Umntuk Bab 4 1

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/371782471

NALAR KRITIS POLIGAMI SEBAGAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


(Analisis Terhadap Undang-Undang KDRT Nomor 23 Tahun 2004)

Article · June 2023


DOI: 10.53491/hunila.v1i2.515

CITATION READS

1 83

2 authors:

Arif Sugitanata Suud Sarim Karimullah


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Gümüshane Üniversitesi
12 PUBLICATIONS 6 CITATIONS 51 PUBLICATIONS 51 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Arif Sugitanata on 22 June 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan
Volume. 1, Nomor 2, Juni 2023
e-ISSN : 2963- 0487
DOI: 10.53491/hunila.v1i2.515

NALAR KRITIS POLIGAMI SEBAGAI KEKERASAN DALAM


RUMAH TANGGA
(Analisis Terhadap Undang-Undang KDRT Nomor 23 Tahun 2004)

Arif Sugitanata1, Suud Sarim Karimullah2


1
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
2
Gümüşhane Üniversitesi, Türkiye
arifsugitanata@gmail.com1, suudsarimkarimullah@gmail.com2

Abstract

In this paper, the researcher analyses and explains polygamy as a form of domestic
violence from the perspective of positive Indonesian law and how it critiques Law No. 1
of 1974 on Marriage by examining Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic
Violence in Indonesia. Using a literature review, this study found that polygamy carried
out without fulfilling the conditions stipulated in the marriage law and Islamic Law
Compilation (KHI) can be a form of domestic violence. This is because polygamy
committed without the first wife's consent and without regard to the family's welfare can
cause injustice and imbalance in the husband-wife relationship and damage the family
concerned. Polygamy cases, if associated with Law No. 23 of 2004 concerning the
elimination of domestic violence, are a form of psychological violence that can be
criminalised and charged with Domestic Violence Law No. 23 of 2004, specifically
Article five, which states that "every person is prohibited from committing acts of
domestic violence against persons within the scope of their household, whether
committed directly or indirectly, to cause pain or misery or suffer physically, sexually,
psychologically, and or domestic neglect, including domestic neglect". The criminal
penalty can be imprisonment of up to three years or a fine of up to 9 million rupiahs.
Suppose the psychological attack causes illness or prevents the victim from doing their
job to the extent that their daily activities are disrupted. In that case, they can face
imprisonment of up to four months or a fine of three million rupiahs.

Keywords: Polygamy, Violence, UU KDRT

Abstrak

Dalam tulisan ini, peneliti menganalisis dan menjelaskan poligami sebagai salah satu
bentuk kekerasan dalam rumah tangga dari sudut pandang hukum positif Indonesia,
dan bagaimana kritik terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan
menelaah UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) di Indonesia. Dengan menggunakan tinjauan pustaka, penelitian ini
menemukan bahwa poligami yang dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang diatur
dalam hukum perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat menjadi bentuk
kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini terjadi karena poligami yang dilakukan tanpa
persetujuan dari istri pertama dan tanpa memperhatikan kesejahteraan keluarga, dapat
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 63
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

menyebabkan ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam hubungan suami-istri dan


dapat mengakibatkan kerusakan pada keluarga yang bersangkutan. Kasus poligami
jika dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT merupakan
salah satu bentuk kekerasan psikis yang dapat dipidanakan dan dijerat dengan UU
KDRT No. 23 Tahun 2004, khususnya pada Pasal lima, yang menyatakan bahwa
"setiap orang dilarang melakukan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
orang dalam lingkup rumah tangganya, baik yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung, dengan maksud untuk menimbulkan rasa sakit atau kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk penelantaran rumah tangga". Hukuman pidananya dapat berupa penjara
hingga tiga tahun atau denda hingga 9 juta rupiah. Jika serangan psikologis tersebut
menyebabkan penyakit atau menghalangi korban untuk melakukan pekerjaannya
hingga kegiatan sehari-hari terganggu, mereka dapat menghadapi hukuman penjara
hingga empat bulan atau denda tiga juta rupiah.

Kata Kunci: Poligami, Kekerasan, UU KDRT.

PENDAHULUAN dan perempuan. Oleh karena itu,


feminisme Islam akan berperan aktif
Anggapan bahwa poligami adalah dalam mengoreksi ketimpangan gender
sesuatu yang melanggar hukum dalam masalah poligami dalam hukum
belakangan ini telah mengakibatkan perkawinan di Indonesia(Karimullah,
revisi undang-undang pernikahan di 2021).
negara-negara Muslim seperti
Indonesia. Anggapan ini muncul Di Indonesia, hukum perkawinan
beriringan terhadap bergejolaknya yang berlaku adalah konsep monogami,
gerakan kesetaraan gender ke dalam yang menyatakan bahwa seorang pria
konstitusi negara. Norma-norma hanya boleh memiliki satu istri dan
syariah, menurut sebuah kampanye sebaliknya. Meskipun demikian,
yang dipimpin oleh organisasi- monogami di Indonesia bersifat relatif
organisasi perempuan, tidak atau masih terbuka, sehingga
memberikan hak yang setara bagi memungkinkan seorang pria untuk
perempuan dalam pernikahan atau melakukan poligami dengan syarat dan
hukum keluarga. Norma-norma syariah, kondisi yang sah, yaitu persyaratan
terutama yang berkaitan dengan alternatif dan kumulatif. Perkawinan,
poligami, dapat membahayakan status menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974,
dan fungsi istri dalam hal kesetaraan adalah ikatan lahir batin antara seorang
hak dalam rumah tangga. Indonesia pria dan seorang wanita sebagai suami
telah mengatur kegiatan hukum ini istri dengan tujuan membentuk keluarga
sebagai negara hukum dalam UU (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 3, 4, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
5 dan KHI pasal 56, 57, 58. Meskipun (Sugitanata, 2021). Seorang pria hanya
ada hubungan hukum yang tegas antara boleh mempunyai seorang istri, menurut
aktivitas hukum dan hukum, masih ada Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974.
kesenjangan sosial dalam menerima Dengan kata lain, perkawinan diatur
perlindungan hukum antara laki-laki oleh asas monogami.

Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 64


Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

Diadopsinya konsep monogami pendukung poligami yang menrupakan


dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU penjelasannya lemah dan tanpa dasar.
Perkawinan menunjukkan prioritas Sangatlah penting untuk menghilangkan
penerapan asas monogami dalam semua kesalahpahaman umum mengenai
perkawinan. Meskipun demikian, sunnah. Sunnah Nabi didefinisikan
poligami diperbolehkan dalam keadaan sebagai semua perilaku Nabi, baik
dan situasi tertentu dengan alasan- dalam bentuk ketetapan, perkataan, atau
alasan yang sangat spesifik dan berat. perbuatan, dan mencakup semua elemen
Hal ini juga dirancang untuk kehidupan beliau sebagai Nabi dan
mencerminkan pendapat beberapa Rasul. Namun, mengenali sunnah Nabi
komunitas Muslim yang mentolerir biasanya dihubungkan dengan poligami
poligami dengan syarat bahwa wanita dalam budaya. Hal ini melemahkan arti
yang dipoligami diperlakukan secara penting dari sunnah itu sendiri; sunnah
adil. Meskipun poligami adalah legal, Nabi yang paling terkenal adalah
masyarakat memiliki perasaan yang dedikasinya yang besar untuk
beragam tentang hal itu. Banyak orang menegakkan keadilan dan harmoni
yang terlibat dalam diskusi dan dalam masyarakat. Semangat mengikuti
perselisihan yang panjang mengenai suunah Nabi sebagai landasan utama
poligami. Hal ini disebabkan oleh keabsahan poligami haruslah terlebih
kepentingan orang-orang yang terlibat, dahulu mereka lebih bersemangat dalam
serta dampak negatif dari poligami yang mengupayakan keadilan dan
dipraktikkan oleh sebagian besar pria, perdamaian. Beberapa tindakan dapat
bukan karena pengaruh alasan yang dilakukan untuk meniru sunnah Nabi,
tidak jelas. Meskipun Al-Qur'an seperti merawat anak-anak yatim
menyatakan bahwa jika Anda tidak terlebih yatim piatu untuk menjalani
dapat berbuat adil, satu saja sudah kehidupan yang manusiawi,
cukup, kata "dapat berbuat adil" telah memberikan mereka akses dan fasilitas
menjadi masalah utama dalam untuk sekolah atau mengenyam
menyikapi poligami. Sebagian besar pendidikan hingga mereka bisa
orang juga percaya bahwa poligami berkembang dan menemukan pekerjaan
dipengaruhi oleh hawa nafsu, oleh tentunya dengan penuh kasih sayang.
karena itu mereka menentang poligami,
terutama bagi perempuan (Aedy, 2007). Pembatasan poligami yang ketat
dalam ajaran Islam, seperti halnya
Penjelasan yang realitis tentang larangan perbudakan, seharusnya
dominasi poligami di masyarakat adalah menjadi tujuan dan ambisi yang luhur
bahwa poligami adalah sunnah Nabi. untuk menghapus poligami secara
Akibatnya, salah satu argumen pro- progresif di masyarakat. Pembatasan
poligami adalah bahwa melarang tersebut dilakukan secara bertahap
poligami berarti bertentangan dengan untuk memastikan kesiapan mental dan
sunnah Nabi, melarang sesuatu yang psikologis masyarakat.
telah disahkan atau dilegalkan oleh
Allah, dan karena itu bertentangan PENELITIAN TERDAHULU
dengan keputusan Allah. Melarang
poligami adalah penghinaan atau Ada beberapa penelitian yang
penentangan terhadap Allah dan Nabi- telah membahas tentang poligami
Nya. Demikianlah alasan para sebagai wujud kekerasan, seperti Siti
Hikmah (Hikmah, 2012) yang
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 65
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

menjelaskan dalam praktik poligami Poligami dilegalkan dalam


yang dialami masyarakat sering sumber-sumber tekstual Islam, terutama
melahirkan konflik terhadap para istri, Al-Qur'an dan Hadis, seperti yang
kepada suami hingga anak yang dijelaskan dalam Surat An-Nisa Ayat 3
berdampak pada kekerasan fisik dan dengan ketentuan-ketentuan yang
psikis. Selanjutnya Wely Dozan terkait. Mengizinkan poligami berfungsi
memberikan penguatan bagaimana untuk melindungi perempuan dari
poligami adalah bentuk kekerasan kehancuran, meningkatkan situasi
dengan menggali kembali isu poligami mereka, dan meningkatkan martabat
dalam kajian tafsir (Dozan, 2020). mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Kemudian Musdah Mulia yang dalam Oleh karena itu, Al-Qur'an melarang
tulisannya menyatakan poligami perselingkuhan. Diperkirakan bahwa
memiliki mudharat yang jauh lebih dengan menolak perzinahan, pelacuran
besar ketimbang maslahat (Mulia, dan pergundikan dapat dicegah, atau
2004). setidaknya dikurangi jumlah dan tingkat
keparahannya. Harkat, kehormatan,
Berdasarkan beberapa penelitian martabat, dan harga diri wanita akan
sebelumnya. Sudut pandang penelitian meningkat. Kemudian, melalui
penulis sebagai bentuk inovasi dalam poligami, Islam ingin menyalurkan
hal ini adalah menjelaskan poligami syahwat dengan cara yang positif, sehat,
sebagai salah satu bentuk kekerasan dan bertanggung jawab. Jika poligami
dalam rumah tangga dari sudut pandang dilarang, maka setiap pria hanya boleh
hukum positif Indonesia dan bagaimana memiliki satu istri, yang mana hal ini
kritik terhadap UU No. 1 Tahun 1974 sama saja dengan membunuh dan bukan
tentang Perkawinan dengan menelaah memerintah. Islam menyadari
UU No. 23 Tahun 2004 tentang sepenuhnya bahwa dalam banyak
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah keadaan, memiliki satu wanita saja tidak
Tangga (KDRT). cukup untuk menyalurkan hasrat
seorang pria. Akibatnya, jika poligami
METODE PENELITIAN dilarang ketika mereka
membutuhkannya, mereka akan beralih
Dengan menggunakan perspektif ke perzinahan, yang tidak diinginkan.
yuridis-normatif, penelitian ini (Mustafa, 2017).
merupakan sebuah evaluasi literatur
yang diharapkan dapat menambah Poligami bukan untuk semua laki-
pemahaman tentang hukum keluarga, laki. Poligami hanya diizinkan untuk
khususnya yang terkait dengan poligami individu yang secara fisik dan finansial
di Indonesia. Pendekatan yuridis- mampu menafkahi istri dan anak-anak
normatif yang digunakan dalam mereka. Poligami diizinkan dalam
penelitian ini membedakannya dengan situasi darurat, seperti ketika seorang
penelitian-penelitian lain dengan topik wanita tidak subur dan tidak dapat
yang sama. memiliki anak atau memiliki riwayat
penyakit yang fatal, menurut para ahli.
HASIL DAN PEMBAHASAN Akibatnya, sang istri tidak dapat
melakukan tanggung jawabnya.
I. POTRET UMUM TENTANG
(Marzuki, 2005).
POLIGAMI

Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 66


Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

Poligami juga diperbolehkan jika dikenal dan dipraktekkan oleh para


suami memperlakukan istrinya dengan pemeluk berbagai hukum agama dan
baik. Poligami diizinkan oleh mazhab praktik masyarakat sebelum kitab suci
Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali jika diturunkan, sehingga tidak
adil. Laki-laki yang berpoligami dengan memperkenalkan batasan baru.
lebih dari satu istri dibatasi hingga Menurutnya, ayat ketiga surat An-Nisa'
empat istri (Karimullah, 2021). Jika tidak mempromosikan atau bahkan
seorang pria tidak dapat berlaku adil, mewajibkan poligami, tetapi hanya
para imam menganjurkannya untuk menyebutkan kebolehannya, meskipun
hanya memiliki satu istri. Para ulama hanya sebagai pintu kecil yang hanya
Sunnah juga sepakat bahwa seorang dapat dilalui oleh mereka yang
pria tidak boleh memiliki lebih dari membutuhkan dan dalam situasi yang
empat istri. Sampai suami menceraikan tidak memungkinkan.
salah satu dari empat istri dan masa
iddahnya selesai, pernikahan kelima dan Poligami yang diizinkan di bawah
selanjutnya adalah batal dan tidak sah. sistem pernikahan hukum Indonesia
sangat ketat dan terbatas. Poligami ini
Cendekiawan muslim dapat dilakukan dengan izin dari
kontemporer dari Indonesia, yaitu Pengadilan Agama dan keinginan dari
Quraish Shihab (Shihab, 2002) dalam pihak yang berkepentingan. Karena
memahami ayat 3 di Surat An Nisa berbagai alasan, persetujuan dari
tentang poligami dengan mengatakan Pengadilan Agama tidak akan
bahwa jika Anda takut tidak dapat diberikan. Poligami diizinkan oleh
memperlakukan anak yatim secara adil, Undang-Undang Perkawinan No.
dan Anda yakin akan memperlakukan 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam
wanita selain yatim secara adil, maka (KHI), namun suami dibatasi hanya
menikahlah dengan apa yang Anda sampai empat orang istri. (Sugitanata,
sukai sesuai dengan selera Anda. Anda 2021). Pasal 3 dan 4 Undang-Undang
boleh berpoligami dengan maksimal Perkawinan, serta Bab IX, Pasal 55
empat orang wanita sekaligus. Jika sampai 59 KHI, memuat klausul ini.
Anda takut tidak mampu berlaku adil, Menurut KHI, syarat utama untuk
baik secara materi maupun immateri, beristri lebih dari satu orang adalah
baik secara jasmani maupun rohani, suami harus berlaku adil terhadap istri-
maka menikahlah dengan satu wanita istri dan anak-anaknya (pasal 55 ayat 2).
saja atau kawinkanlah dengan wanita Selain syarat utama tersebut, ada syarat
yang Anda miliki sebagai budak. tambahan yang harus dipenuhi,
Artinya, menikahi wanita selain anak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU
yatim (poligami dengan wanita lain) No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya
dan cukup dengan satu istri persetujuan dari istri dan adanya
(monogami), yang lebih dekat untuk kepastian bahwa suami mampu
tidak melakukan penganiayaan. Allah menjamin keperluan-keperluan hidup
SWT menegaskan dalam beberapa ayat istri-istri dan anak-anak mereka.
Al Qur'an bahwa memperlakukan
pasangan dengan baik adalah sebuah Menurut Musdah Mulia, Undang-
kebutuhan yang sangat penting. Lebih Undang Perkawinan (UUP) tampak pro-
lanjut, Quraish Shihab (Shihab, 2002) poligami (Mulia, 2006). Implikasinya,
juga menyatakan bahwa poligami telah subjek poligami dibahas dengan baik
dalam pasal 3, 4, dan 5 UUP. Surat al-
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 67
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

Nisa [4] ayat 3 mengandung kekerasan dalam rumah tangga yang


ketidaksesuaian ketika dianalisis secara berdampak pada pasangan dan anak-
menyeluruh. Ayat 1 menekankan anak, terutama secara mental dan
gagasan monogami, sedangkan ayat ekonomi, serta penyebaran penyakit
berikutnya mengizinkan suami untuk kelamin. Menurut Yusdani (Yusdani,
melakukan poligami, namun dibatasi 2015), Pasal ayat (1) dan (2) UU
hingga empat orang istri. Di bawah Perkawinan No. 1 Tahun 1974
hukum, alasan-alasan yang dibenarkan menyatakan bahwa seorang pria hanya
untuk melakukan poligami adalah boleh mempunyai seorang istri dalam
karena istri tidak dapat menjalankan suatu perkawinan. Jika para pihak
kewajibannya sebagai seorang istri, istri setuju, pengadilan dapat memberikan
mendapat cacat badan atau penyakit izin kepada suami untuk memiliki lebih
yang tidak dapat disembuhkan, dan istri dari satu istri. Kemudian, menurut PP
tidak dapat melahirkan keturunan. No. 9 tahun 195 pasal 40, jika seorang
Selain itu, Musdah Mulia mengatakan suami ingin beristri lebih dari seorang,
bahwa semua faktor yang ia harus mengajukan permohonan
memperbolehkan suami melakukan secara resmi ke pengadilan. Pengadilan
poligami hanya dilihat dari sudut Agama sepenuhnya berhak untuk
pandang kepentingan suami dan tidak memeriksa dan memutus permohonan
mempertimbangkan perspektif izin poligami yang diajukan kepadanya
perempuan (Mulia, 2006). berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh peraturan perundang-
Lebih jauh lagi, realitas sosiologis undangan sebagaimana disebutkan di
di masyarakat menunjukkan bahwa atas. Aturan ini mempersulit poligami;
hampir semua poligami yang pada kenyataannya, poligami pada
dipraktikkan oleh masyarakat tidak dasarnya dilarang bagi pegawai
berangkat dari ketiga alasan tersebut, pemerintah berdasarkan Peraturan
seperti istri tidak dapat menjalankan Pemerintah No. 10 Tahun 1998.
kewajibannya sebagai seorang istri,
cacat badan, sakit, atau mandul, tetapi 2. GENEALOGI UU KDRT NOMOR
semata-mata untuk memuaskan hasrat 23 TAHUN 2004
dan nafsu seksual laki-laki. Hal ini
karena pada umumnya suami Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
melakukan poligami sementara istrinya tahun 1967 Masehi mendeklarasikan
dikenal taat dalam menjalankan tentang penumpasan diskriminasi pada
kewajibannya dan berbagai hal yang perempuan. Akan tetapi dari hasil
menyertainya. Oleh karena itu, menurut deklarasi tersebut sifatnya tidak
Musdah Mulia, UUP seharusnya mengikat sehingga melalui komisi PBB
melarang poligami karena hal tersebut mengenai posisi perempuan merancang
merupakan kejahatan terhadap konvensi tentang penumpasan berbagai
kemanusiaan. Berbagai kesulitan sosial bentuk diskirminasi pada perempuan.
yang disebabkan oleh poligami dapat Hasil dari konvensi komisi PBB
dijadikan alasan untuk melarangnya. mengenai posisi perempuan berbuah
manis, di mana majelis umum PBB
Diantaranya adalah legitimasi mengesahkan rancangan konvensi
poligami melalui pernikahan siri, tentang penumpasan berbagai bentuk
tingginya persentase pernikahan anak, diskriminasi pada perempuan di tanggal
yang berujung pada tingginya angka 18 bulan desember tahun 1979 yang
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 68
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

dinamakan CEDAW (Convention The Perempuan tahun 2002 tepatnya bulan


Elimination of All Form Af Oktober mengenai kerjasama pada
Discrimination Againt Woman) (Jama, pelayanan terpadu bagi perempuan dan
2007). anak yang mengalami tindak kekerasan
dengan melahirkan pusat penanganan
Hasil dari konvensi tentang terpadu di rumah sakit Kepolisian
penumpasan berbagai bentuk Bhayangkara yang ada di Indonesia.
diskirminasi pada perempuan atau Kemudian dari beberapa usaha-usaha
CEDAW jika ditarik kedalam nilai-nilai yang dilakukan dalam memberantas
luhur yang ada di Indonesia tidak kekerasan yang terjadi pada perempuan
memiliki pertentangan baik dengan dan anak maka disahkan juga Undang-
Pancasila dan UUD 1945, maka Undang Nomor 23 Tahun 2004
pemerintah Indonesia juga ikut mengenai penghapusan kekerasan
memberikan persetujuan dengan dalam rumah tangga yang pada intinya
menandatangani hasil konferensi menetapkan aturan tentang pencegahan,
sedunia dasawarsa PBB bagi perempuan perlindungan bagi korban kekerasan dan
di Kopenhagen tahun 1980 tepatnya hukum bagi pelaku kekerasan serta
tanggal 29 Juli. Oleh karena itu, setelah aturan tata cara menjaga keharmonisan
ditimbangkan dengan baik, maka empat dalam rumah tangga. Undang-Undang
tahun berikutnya yakni tahun 1984 Nomor 23 Tahun 2004 mengenai
tepatnya 24 Juli pemerintah Indonesia penghapusan kekerasan dalam rumah
memberikan pengesahan pada Undang- tangga ditujukan untuk seluruh anggora
Undang Nomor 7 Tahun 1985 mengenai rumah tangga baik dalam skala khusus
pengesahan konvensi tentang yakni suami, istri dan anak hingga skala
penumpasan berbagai bentuk umum yakni yang masih memiliki
diskirminasi pada perempuan dengan ikatan kekeluargaan bisa terjerat dan
harapan mulia yakni menumpas termasuk pada Undang-Undang Nomor
berbagai bentuk diskriminasi yang ada 23 Tahun 2004 mengenai penghapusan
khususnya pada perempuan. Akan kekerasan dalam rumah tangga
tetapi, dalam realitanya Undang- (Indonesia, 2004).
Undang Nomor 7 Tahun 1985 masih
belum mampu menjawab tujuan mulia Undang-Undang Nomor 23 Tahun
yang diharapkan tersebut khususnya 2004 mengenai penghapusan kekerasan
dikalangan para perempuan Indonesia dalam rumah tangga ini menjadi fakta
(Fantari, 2019). akan perkembangan hukum positif yang
berkenaan dengan ketatanegaraan di
Ketidaksesuaian yang diharapkan Indonesia. Hal ini menjadi menarik
setelah disahkannya Undang-Undang karena permasalahan-permasalahan
Nomor 7 Tahun 1985 membuat komnas yang bersifat pribadi sudah masuk
perempuan melakukan upaya pada keranah publik. Di mana dalam
tercapainya hak-hak perempuan dan permasalahan sebelum lahirnya
anak yang mengalami tindak kekerasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
dengan menghadirkan layanan terpadu mengenai penghapusan kekerasan
pada perempuan dan anak. Hadirnya dalam rumah tangga, beberapa kasus
surat kesepakatan antar menteri di tentang KDRT masih susah untuk
pemerintahan Indonesia seperti Menteri diselesaikan pada ranah hukum, karena
Kesehatan, Menteri Sosial dan dalam hukum pidana yang ada di
Kepolisian dan Menteri Pemberdayaan
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 69
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

Indonesia belum mengenal istilah Sementara itu, para pendukung


KDRT (Kekerasan Dalam Rumah pro-poligami berpendapat bahwa
Tangga). Kemudian juga permasalahan- poligami adalah bentuk pernikahan
permasalahan seperti pemukulan yang legal yang telah dipraktikkan selama
dilakukan oleh suami pada istri dan atau ribuan tahun oleh semua budaya di
orang tua terhadap anaknya masih seluruh dunia. Poligami meningkatkan
diselesaikan dengan menggunakan martabat perempuan dengan berbagai
beberapa pasal yang masuk ranah cara. Dalam keadaan tertentu, poligami
penganiayaan di mana dalam meningkatkan martabat perempuan
pembuktiannya masih sulit ditemukan dengan menjaga mereka dari perilaku
sehingga permasalahan pemukulan yang keji dan melanggar hukum yang
telah terjadi dan dilaporkan tidak dilarang oleh Allah SWT, seperti
ditindaklanjuti lagi (Indonesia, 2004). pelacuran, wanita malam yang mencari
Oleh karena itu, hemat penulis pada nafkah dengan menjual diri mereka
hadirnya Undang-Undang Nomor 23 sendiri, dan tindakan-tindakan yang
Tahun 2004 mengenai penghapusan melanggar hukum lainnya. Sebagian
kekerasan dalam rumah tangga ini lagi merendahkan dan menundukkan
menjadi angin segar bagi korban dari perempuan demi memenuhi nafsu laki-
kekerasan di dalam ranah rumah tangga laki (Munawar, 2021). Dalam hukum
dan juga menjadi jawaban dan upaya perkawinan, seorang suami hanya dapat
dalam menegakkan Hak Asasi Manusia. melakukan poligami dengan izin dari
pengadilan dan harus memperhatikan
3. NALISIS UU KDRT TERHADAP kesejahteraan keluarga. Syarat ini
POLIGAMI SEBAGAI BENTUK menunjukkan bahwa poligami yang
KEKERASAN DALAM RUMAH dilakukan tanpa persetujuan dari istri
TANGGA atau tidak memperhatikan kesejahteraan
keluarga dapat dikenakan sanksi hukum
Poligami masih menjadi isu yang karena melanggar ketentuan Undang-
diperdebatkan dengan sudut pandang Undang KDRT.
yang berlawanan. Banyak tuduhan
dilontarkan oleh organisasi anti- Sementara itu, dalam Kompilasi
poligami untuk mendiskreditkan dan Hukum Islam (KHI), poligami diizinkan
menstigmatisasi poligami. Poligami dengan syarat-syarat yang ketat, seperti
dipandang sebagai pelanggaran hak mampu memelihara dan memberikan
asasi manusia serta bentuk eksploitasi nafkah secara adil kepada semua istri
dan kontrol laki-laki terhadap dan anak-anaknya serta harus dilakukan
perempuan. Poligami adalah bentuk dengan kesepakatan dan persetujuan
penindasan, pengkhianatan, dan dari istri pertama. Hal ini menunjukkan
penghinaan terhadap perempuan, serta bahwa KHI mengatur poligami sebagai
diskriminasi terhadap perempuan. sebuah institusi yang bertujuan untuk
Tuduhan lainnya adalah bahwa menjaga keadilan dan keseimbangan
poligami adalah bentuk pelecehan dalam keluarga. Namun, jika poligami
terhadap martabat perempuan karena dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat
digunakan untuk memenuhi hawa nafsu. tersebut, maka hal tersebut dapat
Laki-laki yang melakukan poligami dianggap sebagai bentuk kekerasan
melakukan tindak kekerasan atau dalam rumah tangga dan dapat
bahkan mengingkari hak-hak dikenakan sanksi hukum sesuai dengan
perempuan (Hikmah, 2012).
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 70
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

ketentuan Undang-Undang KDRT. Oleh KDRT adalah jika poligami dilakukan


kerena itu, hukum perkawinan dan KHI tanpa persetujuan dari istri atau tidak
mengatur syarat-syarat yang ketat bagi memperhatikan kesejahteraan keluarga.
seorang suami untuk melakukan Pelaku kekerasan dalam rumah tangga
poligami dan memperhatikan yang melakukan poligami tanpa
kesejahteraan keluarga. Jika poligami memenuhi syarat-syarat yang diatur
dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat dalam hukum perkawinan dan KHI
tersebut, maka hal tersebut dapat dapat dikenakan sanksi hukum yang
dianggap sebagai bentuk kekerasan sama seperti pelaku kekerasan dalam
dalam rumah tangga dan dapat rumah tangga pada umumnya.
dikenakan sanksi hukum sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang KDRT. Mencermati perkembangan yang
ada, penulis mencoba menggali dan
Undang-Undang KDRT menganalisa poligami melalui kacamata
menetapkan sanksi hukum bagi pelaku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
kekerasan dalam rumah tangga, tentang penghapusan kekerasan dalam
termasuk jika poligami dilakukan tanpa rumah tangga, dimana dalam Bab Tiga
memenuhi syarat-syarat yang diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
dalam hukum perkawinan dan KHI. tentang penghapusan kekerasan dalam
Sanksi hukum yang dapat dikenakan rumah tangga mengenai larangan
kepada pelaku kekerasan dalam rumah kekerasan dalam rumah tangga pada
tangga, termasuk dalam kasus poligami Pasal Lima menyebutkan bahwa "setiap
yang dilakukan tanpa memenuhi syarat- orang dilarang melakukan perbuatan
syarat yang diatur, antara lain sebagai kekerasan dalam rumah tangga terhadap
berikut: 1) Penjara. Pelaku kekerasan orang-orang yang berada dalam lingkup
dalam rumah tangga dapat dikenakan lingkup rumah tangganya." (Munawar,
sanksi pidana berupa penjara dengan 2021).1 Pada pasal berikutnya yakni
jangka waktu yang ditentukan oleh Pasal tujuh menjelaskan apa itu
hakim. 2) Denda. Selain sanksi pidana, kekerasan psikis, di mana disebutkan
pelaku kekerasan dalam rumah tangga bahwa kekerasan psikis merupakan
juga dapat dikenakan sanksi denda yang tindakan yang berdampak pada
jumlahnya disesuaikan dengan tingkat hilangnya rasa kepercayaan diri,
kekerasan yang dilakukan. 3) hilangnya kemampuan dalam bertindak,
Rehabilitasi. Pelaku kekerasan dalam ketidakberdayaan dan atau rasa
rumah tangga juga dapat diwajibkan menderita secara psikis pada seseorang
untuk menjalani program rehabilitasi yang begitu berat.2
untuk membantu memperbaiki perilaku
dan mencegah terjadinya kekerasan Undang-undang KDRT atau
dalam rumah tangga di masa depan. 4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
Pembatasan hak. Pelaku kekerasan tentang Penghapusan Kekerasan dalam
dalam rumah tangga juga dapat Rumah Tangga menyatakan bahwa
dikenakan sanksi pembatasan hak, poligami dapat menjadi bentuk
seperti kehilangan hak asuh anak atau kekerasan dalam rumah tangga jika
hak waris.
1
Dalam hal poligami, sanksi Lihat Undang-Undang KDRT No. 23
Tahun 2004 BAB III Pasal 5.
hukum yang dapat dikenakan sesuai 2
Lihat Undang-Undang KDRT No. 23
dengan ketentuan Undang-Undang Tahun 2004 BAB III Pasal 5.
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 71
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

dilakukan tanpa persetujuan dari istri perempuan yang di poligami.


atau tidak memperhatikan kesejahteraan Kesimpulan ini penulis gunakan karena
keluarga. Pasal 4 ayat (2) UU KDRT melihat beberapa data temuan dari
menyebutkan bahwa kekerasan dalam penelitian Siti Hikmah dengan beberapa
rumah tangga antara lain meliputi narasumber korban poligami (Hikmah,
pemaksaan melakukan perbuatan yang 2012). Pernyataan ini didukung oleh Siti
bertentangan dengan hukum atau Mahmudah4dalam pemaparannya
agama, termasuk poligami. Selain itu, sebagai narasumber pada seminar yang
pasal 44 UU KDRT menegaskan bahwa bertemakan “Peran Keluarga dan
pelaku kekerasan dalam rumah tangga Negara Dalam Mencegah Tindak
yang melakukan poligami tanpa Kekerasan Terhadap Perempuan dan
persetujuan dari istri dapat dikenakan Anak”. Siti Mahmudah menyatakan
sanksi pidana berupa penjara selama bahwa ia setuju bahwa poligami bisa
maksimal 9 tahun dan/atau denda paling dikatakan bagian dari kekerasan dengan
banyak Rp. 15 miliar. argumen ketika dalam praktiknya,
poligami bisa menyerang sisi psikis dari
Dengan demikian, bisa dikatakan pihak perempuan meskipun dalam Islam
bahwa poligami dapat dianggap sebagai membolehkannya berdasarkan Ayat 3 di
bentuk kekerasan dalam rumah tangga surat An-Nisa.5
jika dilakukan tanpa persetujuan istri
atau tidak memperhatikan kesejahteraan Mengacu pada kekerasan psikis
keluarga. Undang-undang KDRT yang menjadi bagian dari UU KDRT
memberikan sanksi pidana bagi pelaku No. 23 Tahun 2004 sebagai wujud
kekerasan dalam rumah tangga yang bahwa poligami merupakan bagian dari
melakukan poligami tanpa persetujuan kekerasan rumah tangga ditopang juga
istri, sehingga dapat menjadi landasan oleh pernyataan dari Komnas
hukum untuk menindak tegas tindakan Perempuan yang menyebutkan bahwa
poligami yang tidak sesuai dengan praktik poligami adalah bagian dari
norma agama dan hukum yang berlaku. tindakan kekerasan pada pihak
6
perempuan. Meskipun undang-undang
Menurut Pasal 45 UU KDRT, perkawinan No. 1 Tahun 1974 di
hukuman pidana untuk kekerasan psikis Indonesia menyatakan bahwa terdapat
adalah tiga tahun penjara atau denda 9 syarat-syarat yang harus terpenuhi oleh
juta rupiah. Jika kekerasan psikis pihak suami untuk melakukan poligami
menyebabkan penyakit atau membuat harus atas restu dari pihak istri
korban tidak dapat bekerja hingga (Munawar, 2021). Namun faktanya,
kegiatan sehari-hari terganggu, maka mengutip data-data temuan lapangan
pelaku dapat dihukum hingga 4 bulan
penjara atau denda 3 juta rupiah.3
4
Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum
Dari penjelasan Pasal UU KDRT IAIN Raden Intan Lampung.
5
http://syariah.radenintan.ac.id/poligami-
di atas tampaklah bahwa, poligami pada
bentuk-kekerasan-kepada-wanita/ di akses 6
praktiknya dapat menyerang sisi psikis Maret 2023.
dari perempuan karena tentu
6
memberikan rasa sakit hati bagi pihak https://www.google.com/amp/s/www.vo
aindonesia.com/amp/komnas-perempuan-
praktik-poligami-adalah-kekerasan-terhadap-
3
Lihat Undang-Undang KDRT No. 23 perempuan/4702669.html. di akses 6 Maret
Tahun 2004 BAB III Pasal 45 Butir 1 dan 2. 2023.
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 72
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

dari Siti Hikmah yang mengemukakan Menjadi pertanyaan mendasar dari


bahwa dalam praktik poligami juga tulisan yang dilakukan ialah apakah
banyak dari pihak suami melakukan ketika suami yang melakukan poligami
tindakan kekerasan yang tentunya bisa dipidanakan dengan acuan pada
merugikan pihak perempuan (Hikmah, UU KDRT No. 23 Tahun 2004,
2012). Timbulnya kekerasan fisik juga jawabannya adalah “iya”. Ketika unsur-
menjadi ranah dari UU KDRT No. 23 unsur pidana yang penulis sebutkan di
Tahun 2004 yakni pada Pasal lima poin atas telah terpenuhi, di mana suami
A sebagaimana fakta yang ditemukan yang melakukan poligami, terlebih lagi
dalam penelitian Siti Hikmah. Ancaman yang belum mendapatkan restu istri dan
pidana bagi pelaku kekerasan fisik pada melakukan pernikahan secara diam-
ranah rumah tangga maksimal 5 tahun diam dapat dijerat dengan UU KDRT
penjara ataupun denda maksimal 15 No. 23 Tahun 2004 yakni pada Pasal
Juta rupiah. Apabila korban kekerasan lima menyatakan bahwa “setiap orang
mengalami luka berat atau jatuh sakit dilarang melakukan tindakan kekerasan
maka bisa dipidana penjara maksimal pada ranah rumah tangga kepada orang
10 tahun ataupun denda 30 Juta rupiah. yang dalam lingkup rumah tangganya
Selanjutnya apabila mengakibatkan dengan cara salah satunya pada poin B
kematian dari korban KDRT maka yakni kekerasan psikis.8 Maka ancaman
dipenjara maksimal 15 tahun ataupun pidana bisa berupa pidana penjara
denda 45 Juta. Kemudian jika paling lama tiga tahun atau denda
menimbulkan gangguan baik berupa maksimal 9 Juta rupiah. Apabila dari
penyakit hingga terhalangnya kekerasan psikis tersebut
melakukan kegiatan sehari-hari dari mengakibatkan penyakit ataupun
akibat kekerasan fisik yang ditimbulkan terhalangnya korban kekerasan psikis
dipidana maksimal 4 bulan ataupun dalam melakukan pekerjaan hingga
denda 5 Juta rupiah.7 terganggunya aktivitas kesehariannya
maka bisa dipidana dengan penjara
Tentu penulis bukan sekedar maksimal 4 Bulan atau denda maksimal
berasumsi saja atas pernyataan bahwa 3 Juta rupiah.9 Penjelasan di atas
memang benar pada era sekarang memberikan gambaran bahwa, sejatinya
(2023) poligami adalah bagian dari dalam perkawinan menghendaki asas
kekerasan dalam rumah tangga monogami, karena membagi perasaan
mengacu pada UU KDRT pada ranah dan berbuat adil sebagaimana salah satu
psikis, namun dalam perjalanannya juga persyaratan dari bolehnya melakukan
bisa mengarah pada kekerasan fisik. Hal poligami adalah hal yang sulit
ini didukung dengan pernyataan Yusefri diimplemntasikan (Mulia, 2004).
yang mengutip ungkapan dari Siti
Musdah Mulia dalam tulisannya PENUTUP
menyebutkan praktik poligami dalam
realita kekinian memiliki madharat Menurut hukum perkawinan
yang lebih banyak daripada Indonesia, poligami dilarang kecuali
kemaslahatan (Yusefri, 2015). dalam keadaan-keadaan tertentu yang

8
Lihat Undang-Undang KDRT No. 23
Tahun 2004 BAB III Pasal 5.
7 9
Lihat Undang-Undang KDRT No. 23 Lihat Undang-Undang KDRT No. 23
Tahun 2004 BAB III Pasal 45 Butir 1,2,3,4. Tahun 2004 BAB III Pasal 45 Butir 1 dan 2.
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 73
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 akan naik. Kemudian, melalui poligami,


Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal Islam ingin menyalurkan syahwat
3 ayat (2) Undang-Undang tersebut secara positif, sehat, dan bertanggung
menyebutkan bahwa seorang suami jawab. Jika poligami dilarang, maka
dilarang memiliki istri lebih dari satu setiap pria hanya boleh memiliki satu
kecuali atas izin dari Pengadilan Negeri istri, yang mana hal ini sama saja
yang berwenang. Sementara itu, dalam dengan membunuh, bukan memerintah.
kompilasi hukum Islam (KHI), poligami Islam sangat menyadari bahwa dalam
diizinkan dengan beberapa syarat dan banyak keadaan, seorang pria tidak
ketentuan. Pasal 3 ayat (1) KHI membutuhkan lebih dari satu wanita,
menyebutkan bahwa seorang suami terutama untuk menyalurkan hasratnya.
dapat menikah lebih dari satu dengan Akibatnya, jika poligami dilarang ketika
syarat bahwa ia mampu memelihara dan mereka membutuhkannya, mereka akan
memberikan nafkah secara adil kepada beralih ke perzinahan, yang tidak
semua istri dan anak-anaknya. diinginkan. Poligami bukan untuk
semua laki-laki. Poligami hanya
Selain itu, KHI juga memberikan diizinkan bagi individu yang secara
batasan maksimal jumlah istri yang fisik dan finansial mampu menafkahi
dapat dimiliki oleh seorang suami, yaitu istri dan anak-anak mereka. Poligami
empat. Poligami dalam KHI juga harus diizinkan dalam situasi darurat, seperti
dilakukan dengan kesepakatan dan ketika seorang wanita tidak subur dan
persetujuan dari istri pertama. Dalam tidak dapat memiliki anak atau memiliki
hal ini, dapat dikatakan bahwa poligami riwayat penyakit yang fatal, menurut
di Indonesia diatur secara ketat baik para ahli. Akibatnya, sang istri tidak
dalam hukum perkawinan maupun dapat melakukan tanggung jawabnya.
dalam KHI. Poligami hanya dapat
dilakukan dengan izin dari pengadilan Di sisi lain, keberadaan UU No.
dan harus memenuhi syarat-syarat 23/2004 tentang penghapusan KDRT
tertentu, seperti mampu memelihara dan menjadi angin segar bagi para korban
memberikan nafkah secara adil kepada KDRT, sekaligus menjadi solusi dan
semua istri dan anak-anaknya serta upaya untuk menjaga hak asasi
harus dilakukan dengan kesepakatan manusia. Dalam kaitannya dengan
dan persetujuan dari istri pertama. kasus poligami, yang jika dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 23
Poligami adalah langkah yang Tahun 2004 tentang penghapusan
diambil oleh suami untuk menikahi kekerasan dalam rumah tangga,
lebih dari satu istri, dengan tujuan agar merupakan salah satu bentuk KDRT
poligami dapat melindungi perempuan sebagai salah satu bentuk kekerasan
dari kehancuran, memperbaiki nasib psikis yang dapat dipidanakan dan
mereka, dan meningkatkan martabat dijerat dengan UU KDRT No. 23 Tahun
mereka sebagai makhluk Tuhan. Oleh 2004, yaitu pada Pasal lima
karena itu, Al-Qur'an melarang menyebutkan bahwa "setiap orang
perselingkuhan. Diperkirakan bahwa dilarang melakukan perbuatan
dengan menolak perzinahan, pelacuran kekerasan dalam rumah tangga terhadap
dan pergundikan dapat dicegah, atau orang dalam lingkup rumah tangganya
setidaknya dikurangi jumlah dan tingkat dengan cara salah satunya dengan cara
keparahannya. Harkat, kehormatan, menetap dalam lingkup rumah tangga
derajat, martabat, dan harga diri wanita
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 74
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

tersebut." Hukuman pidananya dapat Hadijah dan La Jamaa, Hukum Islam


berupa penjara hingga tiga tahun atau dan Undang-undang Anti
denda hingga 9 juta rupiah. Jika Kekerasan Dalam Rumah
serangan psikologis tersebut Tangga, Ambon: STAIN
menyebabkan penyakit atau Ambon Press, 2007.
menghalangi korban untuk melakukan Hasan Aedy, Antara Poligami
pekerjaannya hingga kegiatan sehari- Syari’ah Dan Perjuangan
hari terganggu, mereka dapat Kaum Perempuan, Bandung:
menghadapi hukuman penjara hingga Alfabeta, 2007.
empat bulan atau denda tiga juta rupiah. http://syariah.radenintan.ac.id/poliga
mi-bentuk-kekerasan-kepada-
DAFTAR PUSTAKA wanita/ di akses 6 Maret 2023.
https://www.google.com/amp/s/www
Abdul Edo Munawar, “ATURAN
.voaindonesia.com/amp/komna
POLIGAMI: Alasan, Tujuan
dan Tingkat Ketercapaian s-perempuan-praktik-poligami-
adalah-kekerasan-terhadap-
Tujuan”, TAHKIM, Vol. 17,
perempuan/4702669.html. di
No. 1, Juni 2021.
akses 6 Maret 2023.
Arif Sugitanata, “Manajemen Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Membangun Keluarga Sakinah Republik Indonesia, UU
yang Hidup Berbeda Kota PKDRT, Jakarta, 2004.
Tempat Tinggal.” MADDIKA: M. Quraish Shihab, Tafsir Al-
Journal Family Law 1.2 2020. Misbah: Pesan, Kesan Dan
Keserasian Al-Quran, vol. 8,
Arif Sugitanata, “Product Renewal in Jakarta: Lentera Hati, 2002.
the Field of Family Law in Marzuki, “Poligami Dalam Hukum
Indonesia”, Law and Justice, Islam”, Jurnal Civics: Media
Vol. 6, No. 1, 2021. Kajian Kewarganegaraan,
Diah Rahmi Fantari, “Pemukulan Vol. 2, No. 2, 2005.
Suami Terhadap Istri Di Tinjau Muhamad Arif Mustafa, “Poligami
Dari Hukum Islam (Studi Dalam Hukum Agama Dan
Terhadap Pasal 5 dan 6 UU No Negara”, AL-IMARAH: Jurnal
23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan dan Politik
Penghapusan Kekerasan Dalam Islam, Vol. 2, No. 1, 2017.
Rumah Tangga), Skripsi, Riau: Musdah Mulia, Islam Menggugat
Universitas Islam Negeri Poligami, Jakarta: PT
Sultan Syarif Kasim Riau, Gramedia Utama, 2000
2019.
Suud Sarim Karimullah, “Pembaruan
Siti Hikmah, “Fakta Poligami Islam Bidang Keluarga Dan
Sebagai Bentuk Kekerasan Relevansinya Dengan
Terhadap Perempuan”, Peraturan Poligami Di
SAWWA, Vol. 7, No. 2, April Indonesia,” El-Izdiwaj:
2012. Indonesian Journal of Civil
and Islamic Family Law Vol.
Siti Musdah Mulia, Islam & Inspirasi 2, No. 2 2021.
Kesetaraan Gender,
Yogyakarta: Kibar Press, 2006.
Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 75
Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)
HUNILA : Jurnal Ilmu Hukum dan Integrasi Peradilan

Suud Sarim Karimullah, “Poligami Perempuan, Agama dan


Perspektif Fikih Dan Hukum Jender, Vol. 19, No. 2, 2020.
Keluarga Negara Muslim,”
MADDIKA: Journal of Islamic Yusdani, Menuju Fiqh Keluarga
Family Law Vol. 2, No. 1 Progesif, 2nd ed. Yogyakarta:
2021. Kaukaba Dipantara, 2015.
Yusefri, “Hukum Poligami Menurut
Undang-Undang KDRT No. 23 Siti Musdah Mulia (Suatu
Tahun 2004 Tinjauan Metodologis),
Wely Dozan, “Fakta Poligami MIZAN: Jurnal Ilmu Syariah,
Sebagai Bentuk Kekerasan Vol. 3, No. 2, 2015.
Terhadap Perempuan: Kajian
Lintasan Tafsir dan Isu
Gender”, MARWAH: Jurnal

© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution 4.0 International
(CC BY 4.0) license (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)

Arif Sugitanata, Suud Sarim Karimullah 76


Nalar Kritis Poligami Sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Analisis Terhadap
Undang-Undang KDRT No.23 Tahun 2004)

View publication stats

You might also like