelitian menarik untuk diteliti dan laman https://sipp.pn-bandaaceh.go.id/
memiliki keunikan dalam pembahasan. Analisis data dilakukan dengan
Prinsip kerja sama dalam persidangan menggunakan indikator prinsip kerja sama
merupakan kajian pragmatik. Teori itu dalam kesantunan berbahasa sebagaimana
diperkenalkan oleh Paul Grice dan telah yang terdapat pada tabel 1. Data yang
memberikan kontribusi yang mendasar bagi ditemukan sesuai dengan indikator prinsip
ilmu pragmatik (Pfister, 2010). Kajian kerja sama selanjutnya dikategorikan dalam
pragmatik dipakai untuk menganalisis maksim. Selanjutnya tiap maksim tersebut
hubungan antara penutur dan mitra tutur untuk dicocokkan kembali apakah terjadi
berkontribusi dalam percakapan (Cummings, pelanggaran dalam penerapannya. Untuk
1999; G. N. Leech, 1983; Yule, 2014). menghindari subjektivitas penulis terhadap
Prinsip kerja sama juga dipakai untuk interpretasi hasil penelitian, temuan
menganalisis wacana seperti yang dilakukan penelitian juga dikaitkan dengan penelitian
oleh Rahardi (2009) dan Putrayasa (2014). terdahulu yang membahas prinsip kerja
Sementara itu, Martinich (2001) berasumsi sama, terutama prinsip kerja sama dalam
bahwa prinsip kerja sama yang diperkenalkan persidangan.
oleh Grice merupakan fiksi, terutama pada
maksim kualitas. Hal tersebut sangat bertolak PEMBAHASAN
belakang dengan Pfister (2010:1266) karena
Gricean Theory memberikan kontribusi yang Para peserta persidangan mendapatkan
sangat penting bagi ilmu pragmatik. kesempatan berbicara setelah hakim
memberikan kesempatan. Dalam
METODE PENELITIAN persidangan jarang terdapat majas ironi,
metafora, atau sarkasme sebagaimana yang
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian terjadi di dalam percakapan konvensional
ini adalah pendekatan deskriptif-kualitatif. lainnya (Burukina, 2012; Choukroune,
Tujuannya ialah memudahkan peneliti dalam 2016). Sementara itu, dalam percakapan
mendeskripsikan prinsip kerja sama pada umumnya juga terdapat humor untuk
tindak tutur dalam persidangan di Pengadilan memberi pemahaman kepada masyarakat
Negeri Banda Aceh. Sumber data penelitian melalui cara-cara yang disampaikan secara
ini adalah ujaran peserta persidangan di menyenangkan (Utami 2018:219). Salah satu
Pengadilan Negeri Banda Aceh yang terdiri penyebab pelanggaran terhadap prinsip kerja
atas hakim (HKM), terdakwa (TDW), sama adalah gangguan berbahasa
penasihat hukum (PGC), saksi (SKS), (Subiyatningsih, 2017; Wahyunianto et al.,
penggugat (PGG), tergugat (TGG), pemohon 2020).
(PMH), dan jaksa penuntut umum (JPU). Berbeda dari percakapan konvensional
Data dikumpulkan dengan cara lainnya, maksim kuantitas dalam konteks ini
merekam proses persidangan dengan berfungsi untuk konfirmasi. Penggunaan
menggunakan perekam suara. Rekaman kalimat tanya konfirmasi pada tuturan tanya
tersebut selanjutnya diubah menjadi teks bertujuan memperjelas identitas mitra tutur
untuk dianalisis. Jumlah data yang (Nuthihar, Bangun dan Wahdaniah, 2019).
dikumpulkan berupa sembilan perkara Hal itu sesuai dengan teori bahwa kalimat
persidangan yang meliputi pidanan khusus tanya konfirmasi merupakan kalimat tanya
dan pidana umum yang disidangkan di untuk penjernihan yang disampaikan kepada
Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 2018. orang lain dengan maksud mengukuhkan dan

3
Nuthihar dkk.: Prinsip Kerja Sama ….

memperjelas persoalan yang sebelumnya jawaban yang diberikan PMH dapat


telah diketahui oleh penanya. dipertanggungjawabkan jika dimintai bukti.
Begitu juga halnya dengan maksim Fungsi tuturan pada data (1)
kualitas yang kebenarannya dapat diklasifikasikan dalam tindak tutur
dipertanggungjawabkan. Hal itu disebabkan representatif. Tindak tutur representatif di
oleh hakim sudah mengetahui jawaban dalamnya menjelaskan fakta, penegasan,
pastinya berdasarkan surat dakwaan. kesimpulan, dan pendeskripsian (Yule,
Sementara itu, penerapan maksim kualitas 2014). Fakta pada data tersebut adalah
bagi saksi merupakan keharusan karena adanya kesalahan tempat dan tanggal lahir di
didasari sumpah. Sebelum dimulai akta kelahiran TDW. Untuk mengubahnya,
pemeriksaan terhadap saksi, hakim meminta TDW harus mendapat putusan pengadilan.
kepada saksi untuk mengucapkan sumpah: Oleh karena itu, secara teori data (1) dapat
Bismillahirahmanirahim. Demi Allah saya diklasifikasikan dalam tindak tutur
bersumpah, sebagai saksi, akan memberikan representatif karena jawaban TDW atas
keterangan yang benar tidak lain daripada pertanyaan HKM merupakan fakta dan
yang sebenarnya. Bagi terdakwa sendiri, pendeskripsian yang dihadapi oleh TDW.
bersikap sopan dan berkata jujur dapat
meringankan hukuman. (2) HKM: Terdakwa sehat?
TDW: Sehat.
Maksim Kualitas
Penerapan maksim kualitas yang terdapat
Ada dua syarat sebuah tindak tutur pada data (2) terlihat dari jawaban TDW atas
dikategorikan dalam maksim kualitas, yakni pertanyaan HKM yang dapat dibuktikan
(1) jangan mengatakan sesuatu yang diyakini kebenarannya. Pada data tersebut, HKM
tidak benar dan (2) jangan mengatakan menanyakan kondisi TDW. Kemudian, TDW
sesuatu yang bukti kebenarannya kurang menjawab dengan kata sehat. Jawaban TDW
meyakinkan. Tuturan yang mematuhi tersebut merupakan bentuk penerapan
maksim kualitas dalam persidangan di maksim kualitas. Hal itu disebabkan oleh
Pengadilan Negeri Banda Aceh adalah kebenaran jawaban TDW dapat dibuktikan.
sebagai berikut. Sejak duduk di kursi pengunjung, sebelum
mengikuti persidangan, TDW terlihat dalam
(1) HKM : Pemohon atas nama Irwani Fajriah, kondisi yang sehat bugar. Tidak ada tanda-
benar? Ada masalah apa? tanda TDW dalam kondisi sakit.
PMH : Benar, Pak. Begini, Pak, di akta Maksim kualitas pada data (2)
kelahiran tertulis saya lahir tahun 1990 di merupakan tata tertib persidangan dan acara
Banda Aceh, padahal saya lahir 1998 dan di pengambilan sumpah. Sebelum dilakukan
kota Sabang. persidangan dan pengambilan sumpah,
terlebih dahulu terdakwa atau yang diambil
Pada data tersebut HKM menanyakan sumpah harus dalam keadaan sehat. Untuk
kesahihan nama pemohon sesuai dengan data itu, HKM atau pengambil sumpah menanyai
yang terdapat dalam kertas yang ia pegang. yang bersangkutan tentang keadaannya.
Mendengar pertanyaan dari HKM, PMH Fungsi tuturan pada data (2) dapat
menjawab “benar”. Kata benar tersebut diklasifikasikan dalam tindak tutur
merupakan bentuk penerapan maksim representatif karena di dalamnya
kualitas karena jawabannya dapat menjelaskan fakta, penegasan, kesimpulan,
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika dan pendeskripsian (Yule, 2014). Pada data
HKM tidak percaya kepada kesahihan tersebut, jawaban TDW merupakan fakta
jawaban yang diberikan oleh PMH, HKM yang bisa dilihat. TDW duduk di kursi
dapat meminta PMH menunjukkan KTP terdakwa dalam kondisi sehat dan tidak ada
yang ia miliki. Oleh karena itu, data (1) dapat tanda-tanda sakit.
dikategorikan dalam maksim kualitas karena

4
© 2022, Suar Bétang ISSN 1907-5650 (print)
ISSN 2686-4975 (online)

(3) HKM : Tempat tanggal lahir Medan, 6 April diklasifikasikan dalam tindak tutur
1986, jenis kelamin perempuan, bangsa representatif.
Indonesia, agama Islam, pekerjaan? Prinsip kerja sama dalam persidangan
TDW : Ibu rumah tangga. di Pengadilan Negeri Banda Aceh penting
diterapkan oleh mitra tutur agar proses
Jawaban TDW pada data (3) merupakan fakta persidangan dapat berjalan lancar. Bagi
yang dapat dibuktikan kebenarannya. terdakwa, jujur dan berlaku sopan menjadi
Jawaban TDW berupa frasa ibu rumah pertimbangan bagi hakim untuk meringankan
tangga dapat dilihat di KTP. Selain itu, hukuman.
apabila jawaban tersebut diragukan Dalam penelitian ini juga ditemukan
kebenarannya oleh HKM, HKM dapat pelanggaran prinsip kerja sama maksim
mengecek kembali pekerjaan yang digeluti kualitas seperti pada data berikut.
oleh TDW dengan menanyai anggota
keluarga atau tetangga TDW. Berdasarkan (5) HKM : Sebelum kamu ditelepon, kamu
fungsi tuturan, jawaban TDW pernah minta pesan sama dia?
diklasifikasikan dalam tindak tutur TDW : Tidak ada
representatif. Jawaban TDW merupakan HKM : Jadi kok bisa kamu ditelepon?
fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya. TDW : (diam)
Jawaban TDW diyakini sepenuhnya dan HKM : Udah sering sama dia?
merupakan ciri dari tindak tutur representatif. TDW : Gak pernah.
HKM : Udah berapa kali?
TDW : Baru sekali.
(4) HKM : Tempat tinggal?
HKM : Alah kau ini, masa beli dua juta baru
TDW : Jalan Ratu Safiatuddin, Gampong
sekali. Makanya saya tanya tadi kamu
Peuniti.
minta, gak. Kamu udah pernah pesan, gak.
Gimana mau pesan kalau gak kenal. Yang
Pengklasifikasian data (4) ke dalam maksim logislah!
kualitas juga didasari oleh kebenaran yang
dapat dibuktikan. Pada data tersebut, HKM Pelanggaran terhadap maksim kualitas pada
menanyakan alamat TDW. Pertanyaan HKM data (5) disebabkan oleh TDW tidak
dijawab TDW dengan jelas dan rinci, Jalan mengatakan sesuatu yang diyakini benar.
Ratu Safiatuddin, Gampong Peuniti. Pada data tersebut, HKM berusaha menggali
Jawaban TDW tersebut merupakan ciri informasi mengenai tindak pidana yang
maksim kualitas, yakni informasi yang dilakukan oleh TDW berupa transaksi
diberikan haruslah benar dan dapat narkotika jenis sabu. Akan tetapi, TDW
dibuktikan kebenarannya. Apabila HKM berupaya menyembunyikan informasi yang
menyangsikan jawaban TDW, HKM dapat sebenarnya. HKM menyangkal semua
mengecek kesahihan jawaban TDW dengan jawaban dari TDW karena bersifat tidak
melihat KTP. Oleh karena itu, data (4) dapat logis. Menurut HKM, tidak mungkin TDW
diklasifikasikan maksim kualitas karena dapat melakukan transaksi besar jika hanya
merupakan fakta dan dapat dibuktikan sekali pernah melakukan transaksi. Jumlah
kebenarannya. transaksi tersebut dikategorikan besar, yakni
Data (4) dapat diklasifikasikan dalam sejumlah Rp2.000.000,00. Oleh karena itu,
tindak tutur representatif. Hal itu disebabkan jawaban TDW merupakan bentuk
oleh jawaban PMH merupakan fakta yang pelanggaran prinsip kerja sama maksim
dapat dibuktikan kebenarannya. Apabila kualitas.
HKM tidak percaya kepada jawaban PMH, Berdasarkan fungsi tuturan, data (5)
HKM dapat memeriksa kartu keluarga dan dapat diklasifikasikan dalam tindak tutur
identitasnya. Jawaban PMH tersebut komisif (Yule, 2014). Dalam data itu terdapat
mencerminkan pendeskripsian terhadap fakta dua tindak tutur komisif berupa bentuk
yang sebenarnya sehingga dapat penolakan terhadap pertanyaan yang
ditujukan HKM kepada TDW. Pada data
5
Nuthihar dkk.: Prinsip Kerja Sama ….

tersebut, HKM bertanya apakah TDW sering memiliki bukti yang valid. Oleh karena itu,
bertransaksi dengan “dia”. TDW kemudian dapat disimpulkan bahwa maksim kualitas
menjawab bahwa dirinya tidak pernah pada persidangan dilakukan oleh HKM untuk
bertransaksi dengan “dia”. HKM terlihat mengonfirmasinya kepada TDW atau PMH.
memvonis bahwa TDW sudah sering
melakukan transaksi dengan “dia” yang Maksim Kuantitas
ditandai dengan bentuk pemilihan kata udah
sering. Sangkaan tersebut justru ditentang Maksim kuantitas mengharuskan informasi
oleh TDW dengan menjawab gak. Hal itu yang diberikan sangat tepat dan tidak
yang membuat data (5) diklasifikasikan melebihi yang dibutuhkan. Tuturan yang
dalam tidak tutur komisif. Tindak tutur mematuhi maksim kuantitas yang ditemukan
komisif kedua ditandai dengan pernyataan dalam persidangan di Pengadilan Negeri
HKM berupa pernyataan Alah kau ini, masa Banda Aceh adalah sebagai berikut.
beli dua juta baru sekali. Pernyataan HKM
tersebut merupakan bentuk penolakan terkait (6) HKM: Mengapa harus diubah aktanya?
dengan jawaban TDW yang mengatakan PMH : Saya mau kuliah.
belum pernah.
Maksim kualitas pada data (1—5) di Pada data tersebut terlihat HKM
atas merupakan penerapan prinsip kerja sama membutuhkan informasi alasan PMH
yang fungsinya mengatur percakapan mengubah aktanya. PMH memberikan
terdengar koheren. Maksim kualitas jawabannya berupa kalimat Saya mau
mengharuskan adanya (1) sumbangan kuliah. Berdasarkan jawaban PMH tersebut,
informasi harus seinformatif yang terlihat jawaban yang ia berikan sangat
dibutuhkan dan (2) sumbangan informasi informatif sesuai dengan yang dibutuhkan
jangan melebihi yang dibutuhkan (Leech, oleh HKM. Oleh karena itu, dapat
2015; Putrayasa, 2014; Yule, 2014). Pada disimpulkan bahwa data (6) merupakan
data (1, 2, 3) maksim kualitas bersifat bentuk penerapan maksim kuantitas karena
informatif dan terkesan merupakan bentuk informasi yang diberikan oleh PMH sangat
konfirmasi dari HKM. Hal itu disebabkan informatif dan tidak melebihi yang
oleh HKM mengetahui secara pasti informasi diperlukan.
yang ditanyakan kepada TDW/PMH Berdasarkan fungsi tuturan, data (6)
berdasarkan dokumen perkara yang dimiliki dapat diklasifikasikan dalam tindak tutur
oleh HKM. representatif. Jawaban PMH merupakan
Berbeda halnya dengan data (5). TDW bentuk pendeskripsian fakta (Rahardi, 2003).
melanggar maksim kualitas. Akan tetapi, Fakta yang ditemukan dalam tindak tutur
HKM mengetahui secara pasti bahwa TDW tersebut, HKM tidak dapat melanjutkan
berbohong. Untuk menguji kebenarannya, perkuliahan karena adanya kesalahan pada
HKM bertanya secara detail informasi yang aktanya. Untuk itu, ia harus mengubah akta
dibutuhkan. Saat informasi yang diberikan kelahirannya agar dapat melanjutkan
TDW bertolak belakang dengan keterangan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
yang diketahui HKM, selanjutnya HKM
memaparkan fakta yang diketahuinya. Dalam (7) HKM : Ada hubungan keluarga?
hal ini, dapat disimpulkan bahwa untuk SKS : Tidak ada.
memperoleh kebenaran informasi, penutur
dapat bertanya dengan cara yang berbeda Pada data (7) terlihat informasi yang
untuk memperoleh informasi yang sama. diberikan oleh SKS sangat informatif dan
Berdasarkan data yang dikumpulkan, sesuai dengan kebutuhan informasi dari
maksim kualitas yang terdapat dalam HKM. Pada data tersebut, HKM menanyakan
persidangan di PN Banda Aceh telah hubungannya dengan TDW. SKS menjawab
diterapkan oleh TDW. TDW tidak dapat dengan singkat. Jawaban SKS informatif dan
melanggar maksim kualitas karena HKM tidak berlebih-lebihan. Hal itulah yang
menjadi indikator bahwa data tersebut
6
© 2022, Suar Bétang ISSN 1907-5650 (print)
ISSN 2686-4975 (online)

merupakan maksim kuantitas. (10) HKM : Waktu ditangkap dia gak pegang
Berdasarkan fungsi tuturan, tindak barang bukti?
tutur pada data (7) merupakan bentuk SKS : Saya melihatnya dibuang, Buk.
penerapan tindak tutur representatif.
Diklasifikasikan tindak tutur representatif Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama
karena jawaban dari SKS merupakan maksim kuantitas yang disebabkan oleh
pernyataan suatu fakta (Rohmadi, 2010). jawaban yang diberikan tidak dipilih oleh
mitra tutur juga terdapat pada data (10). Hal
(8) HKM : Terdakwa yang dimaksud barang itu itu dibuktikan dengan pertanyaan HKM
apa? dalam bentuk kalimat Waktu ditangkap dia
TDW : Sabu. gak pegang barang bukti? dan dijawab oleh
SKS dengan kalimat Saya melihatnya
Data (8) merupakan maksim kuantitas karena dibuang, Buk. Jawaban yang diharapkan oleh
jawaban TDW sangat informatif dan HKM adalah bentuk pengingkaran dengan
informasi yang diberikannya sesuai dengan menjawab gak atau persetujuan dengan
yang dibutuhkan oleh HKM. Pada data menjawab ya. Akan tetapi, TDW tidak
tersebut, HKM bertanya kepada terdakwa memilih salah satu alternatif jawaban
maksud “barang” yang dikatakan oleh tersebut sehingga data (10) dikategorikan
terdakwa. Selanjutnya, TDW menjawab sebagai pelanggaran prinsip kerja sama
dengan kata sabu. maksim kuantitas.
Berdasarkan fungsi tuturan, tindak Maksim kuantitas pada data (6—10)
tutur pada data (8) dapat diklasifikasikan merupakan pertukaran informasi antara
dalam tindak tutur representatif. TDW TDW/SKS/PMH dan HKM yang bersifat
menjawab pertanyaan HKM yang informatif, tetapi tidak melebihi informasi
menanyakan mengenai maksud dari kata yang diinginkan oleh HKM. Data (6—10)
barang. Informasi yang diberikan oleh TDW merupakan bentuk penerapan maksim
merupakan suatu fakta didasari atas fakta kuantitas. Hal itu disebabkan oleh maksim
tindak pidana yang dilakukan oleh TDW. kuantitas mengharuskan adanya kewajaran
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa informasi yang diberikan oleh peserta tutur
data (8) merupakan penerapan tindak tutur (Yayuk, 2020).
representatif karena berisikan fakta yang Penerapan prinsip kerja sama,
dapat dibuktikan kebenarannya (Yule, 2014). khususnya maksim kuantitas, merupakan
Hasil penelitian ini juga menemukan suatu keharusan agar proses persidangan
adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja berjalan lancar. Bagi TDW, menerapkan
sama maksim kuantitas. Pelanggaran tersebut maksim kuantitas akan menjadi
terjadi karena informasi yang diinginkan oleh pertimbangan bagi HKM karena telah
penutur tidak seinformatif yang diharapkan. memberikan keterangan dengan sebenar-
benarnya dan tidak berbelit-belit. Sementara
(9) HKM : Disebutkan nama di informasi? itu, pelanggaran maksim kuantitas dapat
SKS : Panggilannya si Din aja. terjadi jika penutur dan mitra tutur saling
memberi informasi secukupnya sesuai
Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dengan yang ingin diketahui oleh peserta
maksim kuantitas pada data (9) disebabkan tutur (Rahardi, 2015).
oleh alternatif jawaban yang diberikan oleh Temuan hasil penelitian ini sejalan
HKM tidak dipilih oleh SKS. Pada data dengan temuan Sipayung, Tiani, dan Astuti
tersebut HKM bertanya tentang nama. (2020) yang secara khusus meneliti
Jawaban SKS Panggilannya si Din aja. pelanggaran prinsip kerja sama pada
Untuk menerapkan prinsip kerja sama persidangan Jessica Kumala Wongso.
maksim kuantitas, SKS dapat menjawab Sipayung, Tiani, dan Astuti (2020)
dengan kata ya atau tidak. menemukan adanya pelanggaran maksim
kuantitas yang dilakukan oleh TDW karena
7
Nuthihar dkk.: Prinsip Kerja Sama ….

informasi yang diberikan tidak seperti yang jawaban yang diberikan oleh SKS dapat
diinginkan oleh HKM dan JPU. dengan mudah dimengerti oleh HKM atau
dengan perkataan lain tidak taksa. Oleh
Maksim Cara karena itu, data (12) dapat dikategorikan
dalam prinsip kerja sama maksim cara.
Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar Hasil penelitian ini juga menemukan
maksim cara dapat diterapkan, yaitu (1) adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja
hindarilah pernyataan-pernyataan yang sama maksim cara. Pelanggaran tersebut
samar, (2) hindari ketaksaan, (3) usahakan disebabkan oleh jawaban yang diberikan oleh
ringkas (hindarilah pernyataan-pernyataan) mitra tutur panjang lebar dan tidak lugas.
dan tuturan tetap teratur. Berdasarkan ketiga
syarat tersebut, penulis menemukan (13) HKM I: Kilang batu bata ini adalah milik M
penerapan maksim cara dalam data berikut. Daud HS, sejak kapan dibangunnya?
SKS I: Saya gak teringat kapan itu dibangun
(11) HKM : Bagaimana Saudara penasihat karena saya pergi merantau. Saya lahir di
hukum? Gampong Doy, saya merantau sejak 2012,
PGC : Terima kasih majelis hakim. Setelah kemudian setelah saya kembali dari
membaca surat dakwaan dan mendengar merantau, saya ditunjuk sebagai keuchik di
pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut Gampong Doy. Setahu saya sebelumnya itu
umum, kami dalam hal ini tidak mengajukan sudah ada.
eksepsi, tetapi kami akan menanggapi dalam
persidangan nanti. Pelanggaran terhadap maksim cara pada data
(13) disebabkan oleh jawaban yang diberikan
Maksim cara pada data (11) dibuktikan SKS bertele-tele. HKM bertanya kepada SKS
dengan jawaban dari PGC teratur dan tidak kapan kilang tersebut dibangun, tetapi
taksa. Jawaban PGC pada data tersebut jawaban yang diberikan SKS justru berbelit-
menjelaskan sikapnya terhadap perkara yang belit. Jawaban SKS tidak informatif dan tidak
dihadapi kliennya. Jawaban PGC sesuai dengan ekspektasi HKM. Padahal, inti
menjelaskan bahwa ia tidak akan dari pertanyaan HKM adalah kapan kilang
mengajukan keberatan, tetapi akan dibangun dan milik siapa. Oleh karena itu,
menanggapi dalam persidangan. HKM yang data tersebut dikategorikan dalam
mendengarkan perkataan PGC dapat pelanggaran maksim cara.
memahaminya dengan jelas. Data (11—13) dikategorikan maksim
cara karena informasi diberikan oleh PGC
(12) HKM : Saya tambahkan Saudara Saksi, dan SKS kepada HKM jelas dan mudah
tadi ada Saudara katakan ada kilang batu dimengerti. Penerapan maksim cara pada
bata, selain dari kilang batu bata apakah temuan ini sejalan dengan syarat maksim
ada bangunan lain atau rumah? cara, yakni (1) hindarilah pernyataan-
SKS : Rumah secara permanen tidak ada, pernyataan yang samar, (2) hindari
cuma bangunan dari kayu untuk ketaksaan, (3) usahakan ringkas (hindarilah
karyawan yang bekerja ada.
pernyataan-pernyataan) dan usahakan tuturan
tetap teratur (G. Leech, 2015; Pfister, 2010;
Pada data (12), HKM menanyakan SKS Putrayasa, 2014; Yule, 2014).
perihal bangunan selain kilang batu bata yang Penerapan maksim cara pada temuan
terdapat di sana. Selanjutnya, SKS menjawab penelitian dikategorikan dalam tindak tutur
pertanyaan HKM dengan kalimat Rumah representatif. Hal itu sejalan dengan
secara permanen tidak ada, cuma bangunan penelitian (Nuthihar et al., 2019) yang
dari kayu untuk karyawan yang bekerja ada. menyimpulkan bahwa fungsi
Berdasarkan jawaban tersebut, SKS merepresentasikan pernyataan atau tuturan
memberikan kontribusi dalam percakapan tindak representatif berupa penegasan dan
dengan teratur dengan cara menjelaskan jenis pendeskripsian. Dalam hal ini, PGC dan SKS
bangunan yang terdapat di sana. Selain itu, memberikan jawaban seinformatif mungkin,
8
© 2022, Suar Bétang ISSN 1907-5650 (print)
ISSN 2686-4975 (online)

tidak taksa, ringkas, dan mudah dimengerti SKS : Untuk dijual, Buk.
oleh HKM.
Penelitian ini tidak menemukan adanya Bukti penerapan maksim relevansi pada data
pelanggaran maksim cara sehingga berbeda (15) ditandai dengan adanya hubungan antara
dari temuan penelitian (Sipayung et al., pertanyaan dan jawaban yang terdapat dalam
2020). Di sisi lain, penelitian yang dilakukan tindak tutur. Pada data tersebut terlihat HKM
oleh Farimaya (2017) menemukan adanya bertanya kepada SKS perihal untuk apa
pelanggaran maksim cara sebagai strategi barang yang didapatkannya. TDW
untuk membela diri dan menyudutkan orang memberikan jawaban berupa frasa untuk
lain sehingga terjadinya pelanggaran maksim dijual. Jawaban TDW memiliki keterkaitan
pada prinsip kerja sama lainnya. dengan pertanyaan yang diajukan sehingga
data (15) dapat dikategorikan dalam prinsip
Maksim Relevansi kerja sama maksim relevansi.
Dalam persidangan di Pengadilan
Maksim relevansi mengharuskan adanya Negeri Banda Aceh ditemukan adanya
pertukaran informasi sesuai dengan topik pelanggaran terhadap prinsip kerja sama
pembicaraan. Dari kesembilan perkara maksim relevansi. Pelanggaran maksim
persidangan yang diteliti, hanya ditemukan relevansi tersebut disebabkan jawaban yang
dua bentuk penerapan maksim relevansi dan diberikan oleh mitra tutur tidak memiliki
satu pelanggaran. Hal itu dapat dilihat pada keterkaitan dengan pertanyaan yang diajukan
data berikut ini. sebelumnya. Padahal, prinsip kerja sama
maksim relevansi mengharuskan informasi
(14) HKM: Kalau tidak mau tidak dipaksa yang dipertukarkan harus memiliki hubungan
tetapi harus buat surat pernyataan biar satu dengan yang lainnya. Bentuk
tidak salah pengadilan. Bagaimana? pelanggaran terhadap prinsip kerja sama
PGJ : Pakai pengacara aja, Buk hakim. maksim relevansi adalah sebagai berikut.

Penerapan maksim relevansi pada data (14) (16) HKM : Ada saksi jaksa penuntut umum?
dibuktikan dengan syarat penerapan maksim JPU : Terima kasih Majelis Hakim,
relevansi yang mewajibkan pertuturan kami mohon waktu!
memberikan informasi yang relevan dengan
topik yang dibicarakan. Konteks tindak tutur Pelanggaran terhadap maksim relevansi pada
pada data tersebut ialah HKM sedang data (16) ditunjukkan oleh jawaban yang
menjelaskan kepada terdakwa agar diberikan oleh JPU tidak memiliki relevansi.
menggunakan pengacara untuk mendampingi Pada data (16) HKM bertanya kepada JPU
terdakwa dalam persidangan. Terdakwa mengenai ada atau tidaknya saksi, tetapi
bersikukuh untuk tetap tidak memakai jawaban yang diberikan oleh JPU atas
pengacara. Selanjutnya hakim meminta pertanyaan HKM adalah Terima kasih
pendapat dari PGJ yang memiliki hubungan Majelis Hakim, kami mohon waktu. Jawaban
keluarga dengan terdakwa. Jawaban PGJ tersebut mencerminkan bentuk pelanggaran
dalam bentuk kalimat Pakai pengacara aja, terhadap prinsip kerja sama maksim
Buk Hakim merupakan bentuk relevansi relevansi.
terkait dengan pertanyaan HKM. Oleh karena Penerapan maksim relevansi pada data
itu, pada data (14) terlihat adanya relevansi (14—16) karena adanya pertukaran
antara pertanyaan HKM dan jawaban PGJ informasi yang ditanyakan oleh HKM kepada
sehingga dapat dikategorikan dalam prinsip PGC dan JPU sesuai dengan topik yang
kerja sama maksim relevansi. diinginkan oleh HKM. Maksim relevansi
yang ditemukan dalam penelitian ini dapat
(15) HKM : Benar ya ini orangnya. Kemudian juga dikategorikan dalam maksim kualitas
untuk apa itu dia? Ada dia terangkan untuk karena informasi yang diberikan tidak
apa itu dia sabu yang dia dapat?

9
Nuthihar dkk.: Prinsip Kerja Sama ….

melebih informasi yang diinginkan oleh dan teratur. Hal itu juga serupa dengan
HKM. maksim relevansi yang mengharuskan
Pelanggaran maksim relevansi pada pertukaran informasi sesuai dengan topik
data (16) ditunjukkan oleh bentuk ingkar dari yang diharapkan oleh penanya.
JPU karena tidak dapat menghadirkan saksi.
Pelenggaran tersebut masih dalam ketegori DAFTAR PUSTAKA
dapat dipahami dan tidak memiliki makna
yang taksa. Hal ini berbeda halnya dengan Budiyanto, D. (2013). Penyimpangan
temuan Budiyanto (2013) yang Implikatur Percakapan dalam Humor-
menyimpulkan penyimpangan maksim Humor Gus Dur. Litera, 8(2), 105–117.
relevansi dimanfaatkan untuk menciptakan https://doi.org/10.21831/ltr.v8i2.1206
wacana humor yang tidak hanya Burukina, O. (2012). Legal Language: A
menimbulkan efek kelucuan, tetapi juga Realm of Contradictions.
kritik sosial. Contemporary Readings in Law and
Social Justce, 4(2), 708–723.
PENUTUP Choukroune, L. (2016). The Language of
Rights and the Politics of Law:
Berdasarkan analisis, penulis menyimpulkan Perspectives on China’s Last Legal
bahwa penerapan prinsip kerja sama dalam Ditch Struggle. International Journal
persidangan di PN Banda Aceh meliputi for the Semiotics of Law, 29(4), 779–
maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim 803. https://doi.org/10.1007/s11196-
cara, dan maksim relevansi. Selain penerapan 015-9436-7
prinsip kerja sama, dalam penelitian ini juga Cummings, L. (1999). Pragmatics: a
ditemukan adanya pelanggaran terhadap Multidisciplinary Perspective. New
keempat maksim tersebut. Pelanggaran York: Routledge.
terhadap prinsip kerja sama disebabkan oleh Farimaya, N. U. (2017). Analisis
tidak terpenuhinya indikator sebagaimana Pelanggaran Prinsip Kerjasama Studi
yang diharuskan terdapat dalam prinsip kerja Kasus Sidang Pembunuhan Angeline
sama. (Kajian Pragmatik). Universitas
Prinsip kerja sama yang terdapat dalam Brawijaya.
persidangan sangat terikat dengan tata tertib Leech, G. (2015). Prinsip-Prinsip Pragmatik
persidangan dan dikategorikan dalam tindak (Terjemahan Oka, M.D.D.). Jakarta:
tutur konvensional yang di dalamnya banyak Universitas Indonesia Press.
terdapat bentuk tuturan interogatif. Hal itu Leech, G. N. (1983). Principles of
disebabkan oleh hakim ingin memperoleh Pragmatics. New York: Taylor &
keterangan yang lebih lengkap dari terdakwa Francis.
atau para pihak yang terkait untuk Martinich, A. (2001). A Theory of Fiction.
memutuskan suatu perkara. Philosophy and Literature, 25(1), 96–
Maksim kualitas yang terdapat dalam 112.
persidangan pada umumnya merupakan https://doi.org/10.1353/phl.2001.0014
pertanyaan konfirmasi. Hakim sudah Murniah. (2007). Bahasa Hukum Rumit dan
mengetahui hal tersebut karena terdapat Membingungkan. Wawasan.
dalam berita acara. Pertanyaan konfirmasi Myška, M., Smejkalová, T., Šavelka, J., &
juga terdapat pada maksim kuantitas. Škop, M. (2012). Creative Commons
Jawaban yang diberikan oleh terdakwa and Grand Challenge to Make Legal
bersifat informatif dan tidak melebihi Language Simple. In M. Palmirani, U.
ekspektasi dari hakim. Pagallo, P. Casanovas, & G. Sartor
Penerapan maksim cara dalam (Eds.), AI Approaches to the
persidangan dapat terjadi karena informasi Complexity of Legal Systems. Models
yang diberikan terkait dengan pertanyaan and Ethical Challenges for Legal
hakim dijawab oleh mitra tutur secara jelas Systems, Legal Language and Legal

10
© 2022, Suar Bétang ISSN 1907-5650 (print)
ISSN 2686-4975 (online)

Ontologies, Argumentation and https://doi.org/10.26499/wdprw.v45i1.


Software Agents (pp. 271–285). 152
Springer Berlin Heidelberg. Utami, I. I. (2018). Strategi Humor pada
Nuthihar, R., Bangun, T. A., & Wahdaniah. Acara Stand Up Comedy. Adabiyyāt:
(2019). Kalimat Tanya dalam Jurnal Bahasa dan Sastra, 2(1), 219–
Persidangan di Pengadilan Negeri 245.
Banda Aceh. MEDAN MAKNA: Jurnal https://doi.org/10.14421/ajbs.2018.022
Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, 04
17(2), 157–170. Wahyunianto, D., Djatmika, D., & Purnanto,
https://doi.org/10.26499/mm.v17i2.21 D. (2020). Grice’S Cooperative
38 Principles Violation in the
Nuthihar, R., Mursyidin, & Wahdaniah. Communication of Children With
(2020). Karakteristik Ragam Bahasa Autism. Sosiohumaniora, 22(1), 36–
Hukum dalam Persidangan di 45.
Pengadilan Negeri Banda Aceh. Jurnal https://doi.org/10.24198/sosiohumanio
Metamorfosa, 8(1), 90–104. ra.v22i1.24378
https://doi.org/10.46244/metamorfosa. Yayuk, R. (2020). Tuturan Makelar
v8i1.343 Penyebab Konflik pada Transaksi Jasa
Pfister, J. (2010). Is there a need for a maxim Angkutan Umum. Suar Bétang, 15(2),
of politeness? Journal of Pragmatics, 117–128.
42(5), 1266–1282. https://doi.org/10.26499/surbet.v15i2.
https://doi.org/10.1016/j.pragma.2009. 105
09.001 Yule, G. (2014). Pragmatik. Yogyakarta:
Putrayasa, I. B. (2014). Pragmatik. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, R. K. (2003). Berkenalan dengan
Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:
Dioma.
Rahardi, R. K. (2009). Imperatif dalam
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Rahardi, R. K. (2015). Sosiopragmatik.
Jakarta: Erlangga.
Rohmadi, M. (2010). Pragmatik Teori dan
Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Shanty, W. Y. (2016). Analisis Terhadap
Fungsi Bahasa Indonesia Hukum
dalam Mewujudkan Kepastian Hukum.
Jurnal Cakrawala Hukum, 7(2), 268–
280.
https://doi.org/10.26905/idjch.v7i2.19
17
Sipayung, Q., Tiani, R., & Astuti, S. P.
(2020). Pelanggaran Prinsip Kerja
Sama pada Persidangan Jessica
Kumala Wongso. 1–13.
Subiyatningsih, F. (2017). Prinsip Kelakar
dan Prinsip Daya Tarik dalam Wacana
Cakcuk (Joke and Attraction Principles
in Cakcuk Discourse). Widyaparwa,
45(1), 80–92.
11

You might also like