Professional Documents
Culture Documents
1370 2555 1 PB
1370 2555 1 PB
HUMANIORA
VOLUME 24 No. 3 Oktober 2012 Halaman 279 - 291
ABSTRACT
The Javanese Trans migrants have come to Gorontalo district since 1953. The language used by
the Trans migrants continued to be used in the place so that it becomes bilingual and even multilingual
community giving rise to new phenomena. The aim of this study is to identify pattern of language usage
in family, market, school, mosque, and the office; and variation of language choice. The research
methodology used comprised observation method including basic recording technique, interview method
by elevation basic technique, survey method by distributing questionnaires, triangulation techniques,
and sociolinguistic approach. The sample is determined by snowball and purposive sampling. Data
analyzed using SPEAKING through percentage calculation. The result show that The Javanese trans
migrants to Gorontalo District is dominant of Indonesian language use in the office, mosque, and school;
Javanese in family and market; Malay language in school, and market; and three types of language
variations, single language variation, code switching, and mixing. Single language variation involves Javanese
and Indonesian. Code switching is divided into four variations and mixing code is split in two variations.
So that, the use of trans migrants language in Gorontalo is dominant in Indonesian and Javanese pattern
simultaneously.
ABSTRAK
Transmigran Jawa datang di Kabupaten Gorontalo sejak tahun 1953. Bahasa yang digunakan tetap
dipakai di tempat baru sehingga daerah yang ditempati menjadi dwibahasa, multibahasa, dan
menimbulkan fenomena baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola penggunaan
bahasa oleh transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam ranah keluarga, pasar, sekolah, masjid,
dan kantor; dan variasi pilihan bahasa transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam berkomunikasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode simak dengan teknik dasar sadap, metode cakap
dengan teknik dasar pancing, metode survei dengan penyebaran kuesioner, teknik triangulasi, dan
pendekatan sosiolinguistik. Sampel ditentukan secara snowball dan purposive sampling. Data dianalisis
dengan menggunakan SPEAKING dan perhitungan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bahasa Indonesia lebih dominan digunakan di kantor, masjid, dan sekolah; bahasa Jawa di keluarga
dan pasar; bahasa Melayu di sekolah dan pasar; dan ditemukan tiga jenis variasi pilihan bahasa, yaitu
variasi tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Variasi tunggal bahasa meliputi bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Alih kode terdiri atas empat variasi dan campur kode terdiri atas dua variasi. Dengan
demikian, bahasa transmigran di Gorontolo lebih doniman menggunakan pola variasi bahasa Indonesia
dan Jawa secara bersamaan.
Kata Kunci: pola penggunaan bahasa, variasi pilihan bahasa, transmigran Jawa
* Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo
279
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
280
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
siapa penutur dan mitra tutur, status penutur dan Teknik triangulasi merupakan teknik pe-
mitra tutur, lokasi/tempat, waktu berlangsungnya ngumpulan data yang bersifat menggabungkan
percakapan, dan kejadian. Dalam teknik ini, berbagai metode dan teknik pengumpulan data
peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari dan sumber data yang telah ada (Sugiyono,
transmigran Jawa yang sedang diamati atau yang 2009:241). Teknik ini digunakan untuk me-
digunakan sebagai sumber data penelitian. ngumpulkan data yang berbeda-beda untuk
Teknik ini dilakukan pada beberapa ranah, seperti mendapatkan data dari sumber yang sama.
di pasar, di rumah, di sekolah, di kantor, dan di Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
masjid (baik santai maupun resmi). Dengan teknik triangulasi dengan menggabungkan metode
ini, data tentang sikap bahasa transmigran Jawa simak dengan teknik dasar sadap, metode cakap
akan lebih lengkap. dengan teknik dasar pancing, metode survei
Metode simak dengan teknik libat cakap atau dengan menyebarkan kuesioner untuk sumber
yang disebut pengamatan berpartisipasi diguna- data yang sama secara serempak. Tujuan peneliti
kan sebagai upaya penyadapan peristiwa tutur menggunakan triangulasi bukan untuk mencari
dengan cara peneliti terlibat langsung dalam kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi
peristiwa tersebut. Dalam hal ini, peneliti menyatu lebih pada peningkatan pemahaman peneliti
dengan partisipan yang hendak disimak peng- terhadap apa yang telah ditemukan. Selain itu,
gunaan bahasanya untuk menstimulasi muncul- data yang diperoleh lebih konsisten, dan valid.
nya data yang diharapkan. Dalam pelaksana- Sampel ditentukan secara snowball dan
annya, teknik simak bebas libat cakap dan teknik purposive sampling.
simak libat cakap, diikuti dengan teknik lanjutan Data variasi pilihan bahasa dan pola peng-
berupa teknik catat dan rekam yang digunakan gunaan bahasa responden yang diperoleh
secara bersama-sama, dalam arti upaya untuk dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan
mendapatkan data dilakukan dengan cara SPEAKING: (S) Setting and scene, yaitu ber-
menyadap/merekam/mencatat penggunaan kenaan dengan waktu, tempat dan situasi pem-
bahasa informan dan responden. bicaraan. (P) Participants, yaitu pihak-pihak yang
Metode cakap atau wawancara dalam ilmu terlibat di dalam tuturan. (E) Ends, merujuk pada
sosial merupakan salah satu metode yang maksud dan tujuan penuturan. (A) Act sequence,
digunakan untuk melakukan percakapan antara mengacu pada bentuk dan isi ujaran. (K) Key,
peneliti dengan penutur selaku responden di meliputi nada, cara, di mana suatu pesan di-
setiap tempat penelitian yang telah ditentukan. sampaikan. (I) Instrumentalities mengacu pada
Metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik bahasa yang digunakan atau variasi bahasa
pancing karena percakapan yang diharapkan seperti dialek, ragam atau register. (N) Norm of
sebagai pelaksanaan teknik cakap itu hanya Interaction and Interpretation mengacu pada
dimungkinkan muncul jika peneliti memberi norma atau aturan dalam berinteraksi. (G) Genre,
pancingan (elisitasi) pada responden dan mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti
informan untuk memunculkan gejala kebahasaan puisi, narasi, doa dan sebagainya (Hymes, 1972,
yang diharapkan peneliti. 1975). Angka persentase pola penggunaan
Metode survei adalah metode penyediaan bahasa responden pada setiap ranah dianalisis
data yang dilakukan melalui penyebaran dengan cara menghitung angka rata-rata nilai
kuesioner atau daftar pertanyaan yang terstruktur (mean) pola penggunaan bahasa responden
dan rinci untuk memperoleh informasi dari se- pada setiap ranah yang dimuat pada tabel.
jumlah besar informan yang dipandang represen- Hasil penelitian terdiri atas dua bagian.
tatif mewakili populasi penelitian. Kuesioner Bagian pertama berupa pola penggunaan bahasa
dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpul- transmigran Jawa pada ranah sosial (ranah
kan data tentang pilihan dan penggunaan keluarga, pasar, masjid, sekolah, dan kantor) dan
bahasa, dan sikap bahasa responden. bagian kedua berisi variasi pilihan bahasa
transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo.
281
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
Tabel 1 Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Keluarga Secara Keseluruhan
(dengan Anggota Keluarga Inti dan Bukan Inti)
282
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
283
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
Data pada Tabel 3 di atas menunjukkan pola penggunaan bahasa masyarakat sekitarnya.
bahwa dari keempat pola tersebut, BI lebih Bahasa yang digunakan responden terbagi
dominan digunakan pada ranah masjid karena empat, yaitu BJ, BI, BM, dan BC. BI dominan
para jemaah terdiri dari berbagai transmigran. digunakan. Pola penggunaan bahasa trans-
migran Jawa pada ranah Sekolah seperti yang
POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA diuraikan pada tabel 4.
RANAH SEKOLAH
Sekolah merupakan salah satu ranah
kehidupan masyarakat yang dapat memengaruhi
284
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
Secara keseluruhan, data pada Tabel 4 di kantor. Pola penggunaan bahasa Transmigran
atas menunjukkan bahwa BI lebih dominan Jawa pada ranah kantor terlihat pada tabel 5.
digunakan transmigran Jawa di sekolah. Data pada Tabel 5 di atas membuktikan
bahwa BI masih mendominasi penggunaan
POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA bahasa oleh transmigran Jawa pada ranah
RANAH KANTOR kantor.
Pola penggunaan bahasa transmigran Jawa Berdasarkan hasil seperti yang diuraikan
di kantor (Puskesmas, kantor Desa, dan kantor pada tabel 5, dapat disimpulkan bahwa pola
Camat) adalah BI + BJ + BM + BC. Data ini penggunaan bahasa transmigran Jawa pada
membuktikan bahwa bahasa Indonesia masih berbagai ranah secara keseluruhan dapat dilihat
mendominasi penggunaan bahasa pada ranah pada tabel 6.
Tabel 5 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Kantor (Secara Keseluruhan)
285
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
Data pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa bahasa yang lazim disebut alih kode dan campur
BI dan BJ lebih dominan. Penggunaan BI paling kode. Alih kode adalah peralihan atau per-
tinggi intensitasnya pada ranah masjid, sekolah, pindahan pemakaian suatu bahasa ke bahasa
dan kantor. Sebaliknya, penggunaan BJ paling lain untuk menyesuaikan diri karena berubahnya
banyak digunakan pada ranah keluarga dan situasi atau adanya partisipan lain. Selanjutnya,
pasar. campur kode adalah pencampuran dua bahasa
Gambaran tabel-tabel tersebut meng- atau lebih dalam peristiwa tutur yang dalam
indikasikan bahwa peranan ranah sangat me- penggunaannya ada sebuah kode utama atau
nentukan pola penggunaan bahasa transmigran kode dasar yang terdiri dari kata, frase, klausa,
Jawa. Penggunaan bahasa dengan intensitas ungkapan/idiom, dan sapaan campuran ( Appel,
paling tinggi, yaitu BI dan BJ. Hal ini menunjukkan 1976; Hymes, 1972; dan Kridalaksana, 1993;
bahwa penggunaan BI dan BJ serta alternasi Chaer, 2004; Nababan, 1991; dan Haugen,
dalam penggunaan keduanya dipandang sebagai 1972).
salah satu bentuk pola umum dalam peristiwa Variasi pilihan bahasa dalam interaksi memiliki
tutur transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo. arah dan maksud tertentu. Penutur dalam memilih
Dalam situasi dan kondisi seperti ini dapat bahasa memiliki sebab. Faktor-faktor penyebab
ditafsirkan bahwa secara fungsional penggunaan terjadinya variasi pilihan bahasa, yaitu (a) latar
kedua bahasa itu dalam pergaulan sehari-hari (waktu dan tempat) dan situasi (resmi dan santai);
saling melengkapi. Keadaan penggunaan bahasa (b) partisipan (penutur dan mitra tutur); (c) topik
yang demikian memberi peluang yang besar percakapan (bahasa yang digunakan); dan (d)
terjadinya variasi pilihan bahasa. fungsi interaksi (status dan jarak sosial) ( Evin-
Tripp, 1968; Groesjean, 1982; dan Gal, 1978).
VARIASI PILIHAN BAHASA Dari analisis data diperoleh hasil bahwa
Seseorang harus melakukan variasi pilihan terdapat tiga jenis variasi yang digunakan oleh
bahasa yang tepat untuk berbicara dengan mitra transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo, yaitu
tuturnya sesuai dengan latar belakang sosial yang variasi tunggal bahasa, alih kode, dan campur
mengikutinya. Masalah variasi pilihan bahasa kode.
dipandang sebagai masalah sosial yang dihadapi
masyarakat dwibahasa dan multibahasa. Kontak VARIASI TUNGGAL BAHASA
yang intensif antara dua bahasa atau lebih dalam Variasi tunggal bahasa pada peristiwa
situasi kedwibahasaan dan kemultibahasaan percakapan transmigran Jawa dalam interaksi
biasanya cenderung mengakibatkan saling pada setiap ranah meliputi bahasa Jawa dan
memengaruhi, dan adanya gejala variasi pilihan bahasa Indonesia. Kedua variasi tunggal bahasa
286
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
tersebut diuraikan sebagai berikut. Dalam bahasa (1) Topik Percakapan: Membicarakan Awal
Indonesia, variasi tunggal bahasa ini digunakan Mula Bertransmigrasi
untuk menghindari timbulnya kesalahan pada P1 : Mari masuk Pak, Bu! Aduh,!
penggunaan bahasa Jawa yang memiliki Kenapa duduk di situ? Masuk!
tingkatan dalam bertutur.Apabila partisipan dalam P4 : Lagi pingin lihat-lihat pemandangan
percakapan umumnya tidak saling mengenal, (Lagi ingin lihat-lihat pemandangan)
tidak diketahui tingkat sosial lawan bicaranya P5 : Saya kira lagi tidur soalnya masih
sehingga menyebabkan kedua belah pihak tidak pagi
tahu tingkat bahasa mana yang tepat digunakan. P1 : Ndak, kita ada di belakang (Tidak,
Jadi, bahasa Indonesia dianggap lebih aman kita berada di belakang)
dalam situasi percakapan yang demikian itu P2 : Tri lagi nyuci di belakang. Tri, iki
karena dapat menghindarkan dari keharusan Ibu guru ama Bapak guru teko (Tri,
menggunakan bahasa Jawa yang bertingkat. ini ada ibu dan bapak guru datang
Selain itu, bahasa Indonesia dipilih untuk me- (sambil masuk ke dalam rumah)
menuhi aspek penghargaan kepada mitra tutur
karena antara petutur dan mitra tutur kedudukan- Kutipan percakapan di atas memberikan
nya tidak setara sehingga dipakai bahasa yang gambaran bahwa keluarga tersebut (P1, P2, dan
netral. P3) ketika berbicara dengan tamu suku lain
Pemakaian bahasa Jawa merupakan pilihan (Gorontalo) memilih menggunakan BI dan BM.
yang menandakan adanya kedudukan setara di P1 dalam percakapan di atas mengawali
antara para partisipan. Pilihan tunggal bahasa percakapan dengan menggunakan BI kepada P4
Jawa dapat pula disebabkan keterbatasan ‘Mari masuk pak, bu! Aduh!, kenapa duduk di
penguasaan kosa kata bahasa Indonesia situ? Masuk!’ dan direspons oleh P4 dengan
transmigran Jawa dalam komunikasi yang kode BI pula. Setelah percakapan berlanjut antara
memerlukan adanya bentuk percakapan dengan P1, P4, dan P5, tiba-tiba P2 muncul dan
bahasa lain. Dengan demikian, pilihan tunggal menyampaikan kepada P4 dan P5 bahwa P3
bahasa Jawa dilakukan transmigran Jawa untuk tidak baku dengan menggunakan kode BI pula.
menyesuaikan pilihan bahasanya dengan pilihan Kemudian P2 beralih kode dengan menggunakan
bahasa mitra tutur sehingga komunikasi dapat BJ kepada P3: Tri, iki ibu guru ama bapak guru
berjalan dengan baik. teko. Data itu menunjukkan bahwa bahasa yang
mereka gunakan dalam ranah keluarga bila
VARIASI ALIH KODE dikunjungi tamu suku lain ialah BI; sebaliknya,
Peristiwa alih kode yang dilakukan trans- sesama mereka menggunakan BJ. Hal ini dilaku-
migran Jawa ini adalah peralihan dari kode kan untuk menghormati mitra tutur. Jadi, pasang-
bahasa Indonesia ke kode bahasa Jawa, an keluarga tersebut adalah dwibahasawan,
peralihan kode bahasa Jawa ke kode bahasa karena mereka dapat berbicara dengan meng-
Indonesia, peralihan kode bahasa Jawa ke kode gunakan BI dan BJ. Oleh sebab itu, dalam
bahasa Melayu dialek Manado, dan peralihan percakapan tersebut terdapat peristiwa alih kode
kode bahasa Jawa ke kode bahasa Gorontalo. dengan kode dasar BI ke kode BJ.
Alih kode bahasa Indonesia ke bahasa Jawa Alih kode bahasa Jawa ke bahasa Indone-
merupakan percakapan dengan alih kode sia merupakan percakapan yang mula-mula
dengan dasar BI, alih kode dapat muncul dengan dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa
pilihan kode BJ.Alih kode tersebut tampak dalam yang menandakan adanya keakraban antara
percakapan sebagai berikut. partisipan, ketika hadir mitra tutur etnis lain dan
melakukan percakapan, maka kode bahasa
beralih ke kode bahasa Indonesia. Hal ini terjadi
akibat kehadiran partisipan baru yang dirasa perlu
287
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
untuk dihormati. Alih kode dengan kode dasar Hanya bapak dengan ibu dari
BJ terjadi pada ranah-ranah pilihan bahasa dalam Jawa)
peristiwa tutur yang terjadi pada transmigran P3 : njowone endi? (Jawa dari mana?)
Jawa di kabupaten Gorontalo. Hal itu dapat dilihat P4 : lek bapak Bojonegoro, ibu Banyu-
dalam percakapan di bawah ini. wangi (kalau bapak Bojonegoro,
ibu Banyuwangi)
(2) Topik Percakapan: Tahu yang Hilang P3 : Banyuwangine endi? (Banyuwangi
P4 : Mboten teng acara bu?(Tidak pergi dimana?)
ke acara bu?) P4 : Teng Gale’an teng pasar Bajul mati
P3 : Hala uwis mau, tapi rung mari wis (Di Gale’an di pasar Bajul mati)
balik. La jarene mau tuku tahu isi, P3 : Lek aku akeh dulure ndek Banyu-
Tri? (Tadi sudah, tapi belum selesai wangi (kalau saya banyak keluarga
sudah pulang. Katanya tadi mau di Banyuwangi)
beli tahu isi, Tri? P4 : Teng pundi?(di mana?)
P4 : Duko niku wau piye tumbas P3 : Jember enek, terus Mblitar (Jember
gangsalwu ditinggal… duko teng ada, terus Blitar)
pundi niku wau, Ya Allah mbok P4 : Neng pundi lo pak teng mriko?
deleh neng endi nduk?(tidak tahu (dimana lo pak disana?)
itu tadi bagaimana, beli lima ribu P3 : Numpak motor dewe iki yan. Rono
ditinggal....tidak tahu kemana itu rene….(naik motor sendiri ini
tadi. Ya Allah kamu taruh di mana Yan. Kesana kemari....)
nak?) P2 : Motor lanang?(motor laki-laki)
P1 : Ndek kono (di sana) P3 : Ho’oo…. Lo ....oooh walah le nya’
P4 : ak kresek kui mbok tinggal? (satu opo we (iya... astaga.... de’ kenapa
tas itu kamu tinggal)? kamu...)
P3 : Nduk diombeni opo iki (nak apa P1 : Mari masuk Pak!
minumnya ini)? P5 : Di luar saja, soalnya panas
P4 : Banyu es mawon (air es saja) P1 : Minum dulu
P3 : Iki es batune (ini es batunya) P5 : Sebentar.
P4 : Pundi thuthuk e niki….(di mana
pemukulnya ini)? Kutipan percakapan di atas diawali dengan
P3 : Wis ditugel gek dilebokne ceret lak membicarakan Tahu Isi yang hilang dengan
uwis (sudah, dipotong saja, terus menggunakan BJ. Kemudian berlanjut dengan
dimasukkan ke cerek sudah?. membicarakan asal usul dari P4 teman P1. Per-
P1 : Aku tak jikuk tahu sik yo (aku mau cakapan tersebut berlangsung dengan meng-
ambil tahu dulu ya)? gunakan BJ. Tiba-tiba datang tamu lain suku (P5),
P4 : Nek endi lo…(dimana...) maka P1 langsung beralih kode ke BI dengan
P1 : Enek ndek kono. (ada disana) mengatakan Mari masuk Pak!.Hal ini memberikan
P4 : Engko gek di jikok wong wisan.. gambaran bahwa keluarga tersebut (P1, P2, dan
(jangan-jangan sudah diambil P3) ketika berbicara dengan tamu sesuku
orang) menggunakan BJ, tetapi ketika berbicara dengan
P1 : Ora (tidak) P5 (tamu lain suku) beralih kode dengan memilih
P3 : Awakmu ko endi nduk?(kamu dari menggunakan BI. Dari data percakapan itu ter-
mana nak?) bukti bahwa keluarga tersebut ialah dwibahasa-
P4 : Kulo dugi Sulawesi Tengah bulik. wan karena mereka dapat berbicara dengan
Cuman bapak kalih ibu dugi njawi menggunakan Bahasa Jawa dan Bahasa
(saya dari Sulawesi Tengah bibi. Indonesia.
288
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
Alih Kode Bahasa Jawa ke Bahasa Goron- beserta liter/ukuran yang digunakan P3). Melihat
talo merupakan percakapan transmigran Jawa sikap P2, mungkin karena tersinggung P3
dalam berinteraksi, sering menggunakan alih langsung berkata literi asli ja ponggo-ponggo
kode bahasa Jawa ke bahasa Gorontalo. ‘liternya asli dan tidak terpotong’. Penggunaan
Percakapan mula-mula dilakukan nenggunakan bahasa Gorontalo oleh P3 menandakan adanya
bahasa Jawa ketika hadir mitra tutur etnis keakraban antara pembeli dan pedagang
Gorontalo yang dikenal, maka kode bahasa tersebut karena pembeli dikenal oleh pedagang.
beralih ke kode bahasa. Penggunaan bahasa Ketika P2 hadir, kode bahasa P3 beralih ke kode
Gorontalo menandakan adanya keakraban bahasa P2, yaitu bahasa Gorontalo.
antara partisipan. Pada percakapan dengan kode
dasar Bahasa Gorontalo, alih kode dapat muncul VARIASI CAMPUR KODE
dengan pilihan kode Bahasa Indonesia dan Variasi Campur Kode yang dilakukan oleh
Bahasa Jawa. Alih kode tersebut tampak dalam transmigran Jawa ini berwujud kata, frasa, dan
percakapan pada ranah pasar seperti berikut ini. klausa. Kode-kode yang terlibat dalam peristiwa
campur kode tersebut berasal dari bahasa
(3) Topik Percakapan: Jual Beli Beras Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Gorontalo, dan
P3 : Pale, pale, beras, beras, murah, bahasa Melayu dialek Manado.
murah Berikut ini memperlihatkan contoh peristiwa
P3 : Pale, pale, pale, pale bohu. Limo campur kode dengan kode dasar Bahasa
lihu, limo lihu. Murah, murah ju. Indonesia yang disisipi kode Bahasa Jawa.
(Beras, beras, beras baru. Lima
ribu, lima ribu, murah) (4) P1 : Mari, silakan duduk. Maaf saya
P2 : Tidak kurang? (sambil memegang pake sarung
beras dan melihat-lihat kualitas P5 : Nggak apa-apa pak
beras) P1 : Tidur di mana?
P3 : Murah, murah. P4 : Di rumah sudara dekat situ (sambil
P1 : Piro?(berapa?) menunjuk ke luar)
P3 : Limang ewu (lima ribu) P2 : Tri bilang di rumah ta Niko
P2 : Saya 10 liter P5 : Iya bu
P1 : Iki telu (Ini tiga). P2 : Ta Niko sering dateng ke rumah sini
kalau cari kacang
Dalam hal ini P3 merupakan pedagang yang (P1 ke P2)
menawarkan beras dagangannya pada siapa P1 : Wedang minum (Buatkan
saja yang lewat. Bahasa yang digunakan minuman)
bervariasi, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, P2 : Wes (Ya)
dan bahasa Gorontalo. Apabila pembeli yang
lewat orang Jawa, maka P3 menggunakan Campur kode itu terjadi dalam percakapan
bahasa Jawa untuk menawarkan berasnya. pada ranah keluarga. Dalam percakapan itu,
Begitu sebaliknya, kalau pembeli yang lewat terjadi campur kode bahasa Jawa pada kode
orang Gorontalo, P3 menggunakan bahasa dasar Bahasa Indonesia. Percampuran kode
Gorontalo. Kebetulan P2 sedang lewat di depan Bahasa Jawa tersebut tampak pada kata kata
daganganya, dengan spontan P3 mengatakan nggak dan kata wes. Kata nggak merupakan kata
pale, pale, murah, murah, pale bohu, pale bohu nonbaku dari tidak. Kata wes merupakan kata
‘beras, beras, murah, murah, beras baru, beras yang diambil dari bahasa Jawa. Jadi, penggunaan
baru’. Mendengar perkataan P3, P2 langsung kata tersebut bertujuan untuk mengakrabkan
balik dan bertanya tidak kurang? (sambil suasana.
memegang beras dan melihat lihat kualitas beras
289
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291
290
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa
291