Artikel India Pakistan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

KOMPARASI KEKUATAN DAN KELEMAHAN

SISTEM POLITIK INDIA DAN PAKISTAN

Abstract
This research aims to analyze how the strengths and weaknesses of the political
systems in both countries impact their political development. The study compares the
political systems of India and Pakistan through a comparative method, analyzing their
history, institutions, and political context. Journal selection is based on high reputation
criteria in political science and international relations, employing a search strategy on
Google Scholar using relevant keywords. Prioritizing journals with strong research
methods and objectivity ensures the quality and reliability of the findings. The research
results indicate that India's political system, with its unique history including caste
institutions and significant events like the Sudasa war, demonstrates the strengths of
parliamentary democracy and separation of powers. Conversely, Pakistan's political
system, originating from the Hindu-Muslim partition in 1947, faces challenges of
Islamic identity and political instability, influencing the country's growth and
development. In conclusion, India's political system stands out with the strengths of
parliamentary democracy and separation of powers, while Pakistan's political system
is characterized by challenges of Islamic identity and political instability, both
impacting the direction of political development in each country.

Keywords : Strengths, Weaknesses, Politics, India, Pakistan.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kekuatan dan kelemahan
sistem politik di kedua negara tersebut berdampak pada pembangunan politiknya.
Penelitian ini membandingkan sistem politik India dan Pakistan melalui metode
komparatif dengan menganalisis sejarah, kelembagaan, dan konteks politik. Seleksi
jurnal dilakukan berdasarkan kriteria reputasi tinggi di bidang ilmu politik, hubungan
internasional, dengan strategi pencarian melalui Google Scholar menggunakan kata
kunci relevan. Pemilihan jurnal dengan metode penelitian kuat dan obyektivitas
diutamakan untuk memastikan kualitas dan keandalan temuan. Hasil penelitian ini
diperoleh bahwa Sistem politik India, dengan sejarah uniknya yang mencakup institusi
kasta dan peristiwa penting seperti perang Sudasa, menunjukkan kekuatan demokrasi
parlementer dan pemisahan kekuasaan. Di sisi lain, sistem politik Pakistan, berawal
dari pemisahan Hindu-Muslim pada 1947, menghadapi tantangan identitas Islam dan
ketidakstabilan politik, mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan negara.
Kesimpulannya adalah Sistem politik India menonjol dengan kekuatan demokrasi
parlementer dan pemisahan kekuasaan, sementara sistem politik Pakistan diwarnai
oleh tantangan identitas Islam dan ketidakstabilan politik, yang keduanya berdampak
pada arah pembangunan politik di masing-masing negara.

Kata Kunci : Kekuatan, Kelemahan, Politik, India, Pakistan


PENDAHULUAN
Politik adalah ilmu yang berkaitan erat dengan negara, dan untuk mema-hami
politik dengan baik, penting untuk memiliki pemahaman mendalam tentang konsep
negara itu sendiri. Negara dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi yang eksis di
dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi yang sah. Kekuasaan ini
menjadi dasar otoritas yang diakui dan dihormati oleh pen-duduknya. Konsep negara
juga mencakup ide bahwa kekuasaan ini dijalankan sesuai dengan hukum dan tata atu-
ran yang sah. Oleh karena itu, negara memiliki peran penting dalam mengatur kehidu
pan masyarakatnya. Kekuasaan negara mencakup hak untuk membuat kebijakan,
menjalankan hukum, dan mengambil keputusan yang memengaruhi seluruh wilayah dan
warganya. Dalam kerangka ini, kepatuhan rakyat terhadap kekuasaan negara menjadi
elemen kunci. Kepatuhan ini dapat timbul dari legitimasi, dimana rakyat mengakui dan
menerima otoritas negara sebagai sah dan wajar. Oleh karena itu, konsep negara tidak
hanya mencakup struktur fisik dan geografis suatu wilayah, tetapi juga mencakup dimen
si politis dan hukum yang menciptakan kerangka kerja bagi tatanan sosial (Rusfiana &
Nurdin, 2017:2).
Politik pada dasarnya mencerminkan fenomena yang erat kaitannya dengan eksis
tensi manusia, yang secara kodratnya selalu hidup berbaur dalam masyara kat. Manusia,
sebagai makhluk sosial, dinamis, dan selalu berkembang, secara alamiah menyesuaikan
diri dengan kondisi sekitarnya. Sebagai anggota masyarakat, individu atau kelompok
terikat oleh nilai-nilai dan aturan umum yang diakui dan dianut oleh masyarakat
tersebut. Dalam konteks ini, politik tidak dapat dihindari dan akan selalu muncul sebagai
hasil dari proses perkembangan manusia dalam bingkai masyarakatnya. Penyelengga
raan kekuasaan secara konstitusional menjadi unsur penting dalam realitas politik,
mencakup berbagai aspek seperti sumber kekuasaan politik, proses legitimasi, pemega
ng kekuasaan tertinggi, serta fungsi dan tujuan politik. Pembagian kekuasaan politik
menjadi bagian integral dari penyelenggaraan kekuasaan, memastikan bahwa kekuasaan
tidak terkonsen trasi pada satu entitas atau individu saja. Sehingga politik tidak dapat
terlepaskan dari bangsa dan negaranya (Hasanah et al., 2022:330).
India adalah negara yang luas wilayahnya mencapai 3.287.263 kilometer persegi,
menjadikannya negara terluas ke-7 di dunia. Meskipun memiliki luas yang besar, India
juga dikenal dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Dengan populasi yang diperkira
kan mencapai sekitar 600 juta jiwa, India menjadi negara terpadat nomor 2 di dunia
setelah Cina. Kepadatan penduduk yang tinggi ini menciptakan beragam tantangan
dalam mengelola sumber daya, infrastruktur, dan masalah sosial. Penduduk India sangat
beragam dari segi agama (Sobri, 2024:221). Mayoritas penduduknya, sekitar 83%,
menganut agama Hin du. Namun, keberagaman agama juga tercermin dalam komposisi
agama yang lain, seperti Islam, Kristen, Sikh, dan agama-agama lain yang menyumbang
sekitar 12% dari populasi total. Keberaga man ini menciptakan kaya budaya dan tradisi
di India, yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti seni,
musik, tarian, dan festival-festival yang meriah. Dengan jumlah penduduk yang besar
dan keberagaman agama, India memiliki tantangan dan peluang unik dalam pem
bangunan dan pengelolaan masyarakatnya. Pemerintah India terus berupaya mengatasi
masalah-masalah seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan pertumbuhan ekonomi yang
berimbang, sambil meme lihara keragaman budaya dan agama yang menjadi salah satu
ciri khas negara ini (Rezeki et al., 2020:39).
Awalnya, Pakistan merupakan bagian integral dari India, dan berdirinya negara ini
merupakan respons terhadap seruan yang dilancarkan oleh kelompok Islam di India saat
masih berada di bawah kekuasaan Inggris. proses pembentukan Pakistan dimulai dari
bagian India yang dihuni oleh penduduk Muslim (Azhari & Sugitanata, 2022:138). Negara
ini muncul sebagai hasil dari gerakan kemerdekaan India dan partisi tahun 1947, yang
dipicu oleh perselisihan antara kelompok Hindu dan Muslim. Responding terhadap
aspirasi umat Islam, Pakistan dinyatakan merdeka sebagai Republik Islam pada tahun
1947 dengan dua bagian utama, yaitu Pakistan Timur dan Pakistan Barat. Namun,
perselisihan internal dan ketidak puasan di Pakistan Timur mengakibatkan pecahnya kon
flik dan akhirnya pemisahan diri, membentuk negara Bangladesh pada tahun 1971. Sejak
berdirinya, Pakistan mengalami beberapa perubahan konstitusi untuk mencerminkan
dinamika politik dan sosialnya, sementara Undang-Undang Hukum Keluarga baru
diberlakukan pada tahun 1961 melalui Muslim Family Law Ordinance (MFLO),
mencerminkan upaya untuk mengatur isu-isu hukum keluarga dengan fokus pada
komunitas Muslim (Fatma, 2019:123).
Pemisahan kekuasaan antara India dan Pakistan pada tahun 1947 tidak hanya
disebabkan oleh faktor kekuasaan semata, tetapi juga karena adanya ketidaksetaraan
dan ketidakadilan terhadap umat Muslim di India. Pembagian tersebut, yang dikenal
sebagai Partisi India, bertujuan untuk menciptakan dua negara merdeka yang mewakili
mayoritas Hindu dan mayoritas Muslim, yaitu India dan Pakistan. Pemimpin utama gera
kan pemisahan adalah Muhammad Ali Jinnah, yang memandang bahwa umat Muslim
memerlukan negara mereka sendiri untuk melindungi hak-hak mereka dan menjalankan
kehidupan politik (Rusydi, 2022:9). Pemisahan ini mencerminkan kegagalan integrasi
umat Muslim dalam sistem politik India. Selama periode sebelum pemisahan, umat
Muslim terus mengalami penindasan dan kesewenang-wenangan dalam pemerintahan
India yang mayoritas Hindu. Ketidaksetaraan ini tercermin dalam ketidakmampuan umat
Muslim untuk memperoleh posisi yang signifikan dalam ranah politik India, yang dido
minasi oleh mayoritas Hindu. Mereka juga merasakan ketidaksetaraan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam hal pekerjaan, pendidikan, maupun hak-hak lainnya. (Hamidah,
2017:39).
Rumusan masalah penelitian ini mencakup tiga pertanyaan utama yang berfokus
pada sejarah, kekuatan, kelemahan, dan dampak sistem politik India dan Pakistan.
Pertanyaan pertama mengenai sejarah sistem politik kedua negara dari masa lampau
hingga saat ini. Selanjutnya, pertanyaan kedua dan ketiga merinci kekuatan dan kelema
han masing-masing sistem politik, dengan memberikan penjelasan rinci untuk mendapat
kan pemahaman yang lebih mendalam. Kemudian, penelitian juga bertujuan untuk me-
nganalisis bagaimana kekuatan dan kelemahan sistem politik di kedua negara tersebut
berdampak pada pembangunan politiknya. Manfaat penelitian ini adalah untuk menda-
patkan kontribusi pemahaman yang lebih baik terhadap sistem politik kedua negara,
sehingga dapat memberikan panduan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan di
masa depan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
pihak yang berkepentingan dalam hubungan politik India dan Pakistan

METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian komparatif untuk membandingkan
secara sistematis sistem politik kedua negara. Desain penelitian ini melibatkan analisis
perbandingan historis, kelembagaan, dan kontekstual dari kedua sistem politik. Kriteria
screening jurnal yang digunakan melibatkan pemilihan sumber-sumber akademis yang
terpercaya, dengan fokus pada jurnal-jurnal yang memiliki reputasi tinggi di bidang ilmu
politik, hubungan internasional, dan area terkait. Strategi mencari jurnal dapat
melibatkan pencarian melalui basis data akademis seperti Google Scholar dengan kata
kunci yang relevan seperti "political system India," "political system Pakistan," "compa
rative politics," dan sebagainya. Pemilihan jurnal-jurnal yang memiliki metode penelitian
yang kuat dan obyektivitas dalam membahas kekuatan dan kelemahan kedua sistem
politik akan menjadi kunci dalam memastikan kualitas dan keandalan temuan penelitian.

HASIL
A. Sejarah Sistem Politik India dan Pakistan
1. Sejarah Sistem Politik India
Peradaban India Kuno menunjukkan karakteristik yang unik dengan minimnya
catatan sejarah politik yang terdokumentasi dengan baik. Kurangnya sumber tertulis
mengenai sejarah politik dalam periode sebelum Bimbisara (abad ke-6 SM)
menyebabkan para ahli sejarah menyebutnya sebagai 'era kegelapan sejarah'. Artefak
kuno menjadi sumber informasi utama untuk memahami kehidupan dan kepercayaan
masyarakat pada masa tersebut. Catatan-catatan yang ada lebih cenderung bersifat
keagamaan, memberikan wawasan mendalam mengenai sistem kepercayaan, upacara
keagamaan, dan nilai-nilai spiritual yang dipegang oleh masyarakat. Meskipun catatan
sejarah politik mungkin minim, kemajuan besar telah dicapai oleh peradaban India Kuno
dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra, filsafat, dan seni. Peninggalan seperti Veda,
Upanishad, dan Mahabharata memberikan wawasan mendalam tentang pemikiran dan
kehidupan masyarakat pada masa itu. Meskipun tidak ada risalah waktu yang jelas,
peninggalan ini memberikan gambaran tentang kekayaan intelektual dan spiritual
peradaban India Kuno, meskipun memang tantangan interpretasi muncul akibat
minimnya catatan sejarah politik yang mendetil (Sutrisno et al., 2019:1).
Pada zaman dahulu sistem politik di India, terkenal adalah sistem kasta, suatu tata
urutan sosial yang didasarkan pada faktor keturunan dan menentukan kelas sosial
seseorang. Institusi ini berkembang dari kebiasaan bangsa Arya awal dalam membagi
masyarakat sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem kasta asli terdiri dari
empat kasta utama. Pertama, Brahmana merupakan kasta tertinggi yang terdiri dari
pendeta dan cendekiawan. Kedua, Ksatria terdiri dari tentara dan pemimpin pemerinta
han yang bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat. Ketiga, Waisya adalah kasta
pedagang dan petani yang berperan dalam kegiatan perdagangan dan pertanian.
Terakhir, Sudra adalah kasta pengrajin dan buruh yang terlibat dalam pekerjaan fisik dan
produksi. Sistem kasta tidak hanya membagi masyarakat menjadi empat kasta utama,
tetapi juga memberikan ruang bagi pembentukan sub-kasta atau jati yang lebih spesifik
(Ulum, 2018:16).
Menurut Sutrisno et al., (2019:3) sejarah sistem politik di India terdiri atas bebe-
rapa periode diantaranya adalah :
a) Periode Weda (2000-600 SM)
Periode Weda (2000-600 SM) mencakup fase penting dalam sejarah politik
India Kuno, yang tercermin dalam catatan Rigveda VII.18, 33, 83 mengenai perang
Sudasa melawan aliansi sepuluh raja, atau yang dikenal sebagai dasarajna yuddha.
Ahli sejarah menggali makna politik di balik peristiwa ini, dengan beberapa hipote
sis muncul. Pertama, perang ini diyakini terjadi di wilayah barat laut Doab dan
terkait dengan migrasi suku Bharata. Pola yang terlihat menunjukkan upaya sistema
tis untuk menguasai wilayah tersebut dengan mendorong penduduk asli ke pinggi
ran dan menguasai pusat kota. Kedua, perang ini dianggap lebih sebagai konflik
antarsuku daripada pertempuran antarnegara, karena istilah 'rajan' mengacu pada
kepala suku bukan raja. Ketiga, terdapat indikasi awal sistem monarki rajarshi,
seperti kaitan Sudasa dengan Maharshi Vasistha dan Vishvamitra sebagai purohita.
Keempat, penaklukan klan Bharata terhadap sepuluh klan lainnya menegaskan do-
minasi atas wilayah India Kuno, yang kemudian dikenal sebagai Bharatavarsa.
Perkembangan selanjutnya mengarah pada pembentukan dinasti Kuru, di
mana klan Bharata bersekutu dengan klan Puru. Aliansi ini kemudian melibatkan
klan Pancala untuk mengelola pemerintahan di sekitar lembah sungai Gangga dan
Yamuna. Dinasti Kuru menjadi sangat signifikan dalam sejarah India Kuno dan
menyumbang pada fondasi struktur politik yang berkembang di masa selanjutnya.
Pembentukan aliansi antara kelompok suku ini tidak hanya mencerminkan dinamika
politik, tetapi juga menciptakan landasan untuk pengembangan pemerintahan yang
lebih terorganisir dan struktur monarki di India Kuno.
b) Era Kemunduran Politik Hindu (543 SM-185 SM)

Era Kemunduran Politik Hindu (543 SM-185 SM) mencerminkan transisi


kompleks dalam peta politik India Kuno, dengan keruntuhan kerajaan-kerajaan
Mahajanapada dan munculnya Magadha sebagai pusat kekuasaan utama. Seiring
berakhirnya Era Mahajanapada sekitar abad ke-6 SM, terjadi pergeseran dominasi
politik. Magadha, yang awalnya hanya satu dari enam belas Mahajanapada dengan
wilayah di sekitar Bihar, bagian selatan Gangga, dan ibu kota di Rajagriha, menjadi
kerajaan terbesar dan paling berkuasa di India Kuno. Selama era ini, Magadha tidak
hanya menjadi kerajaan yang dominan, tetapi juga mampu memperluas wilayah
kekuasaannya. Selain Magadha, terdapat tiga negara berdaulat lainnya yang masih
mempertahankan kemerdekaan, yaitu Kosala, Vatsa, dan Avanti. Selain itu, lahir
beberapa republik oligarki kecil, seperti Sakya di Kapilavastu, Koliya di Ramagama,
Bhagga di bukit Susumara, Buli di Allakappa, Kallama di Kesaputta, Moriya di
Phippalivana, dan Yakka (Yaksha?) di Alavaka yang didirikan oleh klan non-Arya.
Pada masa ini, Magadha tidak hanya memimpin dari segi politik tetapi juga
memperkenalkan inovasi dalam aspek militer dan administratif. Pemimpin Magad
ha, seperti Bimbisara dan Ajatasatru, memainkan peran penting dalam membentuk
fondasi imperium yang lebih besar. Era Kemunduran Politik Hindu ini memunculkan
dinasti-dinasti yang kemudian berperan penting dalam sejarah India, seperti Dinasti
Haryanka dan Dinasti Shishunaga, sebelum akhirnya memberi jalan kepada pemben
tukan Maurya, salah satu imperium besar dalam sejarah India Kuno.
c) Era Kebangkitan Politik Hindu (300 SM-700 M)
Era Kebangkitan Politik Hindu (300 SM-700 M) menandai periode penting
dalam sejarah India dengan kemunculan sosok Pusyamitra Shunga. Ia, seorang
Brahmana, memainkan peran kunci dalam menggulingkan kekuasaan Bhrihaddatha
Maurya pada tahun 185 SM, yang dicatat dalam kitab Harshacarita. Kematian raja
Brihaddatha Maurya terjadi selama inspeksi pasukan, di mana Pushyamitra sebagai
senapati perang Magadha membunuhnya. Setelah kudeta ini, Pusyamitra mendiri
kan dinasti Brahmana yang dikenal sebagai dinasti Shunga. Wilayah kekuasaan
Magadha di bawah dinasti Shunga meliputi bagian tengah kerajaan Magadha
(Maurya) lama, dan pusat kota Ayodhya di India bagian tengah-utara, seperti
tercatat dalam prasasti Dhanadeva-Ayodhya.
Pusyamitra Shunga, dengan kebijakan politiknya, memainkan peran penting
dalam kebangkitan politik Hindu di Magadha. Fokus utamanya tampak pada agama
Buddha yang telah mendominasi India selama hampir tiga abad. Pusyamitra dikenal
karena sikapnya yang mendukung agama Hindu dan menentang agama Buddha. Ini
tercermin dalam tindakannya yang meruntuhkan stupa-stupa Buddha dan
mempersembahkan hasil rampasan perang kepada para Brahmana. Kebijakan ini
mencerminkan pergeseran signifikan dalam arah politik dan agama di India pada
masa itu, dengan agama Hindu menjadi lebih dominan dalam pemerintahan.
Selama masa pemerintahan dinasti Shunga, kebudayaan dan seni juga berkembang
pesat. Meskipun pemerintahan Shunga tidak begitu stabil, mereka memberikan
kontribusi penting terhadap pembentukan fondasi politik dan budaya India pada
masa itu. Periode ini juga menyaksikan kebangkitan sastra Sanskerta dan perluasan
pengaruh agama Hindu di seluruh subbenua India.
d) Sistem Politik Modern/ Saat ini di India
Pada kenyataannya, masyarakat India telah mengalami perkembangan kom-
pleks dengan berbagai jati yang memiliki peran dan pekerjaan yang lebih terperinci.
Hal ini menciptakan stratifikasi sosial yang mendalam dan memainkan peran
penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India, baik dalam konteks ekono
mi maupun sosial. Meskipun sistem kasta telah banyak berubah dan terdapat
perubahan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dampaknya masih terasa
dalam beberapa aspek kehidupan di India. Upaya untuk menghapuskan diskriminasi
dan mempromosikan kesetaraan telah dilakukan, tetapi tantangan besar masih ada
dalam mengubah persepsi dan praktik yang telah tertanam dalam masyarakat
selama berabad-abad (Ulum, 2018:16).

2. Sejarah Sistem Politik Pakistan


Awal pendirian negara Pakistan pada tahun 1947 didasarkan pada ideologi
pemisahan antara komunitas Hindu dan Muslim di India pasca-kemerdekaan. Pe-
mimpin utama gerakan pemisahan, Muhammad Ali Jinnah, membayangkan Pakis
tan sebagai sebuah negara Islam yang merangkul dan menerapkan prinsip-prinsip
Islam dalam struktur kehidupan bernegara. Ideologi ini tercermin dalam pemilihan
nama "Pakistan," yang merupakan singkatan dari "Punjab," "Afghan," "Kashmir,"
"Sindh," dan "Baluchistan," mencerminkan kelompok etnis dan agama yang berbe
da yang akan bersatu dalam satu negara dengan dasar Islam.
Meskipun visi awal pendirian Pakistan didasarkan pada identitas Islam, pada
awalnya, perhatian masyarakat lebih terfokus pada isu-isu dasar keselamatan
nasional dan politik. Pada masa itu, Pakistan dihadapkan pada berbagai tantangan
seperti pembentukan struktur pemerintahan, pemulihan dari konsekuensi partisi
dengan India, dan penciptaan sistem ekonomi yang berfungsi. Fokus utama pada
isu-isu ini mendorong masyarakat Pakistan untuk mengabaikan, setidaknya dalam
jangka pendek, realisasi identitas Islam secara menyeluruh. Meskipun demikian,
seiring berjalannya waktu, identitas Islam semakin menguat dalam kehidupan
politik dan sosial Pakistan. Pada tahun 1956, konstitusi pertama Pakistan menegas
kan Islam sebagai agama negara, dan sejak itu, isu-isu yang berkaitan dengan
identitas Islam semakin menjadi pusat perhatian dalam politik dan kehidupan
masyarakat di negara ini (Reni et al., 2022:124-125).
Sistem politik Pakistan telah menghadapi sejumlah tantangan dan komplek
sitas sejak pembentukannya pada tahun 1947. Pertama, wafatnya pendiri dan
pemersatu negara, Muhammad Ali Jinnah, pada tahun 1948 menjadi pukulan besar
bagi kepemimpinan Pakistan. Kekosongan kepemimpinan ini menciptakan tantang
an dalam merumuskan identitas dan visi negara, terutama terkait dengan pengarti
kulasian ajaran Islam dalam sistem politik. Kemudian, pembunuhan Perdana
Menteri Liaquat Ali Khan pada tahun 1951 menciptakan ketidakstabilan politik dan
kekosongan kebijakan. Tanpa kepemimpinan yang kuat dan konsisten, identitas
Islam di Pakistan menjadi sulit diimplementasikan dalam kebijakan dan struktur poli
tik. Kurangnya pemimpin yang memiliki visi jelas dan konsistensi dalam menerap
kan prinsip-prinsip Islam memperumit proses pembentukan identitas negara.
Pertentangan antara golongan konservatif seperti Islam Sentralis dan Islam
Populer dengan golongan modernis sekuler menjadi sumber konflik. Tidak adanya
konsensus antara kelompok-kelompok ini terkait dengan ideologi positif negara
menciptakan ketidakstabilan dalam kebijakan dan memperlambat pembentukan
identitas nasional. Pergolakan antara orientasi Islam tradisional dan modernisasi
sekuler terus berlanjut, memperumit upaya untuk mengartikulasikan visi bersama
tentang identitas Pakistan. Negara Islam Modern mengharapkan pemimpin yang
memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam dan orientasi politik yang
memadai. Meskipun terdapat pemimpin politik dengan pendidikan yang memadai,
mereka mungkin kurang memahami secara mendalam ajaran Islam, terutama
dalam konteks interpretasi makna suatu negara. Sementara itu, pemimpin yang
berbasis agama mungkin memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam,
namun pendidikan mereka mungkin lebih didasarkan pada wawasan agama, yang
mungkin kurang relevan dalam konteks pemerintahan modern dan kompleksitas
masalah politik. Kesulitan menggabungkan dua perspektif ini telah menjadi salah
satu tantangan utama dalam merumuskan sistem politik Pakistan.
Pada saat ini, Sistem politik Pakistan mencakup tiga tingkat pemerintahan
yang mencerminkan struktur federal negara tersebut. Pertama adalah tingkat
pemerintahan pusat, yang dipimpin oleh Presiden Pakistan. Presiden dipilih secara
tidak langsung, yaitu melalui electoral collage yang terdiri dari anggota Majelis
Nasional dan Senat. Electoral collage ini menentukan pemilihan Presiden, yang
berperan sebagai kepala negara. Meskipun memiliki peran simbolis yang signifikan,
kekuasaan eksekutif sebenarnya terletak pada Perdana Menteri yang dipilih oleh
Majelis Nasional.
Selain pemerintahan pusat, Pakistan juga memiliki tingkat pemerintahan
provinsi yang memungkinkan otonomi dalam administrasi dan pengambilan keputu
san di tingkat lokal. Setiap provinsi memiliki kepala pemerintahan provinsi yang
disebut sebagai Gubernur, dan pemerintahan provinsi bertanggung jawab atas
berbagai masalah yang termasuk dalam daerah keputusan otonomi. Tingkat peme
rintahan lokal adalah tingkat ketiga dalam struktur politik Pakistan. Pemerintahan
lokal mencakup pemerintahan kota, kotamadya, dan desa. Pemilihan untuk peme
rintahan lokal dilakukan secara terpisah dan memberikan kesempatan bagi partisi
pasi langsung dari masyarakat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi
kehidupan mereka sehari-hari. Pemerintahan lokal memiliki peran penting dalam
penyelenggaraan layanan dasar dan pengembangan komunitas di tingkat lokal.
Sistem tiga tingkat ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan kekuasaan dan
menjaga keragaman serta kebutuhan masyarakat yang berbeda di seluruh Pakistan.

B. Kekuatan dan Kelemahan Sistem Politik India dan Pakistan


Sistem politik disetiap negara memiliki kekuatan dan kelemahannya masing
masing, berikut ini adalah kekuatan dan kelemahan antara sistem politik di India dan
Pakistan :
1. Kekuatan dan Kelemahan Sistem Politik India
Kekuatan Sistem politik di Negara India diantaranya adalah :
a) India mengadopsi sistem demokrasi parlementer yang kuat, di mana rakyat me
miliki peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan politik. Dalam
demokrasi parlementer India, pemilihan umum diadakan secara teratur, mem
berikan kesempatan bagi warga negara untuk memilih wakil mereka di parle
men. Proses ini mencakup pemilihan anggota Lok Sabha (Dewan Rakyat), yang
bertugas sebagai badan legislatif utama di tingkat nasional. Pemilihan juga
dilakukan di tingkat negara bagian untuk membentuk legislatif negara bagian.
Pilihan ini memberikan kekuatan kepada warga India untuk memilih para pe-
mimpin yang mewakili mereka dan mengambil keputusan yang memengaruhi
kebijakan negara. Selain itu, kebebasan pers adalah salah satu pilar utama
dalam sistem demokrasi India. Media memiliki peran yang signifikan dalam
membentuk opini publik dan memberikan informasi yang diperlukan kepada
warga negara. Kebebasan pers memungkinkan wartawan untuk menyampai
kan berita dan pandangan mereka tanpa ketakutan akan sensor atau represi.
Ini menciptakan lingkungan di mana berbagai perspektif politik dan pandangan
dapat diungkapkan, yang mendorong diskusi dan partisipasi aktif warga dalam
kehidupan politik. Demokrasi berbasis parlementer di India mencerminkan ko-
mitmen pada prinsip-prinsip representasi rakyat dan transparansi, yang
merupakan dasar dari sistem politiknya (Fajria, 2018:187).
b) Meskipun India menganut sistem parlementer, prinsip pemisahan kekuasaan
tetap diakui dan ditegakkan untuk menjaga keseimbangan dan mencegah
penyalahgunaan kekuasaan. Prinsip pemisahan kekuasaan merupakan dasar
filosofi konstitusional yang menentukan bahwa tiga cabang pemerintahan
utama, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, harus memiliki independensi
dan fungsi yang terpisah. Cabang eksekutif dipimpin oleh kepala negara, yaitu
Presiden India, dan kepala pemerintahan, yaitu Perdana Menteri. Presiden
memiliki peran simbolis sebagai kepala negara, sementara Perdana Menteri
bertanggung jawab atas pemerintahan sehari-hari. Menteri-menteri kabinet
yang dipilih oleh Perdana Menteri membentuk pemerintahan. Mereka bertang
gung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan administrasi pemerintahan.
Cabang legislatif terdiri dari dua majelis, yaitu Lok Sabha (Dewan Rakyat) dan
Rajya Sabha (Dewan Negara). Lok Sabha dipilih oleh warga India melalui
pemilihan umum dan bertugas membentuk undang-undang dan mengawasi
kinerja pemerintah. Rajya Sabha, di sisi lain, memiliki perwakilan dari negara-
negara bagian dan memiliki peran peninjauan dan memberikan perspektif yang
beragam dalam pembentukan undang-undang. Cabang yudikatif terdiri dari
Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi dan berbagai pengadilan tingkat
tinggi dan rendah di seluruh negara. Mahkamah Agung memiliki yurisdiksi
untuk menafsirkan konstitusi dan memastikan bahwa tindakan pemerintah
sesuai dengan ketentuan hukum. Kemandirian yudikatif penting untuk
memastikan keadilan dan menegakkan supremasi hukum (Zulfajri et al., 2019:
389).
Kelemahan sistem politik di Negara India adalah :
a) Penyensoran media dan kendali terhadap informasi alternatif di India telah
menjadi sumber keprihatinan serius dalam konteks norma-norma demokrasi
dan kebebasan informasi. Pemerintah India telah menerapkan berbagai aturan
yang membatasi peliputan media, khususnya terkait dengan isu-isu tertentu
yang berkaitan dengan sistem politik. Langkah-langkah ini telah menimbulkan
kekhawatiran terhadap penghambatan kebebasan pers dan hak publik untuk
mendapatkan informasi yang objektif. Aturan-aturan tersebut, terutama dalam
kasus peliputan media, dapat mencakup pembatasan pada konten yang diang
gap mengancam keamanan nasional atau merugikan keutuhan masyarakat.
Pengaturan semacam ini sering kali diterapkan dengan ketat dan dapat
digunakan untuk menahan atau mengintimidasi wartawan serta media yang
dianggap melanggar pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini mem
berikan dampak negatif pada kualitas dan keragaman informasi yang disajikan
kepada masyarakat. Penyensoran dan kendali terhadap informasi alternatif juga
dapat melibatkan upaya pembatasan terhadap media independen atau platform
daring yang mengkritik atau menyampaikan pandangan yang berbeda dengan
kebijakan pemerintah. Pembatasan semacam ini dapat merugikan prinsip kebe
basan berekspresi dan kebebasan berpendapat, yang merupakan pilar penting
dalam sistem demokrasi. Ketika pemerintah mengendalikan akses terhadap
informasi dan mengatur peliputan media, hal tersebut dapat melemahkan kon-
trol demokratis dan membatasi kapasitas masyarakat untuk mengambil keputu
san yang informasional dan edukatif (Margiansyah & Kunci, 2021:284).
b) Pergantian pemerintahan yang sering di India, hal ini mencerminkan dinamika
politik yang kompleks dan keberagaman politik yang tinggi di negara tersebut.
Sistem politik parlementer India memungkinkan pembentukan pemerintahan
yang berbeda-beda seiring perubahan mayoritas di Lok Sabha (Dewan Rakyat),
yang dapat terjadi pada pemilihan umum yang diadakan setiap lima tahun.
Pergan tian pemerintahan tersebut sering kali disebabkan oleh dinamika koalisi
partai yang saling bergantung, di mana partai-partai politik berusaha memba
ngun mayoritas untuk membentuk pemerintahan. Hal ini dapat menciptakan
ketidak stabilan politik karena koalisi-kolasi ini dapat rapuh dan mudah
terpengaruh oleh pergeseran politik dan kepentingan partai. Ketidakstabilan
politik yang timbul dari pergantian pemerintahan dapat memperlambat proses
pembuatan keputusan di tingkat nasional. Setiap pergantian pemerintahan biasa
nya diikuti oleh perubahan kebijakan dan prioritas, yang memerlukan waktu
untuk disesuai kan dan diimplementasikan. Ini dapat mengganggu kelancaran
pelaksanaan kebijakan jangka panjang dan memperlambat progres dalam berba
gai sektor. Pergantian pemerintahan yang terlalu sering juga dapat memenga
ruhi kestabi lan kebijakan jangka panjang, mengurangi prediktabilitas ekonomi,
dan menciptakan ketidakpastian yang mungkin mempengaruhi iklim investasi
dan pertumbuhan ekonomi (Lengkong, 2018:21).

2. Kekuatan dan Kelemahan Sistem Politik Pakistan


Kekuatan Sistem politik di Negara Pakistan diantaranya adalah :
a) Meskipun Pakistan memiliki sejarah kudeta militer dan campur tangan angka
tan bersenjata dalam politik, perkembangan terkini menunjukkan penurunan
peran politik langsung angkatan bersenjata. Pada masa lalu, angkatan bersen
jata Pakistan seringkali terlibat dalam menggulingkan pemerintahan yang sah
dan mengambil alih kendali politik negara. Namun, belakangan ini, terutama
setelah era pemerintahan militer diawali oleh Jenderal Pervez Musharraf pada
tahun 1999, terdapat kecenderungan untuk lebih fokus pada demokratisasi.
Proses demokratisasi yang diterapkan dalam beberapa dekade terakhir telah
membantu mengurangi campur tangan langsung angkatan bersenjata dalam
politik. Pemilu yang teratur dan transisi kekuasaan yang berlangsung sesuai
dengan konstitusi negara menjadi langkah-langkah positif yang menguatkan
institusi-institusi demokratis. Selain itu, kebijakan tersebut mencerminkan
kesadaran bahwa stabilitas politik dan pembangunan negara dapat lebih baik
dicapai melalui proses demokratis yang sah dan berkelanjutan.
b) Di Pakistan, sistem parlementer mirip dengan Inggris, dan pemerintahan dipim

pin oleh seorang Perdana Menteri yang merupakan kepala pemerintahan.


Presiden memiliki peran seremonial sebagai kepala negara, sementara kekua
saan eksekutif sebagian besar dipegang oleh Perdana Menteri. Perdana Men
teri dipilih dari anggota Majelis Nasional, yang merupakan bagian dari parle
men bikameral bersama dengan Senat. Pemilihan umum secara teratur diada
kan untuk memilih wakil rakyat, dan pemimpin partai yang memperoleh
mayoritas di Majelis Nasional biasanya menjadi Perdana Menteri. India juga
mengadopsi sistem parlementer, tetapi ada perbedaan mendasar. Di India,
Presiden adalah kepala negara dan memiliki peran seremonial, sementara
Perdana Menteri ialah kepala pemerintahan. Presiden India dipilih oleh kolese
elektoral yang melibatkan anggota parlemen dan legislator negara bagian.
Perdana Menteri India dipilih dari anggota Lok Sabha (Dewan Rakyat) yang
juga merupakan bagian dari parlemen bikameral bersama dengan Rajya Sabha
(Dewan Negara). Perbedaan signifikan antara kedua negara terletak pada
peran dan pemilihan Presiden. Sementara di Pakistan Presiden dipilih secara
tidak langsung oleh Majelis Elektoral, di India Presiden dipilih melalui kolese
elektoral yang melibatkan wakil rakyat di semua tingkatan. Selain itu, ada
perbedaan dalam struktur parlemen dan proses pemilihan Perdana Men teri,
tetapi prinsip dasar sistem parlementer tetap ada dalam kedua negara
(Rohayatin, 2021).
Kelemahan sistem politik di Negara Pakistan adalah :
a) Instabilitas politik di Pakistan sering terwujud dalam periode-periode yang
ditandai dengan seringnya perubahan pemerintahan dan ketidakstabilan
politik internal. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap instabilitas politik
di Pakistan antara lain: Sejarah Pakistan mencatat beberapa kudeta militer,
dengan angkatan bersenjata terlibat secara langsung dalam menggulingkan
pemerintahan sah. Ini menciptakan ketidakstabilan politik yang signifikan dan
merusak perkembangan demokrasi di negara ini. Meskipun belakangan ini
terdapat upaya untuk mengurangi peran langsung militer dalam politik,
pengaruhnya masih dapat dirasakan. Sistem politik Pakistan sering kali
melibatkan koalisi-kolasi politik yang rapuh, terutama dalam konteks parlemen
bikameral dengan Majelis Nasional dan Senat.
b) Koalisi-kolasi mudah bubar dan memicu perubahan pemerintahan, mencipta
kan ketidakpastian dan ketidakstabilan. Pakistan memiliki keragaman etnis dan
sektarian yang signifi kan. Ketegangan antara kelompok-kelompok etnis dan
sektarian dapat mencip takan ketidakstabilan politik, terutama ketika isu-isu ini
dimanfaatkan untuk tujuan politik. Konflik etnis dan sektarian dapat memuncul
kan ketidakpuasan yang berujung pada perubahan politik. Meskipun India juga
menghadapi tantangan politik dan ketidakstabilan di beberapa periode,
perubahan pemerin tahan di Pakistan sering kali lebih sering dan terkait
dengan faktor-faktor militer atau koalisi yang rapuh. India memiliki tradisi
demokrasi yang lebih stabil dengan perubahan pemerintahan yang lebih
teratur melalui pemilihan umum (Faqih, 2021:117).

C. Pengaruh Kekuatan dan Kelemahan Sistem Politik terhadap Pembangunan Politik


di India dan Pakistan
Kekuatan utama dalam sistem politik India adalah adopsi demokrasi parle
menter yang memberikan warga negara peran signifikan dalam pengambilan kepu
tusan politik. Proses pemilihan umum yang teratur memastikan partisipasi aktif
rakyat dalam pemilihan wakil mereka di parlemen, menggambarkan komitmen
pada prinsip representasi rakyat dan transparansi. Kebebasan pers yang dijamin
juga menjadi kekuatan, memungkinkan media menyampaikan informasi dan panda-
ngan tanpa sensor, mendorong diskusi dan partisipasi warga dalam kehidupan
politik, sehingga mendorong pembangunan politik di India. Meskipun India meng
anut sistem parlementer, prinsip pemisahan kekuasaan tetap ditegakkan, menjaga
keseimbangan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kemandirian yudikatif di
India menjadi kunci dalam memastikan keadilan dan menegakkan supremasi
hukum. Hal ini menciptakan sistem yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu.
Namun, pengaruh dari kelemahan sistem politik di India adalah terletak pada
tantangan pembentukan pemerintahan koalisi yang dapat menciptakan ketidak
stabilan politik. Adanya berbagai partai politik dengan kepentingan berbeda dapat
mempersulit pembentukan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan. Keter
gantungan pada koalisi dapat menghambat keberlanjutan kebijakan jangka panjang
dan konsistensi dalam pembangunan politik. Selain itu, Pergantian pemerintahan
yang sering mencerminkan dinamika politik kompleks dan keberagaman politik di
India. Meskipun demokrasi memungkinkan perubahan yang sah, pergantian peme
rintahan yang terlalu sering dapat menciptakan ketidakstabilan politik dan mem
perlambat pembangunan politik jangka panjang. Hal ini juga dapat memengaruhi
prediktabilitas ekonomi dan iklim investasi, mengurangi keseimbangan dan kontinui
tas dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
Salah satu kekuatan utama dalam sistem politik Pakistan adalah penurunan
peran langsung angkatan bersenjata dan kecenderungan menuju demokratisasi.
Meskipun Pakistan memiliki sejarah kudeta militer, perkembangan terkini
menunjukkan upaya untuk fokus pada demokrasi. Proses demokratisasi yang dilaku
kan dalam beberapa dekade terakhir membantu mengurangi campur tangan lang-
sung militer, memperkuat institusi-institusi demokratis, dan memastikan transisi
kekuasaan sesuai dengan konstitusi negara. Hal tersebut secara tidak langsung
sangat membantu pembentukan politik yang berkelanjutan di Negara Pakistan.
Selain itu, Kelebihan lain dalam sistem politik Pakistan adalah adopsi sistem
parlementer yang mirip dengan Inggris. Perdana Menteri sebagai kepala pemerinta
han dipilih dari anggota Majelis Nasional, menciptakan struktur kelembagaan yang
memfasilitasi perubahan dan respon cepat terhadap isu-isu politik dan sosial.
Sistem ini mencerminkan komitmen pada prinsip demokrasi dan partisipasi warga
dalam pengambilan keputusan politik. Hal ini sangat mempengaruhi pembangunan
sistem politik di Pakistan terutama dalam aspek kepercayaan masyarakat.
Namun, terdapat salah satu kelemahan utama dalam sistem politik
Pakistan adalah tingkat instabilitas politik yang tinggi. Seringnya perubahan
pemerintahan dan ketidakstabilan politik internal menciptakan lingkungan
yang tidak pasti. Sejarah kudeta militer dan koalisi politik yang rapuh sering
menjadi pemicu perubahan, menghambat pembangunan politik yang berke
lanjutan. Perubahan pemerintahan yang sering dapat pula menciptakan
ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan jangka panjang. Kelemahan
lainnya terletak pada ketegangan etnis dan sektarian yang signifikan di Pakistan.
Konflik antara kelompok-kelompok etnis dan sektarian dapat menciptakan
ketidakstabilan politik, terutama ketika isu-isu ini dimanfaatkan untuk tujuan
politik. Hal ini dapat memicu perubahan politik dan menghambat pembangunan
politik yang inklusif. India, dengan keragaman etnis yang tinggi, juga menghadapi
tantangan serupa, tetapi perubahan politik di Pakistan sering kali lebih terkait
dengan dinamika etnis dan sektarian.
KESIMPULAN
Sejarah sistem politik India menampilkan perkembangan yang unik, terutama
pada masa Kuno, di mana catatan sejarah politik terdokumentasi minim. Pada zaman
dahulu, sistem politik India mencirikan dirinya melalui institusi kasta, sebuah tata urutan
sosial yang didasarkan pada keturunan dan menentukan kelas sosial seseorang. Dalam
periode Weda (2000-600 SM), perang Sudasa melawan aliansi sepuluh raja mencermin
kan dinamika politik awal India Kuno, membentuk fondasi untuk pembentukan dinasti
Kuru yang signifikan. Pada masa berikutnya, terjadi Era Kemunduran Politik Hindu (543
SM-185 SM) yang mencatat keruntuhan kerajaan Mahajanapada dan munculnya
Magadha sebagai pusat kekuasaan utama. Periode Kebangkitan Politik Hindu (300 SM-
700 M) menandai kemunculan dinasti Shunga dan pergeseran signifikan dalam arah
politik dan agama di India. Di sisi lain, sejarah sistem politik Pakistan dimulai pada tahun
1947, dengan pendirian negara ini berdasarkan pemisahan antara komunitas Hindu dan
Muslim di India pasca-kemerdekaan. Meskipun ideologi awal Pakistan didasarkan pada
Islam, isu-isu dasar keselamatan nasional dan politik lebih dominan pada awal
pendiriannya. Tantangan utama sistem politik Pakistan muncul setelah wafatnya
Muhammad Ali Jinnah, menciptakan kekosongan kepemimpinan dan ketidakstabilan
politik. Pertentangan antara kelompok konservatif dan modernis sekuler terus menjadi
sumber konflik, memperlambat pembentukan identitas nasional yang jelas. Saat ini,
sistem politik Pakistan mencakup tiga tingkat pemerintahan, dengan proses
demokratisasi yang berkembang dan fokus pada identitas Islam. Kekuatan dan kelema
han masing-masing sistem politik memainkan peran penting dalam pembangunan politik
di kedua negara. India, dengan sistem demokrasi parlementer dan pemisahan
kekuasaan yang kuat, memberikan peran signifikan kepada rakyat dalam pengambilan
keputusan politik. Namun, tantangan seperti pergantian pemerintahan yang sering dan
kendali terhadap media dapat menghambat kelancaran proses demokratisasi. Di
Pakistan, perkembangan terkini menunjukkan penurunan peran militer dalam politik,
tetapi instabilitas politik dan tantangan etnis masih menjadi hambatan. Identitas Islam
yang semakin diperkuat dalam politik Pakistan memainkan peran kunci, sementara
ketidakstabilan politik dapat memperlambat pertumbuhan dan pembangunan. Dengan
demikian, kekuatan dan kelemahan sistem politik memiliki dampak langsung pada arah
pembangunan politik di India dan Pakistan.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, D., & Sugitanata, A. (2022). Genealogi dari Produk dari Reformasi Undang
Undang Perceraian di Pakistan. Jurnal Asy Syukriyyah, 23(2), 36–53.

Fajria, R. (2018). Menilai Potensi Perang dibalik Kepemilikan Nuklir. Journal of


International, 1(1), 180–192.

Faqih, M. (2021). Konsep Ketatanegaraan Pakistan Perspektif Fiqh Siyasah. Jurnal Aibafa,
9(2), 115–128.

Fatma, Y. (2019). Batasan Usia Perkawinan Dalam Hukum Keluarga Islam (Perbandingan
Antar Negara Muslim: Turki, Pakistan, Maroko dan Indonesia). Jurnal Ilmiah
Syariah, 8(2), 117–135.

Hamidah. (2017). Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan
Negara Pakistan. Jurnal Kontekstualita, 33(1), 28–53.

Hasanah, U., Kirani, C., Gabylia, E. M., & Adawiyah, R. (2022). Etika Dan Budaya Politik “
Konsep Sistem Politik Di Indonesia .” Jurnal Pendidikan, Sains Dan Teknologi, 1(2),
11–12.

Lengkong, B. (2018). Fungsi Pengakuan (Recognition) dalam Pelaksanaan Hubungan


antar Negara Menurut Kajian Hukum Internasional. Jurnal Lex Administratum,
VI(1), 176–177.

Margiansyah, D., & Kunci, K. (2021). Otokratisasi dan Populisme Otoriter dalam Rezim
Demokrasi : Perbandingan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 11(2), 263–300.

Reni, Santalia, I., & Wahyuddin. (2022). Muhammad iqbal serta ide pembentukan negara
pakistan. Al Urwatul Wutsqa, 2(2), 119–131.

Rezeki, W., Amalia, T., & Putri, K. A. (2020). India dalam Dunia Pendidikan. Jurnal
Dinamika Pendidikan, 13(1), 39–46.

Rohayatin, T. (2021). Dasar Dasar Pemerintahan. Sleman: Penerbit Budi Utama. diakses
pada tanggal 30/01/2024 url:
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=55lFEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=pakistan+Presiden+memiliki+p
eran+seremonial+sebagai+kepala+negara,
+sementara+kekua+saan+eksekutif+sebagian+besar+dipegang+oleh+Perdana+Men
teri.
+Perdana+Men+teri+dipilih+dari+anggota+Majelis+Nasional&ots=AM_AdzgePs&si
g=kmpRO1TpJM3zAPoL6JVhQEccMRU&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
Rusfiana, Y., & Nurdin, I. (2017). Dinamika Politik Kontemporer Internasional dan Lokal
Dengan Hambatan dan Tantangan dalam Pencapaiannya. Bandung: Alfabeta.
diakses pada tanggal 30/01/2024 url: http://eprints.ipdn.ac.id/2475/1/BUKU -
DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER.pdf

Rusydi, I. (2022). Upaya Legislasi Qanun Syari ’ ah Di India Dan Pakistan. JUSTICES :
Journal of Law, 1(1), 1–9.

Sobri, A. (2024). Potret Sistem Pendidikan India Era Kontemporer : Tetap Solid Pada
Kebijakan Ghandi. Jurnal Inspirasi Pendidikan, 2(1), 220–233.

Sutrisno, N., Avalokitesvari, N. N. A. N., Sutarya, I. G., Duija, I. N., & Surpi, N. K. (2019).
POLITIK HINDU Sejarah, Moral dan Proyeksinya. IHDN Press.

Ulum, R. (2018). Institusi minoritas dan struktur sosial di india. Jurnal Harmoni, 17(1), 8–
27.

Zulfajri, Jalil, & Gani, I. (2019). Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan
Perbandingannya dengan AS. Belanda dan India. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 21(3),
377–396.

You might also like