Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

1c. What is the etiology of chest pain?

Many disorders cause chest pain or discomfort. These disorders may involve the cardiovascular,
gastrointestinal, pulmonary, neurologic, or musculoskeletal systems (see table Some Causes of
Chest Pain).
Some disorders are immediately life threatening:

1. Acute coronary syndromes (acute myocardial infarction/unstable angina)


2. Thoracic aortic dissection
3. Tension pneumothorax
4. Esophageal rupture
5. Pulmonary embolism (PE)
Other causes range from serious, potential threats to life to causes that are simply uncomfortable.
Often no cause can be confirmed even after full evaluation.
Overall, the most common causes are
1. Chest wall disorders (ie, those involving muscle, rib, or cartilage)
2. Pleural disorders
3. Gastrointestinal disorders (eg, gastroesophageal reflux disease, esophageal spasm, ulcer
disease, cholelithiasis)
4. Acute coronary syndromes and stable angina
In some cases, no etiology of the chest pain can be determined
Source :
Source: Mendis S, Puska P & Norrving B. 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention and
Control. World Health Organization:Geneva.

1e.what is correlation between age and gender in this case ?

Acute myocardial infarction is slightly more common in those under 60 years old (53.2%) than those
over 60 years (46.8%), men have a higher risk of cardiovascular disease than women and stress factors
can stimulate the cardiovascular system by releasing catecholamines. increase heart rate and ultimately
can cause coronary vasoconstriction (Mendis, 2011).

Source: Mendis S, Puska P & Norrving B. 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention and
Control. World Health Organization:Geneva.

1L. What are the relations between sweat soaking his clothes, dizinees and main complain?

it shows the clinical manifestations of STEMI, usually presenting with sudden onset of precordial chest
pain or shortness of breath. Patients usually describe a squeezing, squeezing, or pressing sensation,
retrosternal, with or without radiating to the neck, jaw, left shoulder and left arm. Chest pain is
generally severe enough to cause sympathetic activation in the form of nausea, vomiting and cold
sweats to wet the clothes.

Source: Rilantono. Cardiovascular disease (CVD). first edition Jakarta: Publishing Agency, Faculty of
Medicine, University of Indonesia; 2012

2c. What are the classification of hyperthension and in this case?

klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik yaitu :

No Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
5. Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6. Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7. Grade 3 (berat) 180-209 100-119
8. Grade 4 (sangat berat) ≥210 ≥210

Sumber : Sylvestris, A. (2014). Hipertensi dan retinopati hipertensi. Saintika Medika, 10(1), 1-9.

Based on the causes of hypertension are divided into 2 groups (Ardiansyah M., 2012):

1) Primary hypertension (essential)

Primary hypertension is essential hypertension or hypertension of which 90% have no known

cause. Several factors are thought to be associated with the development of essential

hypertension, including: a) Genetics

b) Gender and age.

c) Obesity weight.

d) Lifestyle smoking and alcohol consumption

2) Secondary hypertension

Secondary hypertension is a type of hypertension with a known cause. Secondary hypertension is

caused by several diseases, namely:

a) Coarctationaorta
b) Renal parenchymal and vascular disease.

c) Endocrine disorders.

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M., 2012) :

1) Hipertensi primer (esensial) Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90%
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial diantaranya : a) Genetik

b) Jenis kelamin dan usia.

c).Berat badan obesitas.

d) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

2) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :

a) Coarctationaorta

b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.

c) Gangguan endokrin.
Sumber : Sylvestris, A. (2014). Hipertensi dan retinopati hipertensi. Saintika Medika, 10(1), 1-9.

3b. How is the abnormal mechanism of physical examination (from body height until VAS)

Hypotension:
PatofisiologiTekanan pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri maka tekanan
darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada dasarnya, darah akan
mengumpul pada pembuluh kapasitas vena ekstermitas inferior 500 hingga 700 ml darah akan
terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium
kanan jantung akan berkurang dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga pada
posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik hingga 25mmHg, sedang
tekanan diastolik tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10mmHg (Andhini Alfiani Putri F,
2012).Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh
bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turunmenc
apai 20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan persialCO2 (pCO2) dan
penurunan tekanan persial O2 (pCO2) serta pH jaringan otak(Andhini Alfiani Putri F, 2012).
Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat didalamdinding
dan hampir setiap arteri besar didaerah dada dan leher, namun dalam
jumlah banyak didapatkan dalam dinding arteri karotis interna sedkit di atas, daerah yang dikenal
sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta.
Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah
perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi
respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif
berupa katekolamin, pengaktifan sistem Renin Angiotensin Aldosteron, pelepasan ADH dan
neuro-hipofisis.
Perubahan patologis yang terjadi pada usia lanjut mengakibatkan terjadinya kegagalan
fungsi refleks otonom. Kegagalan fungsi refleks otonom inilah yang menjadi penyebab
timbulnya hipotensi ortostatik, selain oleh faktor penurunan curah jantung akibat berbagai sebab
dan kontraksi volume intravaskular baik yang relatif maupun absolut.
Sumber : Putra, B. F. K. (2018). STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi. Cermin Dunia
Kedokteran, 45(1), 34-37.
Takipneu : Increased systemic blood → and resistance of the left ventricular pump →
increased heart load → ventricular hypertrophy → oxygen needs increased due to increased
ventricular hypertrophy → tachypnea (Corwin, 2009).

Sumber : Tambayong, J. (2011). Patofisiologi. EGC.

3c. How is the abnormal mechanism of physical examination (from head until extremities)?

Pale face :

5a. a. What is the interpretation of laboratorium examinations?

No On the case Normal levels Interpretation


1 Hb 12.5g/dl 12-16 g/dl normal

2 leukocytes 11.000/mm 5.000-10.000/mm abnormal


(leukositosis)

3 platelets 255.000/mm 15.000-400.000/mm normal

4 BSS 110mg/dl 70-120 before eat normal


<140 after eat
<100 fasting
5 Cholesterol 273 mg/dl 140-200 mg/dl abnormal

9. what is the working diagnosis ?


Acute coronary syndrome ec STEMI anterolateral

10. what is treatment in this case

Wasid (2007) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien Sindroma Koroner Akut adalah :

1. Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard
yang mengalami cidera serta menurunkan beratnya ST- elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien
stabil dengan level oksigen 2-3 liter/menit secara kanul hidung.

2. Nitrogliserin (NTG) : Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL)
(0,3-0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 5-10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan
kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard, menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard, menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel, dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral, serta menghambat agregasi
platelet.

3. Morfin : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi rasa sakit
akibat iskemia, meningkatkan venous capacitance, menurunkan tahanan pembuluh sistemik, serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan afterload menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2-4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping
mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin : Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase-1 dalam platelet dan mencegahpembentukan
tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang
dianjurkan ialah 160-325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama
pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pektoris. 5.
Antitrombolitik lain (Clopidogrel, Ticlopidine) : Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet,
memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi
ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidine
bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi
dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami
implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250
mg/hari. Perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan
dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada
minggu II-III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun
tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding
Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya resiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA
yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral,
cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat
dan 40-60% inhibisi dicapai dalam 3-7 hari.

Penanganan SKA Lebih Lanjut :

1. Heparin : Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman
(tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin
mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang
aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12
ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat
badan < 70 kg.

2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH) : Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko
tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama,
high bioavailabiliy, dose–independent clearance, mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat
aktivasi platelet, tidak mengaktivasi platelet, menurunkan faktor von Willebrand, kejadian
trombositopenia sangat rendah, tidak perlu pemantauan aPTT, rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi, lebih
banyak menghambat alur faktor jaringan, dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi
dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxiparin.

3. Warfarin : Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang
dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tidak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus
Aspirin dengan Aspirin saja sehingga tidak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I) : Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI dengan risiko tinggi,
terutama hubungannya dengan PercutaneousCoronary Intervention (PCI). Pada STEMI , bila diberikan
bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi
platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan
serotonin. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikansecara intravena.
Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas
menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak
menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada
Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan PCI. Namun, tetap
perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia)
meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml.

Sumber: Ginting, A. S. (2017). Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Sindroma Koroner Akut di RSUP H
Adam Malik Medan Tahun 2016.

You might also like