Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Terhadap Kualitas Ayam Goreng

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng terhadap Kualitas Ayam Goreng Abstract.

Chicken is one of the essential food served for daily dishes. It is consumed by most people compare to other protein source food. Chicken is cooked with a variety of processing techniques. One of the procces is frying. The use of cooking oil that has been used more than once frying is common to be implemented in society. Oil heated repeatedly, causes in oil accelerated damage. Damage of oil during the frying process will affect the quality and nutritional value of fried food. The fried chicken made tested in objective test including number of acid and peroxide numbers. While subjective analysis covering the organoleptic evaluation was flavor, color, aroma, texture and overall acceptance. The results showed that the frequency of use of different cooking oil significantly affected the numbers of acid fried chicken and affected insignificantly on the number of acid and peroxide numbers as well as cooking oil flavor, aroma, color, texture, overall acceptance. Acid numbers of the fried chicken range from 3.33 mg KOH/g to 5.03 mg KOH/g. There was no peroxide numbers on fried chicken. Fried on oil acid number ranged from 0.32 mg KOH/g to o.46 mg KOH/g, level of peroxide of cooking oil in the range at 2.06 meq/kg to 4.45 meq/kg. From the results of objective and subjective tests showed that repeated use of cooking oil to 4 times producing fried chicken that is safe for consumption. Key Words : Fried Chicken, cooking oil, acid number, peroxide number. Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan bagi yang mengkonsumsinya, karena kandungan gizinya lengkap, sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi. Daging ayam sangat mudah diperoleh di pasaran, karena perkembangan peternakan ayam di Indonesia yang sangat pesat. Ayam merupakan salah satu bahan pangan penting yang disajikan untuk lauk pauk seharihari dan banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat dibandingkan dengan daging ternak lainnya (Buckle,1987). Daging ayam dimasak dengan berbagai macam teknik pengolahan, salah satunya adalah menggunakan teknik menggoreng. Menggoreng dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan dengan media panas berupa minyak.Penggunaan jelantah (minyak goreng yang telah digunakan lebih dari satu kali penggorengan) merupakan hal yang biasa di masyarakat. Minyak yang dipanaskan secara berulang-ulang, menyebabkan proses kerusakan minyak bertambah cepat. Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis klasifikasi ayam penghasil daging,yaitu ayam kampung,ayam ras, dan ayam cull. Di Indonesia, ayam pedaging dipanen pada umur yang lebih muda, yaitu 6 minggu dengan berat sekitar 1,33 kg per ekor. Pemanenan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah disebabkan oleh kesediaan konsumen yang cenderung membeli karkas yang utuh yang tidak terlalu besar. Juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum banyak serta tulang tidak begitu keras.

Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang percobaannya dilakukan dengan rancangan acak kelompok ( RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan yang dilakukan dalam percobaan ini adalah: P0 = Menggunakan minyak baru P1= Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali P2 = Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali P3 = Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali P4 = Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali Sampel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah ayam goreng yang digoreng dengan menggunakan minyak dari minyak baru sampai yang telah digunakan 4 kali penggorengan. Pengamatan yang akan dilakukan pada ayam goreng adalah pengamatan secara obyektif terhadap kimia (angka peroksida dan angka asam), dan pengamatan secara subjektif dilakukan terhadap mutu organoleptik ( rasa, aroma, warna dan tekstur). Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara manual dengan bantuan kalkulator. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan selanjutnya dilakukan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan (nyata dan sangat nyata). Bila ada pengaruh dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Berdasarkan langkah tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Hasil dan Pembahasan

Ayam goreng adalah suatu produk masakan ayam yang diolah dengan cara menggoreng menggunakan banyak minyak. Penggorengan ayam dilakukan dengan menggunakan minyak baru sampai minyak yang telah digunakan empat kali. Frekuensi penggunaan minyak yang berbeda pada masing-masing perlakuan akan mempengaruhi kualitas minyak dan ayam goreng yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat dibahas beberapa hal yang mempengaruhi kualitas minyak dan ayam goreng yang dihasilkan yaitu analisa obyektif yang

meliputi angka asam dan angka peroksida pada minyak dan ayam goreng, sedangkan hasil analisa subyektif yaitu penilaian secara organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa serta penerimaan keseluruhan ayam goreng.

1. Analisis Obyektif a. Angka Asam Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap angka asam pada minyak dimana F hitung < F tabel 5% sehingga tidak dilanjutkan ke uji BNT. Nilai rata rata angka asam pada minyak dengan frekuensi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai Rata rata Angka Asam (mg KOH/ g) Minyak Goreng Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 5 kali Nilai Rata rata 0.32 a 0.45 a 0.43 a 0.38 a 0.38 a 0.46 a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata

(P > 0,05)

Sedangkan untuk hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan ada perbedaan yang nyata terhadap angka asam pada ayam goreng dimana F Hitung > F Tabel 5% sehingga dilanjutkan ke uji BNT. Nilai rata rata angka asam pada minyak dengan frekuensi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai Rata rata Angka Asam (mg KOH/ g) Ayam Goreng

Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali

Nilai Rata rata 5.03 a 4.55 a 4.57 a 4.26 a 3.33 b


(P < 0.05)

Keterangan : Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda nyata,

Berdasarkan tabel diatas nilai rata-rata angka asam pada ayam goreng berkisar antara 3.33 mg KOH/g - 5.03 mg KOH/g. Nilai rata- rata tertinggi angka asam pada perlakuan penggunaan minyak baru dan terendah pada perlakuan penggunaan minyak yang telah digunakan sebanyak empat kali.

b. Angka Peroksida Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap angka peroksida pada minyak dimana F hitung < F tabel 5% sehingga tidak dilanjutkan ke uji BNT. Nilai rata rata angka peroksida

pada minyak dengan frekuensi pengunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Pada ayam goreng tidak terdeteksi angka peroksida, sehingga tidak dilakukan analisis sidik ragam.

Tabel 8 Nilai Rata Rata Angka Peroksida (meq/kg) Minyak Goreng

Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 5 kali

Nilai Rata rata 2.22 a 4.13 a 4.45 a 2.22 a 2.06 a 3.18 a


(P > 0,05)

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

2. Analisis Subyektif a. Mutu Hedonik Terhadap Warna Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap mutu hedonik warna ayam goreng. Nilai rata rata mutu hedonik terhadap warna ayam goreng dengan frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9

Nilai Rata rata Uji Mutu Hedonik Terhadap Warna Ayam Goreng Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

Nilai Rata rata 2.42 a 2.10 a 1.78 a 1.97 a 2.08 a


(P > 0,05)

b. Hedonik Terhadap Warna Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap hedonik warna ayam goreng. Nilai rata rata hedonik terhadap warna ayam goreng dengan frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai Rata rata Uji Hedonik Terhadap Warna Ayam Goreng

Perlakuan 0 1

Nilai Rata rata 3.57 a 3.62 a

2 3 4

3.38 a 3.52 a 3.50 a


(P > 0,05)

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

c. Hedonik Terhadap Rasa Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap hedonik rasa ayam goreng. Nilai rata rata hedonik terhadap rasa ayam goreng dengan frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai Rata Rata Uji Hedonik Terhadap Rasa Ayam Goreng Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidaak nyata

Nilai Rata rata 3.82 a 3.77 a 3.75 a 3.77 a 3.80 a


(P > 0,05)

d. Hedonik Terhadap Aroma

Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap hedonik aroma ayam goreng. Nilai rata rata hedonik terhadap aroma ayam goreng dengan frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai Rata rata Uji Hedonik Terhadap Aroma Ayam Goreng

Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali

Nilai Rata rata 3.65 a 3.67 a 3.65 a 3.62 a 3.55 a


(P > 0,05)

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

e. Hedonik Terhadap Tekstur Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap hedonik tekstur ayam goreng. Nilai rata rata hedonik terhadap tekstur ayam goreng dengan frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Nilai Rata rata Uji Hedonik Terhadap Tekstur Ayam Goreng Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

Nilai Rata rata 3.82 a 3.65 a 3.53 a 3.68 a 3.58 a


(P > 0,05)

f. Hedonik Terhadap Penerimaan Keseluruhan Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap hedonik penerimaan keseluruhan ayam goreng. Nilai rata rata hedonik terhadap penerimaan keseluruhan ayam goreng dengan

frekuensi penggunaan minyak yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai Rata Rata Uji Hedonik Terhadap Penerimaan Keseluruhan Ayam Goreng Perlakuan Menggunakan minyak baru Menggunakan minyak yang telah digunakan 1 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 2 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 3 kali Menggunakan minyak yang telah digunakan 4 kali
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan berbeda tidak nyata,

Nilai Rata rata 3.85 a 3.77 a 3.72 a 3.75 a 3.78 a


(P > 0,05)

A. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda untuk menggoreng ayam menunjukkan tidak ada perbedaan nyata terhadap angka asam pada minyak goreng tersebut. Tabel 6 menunjukkan angka asam pada minyak goreng tersebut berkisar pada 0.32mg KOH/g 0.46 mg KOH/g. Angka asam terendah yag dihasilkan yakni 0.32mg KOH/g pada minyak goreng segar dan tertinggi yaitu 0.46 mg KOH/g pada minyak goreng yang telah digunakan sampai 4 kali penggorengan. Hal ini dikarenakan minyak goreng belum mengalami hidrolisis lemak selama pengolahan. Bila dibandingkan dengan Syarat Mutu Minyak Goreng (SNI 01-3741-2002) , angka asam pada minyak goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan yang berbeda masih berada dibawah standar yaitu maks 0,6 mg KOH/g. Dengan demikian minyak goreng tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Angka asam pada ayam goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan ada perbedaan yang nyata. Angka asam pada ayam goreng tersebut berkisar pada 3.33 mg KOH/g 5.03 mg KOH/g. Nilai angka asam tertinggi pada perlakuan penggorengan dengan menggunakan minyak segar yakni 5.03mg KOH/g dan terendah pada perlakuan pengguanaan minyak goreng yang telah digunakan sebanyak 4 kali yaitu 3.33 mg KOH/g. Tingginya angka asam pada daging ayam dikarenakan lemak daging ayam mengandung lipase (Ketaren,1986). Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10% (Ketaren,1986). Berdasarkan penelitian Arlene dkk (2010) bilangan asam mengalami penurunan seiring dengan

kenaikan temperatur. Dengan kenaikan temperatur, kandungan air dalam minyak semakin kecil sehingga kemungkinan minyak terhidrolisis semakin kecil. Pada Tabel 8 angka peroksida pada minyak dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap angka peroksida minyak goreng tersebut. Angka peroksida minyak goreng tersebut berkisar antara 2.06 meq/kg 4.45 meq/kg. Angka peroksida sudah terdeteksi pada minyak segar yakni sebesar 2.22 meq/kg. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lamanya waktu penyimpanan minyak goreng oleh si penjual sebelum sampai pada pembeli atau konsumen. Kerusakan tidak hanya terjadi karena dipakai menggoreng. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat juga menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Penyimpanan lemak dan minyak yang baik adalah dalam tempat yang tertutup rapat yang gelap dan dingin, wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stailess steel, lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. Pada ayam goreng tidak dideteksi adanya angka peroksida. Hal ini dikarenakan proses pembentukan gugus peroksida membutuhkan proses dan waktu yang lama. Bila dibandingkan dengan standar mutu minyak goreng menurut SNI 3741-1995, angka peroksida pada minyak goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda berada diatas batas yang diperbolehkan yakni maks 2 meq/kg. Dapat dikatakan bahwa minyak tersebut sudah mengalami kerusakan. Tingginya angka peroksida minyak goreng ini karena diakibatkan proses oksidasi pada saat proses penyimpanan atau penyimpanan sehingga terbentuklah peroksida. Pada tabel 9 tingkat penerimaan panelis terhadap mutu hedonik warna ayam goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda berada pada kisaran 1.78 2,42. Nilai tersebut berada pada kisaran warna agak coklat sampai kuning kecoklatan. Warna ayam

goreng yang paling diterima panelis adalah ayam goreng dengan perlakuan penggunaan minyak goreng segar. Pada perlakuan ke-nol (P0), minyak yang digunakan masih segar dan belum mengalami oksidasi sehingga menghasilkan ayam goreng dengan kualitas warna yang bagus. Warna coklat disebabkan oleh adanya proses browning nonenzimatik yakni reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi-reaksi antara karbohidrat, khusunya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang-kadang menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat pada pemanggangan daging adalah warna yang dikehendaki (Winarno,2002 dan Fauzan,2010). Pada tabel 10 tingkat penerimaan panelis terhadap hedonik warna ayam goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda berkisar pada 3.38 3.62. Nilai tersebut berada pada kisaran netral sampai suka. Warna ayam goreng yang paling disukai panelis adalah ayam goreng dengan perlakuan penggunaan minyak goreng yang telah digunakan 1 kali. Walaupun minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng yang telah digunakan 1 kali, namun minyak tersebut masih menghasilkan ayam goreng dengan warna yang menarik dan disukai panelis. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan; sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren,1986). Pada tabel 11 tingkat penerimaan panelis terhadap rasa ayam goreng dengan perlakuan frekuensi penggunaan minyak goreng yang berbeda berkisar pada 3.75 3.82. Nilai ini berkisar pada kisaran netral sampai suka. Rasa ayam goreng yang paling disukai panelis adalah ayam goreng dengan perlakuan ke-0 (P0) yakni yang menggunakan minyak goreng segar. Minyak goreng segar masih belum mengalami kerusakan oksidatif sehingga dapat menghasilkan cita rasa yang enak (Ketaren, 1986 dan Winarno 2002). Cita rasa yang enak pada ayam goreng juga dapat

disebabkan oleh kandungan glutamate yang terkandung dalam daging ayam. Glutamate adalah suatu asam amino yang secara alamiah terkandung dalam makanan makanan yang mengandung protein, seperti daging, sayuran dan unggas. Glutamat terdapat dalam 2 bentuk yaitu glutamat terikat (terikat dengan asam-asam amino lain membentuk suatu protein molekul) dan glutamat bebas (tidak terikat pada protein). Glutamat bebas inilah yang berfungsi secara efektif sebagai senyawa pembangkit citarasa dan memegang peranan dalam kelezatan dan penerimaan konsumen terhadap makanan (Winarno,1994). Pada tabel 12 tingkat penerimaan hedonik aroma terhadapa ayam goreng dengan perlakuan penggunaan minyak yang berbeda berkisar pada 3.55 3.67. Nilai ini berkisar pada kisaran netral sampai suka. Aroma yang paling diterima panelis adalah aroma ayam goreng dengan perlakuan ke-1(P1) yakni menggunakan minyak yang telah digunakan satu kali penggorengan. Minyak yang telah digunakan untuk satu kali penggorengan masih belum mengalami kerusakan, sehingga masih menghasilkan aroma yang diinginkan (Ketaren, 1986 dan Winarno, 2002). Pada tabel 13 tingkat penerimaan hedonik tekstur terhadap ayam goreng dengan perlakuan penggunaan minyak yang berbeda berkisar pada 3.53 3.82 dimana nilai ini berkisar pada kisaran netral sampai suka. Tekstur ayam goreng yang paling diterima adalah ayam goreng dengan perlakuan pengguanaan minyak goreng segar. Minyak goreng segar masih memiliki kualitas yang bagus karena belum mengalami kerusakan sehingga menghasilkan tekstur yang bagus (Ali Khomsan,2003 dalam Sartika,2009). Pada tabel 14 tingkat penerimaan panelis terhadap penerimaan secara keseluruhan ayam goreng dengan perlakuan pengguanaan minyak dengan frekuensi yang berbeda berada pada nilai 3.72 2.85. Nilai tersebut berada pada kisaran netral sampai suka. Penerimaan secara

keseluruhan ayam goreng yang paling diterima panelis adalah ayam goreng dengan perlakuan

ke-0 (P0) yakni menggoreng ayam dengan menggunakan minyak segar dimana minyak tersebut belum mengalami kerusakan, sehingga menghasilkan produk ayam goreng dengan warna, cita rasa, aroma dan tekstur yang diinginkan (Ali Khomsan,2003 dalam Sartika, 2009). Ditinjau dari segi angka asam dan angka peroksida yang terkandung dalam ayam goreng, dapat dikatakan bahwa ayam goreng yang digoreng menggunakan minyak segar sampai minyak yang telah dipakai sampai 4 kali masih berkualitas dan aman dikonsumsi.

You might also like