Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

HUMANIORA
VOLUME 24 No. 3 Oktober 2012 Halaman 279 - 291

PENGGUNAAN BAHASA TRANSMIGRAN JAWA


DI KABUPATEN GORONTALO
Sayama Malabar*

ABSTRACT
The Javanese Trans migrants have come to Gorontalo district since 1953. The language used by
the Trans migrants continued to be used in the place so that it becomes bilingual and even multilingual
community giving rise to new phenomena. The aim of this study is to identify pattern of language usage
in family, market, school, mosque, and the office; and variation of language choice. The research
methodology used comprised observation method including basic recording technique, interview method
by elevation basic technique, survey method by distributing questionnaires, triangulation techniques,
and sociolinguistic approach. The sample is determined by snowball and purposive sampling. Data
analyzed using SPEAKING through percentage calculation. The result show that The Javanese trans
migrants to Gorontalo District is dominant of Indonesian language use in the office, mosque, and school;
Javanese in family and market; Malay language in school, and market; and three types of language
variations, single language variation, code switching, and mixing. Single language variation involves Javanese
and Indonesian. Code switching is divided into four variations and mixing code is split in two variations.
So that, the use of trans migrants language in Gorontalo is dominant in Indonesian and Javanese pattern
simultaneously.

Keywords: language use pattern, variation of language choice, Javanese transmigrants

ABSTRAK
Transmigran Jawa datang di Kabupaten Gorontalo sejak tahun 1953. Bahasa yang digunakan tetap
dipakai di tempat baru sehingga daerah yang ditempati menjadi dwibahasa, multibahasa, dan
menimbulkan fenomena baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola penggunaan
bahasa oleh transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam ranah keluarga, pasar, sekolah, masjid,
dan kantor; dan variasi pilihan bahasa transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam berkomunikasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode simak dengan teknik dasar sadap, metode cakap
dengan teknik dasar pancing, metode survei dengan penyebaran kuesioner, teknik triangulasi, dan
pendekatan sosiolinguistik. Sampel ditentukan secara snowball dan purposive sampling. Data dianalisis
dengan menggunakan SPEAKING dan perhitungan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bahasa Indonesia lebih dominan digunakan di kantor, masjid, dan sekolah; bahasa Jawa di keluarga
dan pasar; bahasa Melayu di sekolah dan pasar; dan ditemukan tiga jenis variasi pilihan bahasa, yaitu
variasi tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Variasi tunggal bahasa meliputi bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Alih kode terdiri atas empat variasi dan campur kode terdiri atas dua variasi. Dengan
demikian, bahasa transmigran di Gorontolo lebih doniman menggunakan pola variasi bahasa Indonesia
dan Jawa secara bersamaan.

Kata Kunci: pola penggunaan bahasa, variasi pilihan bahasa, transmigran Jawa

* Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo

279
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

PENGANTAR 1994; Hudson, 1980; Wijana, 1996, Dittmar,


Transmigran Jawa datang ke Kabupaten 1976). Dengan demikian, dapat disimpulkan
Gorontalo sejak tahun 1953. Lamanya para bahwa sosiolinguistik merupakan suatu pen-
transmigran di lokasi tersebut mengakibatkan dekatan yang cocok untuk mengkaji fenomena
ditemukan masyarakat dengan tutur bahasa yang kebahasaan dalam kaitannya dengan faktor sosial
jumlahnya sangat banyak, yaitu masyarakat di dalam suatu masyarakat tutur.
dengan tutur bahasa Jawa transmigran sebagai Untuk memperjelas penelitian ini, dirumus-
pendatang dan masyarakat dengan tutur bahasa kan beberapa pokok masalah, yaitu bagaimana-
Gorontalo sebagai penduduk asli. Mereka mem- kah pola penggunaan bahasa yang digunakan
bawa budaya dan bahasa masing-masing transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam
sehingga menyebabkan masyarakat mengguna- ranah keluarga, pasar, sekolah, masjid, dan
kan dwibahasa dan multibahasa. Hal tersebut kantor dan bagaimanakah variasi pilihan bahasa
menjadikan kendala terhadap pola penggunaan transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo dalam
bahasa transmigran tersebut. Gejala ini menjadi berkomunikasi? Berkaitan dengan masalah
lebih rumit karena penutur memasukkan unsur- tersebut, secara umum penelitian ini dimaksud-
unsur bahasa lain selain bahasa yang dimilikinya kan untuk mengkaji pola penggunaan bahasa
ketika melakukan interaksi. Untuk mengetahui transmigran Jawa dan variasi bahasa yang di-
situasi kebahasaan seperti itu, perlu dilakukan gunakan transmigran Jawa di Kabupaten
penelitian tentang penggunaan bahasa trans- Gorontalo dalam berkomunikasi.
migran Jawa di Kabupaten Gorontalo berdasarkan Tempat pelaksanaan penelitian ini difokuskan
pendekatan sosiolinguistik. di desa Sidodadi, Sidomulyo, dan Bandung Rejo
Pendekatan sosiolinguistik mengkaji hubung- di Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.
an bahasa dan masyarakat dengan mengaitkan Metode dan teknik yang digunakan dalam
dua bidang yang dapat dikaji secara terpisah, pengumpulan data ialah metode dan teknik
yaitu struktur formal bahasa oleh linguistik dan menurut Mahsun (2007:242-250), Sudaryanto
struktur masyarakat oleh sosiologi (Wardhaugh (1993: 135), dan Sugiyono (2009:241), yaitu
1986:4; Holmes 1994:1; Hudson 1980:2). Sosio- metode simak dengan teknik dasar sadap
linguistik sebagai cabang linguistik memandang (perekaman dan pencatatan), metode cakap
atau menempatkan kedudukan bahasa dalam dengan teknik dasar pancing, dan metode survei
hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam melalui penyebaran kuesioner dan teknik
masyarakat. Segala sesuatu yang dilakukan oleh triangulasi.
manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi Metode simak dengan teknik simak bebas
oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. Sebagai- libat cakap digunakan untuk menyadap variasi
mana telah dinyatakan oleh Fishman (1965:15), pilihan dan penggunaan bahasa di dalam
yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik adalah peristiwa tutur tanpa peneliti terlibat di dalamnya.
who speak, what language, to whom, when, and Hal ini dilaksanakan agar peristiwa berbahasa
to what end ‘siapa yang berbicara, bahasa apa, berlangsung dalam situasi yang sebenarnya dan
untuk siapa, kapan, dan untuk tujuan apa’. Sosio- berada pada konteks yang lengkap. Peneliti
linguistik menitikberatkan perhatiannya pada hanya mengamati hal-hal yang berhubungan
bagaimana bahasa berfungsi di masyarakat, dengan bentuk perilaku berbahasa setiap partisi-
menjelaskan kemampuan manusia memainkan pan di dalam peristiwa tutur, meliputi bahasa yang
aturan berbahasa secara tepat dalam situasi yang digunakan transmigran Jawa pada ranah
beragam (via Rokhman, 2002). Sosiolinguistik sekolah, ranah keluarga, ranah pasar, ranah
bermula dari adanya asumsi akan keterkaitan masjid, dan ranah kantor, baik dalam situasi resmi
bahasa dengan faktor-faktor kemasyarakatan maupun santai, dan ciri-ciri bahasa yang
sebagai dampak dari keadaan komunitasnya digunakan dalam konteks percakapan yang tidak
yang tidak homogen (Wardaugh, 1986; Holmes, dapat dijangkau oleh alat rekam. Selain itu, dicatat

280
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

siapa penutur dan mitra tutur, status penutur dan Teknik triangulasi merupakan teknik pe-
mitra tutur, lokasi/tempat, waktu berlangsungnya ngumpulan data yang bersifat menggabungkan
percakapan, dan kejadian. Dalam teknik ini, berbagai metode dan teknik pengumpulan data
peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari dan sumber data yang telah ada (Sugiyono,
transmigran Jawa yang sedang diamati atau yang 2009:241). Teknik ini digunakan untuk me-
digunakan sebagai sumber data penelitian. ngumpulkan data yang berbeda-beda untuk
Teknik ini dilakukan pada beberapa ranah, seperti mendapatkan data dari sumber yang sama.
di pasar, di rumah, di sekolah, di kantor, dan di Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
masjid (baik santai maupun resmi). Dengan teknik triangulasi dengan menggabungkan metode
ini, data tentang sikap bahasa transmigran Jawa simak dengan teknik dasar sadap, metode cakap
akan lebih lengkap. dengan teknik dasar pancing, metode survei
Metode simak dengan teknik libat cakap atau dengan menyebarkan kuesioner untuk sumber
yang disebut pengamatan berpartisipasi diguna- data yang sama secara serempak. Tujuan peneliti
kan sebagai upaya penyadapan peristiwa tutur menggunakan triangulasi bukan untuk mencari
dengan cara peneliti terlibat langsung dalam kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi
peristiwa tersebut. Dalam hal ini, peneliti menyatu lebih pada peningkatan pemahaman peneliti
dengan partisipan yang hendak disimak peng- terhadap apa yang telah ditemukan. Selain itu,
gunaan bahasanya untuk menstimulasi muncul- data yang diperoleh lebih konsisten, dan valid.
nya data yang diharapkan. Dalam pelaksana- Sampel ditentukan secara snowball dan
annya, teknik simak bebas libat cakap dan teknik purposive sampling.
simak libat cakap, diikuti dengan teknik lanjutan Data variasi pilihan bahasa dan pola peng-
berupa teknik catat dan rekam yang digunakan gunaan bahasa responden yang diperoleh
secara bersama-sama, dalam arti upaya untuk dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan
mendapatkan data dilakukan dengan cara SPEAKING: (S) Setting and scene, yaitu ber-
menyadap/merekam/mencatat penggunaan kenaan dengan waktu, tempat dan situasi pem-
bahasa informan dan responden. bicaraan. (P) Participants, yaitu pihak-pihak yang
Metode cakap atau wawancara dalam ilmu terlibat di dalam tuturan. (E) Ends, merujuk pada
sosial merupakan salah satu metode yang maksud dan tujuan penuturan. (A) Act sequence,
digunakan untuk melakukan percakapan antara mengacu pada bentuk dan isi ujaran. (K) Key,
peneliti dengan penutur selaku responden di meliputi nada, cara, di mana suatu pesan di-
setiap tempat penelitian yang telah ditentukan. sampaikan. (I) Instrumentalities mengacu pada
Metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik bahasa yang digunakan atau variasi bahasa
pancing karena percakapan yang diharapkan seperti dialek, ragam atau register. (N) Norm of
sebagai pelaksanaan teknik cakap itu hanya Interaction and Interpretation mengacu pada
dimungkinkan muncul jika peneliti memberi norma atau aturan dalam berinteraksi. (G) Genre,
pancingan (elisitasi) pada responden dan mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti
informan untuk memunculkan gejala kebahasaan puisi, narasi, doa dan sebagainya (Hymes, 1972,
yang diharapkan peneliti. 1975). Angka persentase pola penggunaan
Metode survei adalah metode penyediaan bahasa responden pada setiap ranah dianalisis
data yang dilakukan melalui penyebaran dengan cara menghitung angka rata-rata nilai
kuesioner atau daftar pertanyaan yang terstruktur (mean) pola penggunaan bahasa responden
dan rinci untuk memperoleh informasi dari se- pada setiap ranah yang dimuat pada tabel.
jumlah besar informan yang dipandang represen- Hasil penelitian terdiri atas dua bagian.
tatif mewakili populasi penelitian. Kuesioner Bagian pertama berupa pola penggunaan bahasa
dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpul- transmigran Jawa pada ranah sosial (ranah
kan data tentang pilihan dan penggunaan keluarga, pasar, masjid, sekolah, dan kantor) dan
bahasa, dan sikap bahasa responden. bagian kedua berisi variasi pilihan bahasa
transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo.

281
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

PENGGUNAAN BAHASA (2002), Rokhman (2002), Chaer dan Agustina


Seseorang yang sering menggunakan lebih (2004). Kedua peristiwa ini muncul sebagai akibat
dari satu bahasa dalam kesehariannya merupa- terjadinya kontak bahasa.
kan sebuah fakta yang tidak dapat dielakkan Alih kode (code switching) atau alih bahasa
dalam masyarakat bilingual atau multilingual (lihat adalah penggunaan variasi bahasa lain atau
Ferguson,1972;Apple dan Muysken 1988; Fasold bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan
1984). Dalam masyarakat bilingual atau multi- peran atau situasi lain atau karena adanya
lingual, persoalan penggunaan bahasa pada saat partisipan lain (Kridalaksana, 1993:9). Ada tiga
komunikasi sering terjadi. Satu peristiwa tutur kata kunci dalam peristiwa alih kode, yakni
harus memiliki komponen tutur seperti yang di- peralihan peran, perubahan situasi, dan adanya
nyatakan Hymes (1972, 1975) dalam akronim partisipan lain. Campur kode (code mixing)
SPEAKING. Komponen tutur tersebut merupakan adalah penggunaan satuan bahasa dari satu
faktor di luar bahasa yang dapat menentukan bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya
pilihan bahasa peserta tutur dalam sebuah bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalam-
peristiwa tutur. nya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan dan
Menurut Fasold (1984:180), hal pertama yang sebagainya (Kridalaksana,1993:35). Pola
terbayang bila memikirkan bahasa adalah bahasa penggunaan bahasa transmigran Jawa yang
secara keseluruhan (whole language), artinya ditemukan di Kabupaten Gorontalo meliputi pola
yang terbayangkan adalah seseorang dalam penggunaan pada ranah keluarga, pasar, masjid,
masyarakat bilingual atau multilingual berbicara sekolah, dan kantor.
dengan menggunakan dua bahasa atau lebih dan
harus memilih yang mana harus dipakai. Dalam POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA
pilihan bahasa, terdapat tiga jenis pilihan: (1) RANAH KELUARGA
dengan alih kode (code switching), yaitu meng- Pola penggunaan bahasa yang dipakai
gunakan suatu bahasa pada suatu domain dan oleh transmigran Jawa, baik dengan keluarga
menggunakan bahasa lain pada domain yang lain; inti maupun keluarga yang bukan inti pada
(2) dengan campur kode (code mixing), yaitu ranah keluarga di rumah ialah BJ + BI + BM +
menggunakan satu bahasa tertentu dengan BC. Data ini membuktikan bahwa BJ mendomi-
dicampuri serpihan-serpihan bahasa lain; dan (3) nasi penggunaan bahasa transmigran Jawa
dengan menggunakan satu variasi dalam satu pada ranah keluarga. Hal ini dapat dilihat pada
bahasa (variation within the same language). tabel 1.
Dalam kajian sosiolinguistik, variasi pilihan Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pola
bahasa, antara lain alih kode dan campur kode penggunaan BJ mendominasi penggunaan
menurut Rahardi (2001), Sumarsono dan Paina bahasa transmigran Jawa pada ranah keluarga.

Tabel 1 Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Keluarga Secara Keseluruhan
(dengan Anggota Keluarga Inti dan Bukan Inti)

282
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA


RANAH PASAR RANAH MASJID
Pola penggunaan bahasa transmigran Jawa Bahasa Indonesia lebih dominan karena para
pada ranah pasar adalah BJ + BI + BM + BG + jemaah terdiri atas berbagai transmigran. Pola
BC. Dari kelima pola tersebut, BJ dominan penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada
digunakan. Hal ini dapat dilihat padai tabel 2. ranah Masjid dapat dilihat pada tabel 3.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pola
BJ + BI lebih dominan.

Tabel 2 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Pasar

283
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

Tabel 3 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Masjid

Data pada Tabel 3 di atas menunjukkan pola penggunaan bahasa masyarakat sekitarnya.
bahwa dari keempat pola tersebut, BI lebih Bahasa yang digunakan responden terbagi
dominan digunakan pada ranah masjid karena empat, yaitu BJ, BI, BM, dan BC. BI dominan
para jemaah terdiri dari berbagai transmigran. digunakan. Pola penggunaan bahasa trans-
migran Jawa pada ranah Sekolah seperti yang
POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA diuraikan pada tabel 4.
RANAH SEKOLAH
Sekolah merupakan salah satu ranah
kehidupan masyarakat yang dapat memengaruhi

284
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

Tabel 4 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Sekolah

Secara keseluruhan, data pada Tabel 4 di kantor. Pola penggunaan bahasa Transmigran
atas menunjukkan bahwa BI lebih dominan Jawa pada ranah kantor terlihat pada tabel 5.
digunakan transmigran Jawa di sekolah. Data pada Tabel 5 di atas membuktikan
bahwa BI masih mendominasi penggunaan
POLA PENGGUNAAN BAHASA PADA bahasa oleh transmigran Jawa pada ranah
RANAH KANTOR kantor.
Pola penggunaan bahasa transmigran Jawa Berdasarkan hasil seperti yang diuraikan
di kantor (Puskesmas, kantor Desa, dan kantor pada tabel 5, dapat disimpulkan bahwa pola
Camat) adalah BI + BJ + BM + BC. Data ini penggunaan bahasa transmigran Jawa pada
membuktikan bahwa bahasa Indonesia masih berbagai ranah secara keseluruhan dapat dilihat
mendominasi penggunaan bahasa pada ranah pada tabel 6.

Tabel 5 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa pada Ranah Kantor (Secara Keseluruhan)

285
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

Tabel 6 Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa dalam Berbagai Ranah

Data pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa bahasa yang lazim disebut alih kode dan campur
BI dan BJ lebih dominan. Penggunaan BI paling kode. Alih kode adalah peralihan atau per-
tinggi intensitasnya pada ranah masjid, sekolah, pindahan pemakaian suatu bahasa ke bahasa
dan kantor. Sebaliknya, penggunaan BJ paling lain untuk menyesuaikan diri karena berubahnya
banyak digunakan pada ranah keluarga dan situasi atau adanya partisipan lain. Selanjutnya,
pasar. campur kode adalah pencampuran dua bahasa
Gambaran tabel-tabel tersebut meng- atau lebih dalam peristiwa tutur yang dalam
indikasikan bahwa peranan ranah sangat me- penggunaannya ada sebuah kode utama atau
nentukan pola penggunaan bahasa transmigran kode dasar yang terdiri dari kata, frase, klausa,
Jawa. Penggunaan bahasa dengan intensitas ungkapan/idiom, dan sapaan campuran ( Appel,
paling tinggi, yaitu BI dan BJ. Hal ini menunjukkan 1976; Hymes, 1972; dan Kridalaksana, 1993;
bahwa penggunaan BI dan BJ serta alternasi Chaer, 2004; Nababan, 1991; dan Haugen,
dalam penggunaan keduanya dipandang sebagai 1972).
salah satu bentuk pola umum dalam peristiwa Variasi pilihan bahasa dalam interaksi memiliki
tutur transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo. arah dan maksud tertentu. Penutur dalam memilih
Dalam situasi dan kondisi seperti ini dapat bahasa memiliki sebab. Faktor-faktor penyebab
ditafsirkan bahwa secara fungsional penggunaan terjadinya variasi pilihan bahasa, yaitu (a) latar
kedua bahasa itu dalam pergaulan sehari-hari (waktu dan tempat) dan situasi (resmi dan santai);
saling melengkapi. Keadaan penggunaan bahasa (b) partisipan (penutur dan mitra tutur); (c) topik
yang demikian memberi peluang yang besar percakapan (bahasa yang digunakan); dan (d)
terjadinya variasi pilihan bahasa. fungsi interaksi (status dan jarak sosial) ( Evin-
Tripp, 1968; Groesjean, 1982; dan Gal, 1978).
VARIASI PILIHAN BAHASA Dari analisis data diperoleh hasil bahwa
Seseorang harus melakukan variasi pilihan terdapat tiga jenis variasi yang digunakan oleh
bahasa yang tepat untuk berbicara dengan mitra transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo, yaitu
tuturnya sesuai dengan latar belakang sosial yang variasi tunggal bahasa, alih kode, dan campur
mengikutinya. Masalah variasi pilihan bahasa kode.
dipandang sebagai masalah sosial yang dihadapi
masyarakat dwibahasa dan multibahasa. Kontak VARIASI TUNGGAL BAHASA
yang intensif antara dua bahasa atau lebih dalam Variasi tunggal bahasa pada peristiwa
situasi kedwibahasaan dan kemultibahasaan percakapan transmigran Jawa dalam interaksi
biasanya cenderung mengakibatkan saling pada setiap ranah meliputi bahasa Jawa dan
memengaruhi, dan adanya gejala variasi pilihan bahasa Indonesia. Kedua variasi tunggal bahasa

286
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

tersebut diuraikan sebagai berikut. Dalam bahasa (1) Topik Percakapan: Membicarakan Awal
Indonesia, variasi tunggal bahasa ini digunakan Mula Bertransmigrasi
untuk menghindari timbulnya kesalahan pada P1 : Mari masuk Pak, Bu! Aduh,!
penggunaan bahasa Jawa yang memiliki Kenapa duduk di situ? Masuk!
tingkatan dalam bertutur.Apabila partisipan dalam P4 : Lagi pingin lihat-lihat pemandangan
percakapan umumnya tidak saling mengenal, (Lagi ingin lihat-lihat pemandangan)
tidak diketahui tingkat sosial lawan bicaranya P5 : Saya kira lagi tidur soalnya masih
sehingga menyebabkan kedua belah pihak tidak pagi
tahu tingkat bahasa mana yang tepat digunakan. P1 : Ndak, kita ada di belakang (Tidak,
Jadi, bahasa Indonesia dianggap lebih aman kita berada di belakang)
dalam situasi percakapan yang demikian itu P2 : Tri lagi nyuci di belakang. Tri, iki
karena dapat menghindarkan dari keharusan Ibu guru ama Bapak guru teko (Tri,
menggunakan bahasa Jawa yang bertingkat. ini ada ibu dan bapak guru datang
Selain itu, bahasa Indonesia dipilih untuk me- (sambil masuk ke dalam rumah)
menuhi aspek penghargaan kepada mitra tutur
karena antara petutur dan mitra tutur kedudukan- Kutipan percakapan di atas memberikan
nya tidak setara sehingga dipakai bahasa yang gambaran bahwa keluarga tersebut (P1, P2, dan
netral. P3) ketika berbicara dengan tamu suku lain
Pemakaian bahasa Jawa merupakan pilihan (Gorontalo) memilih menggunakan BI dan BM.
yang menandakan adanya kedudukan setara di P1 dalam percakapan di atas mengawali
antara para partisipan. Pilihan tunggal bahasa percakapan dengan menggunakan BI kepada P4
Jawa dapat pula disebabkan keterbatasan ‘Mari masuk pak, bu! Aduh!, kenapa duduk di
penguasaan kosa kata bahasa Indonesia situ? Masuk!’ dan direspons oleh P4 dengan
transmigran Jawa dalam komunikasi yang kode BI pula. Setelah percakapan berlanjut antara
memerlukan adanya bentuk percakapan dengan P1, P4, dan P5, tiba-tiba P2 muncul dan
bahasa lain. Dengan demikian, pilihan tunggal menyampaikan kepada P4 dan P5 bahwa P3
bahasa Jawa dilakukan transmigran Jawa untuk tidak baku dengan menggunakan kode BI pula.
menyesuaikan pilihan bahasanya dengan pilihan Kemudian P2 beralih kode dengan menggunakan
bahasa mitra tutur sehingga komunikasi dapat BJ kepada P3: Tri, iki ibu guru ama bapak guru
berjalan dengan baik. teko. Data itu menunjukkan bahwa bahasa yang
mereka gunakan dalam ranah keluarga bila
VARIASI ALIH KODE dikunjungi tamu suku lain ialah BI; sebaliknya,
Peristiwa alih kode yang dilakukan trans- sesama mereka menggunakan BJ. Hal ini dilaku-
migran Jawa ini adalah peralihan dari kode kan untuk menghormati mitra tutur. Jadi, pasang-
bahasa Indonesia ke kode bahasa Jawa, an keluarga tersebut adalah dwibahasawan,
peralihan kode bahasa Jawa ke kode bahasa karena mereka dapat berbicara dengan meng-
Indonesia, peralihan kode bahasa Jawa ke kode gunakan BI dan BJ. Oleh sebab itu, dalam
bahasa Melayu dialek Manado, dan peralihan percakapan tersebut terdapat peristiwa alih kode
kode bahasa Jawa ke kode bahasa Gorontalo. dengan kode dasar BI ke kode BJ.
Alih kode bahasa Indonesia ke bahasa Jawa Alih kode bahasa Jawa ke bahasa Indone-
merupakan percakapan dengan alih kode sia merupakan percakapan yang mula-mula
dengan dasar BI, alih kode dapat muncul dengan dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa
pilihan kode BJ.Alih kode tersebut tampak dalam yang menandakan adanya keakraban antara
percakapan sebagai berikut. partisipan, ketika hadir mitra tutur etnis lain dan
melakukan percakapan, maka kode bahasa
beralih ke kode bahasa Indonesia. Hal ini terjadi
akibat kehadiran partisipan baru yang dirasa perlu

287
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

untuk dihormati. Alih kode dengan kode dasar Hanya bapak dengan ibu dari
BJ terjadi pada ranah-ranah pilihan bahasa dalam Jawa)
peristiwa tutur yang terjadi pada transmigran P3 : njowone endi? (Jawa dari mana?)
Jawa di kabupaten Gorontalo. Hal itu dapat dilihat P4 : lek bapak Bojonegoro, ibu Banyu-
dalam percakapan di bawah ini. wangi (kalau bapak Bojonegoro,
ibu Banyuwangi)
(2) Topik Percakapan: Tahu yang Hilang P3 : Banyuwangine endi? (Banyuwangi
P4 : Mboten teng acara bu?(Tidak pergi dimana?)
ke acara bu?) P4 : Teng Gale’an teng pasar Bajul mati
P3 : Hala uwis mau, tapi rung mari wis (Di Gale’an di pasar Bajul mati)
balik. La jarene mau tuku tahu isi, P3 : Lek aku akeh dulure ndek Banyu-
Tri? (Tadi sudah, tapi belum selesai wangi (kalau saya banyak keluarga
sudah pulang. Katanya tadi mau di Banyuwangi)
beli tahu isi, Tri? P4 : Teng pundi?(di mana?)
P4 : Duko niku wau piye tumbas P3 : Jember enek, terus Mblitar (Jember
gangsalwu ditinggal… duko teng ada, terus Blitar)
pundi niku wau, Ya Allah mbok P4 : Neng pundi lo pak teng mriko?
deleh neng endi nduk?(tidak tahu (dimana lo pak disana?)
itu tadi bagaimana, beli lima ribu P3 : Numpak motor dewe iki yan. Rono
ditinggal....tidak tahu kemana itu rene….(naik motor sendiri ini
tadi. Ya Allah kamu taruh di mana Yan. Kesana kemari....)
nak?) P2 : Motor lanang?(motor laki-laki)
P1 : Ndek kono (di sana) P3 : Ho’oo…. Lo ....oooh walah le nya’
P4 : ak kresek kui mbok tinggal? (satu opo we (iya... astaga.... de’ kenapa
tas itu kamu tinggal)? kamu...)
P3 : Nduk diombeni opo iki (nak apa P1 : Mari masuk Pak!
minumnya ini)? P5 : Di luar saja, soalnya panas
P4 : Banyu es mawon (air es saja) P1 : Minum dulu
P3 : Iki es batune (ini es batunya) P5 : Sebentar.
P4 : Pundi thuthuk e niki….(di mana
pemukulnya ini)? Kutipan percakapan di atas diawali dengan
P3 : Wis ditugel gek dilebokne ceret lak membicarakan Tahu Isi yang hilang dengan
uwis (sudah, dipotong saja, terus menggunakan BJ. Kemudian berlanjut dengan
dimasukkan ke cerek sudah?. membicarakan asal usul dari P4 teman P1. Per-
P1 : Aku tak jikuk tahu sik yo (aku mau cakapan tersebut berlangsung dengan meng-
ambil tahu dulu ya)? gunakan BJ. Tiba-tiba datang tamu lain suku (P5),
P4 : Nek endi lo…(dimana...) maka P1 langsung beralih kode ke BI dengan
P1 : Enek ndek kono. (ada disana) mengatakan Mari masuk Pak!.Hal ini memberikan
P4 : Engko gek di jikok wong wisan.. gambaran bahwa keluarga tersebut (P1, P2, dan
(jangan-jangan sudah diambil P3) ketika berbicara dengan tamu sesuku
orang) menggunakan BJ, tetapi ketika berbicara dengan
P1 : Ora (tidak) P5 (tamu lain suku) beralih kode dengan memilih
P3 : Awakmu ko endi nduk?(kamu dari menggunakan BI. Dari data percakapan itu ter-
mana nak?) bukti bahwa keluarga tersebut ialah dwibahasa-
P4 : Kulo dugi Sulawesi Tengah bulik. wan karena mereka dapat berbicara dengan
Cuman bapak kalih ibu dugi njawi menggunakan Bahasa Jawa dan Bahasa
(saya dari Sulawesi Tengah bibi. Indonesia.

288
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

Alih Kode Bahasa Jawa ke Bahasa Goron- beserta liter/ukuran yang digunakan P3). Melihat
talo merupakan percakapan transmigran Jawa sikap P2, mungkin karena tersinggung P3
dalam berinteraksi, sering menggunakan alih langsung berkata literi asli ja ponggo-ponggo
kode bahasa Jawa ke bahasa Gorontalo. ‘liternya asli dan tidak terpotong’. Penggunaan
Percakapan mula-mula dilakukan nenggunakan bahasa Gorontalo oleh P3 menandakan adanya
bahasa Jawa ketika hadir mitra tutur etnis keakraban antara pembeli dan pedagang
Gorontalo yang dikenal, maka kode bahasa tersebut karena pembeli dikenal oleh pedagang.
beralih ke kode bahasa. Penggunaan bahasa Ketika P2 hadir, kode bahasa P3 beralih ke kode
Gorontalo menandakan adanya keakraban bahasa P2, yaitu bahasa Gorontalo.
antara partisipan. Pada percakapan dengan kode
dasar Bahasa Gorontalo, alih kode dapat muncul VARIASI CAMPUR KODE
dengan pilihan kode Bahasa Indonesia dan Variasi Campur Kode yang dilakukan oleh
Bahasa Jawa. Alih kode tersebut tampak dalam transmigran Jawa ini berwujud kata, frasa, dan
percakapan pada ranah pasar seperti berikut ini. klausa. Kode-kode yang terlibat dalam peristiwa
campur kode tersebut berasal dari bahasa
(3) Topik Percakapan: Jual Beli Beras Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Gorontalo, dan
P3 : Pale, pale, beras, beras, murah, bahasa Melayu dialek Manado.
murah Berikut ini memperlihatkan contoh peristiwa
P3 : Pale, pale, pale, pale bohu. Limo campur kode dengan kode dasar Bahasa
lihu, limo lihu. Murah, murah ju. Indonesia yang disisipi kode Bahasa Jawa.
(Beras, beras, beras baru. Lima
ribu, lima ribu, murah) (4) P1 : Mari, silakan duduk. Maaf saya
P2 : Tidak kurang? (sambil memegang pake sarung
beras dan melihat-lihat kualitas P5 : Nggak apa-apa pak
beras) P1 : Tidur di mana?
P3 : Murah, murah. P4 : Di rumah sudara dekat situ (sambil
P1 : Piro?(berapa?) menunjuk ke luar)
P3 : Limang ewu (lima ribu) P2 : Tri bilang di rumah ta Niko
P2 : Saya 10 liter P5 : Iya bu
P1 : Iki telu (Ini tiga). P2 : Ta Niko sering dateng ke rumah sini
kalau cari kacang
Dalam hal ini P3 merupakan pedagang yang (P1 ke P2)
menawarkan beras dagangannya pada siapa P1 : Wedang minum (Buatkan
saja yang lewat. Bahasa yang digunakan minuman)
bervariasi, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, P2 : Wes (Ya)
dan bahasa Gorontalo. Apabila pembeli yang
lewat orang Jawa, maka P3 menggunakan Campur kode itu terjadi dalam percakapan
bahasa Jawa untuk menawarkan berasnya. pada ranah keluarga. Dalam percakapan itu,
Begitu sebaliknya, kalau pembeli yang lewat terjadi campur kode bahasa Jawa pada kode
orang Gorontalo, P3 menggunakan bahasa dasar Bahasa Indonesia. Percampuran kode
Gorontalo. Kebetulan P2 sedang lewat di depan Bahasa Jawa tersebut tampak pada kata kata
daganganya, dengan spontan P3 mengatakan nggak dan kata wes. Kata nggak merupakan kata
pale, pale, murah, murah, pale bohu, pale bohu nonbaku dari tidak. Kata wes merupakan kata
‘beras, beras, murah, murah, beras baru, beras yang diambil dari bahasa Jawa. Jadi, penggunaan
baru’. Mendengar perkataan P3, P2 langsung kata tersebut bertujuan untuk mengakrabkan
balik dan bertanya tidak kurang? (sambil suasana.
memegang beras dan melihat lihat kualitas beras

289
Humaniora, Vol. 24, No. 3 Oktober 2012: 279 - 291

SIMPULAN Alih kode dan campur kode merupakan


Pola Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa gejala yang biasa dan terjadi dengan lancar.
di Kabupaten Gorontalo yang dominan digunakan Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa
oleh transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo partisipan dalam peristiwa percakapan itu
adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. mengalami hambatan dalam memahami pesan
Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan BI masing-masing. Penggunaan bahasa secara silih
dan BJ serta alternasi dalam penggunaan berganti itu tampaknya merupakan suatu sarana
keduanya dipandang sebagai salah satu bentuk dalam menciptakan situasi yang lebih komunikatif
pola penggunaan bahasa yang umum dalam dan memelihara sikap agar supaya BI dan BJ
peristiwa tutur transmigran Jawa di Kabupaten dapat hidup berdampingan.
Gorontalo. Penggunaan pola BI dan BJ
ditentukan oleh siapa yang berbicara, dengan DAFTAR RUJUKAN
siapa, tentang apa (topik), dalam situasi yang Appel, R. 1976. Sosiolinguistik. Utrech/Antwerpen: Aula,
bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa Het Spectrum.
(tulisan, lisan, dan sebagainya). Penemuan Appel, R and P. Muysken. 1988. Language Context and
lainnya ialah tingkat penguasaan BI dan BJ Bilingualism. Edward Arnold, London-Baltimore-
transmigran Jawa tidak semuanya sama. Melbourne-Auckland.
Transmigran Jawa yang lahir dan besar di lokasi Chaer, A. & Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan
transmigrasi Kabupaten Gorontalo memiliki Awal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
kemampuan berbahasa Indonesia lebih baik. Dittmar, N. 1976. Sociolinguistics. London: Edwar
Sebaliknya, yang lebih tua usianya dan lahir di Arnold.
Ervin-Tripp, S.M. 1968. An Analysis of The Interaction of
daerah asal (Jawa) masih banyak yang kurang
Language Topic and Listener. Di dalam J. Fishman
mampu berbahasa Indonesia. (ed.) Reading in the Sociology of Language. The
Variasi pilihan bahasa transmigran Jawa di Hague, Mouton.
Kabupaten Gorontalo terdiri atas tiga jenis variasi, Fasold, R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford:
yaitu variasi tunggal bahasa, alih kode, dan Basil Blackwell.
campur kode. Variasi tunggal bahasa dalam Ferguson, C.A. 1972. Soundings: Some Topics in the Study
interaksi pada setiap ranah meliputi bahasa Jawa of Language Attitudes in Multilingual Areas. Paper
dan bahasa Indonesia. Variasi tunggal bahasa presented to the University Meeting on Language
ini digunakan untuk menghindari timbulnya Attitudes, yeshiva Univercity, January 1972.
kesalahan pada penggunaan bahasa Jawa yang Fishman, J. A. 1965. Who Speaks What Language to
memiliki tingkatan dalam bertutur. Variasi alih kode Whom and When. La Linguistingue. 2: 67 – 68.
yang dilakukan adalah peralihan dari kode Gal.S. 1978. Language Shift : Social Determinants of
Linguistik Change in Bilingual Austria. New York:
bahasa Indonesia ke kode bahasa Jawa,
Academic Press.
peralihan kode bahasa Jawa ke kode bahasa Grosjean, 1982. Life with Two Languages: An Introduction
Indonesia, peralihan kode bahasa Jawa ke kode to Bilingualsm. Harvard University Press,
bahasa Melayu dialek Manado, dan peralihan Cambridge and London.
kode bahasa Jawa ke kode bahasa Gorontalo. Haugen, E. 1972. “Dialect, Language, Mation” dalam
Alih kode Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa Dill, Anwar S. (Ed.).
merupakan percakapan dengan alih kode Holmes, Janet. 1994. An Introduction to Sociolinguistic.
dengan dasar BI, alih kode dapat muncul dengan New York: Longman.
pilihan kode BJ. Campur kode yang dilakukan Hymes, D. (ed). 1972. “The Ethnography of Speaking”,
berwujud kata, frasa dan klausa. Kode-kode yang dalam Readings in the Sociology of Language, edited
terlibat dalam peristiwa campur kode tersebut by Joshua A. Fishman. Paris: Mouton.
—————. 1972. “On Language Competence”.
berasal dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa,
Dalam J.B. Pride dan Janet Holmes (1972: 269-
bahasa Gorontalo, dan bahasa Melayu dialek
293).
Manado.

290
Sayama Malabar - Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa

—————. 1975. Foundation in Sociolinguistics: an Sosiolinguistik. Laporan Penelitian. Semarang:


Ethnographic Approach, Philadelphia: University of Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan
Pensylvania. dan Kebudayaan bagian Proyek Pembinaan Bahasa
Hudson, R. A. 1980. An Introduction to Sosiolinguistic. dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Tengah.
New York: Adition Wesley Logman Inc. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis
Kridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan
Gramedia. secara Linguistis.Yogyakarta: Duta Wacana
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa Tahapan University Press.
Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. dan R dan D. Bandung:Alfabeta.
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Sumarsono dan Paina P. 2002. ABCD Sosiolinguistik.
Jakarta: Tarsito. Yogyakarta: Penerbit Sabda.
Rahardi. R.K. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Wardaugh, R. 1986. An Introduction to Sociolinguistics.
Kode.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Oxford: BasilBlackwell.
Rokhman, F. 2002. Variasi Bahasa Etnik Cina dalam Wijana, I. DP. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta:
Interaksi Sosial di Kota Semarang: Kajian Andi.

291

You might also like