Jurnal Perennial Ulfa Damayanti (M111 14 029)

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Identifikasi Potensi Keanekaragaman Jenis Burung untuk

Pengembangan Ekowisata pada Hutan Pegunungan Bawah Kompleks


Gunung Bulusaraung, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
The Identification of Bird Potential Diversity for Ecotourism Development in Submontane Forest
of Bulusaraung Mountain, Bantimurung Bulusaraung National Park
Ulfa Damayanti1), Amran Achmad2), Risma Illa Maulany2)
1. Mahasiswa, Laboratorium Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Universitas
Hasanuddin, Makassar; ulfadmynti@gmail.com
2. Staf Pengajar, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT
Submontane forest at Bantimurung Bulusaraung is one of various birds habitats in South Sulawesi. This research
aimed to identify bird diversity at submontane forest in Bulusaraung mountain of Bantimurung National Park for
ecotourism purposes. This research was conducted for two months between April to May 2018. The data were
collected by deploying line transect method at three different routes namely Balleanging, Kattokaddaro and
Tompobulu. The geographical position of routes were recored by using GPS and processed with GIS to
produced bird watching maps tourist track. The data were analyzed by using Shannon-Weiner diversity index,
Evenness index, Margalef species richness index, and Sorensen Similarity index. The result of the study showed
that, there were 44 species of birds found in the three lines of observation tracks. There were 16 species found
in Balleanging, 27 species in Kattokaddaro and 37 species found in Tompobulu. The highest value of bird
diversity index was found in Tompobulu (H '= 2.93) followed by Kattokaddaro (H' = 2.73) and Balleanging routes
(H '= 2.55). Therefore, the diversity of bird species in the three observation pathways can be used as objects and
attractions in the development of ecotourism based on bird watching in wildlife conservation efforts.

Kata Kunci : Submontane Forest, Bulusaraung Montain, Bantimurung Bulusaraung National Park, Diversity of
Birds, Ecotourism

PENDAHULUAN perlu dipertahankan. Ayat (2011), menjelaskan


bahwa burung memiliki peran yang sangat
Burung merupakan anggota kelompok
penting bagi kelangsungan dan kelestarian
binatang bertulang belakang (vertebrata) yang
hutan, ini dikarenakan burung membantu
berdarah panas serta memiliki bulu dan sayap.
tanaman dalam melakukan regenerasi baik
Burung adalah satwa yang paling mudah untuk
sebagai penyebar biji, penyerbukan tanaman
dikenali diantara satwa lainnya karena
maupun sebagai pengontrol terhadap serangga
kemampuannya untuk terbang menyebabkan
tertentu. Burung juga merupakan sumber
satwa ini mudah terlihat dan juga merupakan
plasma nutfah yang dapat memberikan warna
satwa yang aktif sepanjang hari (Birdlife
tersendiri bagi kekayaan fauna di Indonesia
Indonesia, 2008). Meskipun pada umumnya
(Desmawati, 2009).
satwa ini dapat menempati setiap tipe habitat
Wilayah Wallaceae memiliki 249 jenis
mulai dari khatulistiwa sampai daerah kutub,
burung endemik. Hal inilah yang berperan
akan tetapi hutan hujan dataran rendah dan
penting dalam menempatkan Indonesia
hutan pegunungan bawah adalah habitat
sebagai negara dengan tingkat endemisitas
utamanya (Bibby, dkk., 2000).
tertinggi di dunia. Wilayah Wallaceae
Sebagai salah satu komponen
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama
ekosistem, burung mempunyai hubungan
kepulauan yang disebut sub kawasan (Coates,
timbal balik dan saling tergantung dengan
dkk., 2000) : (1) sub kawasan Sulawesi; (2) sub
lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat
kawasan Maluku; (3) sub kawasan Nusa
ini, maka kehadiran burung dalam ekosistem
Tenggara. Tercatat sekitar 380 jenis burung
yang terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau Oleh karena itu, penelitian berupa identifikasi
kecil disekitarnya dan tidak kurang dari 96 jenis keanekaragaman jenis burung di berbagai jalur
burung diantaranya merupakan endemik (Arini, pengamatan pada hutan pegunungan bawah
dkk., 2011). Gunung Bulusaraung di Taman Nasional
Gunung Bulusaraung merupakan salah Bantimurung Bulusaraung perlu dilakukan
satu kawasan konservasi yang penting di sebagai salah satu upaya pengembangan
wilayah Wallaceae, khususnya di Sulawesi salah satu kawasan ekowisata di Taman
Selatan (Mustari, dkk., 2012). Indra (2015), Nasional Bantimurung Bulusaraung.
menjelaskan bahwa Gunung Bulusaraung
memiliki ketinggian 1.353 mdpl yang BAHAN DAN METODE
merupakan bagian dari kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan,
keanekaragaman hayati yang berlimpah yaitu mulai bulan April hingga Maret 2018.
terutama spesies burung. Ini dikarenakan Lokasi penelitian bertempat di Hutan
bentang alam berupa kawasan hutan dataran Pegunungan Bawah Kompleks Gunung
rendah dan hutan pegunungan bawah Bulusaraung Taman Nasional Bantimurung
menjadikan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Adapun alat dan bahan yang
Bulusaraung berpotensi sebagai habitat bagi digunakan dalam penelitian ini antara lain,
berbagai jenis burung. Meteran roll, binokuler, kompas, kamera,
Ekosistem hutan pegunungan bawah receiver GPS, jam digital, buku panduan
merupakan salah satu ekosistem yang secara lapangan burung-burung di kawasan
global dipandang sebagai ekosistem yang Wallaceae oleh Brian J. Coates dan K. David
penting bagi konservasi keanekaragaman Bishop, alat tulis menulis, dan tally sheet.
hayati. Ekosistem hutan pegunungan bawah
A. Metode Pengumpulan Data
dapat dijumpai pada ketinggian 750 – 1.500
mdpl (Fund, 2014). Pada hutan pegunungan 1. Metode Transek Garis (line transect)
bawah banyak dijumpai jenis paku-pakuan, Metode garis transek ini dilakukan dengan
lumut, anggrek, dan epifit lainnya. Kawasan berjalan sepanjang garis transek dan
hutan pegunungan bawah dikenal sebagai pengamatan dilakukan di kedua sisi transek,
salah satu ekosistem dengan keanekaragaman kemudian jarak antara lokasi burung yang
hayati yang berlimpah, dimana kekayaan terlihat dengan pengamat diukur panjangnya.
keanekaragaman hayati tertinggi terdapat pada Metode line transect ini diletakkan pada tiga
ketinggian 500 – 2.000 mdpl (Kessler dan jalur pengamatan yang mengarah ke puncak
Kluge, 2008). Untuk keanekaragaman jenis Gunung Bulusaraung, yakni jalur Balleanging,
burung yang hidup di ekosistem ini tergolong jalur Kattokaddaro dan jalur Tompobulu yang
jenis yang khas dan unik karena hidup pada berupa jalan setapak yang dimulai pada
habitat dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl ketinggian 750 mdpl sampai ketinggian 1.353
(Indra, 2015). mdpl. Sepanjang jalur pengamatan, pada
Hutan pegunungan bawah Gunung setiap jarak 100 m dalam garis transek, akan
Bulusaraung sendiri juga dikenal sebagai salah diberi tanda sebagai sub jalur pengamatan.
satu ekosistem tempat keanekaragaman hayati Inventarisasi burung dilakukan tiga kali dalam
termasuk burung (Kessler dan Kluge, 2008). sehari, yakni pagi hari mulai pukul 6.00 – 11.00
Namun, informasi mengenai keanekaragaman Wita, siang hari mulai pukul 13.00 – 15.00 Wita
hayati burung sangat minim. Sehingga apabila dan sore hari mulai pukul 16.00 – 18.00 Wita.
Gunung Bulusaraung sebagai bagian dari Pengulangan pengumpulan data dilakukan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebanyak tiga kali pada setiap jalur
akan dikembangkan menjadi salah satu tempat pengamatan. Untuk lebih jelasnya ketiga jalur
wisata alam, maka diperlukan data terkait pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
keanekaragaman burung di daerah tersebut.
Picture 2. Bird Watching routes on Bulusaraung Mountain, Bantimurung Bulusaraung National Park,
Pangkep Regency.
2. Analisis Data Jalur Kattokaddaro
Secara umum areal pengamatan
Analisis kualitatif dilakukan untuk bervegatasi rapat yang didominasi oleh Kasunu
mendeskripsikan aktivitas burung, habitat dan (Lithocarpus celebicus), Jambu ri je’ne
perilaku burung yang dijumpai. Sedangkan (Syzigium rostratum), Bitao (Calolphylum) dan
analisis kuantitatif dilakukan untuk memperoleh Bakang bitotoeng (Litsea elliptica). Topografi
data luas plot pengamatan, kepadatan, areal lebih tinggi dibandingkan pada jalur
frekuensi, indeks keanekaragaman jenis, Balleanging, Sebagian areal pengamatan
indeks kekayaan, indeks kemerataan, dan didominasi oleh bebatuan. Pada jalur
indeks kesamaan jenis burung Kattokaddaro terdapat 11 sub plot pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan panjang jalur 1.100 meter yang berada
pada ketinggian 750 mdpl sampai dengan
A. Hasil Penelitian ketinggian 1.100 mdpl. Pada jalur pengamatan
1. Deskripsi Lokasi Pengamatan terdapat beberapa sub plot pengamatan yang
Jalur Balleanging merupakan areal terbuka yang memungkinkan
Secara umum areal pengamatan untuk dapat melihat burung elang melakukan
bervegetasi rapat dengan medan yang terjal, soaring.
yang didominasi oleh Gessang-gessang (Ficus Jalur Tompobulu
vasculosa), Kasunu (Lithocarpus celebicus), Secara umum areal pengamatan
A’ba-aba (Steganthera elliptica), Jambu ri je’ne bervegatasi rapat yang didominasi oleh
(Syzigium rostratum) dan rotan (Calamae). Malapao (Buchanania arborescens), Lento-
Pada jalur pengamatan ini terdapat empat sub lento (Arthopyllum), dan Pi’ru beka
plot pengamatan dengan panjang jalur 400 (Cryptocaryza zollingeriana). Topografi areal
meter yang berada pada ketinggian 750 mdpl lebih tinggi dibandingkan pada jalur
sampai ketinggian 950 mdpl. Pada jalur Balleanging dan jalur Kattokaddaro, sebagian
Balleanging ini sulit ditemukan areal terbuka areal pengamatan didominasi oleh bebatuan.
untuk melakukan pengamatan burung yang Pada jalur Tompobulu terdapat 24 sub plot
melakukan soaring. Namun, jalur tersebut pengamatan dengan panjang jalur 2.400 meter
sangat memungkinkan untuk mengamati yang berada pada ketinggian 750 mdpl sampai
burung yang sedang bertengger di ranting dengan ketinggian 1.353 mdpl. Jalur
pohon.
Tompobulu ini merupakan jalur pendakian Jalur Balleanging, Jalur Kattokaddaro, Jalur
utama Gunung Bulusaraung. Pada jalur Tompobulu
pengamatan terdapat tegakan pinus dan juga Berdasarkan dari hasil pengamatan yang
beberapa sub plot pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan metode line
merupakan areal terbuka yang memungkinkan transect untuk ketiga jalur pengamatan
untuk dapat melihat burung elang melakukan ditemukan berbagai jenis burung. Jumlah
soaring. keseluruhan jenis burung yang dijumpai pada
jalur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
2. Jenis Burung

Table 1. Number of birds found during the 3-days observation at Submontane forest of Bulusaraung
mountain, Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency.
No Nama lokal Nama Latin Family Jumlah Individu Per jalur
B K T
1 Layang-layang api Hirundo rustica Hirundinidae 1 47 127
2 Layang-layang batu Hirundo tahitica Hirundinidae 2 110 182
3 Walet sapi Collocalia esculenta Apodidae 5 30 80
4 Walet polos Collocalia vanikorensis Apodidae - - 2
5 Cabai panggul-kuning* Dicaeum aureolimbatum Dicaeidae 10 1 30
6 Cabai panggul kelabu* Dicaeum celebicum Dicaeidae - - 4
7 Cabai panggul hitam Dicaeum monticulum Dicaeidae 9 - 4
8 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 4 10 53
9 Burung madu hitam# Nectarinia Aspasia Nectariniidae - - 9
10 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis Nectariniidae 3 6 17
11 Kacamata sulawesi* Zosterops consobrinorum Zosteropidae - 3 -
12 kacamata makassar* Zosterops grayi Zosteropidae 25 29 47
13 Kadalan sulawesi* Phaenicophaeus calyorhynchus Cuculidae - 27 32
14 Bubut pacar jambul Clamator coromandus Cuculidae - - 2
15 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis Cuculidae 8 31 9
16 Julang sulawesi*# Rhyticeros cassidix Bucerotidae 10 - 3
17 Kangkareng sulawesi*# Penelopides exarthatus Bucerotidae 3 - 3
18 Alap-alap sapi# Falco molusccensis Falconidae 4 6 8
19 Elang alap kecil*# Accipiter nanus Accipitridae - 4 5
20 Elang alap ekor totol*# Accipiter trinotatus Accipitridae - - 3
21 Elang hitam# Ictinaetus malayensis Accipitridae - 5 5
22 Elang perut karat# Hieraaetus kienerii Accipitridae - - 3
23 Elang ular sulawesi*# Spilornis rifipectus Accipitridae - 3 3
24 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus Dicruridae 6 12 8
25 Srigunting sulawesi* Dicrurus montanus Dicruridae - - 1
26 Kipasan sulawesi* Rhipidura fuscorupa Rhipiduridae - - 3
27 Cekakak hutan tunggir hijau*# Actenoides princeps Alcedinidae - - 7
28 Cekakak sungai# Halcyon diops Alcedinidae - 4 -
29 Pelatuk kelabu sulawesi* Mulleripicus fulvus Picidae - 9 3
30 Serak sulawesi *# Tyto rosenbergii Tytonidae - 1 -
31 Punggok coklat Ninox scutulata Strigidae 3 1 -
32 Gagak hutan Corvus enca Corvidae - - 5
33 Jalak tunggir merah*# Scissirostrum dubium Sturnidae - 1 -
34 Kepudang sungu sulawesi* Coracina leucopygia Campephagidae 1 - -
35 Sikatan matari Culicicapa helianthea Muscicapidae - 2 7
36 Decu belang Saxicola caprata Muscicapidae - - 8
37 Kancilan perut kuning Pachycephala sulfuriventer Pachycephalidae - 3 6
38 Kehicap ranting Hypothymis azurea Monarchidae - 2 12
39 Anis geomalia* Geomalia heinrichi Turdidae - 4 13
40 Kirik kirik laut Merops philippinus Meropidae - - 12
41 Ayam-hutan merah Gallus gallus Phasianidae 1 2 6
42 Burung gereja eresia Paccer montanus Passeridae - 5 36
43 Jalak hutan - 1 -
44 uncal ambon Macropygia amboinensis - - 2
TOTAL 70 359 760
# Dilindungi
*Endemik sulawesi
dan jumlah individu 760. Dari keseluruhan jenis
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa burung tersebut ada yang dijumpai hanya pada
ada 44 jenis burung yang ditemukan di lokasi satu jalur pengamatan atau tempat tertentu,
penelitian. Jumlah jenis burung yang dijumpai ada yang dijumpai di dua jalur pengamatan dan
pada jalur Balleanging sebanyak 16 jenis beberapa dijumpai di setiap jalur pengamatan.
dengan jumlah individu 70. Pada jalur
Kattokaddaro dijumpai sebanyak 27 jenis 3. Kepadatan Jenis Burung
dengan jumlah individu 359. Sedangkan pada Jalur Balleanging
jalur Tompobulu dijumpai sebanyak 37 jenis Hasil perhitungan kepadatan jenis burung
berdasarkan pengamatan dengan
menggunakan metode line transect siang dan sore hari. Jenis burung tersebut
diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel ini adalah Kacamata makassar (Zosterops grayi)
memperlihatkan bahwa dari keseluruhan jenis dengan kepadatan rata-rata 9 individu/ha pada
burung yang ditemukan pada jalur pengamatan pengamatan pagi, 6 individu/ha pada
Balleanging, ditemukan satu jenis burung yang pengamatan siang dan 10 individu/ha pada
mempunyai kepadatan tinggi baik pada pengamatan sore dengan luasan 0.34 ha.
pengamatan pagi, maupun pada pengamatan

Tablel 2. Bird Density of Balleanging Route in Submontane forest of Bulusaraung mountain,


Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Kepadatan Jenis (ind/ha)
No. Nama Lokal Nama Latin
Pagi Siang Sore
1 Walet sapi Collocalia esculenta 2 0 3
2 Layang-layang api Hirundo rustica 1 0 0
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 0 2 0
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 0 0 4
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 2 2 2
6 Cabai panggul-kuning* Dicaeum aureolimbatum 6 1 2
7 Ayam-hutan merah Gallus gallus 0 0 1
8 Punggok coklat Ninox scutulata 0 3 0
9 Julang sulawesi*# Rhyticeros cassidix 2 3 5
10 Kangkareng sulawesi*# Penelopides exarthatus 1 0 2
11 Cabai panggul hitam Dicaeum monticulum 3 3 3
12 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 4 0 0
13 Kepudang sungu sulawesi* Coracina leucopygia 1 0 0
14 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 4 3 1
15 Kacamata makassar* Zosterops grayi 9 6 10
16 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 2 0 1
Total 37 23 34

Jalur Kattokaddaro
Hasil perhitungan kepadatan jenis yang mempunyai kepadatan tinggi baik pada
burung berdasarkan pengamatan dengan pengamatan pagi, maupun pada pengamatan
menggunakan metode line transect siang dan sore hari. Jenis tersebut adalah
diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel ini Layang-layang batu dengan kepadatan rata-
memperlihatkan bahwa dari keseluruhan jenis rata 23 individu/ha pada pengamatan pagi, 10
burung yang ditemukan pada jalur pengamatan individu/ha pada pengamatan siang dan 10
Kattokaddaro ditemukan satu jenis burung individu/ha pada pengamatan sore dengan
luasan 0.86 ha.
Table 3. Bird Density of Kattokaddaro Route in Submontane forest of Bulusaraung mountain,
Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Kepadatan (ind/ha)
No. Nama Lokal Nama Latin
Pagi Siang Sore
1 Walet sapi Collocalia esculenta 4 3 4
2 Layang-layang api Hirundo rustica 10 4 4
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 23 10 10
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 2 0 2
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 2 2 1
6 Kadalan sulawesi* Phaenicophaeus calyorhynchus 3 2 3
7 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 5 4 3
8 Cabai panggul kuning* Dicaeum aureolimbatum 1 0 0
9 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 0 2 1
10 Anis geomalia* Geomalia heinrichi 1 1 1
11 Kacamata sulawesi* Zosterops consobrinorum 0 1 1
12 Kacamata Makassar* Zosterops grayi 6 4 2
13 Kehicap ranting Hypothymis azurea 1 0 0
14 Kancilan perut kuning Pachycephala sulfuriventer 0 1 1
15 Ayam hutan merah Gallus gallus 0 0 1
16 Pelatuk kelabu sulawesi* Mulleripicus fulvus 1 1 1
17 Elang hitam # Ictinaetus malayensis 0 1 1
18 Elang ular sulawesi*# Spilornis rufipectus 0 1 1
19 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 1 1 1
20 Elang alap kecil*# Accipiter nanus 0 1 1
21 Cekakak sungai# Halcyon diops 1 0 1
22 Burung gereja eresia Paccer montanus 1 1 1
23 Jalak tunggir merah*# Scissirostrum dubium 0 1 0
24 Sikatan matari Culicicapa helianthea 0 0 1
25 Serak sulawesi *# Tyto rosenbergii 0 0 1
26 Jalak hutan 1 0 0
27 Punggok coklat Ninox scutulata 1 0 0
Total 64 41 43
Jalur Tompobulu
Hasil perhitungan kepadatan jenis pengamatan pagi, maupun pada pengamatan
burung berdasarkan pengamatan dengan siang dan sore hari. Jenis burung tersebut
menggunakan metode line transect adalah Layang-layang batu dengan kepadatan
diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel ini rata-rata 14 individu/ha pada pengamatan pagi,
memperlihatkan bahwa dari keseluruhan jenis 11 individu/ha pada pengamatan siang dan 9
burung yang ditemukan pada jalur pengamatan individu/ha pada pengamatan sore dengan
Tompobulu, ditemukan satu jenis burung yang luasan 1.81 ha.
mempunyai kepadatan tinggi, baik pada

Table 4. Bird Density of Tompobulu Route in Submontane forest of Bulusaraung mountain,


Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Kepadatan (ind/ha)
No. Nama Lokal Nama Latin
Pagi Siang Sore
1 Walet sapi Collocalia esculenta 5 6 4
2 Layang-layang api Hirundo rustica 9 7 7
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 14 11 9
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 4 4 2
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 1 1 0
6 Cabai panggul-kuning* Dicaeum aureolimbatum 3 1 2
7 Ayam-hutan merah Gallus gallus 1 1 0
8 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 1 1 1
9 Julang sulawesi*# Rhyticeros cassidix 1 0 0
10 Kangkareng sulawesi*# Penelopides exarthatus 1 0 1
11 Elang alap kecil*# Accipiter nanus 0 1 1
12 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 1 1 1
13 Elang alap ekor totol*# Accipiter trinotatus 0 1 1
14 Kehicap ranting Hypothymis azurea 1 1 1
15 Gagak hutan Corvus enca 0 0 1
16 Decu belang Saxicola caprata 1 1 1
17 Srigunting sulawesi* Dicrurus montanus 0 1 0
18 Elang hitam# Ictinaetus malayensis 0 1 1
19 Elang perut karat# Hieraaetus kienerii 0 1 1
20 Kadalan sulawesi* Phaenicophaeus calyorhynchus 3 1 2
21 Anis geomalia* Geomalia heinrichi 2 1 1
22 Cekakak hutan tunggir hijau*# Actenoides princeps 1 0 1
23 Kancilan perut kuning Pachycephala sulfuriventer 1 1 1
24 Kipasan sulawesi* Rhipidura fuscorupa 1 0 0
25 Pelatuk kelabu sulawesi* Mulleripicus fulvus 1 0 1
26 kacamata Makassar* Zosterops grayi 3 2 3
27 Kirik kirik laut Merops philippinus 2 0 0
28 Burung madu hitam# Nectarinia Aspasia 1 1 0
29 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 1 1 1
30 Walet polos Collocalia vanikorensis 0 1 0
31 Elang ular sulawesi*# Spilornis rifipectus 0 1 1
32 Bubut pacar jambul Clamator coromandus 1 1 0
33 Sikatan matari Culicicapa helianthea 1 1 1
34 Cabai panggul kelabu* Dicaeum celebicum 0 1 1
35 Uncal ambon Macropygia amboinensis 0 0 1
36 Burung gereja eresia Paccer montanus 1 4 2
37 Cabai panggul hitam Dicaeum monticulum 1 0 1
Total 63 56 51

4. Frekuensi kemunculan Jenis Burung pengamatan pagi, 16.67% pada pengamatan


Jalur Balleanging siang dan 25.00% pada pengamatan sore,
Hasil perhitungan frekuensi kemunculan serta Kacamata makassar dengan frekuensi
jenis burung di lokasi penelitian diperlihatkan kehadiran sebesar 41.67% pada pengamatan
pada Tabel 5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pagi, 41.67% pada pengamatan siang dan
terdapat dua jenis burung yang mempunyai 33.33% pada pengamatan sore.
frekuensi kehadiran paling tinggi pada waktu
pengamatan pagi, siang dan sore. Jenis-jenis
tersebut, yaitu Cabai panggul kuning dengan
frekuensi kehadiran sebesar 41.67% pada
Table 5. Frequency of Birds at Balleanging in Submontane forest of Bulusaraung mountain,
Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Frekuensi (%)
No. Nama Lokal Nama Latin
Pagi Siang Sore
1 Walet sapi Collocalia esculenta 25 0 16.67
2 Layang-layang api Hirundo rustica 8.33 0 0
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 0 16.67 0
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 0 0 16.67
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 16.67 16.67 16.67
6 Cabai panggul-kuning* Dicaeum aureolimbatum 41.67 16.67 25
7 Ayam-hutan merah Gallus gallus 0 0 8.33
8 Punggok coklat Ninox scutulata 0 25 8.33
9 Julang sulawesi*# Rhyticeros cassidix 16.67 16.67 16.67
10 Kangkareng sulawesi*# Penelopides exarthatus 8.33 0 16.67
11 Cabai panggul hitam Dicaeum monticulum 25 16.67 16.67
12 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 33.33 0 0
13 Kepudang sungu sulawesi* Coracina leucopygia 8.33 0 0
14 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 41.67 16.67 8.33
15 Kacamata makassar* Zosterops grayi 41.67 41.67 33.33
16 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 16.67 0 8.33

Jalur Kattokaddaro
Hasil perhitungan frekuensi kemunculan sebesar 39.39% pada pengamatan pagi, 27.27%
jenis burung di lokasi penelitian diperlihatkan pada pengamatan siang dan 27.27% pada
pada Tabel 6. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pengamatan sore, dan Bubut sulawesi dengan
terdapat dua jenis burung yang mempunyai frekuensi kehadiran sebesar 24.24% pada
frekuensi kehadiran paling tinggi pada waktu pengamatan pagi, 27.27% pada pengamatan
pengamatan pagi, siang dan sore. Jenis-jenis siang dan 27.27% pada pengamatan sore.
tersebut, yaitu Layang-layang batu dengan
frekuensi kehadiran

Tablel 6. Frequency of Birds at Kattokaddaro in Submontane forest of Bulusaraung mountain,


Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Frekuensi (%)
Nama Lokal Nama Latin Pagi Siang Sore
No.
1 Walet sapi Collocalia esculenta 21.21 15.15 33.33
2 Layang-layang api Hirundo rustica 21.21 9.09 15.15
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 39.39 27.27 27.27
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 6.06 0 6.06
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 18.18 15.15 6.06
6 Kadalan sulawesi* Phaenicophaeus calyorhynchus 21.21 21.21 21.21
7 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 24.24 27.27 27.27
8 Cabai panggul kuning* Dicaeum aureolimbatum 3.03 0 0
9 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 0.00 6.06 3.03
10 Anis geomalia* Geomalia heinrichi 3.03 3.03 6.06
11 Kacamata sulawesi* Zosterops consobrinorum 0 3.03 6.06
12 Kacamata Makassar* Zosterops grayi 24.24 21.21 6.06
13 Kehicap ranting Hypothymis azurea 6.06 0 0
14 Kancilan perut kuning Pachycephala sulfuriventer 0 3.03 6.06
15 Ayam hutan merah Gallus gallus 0 0 6.06
16 Pelatuk kelabu sulawesi* Mulleripicus fulvus 6.06 9.09 12.12
17 Elang hitam # Ictinaetus malayensis 0 6.06 9.09
18 Elang ular sulawesi*# Spilornis rufipectus 0 3.03 6.06
19 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 6.06 9.09 3.03
20 Elang alap kecil*# Accipiter nanus 0 9.09 3.03
21 Cekakak sungai# Halcyon diops 9.09 0 3.03
22 Burung gereja eresia Paccer montanus 3.03 3.03 3.03
23 Jalak tunggir merah*# Scissirostrum dubium 0 3.03 0
24 Sikatan matari Culicicapa helianthea 0 0 6.06
25 Serak sulawesi *# Tyto rosenbergii 0 0 3.03
26 Jalak hutan 3.03 0 0
27 Punggok coklat Ninox scutulata 3.03 0 0
Jalur Tompobulu
Hasil perhitungan frekuensi kemunculan jenis burung di lokasi penelitian diperlihatkan pada Tabel 7.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa terdapat dua jenis burung yang mempunyai frekuensi kehadiran
paling tinggi pada waktu pengamatan pagi, siang dan sore. Jenis-jenis tersebut, yaitu Walet sapi
dengan frekuensi kehadiran sebesar 26.39% pada pengamatan pagi, 18.06% pada pengamatan siang
dan 19.44% pada pengamatan sore, dan Layang-layang batu dengan frekuensi kehadiran sebesar
23.61% pada pengamatan pagi, 16.67% pada pengamatan siang dan 20.83% pada pengamatan sore.
Table 7. Frequency of Birds at Tompobulu in Submontane forest of Bulusaraung mountain,
Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep Regency
Frekuensi (%)
Nama Lokal Nama Latin Pagi Siang Sore
No.
1 Walet sapi Collocalia esculenta 26.39 18.06 19.44
2 Layang-layang api Hirundo rustica 15.28 13.89 12.50
3 Layang-layang batu Hirundo tahitica 23.61 16.67 20.83
4 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 18.06 15.28 9.72
5 Srigunting jambul-rambut Dicrurus hottentottus 6.94 4.17 0
6 Cabai panggul-kuning* Dicaeum aureolimbatum 18.06 9.72 11.11
7 Ayam-hutan merah Gallus gallus 4.17 4.17 0
8 Bubut sulawesi* Centropus bengalensis 5.56 1.39 8.33
9 Julang sulawesi*# Rhyticeros cassidix 5.56 0 0
10 Kangkareng sulawesi*# Penelopides exarthatus 2.78 0 1.39
11 Elang alap kecil*# Accipiter nanus 0 2.78 4.17
12 Alap-alap sapi# Falco molusccensis 5.56 4.17 2.78
13 Elang alap ekor totol*# Accipiter trinotatus 0 2.78 1.39
14 Kehicap ranting Hypothymis azurea 6.94 0 8.33
15 Gagak hutan Corvus enca 0 0 6.94
16 Decu belang Saxicola caprata 5.56 2.78 2.78
17 Srigunting sulawesi* Dicrurus montanus 0 1.39 0
18 Elang hitam# Ictinaetus malayensis 0 4.17 2.78
19 Elang perut karat# Hieraaetus kienerii 0 1.39 2.78
20 Kadalan sulawesi* Phaenicophaeus calyorhynchus 15.28 8.33 11.11
21 Anis geomalia* Geomalia heinrichi 8.33 5.56 2.78
22 Cekakak hutan tunggir hijau*# Actenoides princeps 2.78 0 6.94
23 Kancilan perut kuning Pachycephala sulfuriventer 5.56 2.78 1.39
24 Kipasan sulawesi* Rhipidura fuscorupa 4.17 0 0
25 Pelatuk kelabu sulawesi* Mulleripicus fulvus 1.39 0 1.39
26 kacamata Makassar* Zosterops grayi 19.44 16.67 15.28
27 Kirik kirik laut Merops philippinus 5.56 0 0
28 Burung madu hitam# Nectarinia Aspasia 6.94 4.17 0
29 Burung madu sriganti# Nectarinia jugularis 8.33 5.56 8.33
30 Walet polos Collocalia vanikorensis 0 1.39 0
31 Elang ular sulawesi*# Spilornis rifipectus 0 1.39 2.78
32 Bubut pacar jambul Clamator coromandus 1.39 1.39 0
33 Sikatan matari Culicicapa helianthea 6.94 1.39 2.78
34 Cabai panggul kelabu* Dicaeum celebicum 0 0 4.17
35 Uncal ambon Macropygia amboinensis 0 0 2.78
36 Burung gereja eresia Paccer montanus 2.78 8.33 5.56
37 Cabai panggul hitam Dicaeum monticulum 4.17 0 1.39
keanekaragaman jenis burung di areal
5. Indeks Ekologi Jenis Burung pengamatan, indeks kekayaan jenis Margalef
untuk menunjukkan kekayaan jenis burung di
Perhitungan indeks ekologis bertujuan areal pengamatan, serta indeks kemerataan
untuk mengetauhi kestabilan komunitas jenis Shannon-Wiener untuk menunjukkan
burung. Penelitian ini menggunakan tiga indeks kemerataan jenis burung di areal pengamatan.
ekologi, yaitu indeks keanekaragaman jenis Berikut indeks ekologi jenis burung pada ketiga
Shannon-Wiener untuk menunjukkan jalur pengamatan diperlihatkan pada Tabel 8.
Table 8. Ecologicalindeices on three observation tracks in the Submontane Forest of Bulusaraung
Montain, Pangkep Regency
No. Jalur pengamatan Dmg H' E
1 Jalur Balleanging 4,33 (Rendah) 2,55 (Sedang) 0,92 (Tinggi)
2 Jalur Kattokaddaro 5,74 (Tinggi) 2,73 (Sedang) 0,83 (Tinggi)
3 Jalur Tompobulu 6,99 (Tinggi) 2,93 (Sedang) 0,80 (Tinggi)

6. Indeks Kesamaan Jenis Burung


Hasil analisis indeks keanekaragaman (H’) Perbedaan struktur dan komposisi habitat
di semua jalur pengamatan termasuk kategori juga dapat dilihat melalui komposisi burung
sedang (2,30 ≤ H ≤ 3,30). Untuk hasil analisis yang mendiami habitat tersebut. Kesamaan
nilai indeks kemerataan (E) di semua jalur komposisi burung antar areal yang berbeda
pengamatan termasuk kategori tinggi (E > 0,6). dapat mengindikasikan areal tersebut memiliki
Sedangkan hasil analisis nilai indeks kekayaan kesamaan struktur dan komposisi yang hampir
(Dmg) di semua jalur pengamatan termasuk serupa. Menurut Odum (1993), indeks
kategori rendah (Dmg < 3,5) dan kategori tinggi kesamaan ini akan memiliki nilai sama dengan
(Dmg > 5,0) (Magurran,1988). satu, apabila terdapat kesamaan secara penuh
atau jika serangkaian spesies dari kedua
komunitas yang dibandingkan identik. Nilai kesamaan jenis burung pada ketiga jalur
indeks kesamaan jenis burung pada ketiga pengamatan dapat dilihat pada Tabel 9.
jalur pengamatan berkisar 46% – 65%. Indeks

Table 9. Similarity indices of Bird Species in three observation tracks in the Submontane Forest of
Bulusaraung Mountain, Pangkep Regency
No Indeks Kesamaan Jenis
Jalur Jumlah Jenis
B K T
1 Balleanging 16 - 46% 52%
2 Kattokaddaro 27 46% - 65%
3 Tompobulu 37 52% 65% -

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa buah-buahan dan tingginya keanekaragaman


terdapat perbedaan nilai indeks kesamaan habitat. Sedangkan, pada jalur Balleanging
jenis pada ketiga jalur pengamatan. Hal kondisi habitat didominasi oleh rotan dan pada
tersebut menunjukkan spesies burung antara jalur Tompobulu lokasi pengamatan didominasi
jalur Balleanging dan jalur Kattokaddaro oleh areal terbuka. Menurut Tortosa (2000),
dianggap berbeda dikarenakan indeks keanekaragaman jenis burung dipengaruhi
kesamaan jenis < 50%. Sedangkan, spesies oleh keanakaragaman tipe habitat, semakin
burung antara jalur Balleanging dan jalur beranekaragam struktrur habitat
Tompobulu serta antara jalur Kattokaddaro dan (keanekaragaman jenis tumbuhan dan struktur
jalur Tompobulu dianggap mirip dikarenakan vegetasi) maka akan semakin besar
indeks kesamaan jenis 50% < IS < 75% (Odum, keanekaragaman jenis burung. Struktur
1993). Miripnya kesamaan spesies dapat vegetasi dan ketersediaan pakan pada habitat
disebabkan oleh struktur vegetasi pada jalur merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pengamatan yang hampir sama dengan keanekaragaman jenis di suatu tempat. Selain
ekosistem hutan pegunungan bawah. itu, panjang jalur dari ketiga lokasi penelitian
yang berbeda juga merupakan salah satu
B. PEMBAHASAN faktor yang mempengaruhi keanekaragaman
jenis di suatu tempat. Sejalan dengan Krebs
Hasil identifikasi keanekaragaman jenis dan Davides (1978), ketidakhadiran suatu jenis
burung memperlihatkan, bahwa ekosistem burung di suatu tempat disebabkan oleh
hutan pegunungan bawah di Kompleks beberapa faktor diantaranya; ketidakcocokan
Gunung Bulusaraung, Taman Nasional habitat, perilaku (seleksi habitat), kehadiran
Bantimurung Bulusaraung memiliki jenis hewan lain (predator, pesaing, dan parasit)
keanekaragaman jenis burung yang sedang. dan faktor kimia fisika lingkungan yang
Hal ini dapat dilihat dari jumlah jenis yang terdapat di luar kisaran toleransi jenis burung
terdapat pada ketiga jalur lokasi pengamatan tertentu. Achmad (2017) menyatakan bahwa
yaitu sebanyak 44 jenis burung, dimana pada pentingnya penilaian indeks ekologi dalam
jalur Balleanging terdapat 16 jenis burung, jalur mengkaji obyek ekowisata sebagai data dasar
Kattokaddaro terdapat 27 jenis burung dan dalam pengembangan ekowisata dan bahan
pada jalur Tompobulu terdapat 37 jenis burung. interpretasi untuk memberikan informasi ilmiah
Jika diperbandingkan keanekaragaman jenis kepada wisatawan. Selain itu melalui data
burung yang diperoleh di jalur Tompobulu lebih tersebut dapat digunakan untuk mengukur
tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman dampak dari perubahan ekosistem baik
jenis burung pada jalur Balleanging dan jalur dampak positif maupun negatif dengan melihat
Kattokaddaro. Indeks keanekaragaman jenis perubahan yang terjadi untuk dapat dilakukan
burung pada jalur Tompobulu adalah 2.93 tindakan pengeloalaan lebih lanjut.
sedangkan pada jalur Kattokaddaro adalah Berbagai jenis tumbuhan yang hidup pada
2.73 dan jalur Balleanging 2.55. Faktor ekosistem ini memberikan habitat yang baik
tingginya keanekaragaman pada jalur bagi berbagai jenis burung. Selain mampu
Tompobulu disebabkan oleh banyaknya menyediakan berbagai jenis buah-buahan yang
sumber pakan berupa serangga-serangga kecil,
menjadi makanan burung-burung pemakan lapar yang dirasakan setelah tidak makan
buah, berbagai jenis pohon yang terdapat di selama waktu tidur. Pada pukul 11:00-14:00
kawasan hutan ini merupakan jenis yang aktivitas burung terlihat menurun dibandingkan
banyak menghasilkan bunga sehingga mampu rentang waktu sebelumnya, dimana burung
menarik berbagai jenis serangga yang menjadi hanya terlihat istirahat, merawat bulu dan
pakan burung pemakan serangga. Selain itu, sesekali berpindah tempat. Menurut Mulyadin
pepohonan yang relatif tinggi dan berdiameter (2013), hal ini diperkirakan karena pada waktu
besar yang banyak dijumpai pada ekosistem ini suhu mulai panas, sehingga burung hanya
hutan pegunungan bawah di Kompleks menggunakan sebagian waktunya untuk
Gunung Bulusaraung, Taman Nasional istirahat, merawat bulu dan berpindah tempat.
Bantimurung Bulusaraung merupakan habitat Aktivitas burung kembali meningkat pada pukul
bagi banyak jenis burung. Loyn dan Kennedy 15:00-17:00, aktivitas yang terlihat seperti
(2009), menyatakan bahwa banyak jenis makan, terbang dan juga berkelompok.
burung yang membutuhkan habitat berupa Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan sebagai
pepohonan berusia tua dengan diameter besar persiapan sebelum menjelang malam hari,
yang umumnya hanya dijumpai di areal hutan karena pada malam hari burung tidak
primer, seperti burung yang membuat sarang di melakukan aktivitas makan. Pukul 17:00-18:00
dalam lubang pohon tua (jenis-jenis paruh aktivitas burung terlihat menurun, dimana
bengkok, jenis-jenis burung rangkong), burung jumlah dan jenis burung yang terlihat semakin
pelatuk, kelompok burung madu dan burung- sedikit, hal ini disebabkan burung kembali ke
burung pemakan buah berukuran kecil dan pohon tidurnya.
burung yang mencari makan pada puncak Berdasarkan hasil penelitian, untuk
pohon. Berbagai kondisi ini menyebabkan areal mengembangkan ketiga jalur pengamatan
hutan pegunungan bawah di Kompleks sebagai kawasan ekowisata berbasis bird
Gunung Bulusaraung merupakan areal yang watching,, maka waktu yang paling baik untuk
penting bagi konservasi burung. mengamati berbagai jenis burung pada setiap
Identifikasi jenis burung pada ketiga jalur jalur pengamatan adalah di pagi hari sekitar
pengamatan ditemukan 19 jenis burung pukul 06:00-11:00 WITA. Pada waktu tersebut
endemik dan 10 jenis burung yang dilindungi. kita dapat menemukan berbagai jenis burung
Pada jalur Balleanging ditemukan enam burung yang sedang terbang, bertengger, dan makan.
endemik Sulawesi, dua jenis dengan status Diantara ketiga jalur pengamatan, jalur
endemik sekaligus dilindungi dan satu jenis Tompobulu merupakan jalur yang paling
dengan status dilindungi saja. Jalur banyak dijumpai burung yang dilindungi dan
Kattokaddaro ditemukan 11 jenis burung endemik Sulawesi. Pada jalur Tompobulu
endemik Sulawesi, dua jenis dengan status dengan panjang jalur 2.400 m dan kelerengan
endemik sekaligus dilindungi dan satu jenis 25% atau 14.04˚ kita dapat menemukan
dengan status dilindungi saja. Sedangkan, beberapa jenis burung endemik yang tidak
pada jalur Tompobulu ditemukan 15 jenis ditemukan di jalur Balleanging dan jalur
burung endemik Sulawesi, tujuh jenis endemik Kattokaddaro, yaitu Kipasan sulawesi
sekaligus dilindungi dan tiga jenis burung (Rhipidura fuscorupa), Cekakak hutan tunggir
dengan status dilindungi saja. hijau (Actenoides princeps) dan Elang perut
Pada setiap titik pengamatan, terdapat jenis karat (Hieraetus kienerii). Selain jenis burung
burung yang aktif mulai pagi hari sampai tersebut, pada jalur Tompobulu kita juga dapat
menjelang malam hari. Berdasarkan hasil menemukan berbagai jenis burung yang
pengamatan, burung mulai aktif pada pukul dilindungi dan endemik sulawesi pada waktu
06:00-11:00. Pada rentang waktu ini berbagai pengamatan pagi seperti, Kadalan sulawesi
jenis burung terlihat melakukan aktivitas (Phaenicophaeus calyorhynchus), Bubut
terbang, makan dan bertengger. Mulyadin sulawesi (Centropus bengalensis), Pelatuk
(2013), mengatakan bahwa tingginya frekuensi kelabu sulawesi (Mulleripicus fulvus),
makan pada rentang waktu ini disebabkan rasa Kangkareng sulawesi (Penelopides exarthatus),
Julang sulawesi (Rhyticeros cassidix), dan A. Kesimpulan
Kacamata Makassar (Zozterops grayi) Berdasarkan hasil pengamatan pada tiga
sedangkan, pada pengamatan sore kita dapat jalur pengamatan di hutan pegunungan bawah
melihat Elang alap kecil (Accipiter nanus), Kompleks Gunung Bulusaraung, Taman
Elang hitam (Ictinaetus malayensis) dan Elang Nasional Bantimurung Bulusaraung,
ular sulawesi (Spilornis rifipectus) yang Kabupaten Pangkep telah ditemukan 44 jenis
melakukan soaring. Pada jalur kattokaddaro burung. Pada jalur Balleanging terrdapat 16
dengan panjang jalur 1.100 m dan kelerengan jenis burung, pada jalur kattokaddaro terdapat
31% atau 17.23˚ kita dapat menemukan Serak 27 jenis burung dan pada jalur Tompobulu
sulawesi (Tyto rosenbergii) pada pengamatan terdapat 37 jenis burung. Pada ketiga jalur
sore yang tidak dijumpai di jalur Balleanging pengamatan di hutan pegunungan bawah
dan jalur Tompobulu. Sedangkan, pada jalur memiliki tingkat keanekaragaman hayati
Balleanging dengan panjang jalur 400 m dan burung yang tinggi dimana terlihat dari
kelerengan 50% atau 26.57˚ kita dapat tingginya nilai indeks keanekaragaman
menemukan Kepudang sungu sulawesi Shannon-Weiner dan indeks kekayaan jenis
(Coracina leucopygia) pada pengamatan pagi Margalef. Tingginya tingkat keanekaragaman
yang tidak dijumpai di jalur Kattokaddaro dan hayati burung, serta banyaknya spesies burung
jalur Tompobulu. Menurut Achmad (2017), endemik dan dilindungi yang hidup di
jenis-jenis endemic dan dilindungi adalah ekosistem hutan pegunungan bawah
merupakan jenis yang sangat perlu untuk menyebabkan ekosistem hutan pegunungan
disampaikan kepada wisatawan. bawah, Kompleks Gunung Bulusaraung,
Nilai estetika yang dimiliki oleh burung Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
merupakan potensi yang dapat dikembangkan dapat dijadikan sebagai kawasan ekowisata
untuk kegiatan ekowisata berbasis satwa liar berbasis satwa liar.
karena mempunyai nilai estetika yang tinggi
yang dapat menarik minat wisatawan. Melihat B. Saran
adanya potensi keanekaragaman burung di Berdasarkan kesimpulan dari hasil
hutan pegunungan bawah kompleks Gunung pengamatan dan analisis, maka disarankan
Bulusaraung Taman Nasional Bantimurung untuk melakukan perlindungan spesies dan
Bulusaraung, perlu dipersiapkan perencanaan habitat burung pada ketiga jalur pengamatan di
yang baik agar potensi tersebut dapat kompleks Gunung Bulusaraung karena habitat
termanfaatkan secara optimal. Berdasarkan disepanjang jalur pengamatan memiliki nilai
hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di penting untuk konservasi burung endemik
atas, maka keanekaragaman jenis burung maupun burung non-endemik. Dan perlu
pada ketiga jalur pengamatan dapat dijadikan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
sebagai objek dan daya tarik dalam keanekaragaman jenis burung pada bulan-
pengembangan ekowisata alam liar berbasis bulan lainnya untuk membandingkan frekuensi
bird watching dalam upaya konservasi satwa kehadiran jenis burung pada ketiga jalur
liar. Akan tetapi, untuk mendapatkan informasi pengamatan.
yang lebih banyak, maka perlu dilakukan
monitoring sepanjang tahun. Hal ini lebih lanjut DAFTAR PUSTAKA
dijelaskan oleh Achmad (2017), mengatakan
bahwa dalam pengembangan ekowisata alam Achmad, A. 2017. Membangun ekowisata alam
liar, sebelumnya perlu dilakukan identifikasi liar. Pusat kajian media dan sumber
kekayaan flora dan fauna pada areal belajar LKPP universitas
perencanaan ekowisata. hasanuddin. Makassar.
Ayat, A. 2011. Panduan Lapangan Burung-
KESIMPULAN DAN SARAN burung Agroforest di Sumatera.
Buku. World Agroforestry Centre.
Bogor. 112 p.
Bibby C., M. Jones dan S. Marsden. 2000. Gansert (ed). Biodiversity and
Teknik-Teknik Lapangan Survei Ecology Series 2. Gö ttingen Centre
Burung. Birdlife Indonesia for Biodiversity and Ecology, hal.35-
Programme. Bogor. 50.
Coates, B.J. dan K.D Bishop. 2000. Panduan Krebs, J.R. and Davies, N.B. 1978. Behavioural
Lapangan Burung-burung di ecology : an Evolutionary Approach.
Kawasan Wallaceae, Blackwell Scientific Publications.
(diterjemahkan oleh S. N. Kartika London
Sari, Meiske, D. Tapilahu Dan
Dwiatinova Rini), Birdlife Loyn, R.H. and S.J. Kennedy. 2009. Designing
Internasional-Indonesia Programme. old forest for the future: Old trees as
Bogor. habitat for birds in forests of
Mountain Ash Eucalyptus regnans.
Desmawati, I. 2009. Studi Distribusi Jenis-jenis Forest Ecology and Management.
Burung Dilindungi Perundang- 258, 504-515.
undangan Indonesia di Kawasan
Wonorejo, Surabaya. [Skripsi]. Mulyadin, R. 2013. Perilaku Harian dan Daerah
Program Studi Biologi FMIPA Jelajah (Home Range) Burung
Institut Teknologi Sepuluh Gosong Kaki-Merah (Megapodius
November, Surabaya. reinwardt Dumont) di Loh Buaya,
Taman Nasional Komodo. [Skripsi].
Fund, W. 2014. Sulawesi Montane Rain Fakultas Kehutanan Universitas
Forests. dalam Encyclopedia of Hasanuddin, Makassar.
Earth.
http://www.eoearth.org/view/article/ Mustari, A.H., O.K. Gita, dan W. Aditya. 2012.
156315. Diakses tanggal 28 Keanekaragaman Jenis Burung di
Februari 2018. Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, Sulawesi Selatan.
Holmes, D. dan K. Phillips. 1990. Burung- Media Konservasi, 17 (3).
Burung di Sulawesi. LIPI. Bogor
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi,
Indra, A.S.L.P. 2015. Ekosistem Hutan diterjemahkan oleh Samingan T,
Pegunungan Bawah Taman Srigandono B. Yogyakarta. Gadjah
Nasional Bantimurung Bulusaraung: Mada University Press.
Hotspot Keanekaragaman Hayati
Burung dan Manajemen Tortosa, F.S. 2000. Habitat Selection by
Konservasinya (Submontane Forest Flocking Wintering Common
at Bantimurung Bulusaraung Cranes (Grus grus) at Los
National Park: Hotspot of Bird Pedroches Valley, Spain. Etologia 8,
Diversity and its Management 21-24.
Conservation). Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallaceae, 4 (2), 115-
128.
Kessler, M. dan J. Kluge. 2008. Diversity and
endemism in tropical montane
forests - from patterns to processes.
Dalam The Tropical Mountain
Forest – Patterns and Processes in
a Biodiversity Hotspot. S.R.
Gradstein, J. Homeier dan D.

You might also like