Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PRAKIRAAN CUACA

BERBASIS DAMPAK MENGGUNAKAN MODEL PRAKIRAAN


CUACA NUMERIK UNTUK WILAYAH JAKARTA
Younggy H.M. Hutabarat1)*
1)
Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah - Karimun
*Email: yhasandaran@gmail.com

ABSTRACT
Impact based forecast is one of the forecasting systems currently being developed by BMKG. The change of
paradigm from ordinary weather forecasting systems to impact-based weather forecast is a step to improve the
class of BMKG forecasts. The purpose of this study is to determine what weather parameters can be used as a
predictor of flood disasters in Jakarta and determine the probability of numerical weather forecast model data
for rain that has the potential to flood in Jakarta. This study uses 2015-2019 Jakarta flood events data, GFS
models and disaster matrix data. This research begins with the collection of Jakarta flood events in 2015-2019,
then performs a composite analysis of weather variables that can be used as a flood disaster predictor, quantifies
flood events into impacts (minimal, minor, significant and severe), quantifies weather to likelihood (very low, low,
medium and high) and presenting of impact based forecast maps. The results showed that the GFS numerical
weather forecast model in Jakarta succeeded in describing the values of rainfall, relative humidity and
temperature, CAPE and vertical velocity parameters, but the results were not in accordance with actual reality.
The probability of each variable described by the GFS model included as likelihood is as follows, rainfall has a
probability of 20-25% which is included as a very low likelihood category (<29%), relative humidity and
temperature has a probability of 50-55% which includes as a low likelihood category (30-59%), CAPE has a
probability of 43-45%, which is included as a low likelihood category (30-59%) and vertical velocity has a
probability of 35-38% where it is included as a low likelihood category (30 -59%). In this study the GFS model
successfully illustrates the probability and likelihood of relative humidity and temperature, CAPE and vertical
velocity better than rainfall in flood events in the DKI Jakarta area.

Keywords: impact based forecast, likelihood, weather variable, flood, GFS

ABSTRAK
Impact based forecast adalah salah satu sistem prakiraan yang sedang dikembangkan BMKG. Perpindahan
paradigma dari sistem prakiraan cuaca biasa menjadi prakiraan cuaca berbasis dampak merupakan suatu langkah
untuk meningkatkan kelas prakiraan BMKG. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui parameter cuaca apa
saja yang dapat dijadikan perkusor kejadian bencana banjir di Jakarta dan mengetahui probabilitas data model
prakiraan cuaca numerik terhadap hujan yang berpotensi banjir di Jakarta. Penelitian ini menggunakan data
kejadian banjir Jakarta tahun 2015-2019, model GFS dan data matriks bencana. Penelitian ini diawali dengan
pengumpulan data kejadian banjir Jakarta tahun 2015-2019, kemudian melakukan analisis komposit variabel
cuaca yang dapat dijadikan perkusor bencana banjir, melakukan kuantifikasi kejadian banjir kedalam dampak
(minimal, minor, significant dan severe), melakukan kuantifikasi cuaca menjadi likelihood (very low, low, medium
dan high) dan penyajian peta impact based forecast. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model prakiraan cuaca
numerik GFS di wilayah Jakarta, berhasil menggambarkan nilai parameter curah hujan, RH dan suhu, CAPE dan
vertical velocity, namun hasilnya belum sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Probabilitas tiap variabel yang
digambarkan oleh model GFS yang dimasukkan sebagai likelihood adalah sebagai berikut, curah hujan memiliki
probabilitas 20-25% dimana ini termasuk sebagai kategori likelihood very low (<29%), RH dan suhu memiliki
probabilitas 50-55% dimana ini termasuk sebagai kategori likelihood low (30-59%), CAPE memiliki probabilitas
43-45%, dimana ini termasuk sebagai kategori likelihood low (30-59%) dan vertical velocity memiliki probabilitas
35-38% dimana ini termasuk sebagai kategori likelihood low (30-59%). Dalam penelitian ini model GFS berhasil
menggambarkan probabilitas dan likelihood RH dan suhu, CAPE dan vertical velocity lebih baik dari curah hujan
pada kejadian banjir di wilayah DKI Jakarta.

Kata kunci: impact based forecast, likelihood, variabel cuaca, banjir, GFS

Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   56  


Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
PENDAHULUAN memiliki kerawanan yang tinggi terhadap
bencana banjir.
Indonesia merupakan benua maritim Berdasarkan data dari BNPB (2019)
yang terletak di khatulistiwa serta memiliki telah terjadi banjir yang cukup berdampak
kondisi atmosfer yang kompleks. Selain itu, buruk terhadap masyarakat DKI Jakarta.
keterpaparan Indonesia dengan laut menjadikan Tercatat telah terjadi 100 kali kejadian banjir
suplai uap air sangat melimpah di wilayah ini. dengan hampir 100.000 korban terdampak di
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki iklim seluruh wilayah DKI Jakarta. Pada periode
tropis dan memiliki curah hujan yang cukup sebelum tahun tujuh puluhan, penyebab utama
tinggi. Ketersediaan informasi cuaca selama ini adalah faktor alam. Sesudah periode tersebut
ternyata tidak cukup untuk mengurangi dampak penyebab banjir menjadi semakin kompleks,
buruk cuaca ekstrem (WMO, 2015). Di bukan hanya faktor alam, tetapi faktor sosial
Indonesia hal ini diduga karena masyarakat ekonomi dan budaya serta akibat yang
merasa tidak terlalu perlu untuk tahu kondisi ditimbulkannya juga berbeda. Dimensi banjir
cuaca baik saat ini maupun beberapa saat ke menjadi lebih besar akibat adanya
depan karena iklim Indonesia yang tropis perkembangan kawasan yang tidak didukung
menjadikan cuaca hanya seputar hujan atau dengan teknologi pengendalian banjir yang
tidak hujan. Berbeda halnya dengan negara- memadai. Faktor-faktor kejadian banjir yang
negara subtropis, mereka sangat bergantung terjadi sekarang ini dipengaruhi oleh beberapa
dengan informasi cuaca mengingat kondisi faktor yang dapat dikuantifikasi dalam suatu
cuaca dapat memburuk dalam hitungan menit. indeks yang merupakan gambaran dari suatu
Padahal pada kenyataannya, Badan Nasional wilayah terhadap hubungannya dengan
Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bencana, diantaranya indeks Hazard, Exposure,
bahwa 95% bencana di Indonesia adalah Vulnerability, dan Risk merupakan indeks-
bencana hidrometeorologi. indeks yang menggambarkan keadaan suatu
Setelah dikaji, ketepatan informasi wilayah terhadap bencana (BNPB, 2016).
prakiraan dan peringatan dini bencana harus Oleh karena itu, tingginya resiko
diikuti pengetahuan masyarakat akan apa yang bencana di Indonesia, khususnya untuk daerah
harus dilakukan untuk menanggapi informasi penelitian di DKI Jakarta, maka muncul lah
tersebut. Masyarakat harus mengerti bahwa salah satu hal baru yang sudah mulai
bencana hidrometeorologi memberikan berkembang di negara luar dan sekarang sudah
dampak kehidupan mereka dalam berbagai mulai dicoba dan dikembangkan juga di negara
aspek. Salah satu daerah di Indonesia yang Indonesia, yaitu Impact Based Forecast (IBF).
paling sering terpapar terjadi bencana Sejak tahun 2015, United Kingdom
hidrometeorologi, seperti banjir adalah Ibukota, Meteorological Office (UKMO) mulai
DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta merupakan menerapkan suatu sistem penyampaian
satu wilayah yang memiliki permasalahan informasi prakiraan cuaca berbasis dampak
kebencanaan yang kompleks (BPBD, 2013). yang disebut Impact Based Forecast (IBF).
Dengan luas 661,52 km2 , 40% atau 24.000 Dalam IBF, informasi cuaca yang diberikan
hektar wilayah Jakarta merupakan dataran diterjemahkan dengan dampak yang akan
rendah dengan ketinggian rata-rata di bawah ditimbulkan akibat kondisi cuaca tersebut.
permukaan air laut. DKI Jakarta juga Untuk keperluan pengurangan dampak
merupakan pertemuan sungai dari bagian bencana, Indonesia menjadi salah satu dari
Selatan dengan kemiringan dan curah hujan beberapa negara yang akan menerapkan IBF
tinggi. Terdapat 13 sungai yang melewati dan mengingat kebutuhan akan informasi prakiraan
bermuara ke teluk Jakarta. Secara alamiah, berbasis dampak ini semakin penting untuk
kondisi ini memposisikan wilayah DKI Jakarta diketahui dan dikembangkan. Sebagai sesuatu
hal yang baru, pergantian pola pikir dalam
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   57  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
penyajian informasi cuaca dengan cara Platform (CDP) dapat memberikan info data
konvensial menjadi IBF ini menjadi tantangan meteorologi dan bencana secara online,
tersendiri untuk instansi pemerintah yang manajemen bencana, alat kolaboratif yang
bertanggung jawab, terutama BMKG dan mendukung prakiraan berbasis dampak,
BNPB (BMKG, 2019). peringatan dini multi-hazard dan pengambilan
Kondisi Indonesia yang kompleks dari keputusan yang lebih baik. Contoh penggunaan
berbagai aspek, mulai dari topografi hingga data yang digunakan pada saat terjadi bencana
sosial budaya, menjadikan dampak yang Hurricane Maria, ditampilkan data-data seperti
ditimbulkan berbeda pada tiap daerah. Hal ini data akumulasi curah hujan dari WRF, data
membutuhkan kajian mendalam, sehingga prediksi ketinggian gelombang, data akumulasi
keterlibatan semua pihak, mulai dari curah hujan dari satelit, dan tampilan
pemerintah, komunitas, akademisi hingga reflectivity data radar. Kesimpulan dari
masyarakat sangat dibutuhkan mulai dari kajian penelitian Boyce dan Farrell (2018) adalah
kondisi daerah hingga pemanfaatan informasi untuk mengurangi kerugian dari suatu bencana
IBF. IBF sangat bergantung pada pengetahuan secara signifikan, ekonomi regional harus
yang baik mengenai mitigasi bencana. Hal ini mendukung secara penuh ketahanan cuaca dan
terkait dengan tujuan utama dari IBF, yaitu iklim melalui tindakan yang meningkatkan
mengurangi dampak bencana adaptasi termasuk prakiraan berbasis dampak
hidrometeorologi. yang ditargetkan, penyebaran awal informasi
yang akurat dan mudah dimengerti dan
KAJIAN PUSTAKA pengiriman data layanan yang dapat dengan
mudah diintegrasikan ke dalam proses
Beberapa penelitian tentang IBF ini pengambilan keputusan yang nanti akan
telah dilakukan di luar negeri. Namun untuk di menjadi sangat penting dan krusial.
Indonesia sendiri IBF merupakan suatu hal baru Penelitian berikutnya yang juga
yang sedang dimulai oleh BMKG dan juga melakukan riset mengenai IBF adalah tentang
sedang dalam pengembangan. BMKG sudah efek peringatan berbasis dampak dan
mulai melakukan kerja sama dengan WMO, rekomendasi perilaku untuk cuaca ekstrem.
seperti melakukan kegiatan diklat IBF. Boyce Kegiatan penelitian yang dilakukan di negara
dan Farrell (2018) yang melakukan penelitian Switzerland ini merupakan suatu penelitian
di wilayah Caribbean membuat sebuat platform yang dilakukan berdasarkan survei dan
yang disebut dengan Caribbean Dewetra tanggapan oleh masyarakat terhadap bencana
Platform (CDP), yang merupakan platform fusi dan pengetahuannya terhadap berbagai
data spatio-temporal yang mampu memadukan warning dari bencana yang sudah ada. Menurut
data bahaya, sosial ekonomi dan informasi Weyrich dkk. (2018), terdapat empat tipe dari
kerentanan yang terus berkembang untuk peringatan, yaitu standard warning (SW),
mendukung pengambilan keputusan yang lebih impact-based warning (IBW), standard
baik dalam komunitas manajemen bencana. warning plus behavioral recomendations
Boyce dan Farrell (2018) menyatakan (SW+BR) dan impact-based warning plus
informasi spesifik suatu negara seperti model behavioral recommendations (IBW+BR).
elevasi digital, model kemiringan, luasan Kesimpulan yang diberikan oleh Weyrich dkk.
daerah aliran sungai, peta bahaya, demografi (2018), pada penelitian yang dilakukan di
populasi dan kritis infrastruktur dapat Switzerland ini adalah untuk menyebarluaskan
digabungkan dengan data bahaya untuk dua jenis peringatan, IBW dan SW, kepada
mengidentifikasi aset yang berpotensi terbuka masyarakat untuk peristiwa nyata dan
dengan cepat dan mendukung peramalan mengambil respons peringatan. Karena
berbasis dampak. Boyce dan Farrell (2018) juga informasi tambahan dalam peringatan
menambahkan bahwa Caribbean Dewetra memengaruhi bagaimana informasi peringatan
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   58  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
itu dipersepsikan maka pemahaman masyarakat daerah langganan banjir. Metode yang
terhadap peringatan yang diberikan sangat digunakan oleh Sai dkk. (2018), ada empat
penting. Weyrich dkk (2018) juga menjelaskan metode yaitu pertama, melakukan
bahwa hubungan antara persepsi dan tindakan pengelompokan dari berbagai stakeholder yang
meminimalkan risiko itu sangat penting. memiliki kepentingan. Kedua, dari peristiwa
Penelitian selanjutnya yaitu yang masa lalu, skenario dampak banjir ditentukan
dilakukan oleh Weingartner dkk. (2019), di untuk menyelidiki konsekuensi banjir dan
wilayah Kenya dengan tujuan mengurangi puncak banjir. Kemudian, ambang batas
dampak banjir melalui tindakan berbasis skenario dampak juga dapat ditentukan dan
prakiraan. Menurut Weingartner dkk. (2019), tindakan mitigasi dampak untuk kelompok-
mirip dengan penilaian risiko banjir, peramalan kelompok yang terpapar banjir diidentifikasi
berbasis dampak memerlukan informasi untuk setiap skenario. Ketiga, menggunakan
tentang bahaya, kerentanan, dan paparan yang kode warna dikaitkan dengan setiap skenario
relevan. Ini juga termasuk data dampak, sehingga menciptakan peta berbasis
hidrometeorologi, serta dampak yang terekam dampak dan kode warna. Peringatan kode
dari kejadian sebelumnya. Penelitian warna kemudian dikembangkan: sementara
Weingartner dkk. (2019), membahas tentang pesan peringatan dapat membahas informasi
tren data saat ini dan tren data di masa depan utama (yaitu lokasi, waktu, ketinggian air yang
Kenya. Weingartner dkk. (2019), menekankan diharapkan, dll.), Kode warna yang berkorelasi
bahwa sistem manajemen data risiko banjir bertindak sebagai tautan visual ke informasi
yang berskala besar dan terpilah akan membuat panduan lokal seperti peta, dampak yang
peramalan berbasis dampak menjadi lebih diharapkan dan yang disarankan tindakan
efektif. mitigasi risiko untuk menghadapi konsekuensi
Budimir dkk. (2019), melakukan yang diharapkan. Keempat, pertemuan dengan
penelitian tentang pentingnya otoritas utama yang terlibat dalam layanan
mengkomunikasikan prakiraan kompleks untuk sistem peringatan dini di tingkat nasional dan
peningkatan peringatan dini di Nepal. Yang lokal dilakukan untuk membahas persyaratan
dilakukan adalah melakukan komunikasi untuk menjadikan impact-based forecast
dengan stakeholder nasional. Dimana warning sebagai layanan operasional di
stakeholder nasional menginginkan prakiraan Bangladesh.
dikategorikan oleh dampak menggunakan Sai dkk. (2018), menyimpulkan
prakiraan probabilistik dan prakiraan layanan impact-based forecast warning
deterministik. Budimir dkk. (2019), juga membutuhkan peramalan khusus dan
menjelaskan bahwa pentingnya untuk peringatan yang dikeluarkan dengan cara yang
mengkomunikasikan ketidakpastian prakiraan dapat dipahami dan dapat memicu tindakan
kepada publik. Karena hal ini merupakan hal mitigasi risiko dengan memberi tahu pengguna
yang penting dan krusial sehingga setiap akhir tentang dampak yang diharapkan.
lapisan masyarakat memiliki persepsi yang
sama. Secara umum penelitian yang dilakukan Hujan
Budimir dkk. (2019), adalah menjelaskan Hujan adalah presipitasi tetes-tetes air
betapa pentingnya menjalin hubungan yang jatuh dari awan (presipitasi dari awan
komunikasi yang baik terhadap stakeholder konvektif mempunyai diameter lebih dari 0.5
yang memiliki tanggungjawab terhadap mm). Presipitasi adalah bentuk umum untuk
kebencanaan. menyebut tetes air atau partikel es yang
Penelitian terakhir yang melakukan terbentuk pada lapisan yang lebih tinggi dan
penelitian tentang IBF dilakukan di daerah jatuh ke permukaan tanah. Presipitasi yang
Bangladesh. Sai dkk. (2018), melakukan terdiri dari tetes air yang sangat halus (diameter
penelitian di Bangladesh yang merupakan
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   59  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
kurang dari 0.5 mm) dan sangat dekat satu sama satuan Joule/Kilogram (J/Kg). Semakin besar
lain disebut drizzle (Zakir dkk., 2010). perbedaan suhu antar parsel yang hangat
Badan Meteorologi Klimatologi dan dengan lingkungan yang lebih dingin, semakin
Geofisika BMKG (2010) membagi kriteria besar nilai CAPE dan pergerakan ke atas untuk
hujan menjadi 4 kategori, yaitu: menghasilkan konveksi yang kuat. Secara
1.   Hujan ringan dengan intensitas 5-20 umum CAPE dikategorikan didalam tabel
mm/hari berikut,
2.   2. Hujan sedang dengan intensitas Tabel 1. Kriteria nilai CAPE (sumber :
20.1-50 mm/hari http://weather.mailasail.com/Franks-
3.   3. Hujan lebat dengan intensitas 50.1- Weather/Cape)
100 mm/hari Nilai CAPE
Kategori
4.   4. Hujan sangat lebat dengan intensitas (J/Kg)
> 100 mm/hari 0 Stabil
0 – 1000 Konvektifitas lemah, tidak
Kelembapan relatif dan suhu stabil
Kelembaban relatif yang tinggi, sekitar 1000 – 2500 Konvektifitas sedang, tidak
70% atau lebih memiliki asosiasi terhadap stabil
hujan lebat konvektif. Funk (2003) 2500 – 3500 Konvektifitas kuat, labil
menjelaskan bahwa kelembaban relatif antara > 3500 Konvektifitas sangat kuat,
permukaan hingga lapisan 500 mb yang tinggi sangat labil
adalah lebih baik daripada udara yang kering
untuk pembentukan presipitasi. Vertical velocity
Cimino dan Moore (1975) menemukan Stabilitas atmosfer memungkinkan
korelasi yang tinggi antara kelembaban relatif untuk mengetahui kecenderungan gerakan
800-500 mb dengan curah hujan, sehingga vertikal (vertical velocity) dari suatu massa
menjadikan kelembaban relatif sebagai variabel udara di atmosfer. Perbedaan-perbedaan yang
prediktor keberadaan uap air. Namun seiring kecil dalam gerakan vertikal tersebut penting
perkembangan di dunia meteorologi, saat ini untuk menerangkan atau meramalkan
kelembaban relatif dapat diamati nilainya pembentukan awan-awan konvektif, hujan
dengan berbagai model yang kini sudah tersedia ataupun wilayah daerah tekanan rendah
banyak. Sehingga dapat dilakukan prediksi (Pawitan, 1989). Udara yang tidak stabil
dengan menggunakan model untuk memungkinkan terbentuknya awan khususnya
memprediksi nilai kelembaban relatif. awan yang mempunyai ukuran vertikal yang
menjulang tinggi dan yang biasanya
CAPE (Convective Availlable Potential menimbulkan cuaca buruk. Sebaliknya dengan
Energy) cuaca cerah, tanpa awan adalah sebagai akibat
Convective Avallaible Potential udara yang stabil (Prawirowardoyo, 1996).
Energy atau biasa disebut juga Energi Potensial Ketika gerak vetikal dinyatakan dalam
Tersedia adalah energi yang dimiliki oleh parsel satuan Pascal persekon (Pa/s) maka nilai negatif
udara pada suatu lapisan setelah parsel udara berarti udara pada kolom vertikal bergerak ke
terangkat ke atas sampai pada lapisan tersebut. atas. Sedangkan wilayah dengan nilai gerak
CAPE cukup baik untuk menandai potensi vertikal positif udaranya cenderung bergerak
lapisan atmosfer. turun. Nilai gerak vertikal negatif atau
Sareng (2016), CAPE adalah area kecepatan vertikal ke atas akan mempercepat
dimana suhu parsel udara lebih panas daripada terjadinya proses kondensasi dan proses
lingkungannya. Area tersebut menunjukkan presipitasi.
jumlah energi yang tersedia untuk parsel udara
bergerak naik ke atas. CAPE dinyatakan dalam
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   60  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
Karakteristik cuaca Jakarta untuk wilayah DKI Jakarta pembuatan
Puncak curah hujan di Pulau Jawa yang informasi prakiraan cuaca yang dilakukan saat
merupakan wilayah dengan curah hujan tipe ini adalah per tiga jam untuk tiga hari ke depan.
monsoonal pada umumnya terjadi pada DJF.
Karena Jakarta berada di wilayah Pulau Jawa, Penyampaian informasi IBF
maka Jakarta termasuk wilayah dengan curah Berbeda dengan peringatan cuaca,
hujan tipe monsoonal (Nuryanto, 2013). informasi utama yang disampaikan dalam IBF
Penelitian Gernowo (2009) membahas tentang adalah dampak dan respon yang harus
efek monsoon pada kejadian banjir tahun 2002 dilakukan akibat cuaca signifikan. Dampak dan
dan 2007 di Jakarta. Menurutnya pada periode respon disampaikan berdasarkan urgensi dan
monsoon aktif terjadi dinamika awan di atas nomor pada matriks dampak dan respon yang
Jakarta, yaitu sekitar bulan Desember, Januari, telah disusun. Cara penyampaian informasinya
dan Februari. Pada penelitian berikutnya adalah menyebutkan keadaan cuaca, dampak
Gernowo dan Yulianto (2010) menyimpulkan yang akan timbul, serta respon yang perlu
ada tiga faktor dominan yang menyebabkan dilakukan. Selain itu, IBF lebih menuntut
banjir di Jakarta pada tahun 2002 dan 2007, informasi yang tepat sasaran secara waktu,
yaitu kehadiran vortex, fase aktif osilasi artinya pembuatan informasi tidak terpaku pada
gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) jadwal rutin, namun disesuaikan dengan
dan kondisi lokal (adanya konvergensi yang signifikansi keadaan cuaca.
menyebabkan pertumbuhan awan konvektif).
Kejadian monsoon di Indonesia Peran berbagai pihak dalam IBF
didominasi oleh awan-awan konvektif dan Di Indonesia, lembaga yang bertanggung jawab
hujan-hujan konveksi. Di sisi lain monsoon dalam membuat prakiraan dan menyebar
juga dapat diperkuat oleh angin-angin lokal informasi cuaca resmi adalah BMKG.
untuk menghasilkan hujan yang berlimpah. Sedangkan lembaga yang bertanggung jawab
Awan-awan konvektif tersebut dapat terhadap kebencanaan adalah BNPB.
menghasilkan hujan lebat, bahkan hailstone Ketersediaan data dan informasi keadaan
(batu es) dan kilat. Sedangkan sebagian besar daerah-daerah di Indonesia berada dalam
curah hujan konveksi terjadi setelah insolasi lingkup BNPB. Selain itu, wewenang untuk
maksimum (jam 12.00 waktu lokal). Curah memberikan arahan kepada pemerintah dan
hujan konveksi dapat terjadi waktu pagi hari masyarakat dalam merespon suatu bahaya
karena pengaruh wilayah maritim. bencana alam ada pada BNPB. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggerak sistem IBF
Penyampaian informasi prakiraan cuaca adalah BMKG dan BNPB. Kedua instansi ini
Informasi peringatan cuaca akan bekerjasama untuk menyebarkan
dikeluarkan ketika threshold suatu parameter informasi dan mengarahkan masyarakat dalam
cuaca sudah tercapai sehingga dapat dinyatakan menghadapi bencana agar kerugian berupa
sebagai cuaca signifikan. Dampak yang akan nyawa dan harta benda dapat berkurang.
timbul juga disampaikan berikut informasi Keberhasilan berjalannya IBF akan tercapai
keadaan cuaca signifikannya. Tipikal informasi jika semua pihak terlibat.
prakiraan cuaca signifikan dengan cara
konvensional adalah menyampaikan keadaan Penyusunan matriks dampak dan respon
cuaca disertai potensi keadaan cuaca, serta Matriks dampak dan respon merupakan
peringatan bahaya yang dapat timbul. Ciri lain suatu matriks yang mengintegrasikan antara
dari informasi prakiraan cuaca konvensional prakiraan cuaca yang diberikan oleh BMKG
adalah pembuatan prakiraan yang dilakukan dan tindakan yang diharapkan dilakukan oleh
secara rutin dan berkala, baik saat kondisi cuaca pemerintah (BNPB/BPBD) dan masyarakat.
sedang baik maupun buruk. Sebagai contoh, Oleh karena itu, pada awal tahun 2018, BMKG
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   61  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
menyelenggarakan suatu kegiatan diskusi Ketika warning hujan lebat yang
untuk mengkaji penyusunan matriks dampak dikeluarkan berwarna oranye (tanda x) maka
dan respon bersama dengan BNPB, BPBD, suatu fenomena akan memiliki dampak
ESDM, dan Tagana, dengan tujuan bahwa signifikan. Potensi kemungkinan terjadinya
matriks yang dihasilkan tepat sasaran dan fenomena tersebut berada dalam kategori
sesuai dengan yang terjadi di lapangan. medium (60- 80%). Masyarakat diberikan saran
Merujuk pada (WMO, 2015), terdapat untuk tindakan yang harus dilakukan mengacu
sepuluh tingkat peringatan, ini merupakan hasil pada kategori 6. Begitu pula untuk sektor
kolaborasi antara empat kategori dampak kebencanaan harus merespon pada kategori 6.
(minimal, minor, significant, dan severe) dan
empat level likelihood/keyakinan prakirawan METODE
(very low, low, medium, dan high) sebagaimana
terlihat pada gambar 1. Pada gambar 1 tampak Data
enam kotak berwarna hijau, lima berwarna Penelitian ini menggunakan beberapa
kuning, empat berwarna jingga, dan satu data yang terdiri dari data banjir yang
berwarna merah. Pada gambar tersebut, warna merupakan data dari masa lampau, data GFS
hijau menunjukkan “tidak ada peringatan”, untuk melihat unsur-unsur yang berpengaruh di
kuning merupakan tingkatan WASPADA, atmosfer berdasarkan prakiraan dan data
jingga merupakan tingkatan SIAGA, dan merah matriks bencana dari BNPB.
merupakan tingkatan AWAS. Pemberian Data tersebut adalah sebagai berikut :
nomor tingkatan 1 – 10 pada tabel tersebut a)   Data model prakiraan GFS
dilakukan dengan mempertimbangkan kategori Data model ini adalah salah
impact dan likelihood, dimana semakin ke satu data yang digunakan untuk
kanan impact dan semakin naik likelihood, penelitian ini. Data GFS dengan
nomor tingkatan juga semakin besar. resolusi 0,25 x 0,25 diambil satu hari
kedepan dan tiga hari kedepan
berdasarkan kejadian banjir yang sudah
didapatkan. Pengambilan satu hari dan
tiga hari tersebut untuk semua kejadian.
Data diunduh dari situs
https://rda.ucar.edu/datasets/ds084.1/
b)   Data Kejadian Banjir 2015-2019
Gambar 1. Risk Matrix (WMO, 2015)
Data kejadian banjir yang
Penggunaan Risk Matrix Dalam Pembuatan
menjadi dasar data yang akan diolah
Warning
diambil selama lima tahun terakhir dan
Level warning menggunakan risk matrix
berdasarkan ketersediaan data di GFS
disusun berdasarkan peluang kejadian
yang mulai ada datanya tahun 2015
(likelihood) dan potensi dampak yang
sampai 2019. Data kejadian banjir
ditimbulkan (impact). Contoh penyampaian
diperoleh dari BNPB.
level warning pada matriks tersebut umumnya
c)   Data Matriks Bencana
sebagai berikut,
Data matriks bencana
digunakan sebagai data untuk melihat
kerentanan suatu wilayah terhadap
bencana di daerah tersebut, khususnya
untuk penelitian ini wilayah DKI
Jakarta. Data matriks bencana ini
Gambar 2. Contoh Level Warning Warna diperoleh dari BNPB.
Orange (Level 6) (BMKG, 2019)
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   62  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
Penelitian ini berada di wilayah Jakarta (Climate Data Operator). Kemudian
yang merupakan daerah tropis yang berada data yang sudah sesuai berdasarkan
pada area koordinat 5° 19’ 12” LS - 6° 23’ 54” lokasi penelitian ditampilkan
LS dan 106° 22’ 42” BT - 106° 58’ 18” BT. menggunakan panoply lalu variabel
dinamis seperti curah hujan, suhu,
kelembapan, cape (convective
available potential energy) dan vertical
velocity yang ada di dalam data
diekspor kedalam format .csv untuk
kemudian dicari nilainya. Data dilihat
berdasarkan prakiraan satu hari dan
tiga hari. Pengambilan satu hari dan
tiga hari sebelum ini dilakukan untuk
melihat keadaan kekonsistenan data,
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian dimana kekonsistenan data ini nanti
akan dibuat sebagai bahan sebagai
Pengolahan Data perkusor untuk kejadian banjir.
Teknik pengolahan data yang c)   Melakukan kuantifikasi kejadian banjir
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai DKI Jakarta tahun 2015 – 2019 ke
berikut, dalam dampak
a)   Pengumpulan data bencana banjir di Melakukan pengelompokan
wilayah DKI Jakarta dari tahun 2015 – kejadian banjir yang terjadi dari tahun
2019 2015- 2019 ke dalam empat jenis
Data kejadian bencana banjir dampak yaitu : minimal, minor,
yang terekam di BNPB Jakarta significant dan severe.
merupakan data yang akan digunakan d)   Melakukan kuantifikasi cuaca menjadi
sebagai dasar suatu peristiwa bencana likelihood
untuk dijelaskan dampaknya. Data Secara umum untuk unsur-
diambil selama kurang lebih 5 tahun unsur meteorologi yang sudah
dengan jumlah data sebanyak 30 didapatkan dari data model GFS,
kejadian untuk melihat seberapa selanjutnya akan dilakukan
konsistennya unsur – unsur atmosfer pengelompokan kedalam likelihood.
yang mempengaruhi terjadinya Dimana akan dibuat likelihood yang
bencana banjir tersebut. Pada kejadian berisikan unsur-unsur meteorologi
bencana banjir ini faktor penyebab selain hujan sebagai bahan referensi
utama banjir adalah adanya intensitas lain, mengingat hujan merupakan salah
curah hujan yang tinggi. satu unsur yang paling sulit diprediksi
b)   Analisis komposit parameter cuaca dari oleh NWP. Unsur-unsur seperti suhu,
GFS yang dapat dijadikan perkusor kelembaban, cape (convective
bencana banjir available potential energy) dan vertical
Melakukan penentuan unsur- velocity yang akan dilihat
unsur cuaca yang diperoleh dari data kesesuaiannya jika dibuat ke dalam
model prakiraan GFS dengan melihat bentuk likelihood.
unsur-unsur cuaca yang dilakukan e)   Pembuatan Peta Impact Based Forecast
dengan cara melakukan pemilihan data Untuk yang selanjutnya mulai
sesuai dengan lokasi penelitian, yaitu dari langkah pertama sampai dengan
wilayah Jakarta menggunakan CDO yang keempat akan dibuat ke dalam
sebuah tampilan peta IBF. Tujuannya
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   63  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
adalah untuk merepresentasikan Data cape yang terpilih yang
bagaimana prakiraan cuaca berbasis ditunjukkan oleh tabel diatas akan dimasukkan
dampak berdasarkan data kejadian kedalam likelihood, untuk melihat posisinya
banjir yang sudah ada mulai dari tahun model GFS ini didalam likelihood yang mana
2015-2019 di Jakarta. Peta IBF sendiri akan dihubungkan kesesuaiannya didalam tabel
sudah dibuat BMKG yang dapat dilihat risk matrix.
melalui BMKG Signature, yang akan
membedakan apa yang akan
ditampilkan di penelitian ini dengan
apa yang sudah dibuat oleh BMKG
adalah, didalam penelitian ini akan
mencoba untuk menambahkan unsur-
unsur meteorologi ke dalam likelihood
yang lain selain hujan yang akan
digunakan sebagai prekusor kejadian
banjir. Diharapkan akan ada unsur lain
yang dapat merepresentasikan hujan
dalam bentuk likelihood. Dengan
demikian BMKG akan memiliki
prekusor lain yang dapat Gambar 4. Hubungan likelihood CAPE dengan
dipertimbangkan selain hanya prekusor matriks dampak dan respon
hujan.
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
HASIL DAN PEMBAHASAN bahwa kemampuan model GFS dalam
merepresentasikan hujan lebat dengan
Berdasarkan hasil data curah hujan, likelihood cape mampu berada di kisaran 43-
cape, rh dan suhu dan vertical velocity yang 45%, dimana kondisi ini berada pada kategori
sudah diekstrak dari GFS dan dikelompokkan likelihood low (30-59%). Dengan demikian
berdasarkan forecast 1 hari kedepan dan 3 hari menurut model GFS, maka warning yang
kedepan maka dapat diperoleh kaitannya dikeluarkan ditunjukkan oleh lingkaran merah
dengan likelihood sebagai berikut : dimana hujan lebat akan menimbulkan dampak
severe, tetapi probabilitas kejadian hujan low
Hubungan Cape dengan matriks dampak (30-59%). Sebagai informasi untuk masyarakat
dan respon diberikan saran tindakan mengacu pada
Tabel 1. Variabel CAPE terpilih H-1 dan H-3 kategori 8.
dari model GFS
Hubungan variabel hujan dengan matriks
dampak dan respon
Tabel 2. Variabel hujan terpilih H-1 dan H-3
dari model GFS

Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   64  


Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
Data hujan yang terpilih yang Tabel 3. Variabel rh dan suhu terpilih H-1 dan
ditunjukkan oleh tabel diatas akan dimasukkan H-3 dari model GFS
kedalam likelihood, untuk melihat posisinya
model GFS ini didalam likelihood yang mana
akan dihubungkan kesesuaiannya didalam tabel
risk matrix.

Gambar 5. Hubungan likelihood variabel hujan


dengan matriks dampak dan respon

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan


bahwa kemampuan model GFS didalam
merepresentasikan hujan lebat mampu berada
di kisaran 20-25%, dimana kondisi ini berada
pada kategori likelihood very low (<29%).
Dengan demikian menurut model GFS, maka
warning yang dikeluarkan ditunjukkan oleh
lingkaran merah dimana hujan lebat akan Gambar 6. Hubungan likelihood variabel rh
menimbulkan dampak severe, tetapi dan suhu dengan matriks dampak dan respon
probabilitas kejadian hujan very low (<29%).
Sebagai informasi untuk masyarakat diberikan Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
saran tindakan mengacu pada kategori 5. bahwa kemampuan model GFS dalam
merepresentasikan hujan lebat dengan
Hubungan variabel rh dan suhu dengan likelihood rh dan suhu mampu berada di kisaran
matriks dampak dan respon 43-45%, dimana kondisi ini berada pada
Data rh dan suhu yang terpilih yang kategori likelihood low (30-59%). Dengan
ditunjukkan oleh tabel dibawah akan demikian menurut model GFS, maka warning
dimasukkan kedalam likelihood, untuk melihat yang dikeluarkan ditunjukkan oleh lingkaran
posisinya model GFS ini didalam likelihood merah dimana hujan lebat akan menimbulkan
yang mana akan dihubungkan kesesuaiannya dampak severe, tetapi probabilitas kejadian
didalam tabel risk matrix. hujan low (30-59%). Sebagai informasi untuk
masyarakat diberikan saran tindakan mengacu
pada kategori 8.

Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   65  


Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
Hubungan variabel vertical velocity dengan Penyajian peta impact based forecast dengan
matriks dampak dan respon variabel-variabel yang digunakan sebagai
Tabel 4. Varibel vertical velocity terpilih H-1 likelihood yang disajikan dalam bentuk
dan H-3 dari model GFS aplikasi mobile sebagai inovasi

Berikut ini merupakan suatu konsep


sederhana dalam mempermudah masyarakat
untuk mengakses informasi impact based
forecast secara mudah dan cepat dalam
tampilan mobile phone.

Data vertical velocity yang terpilih


yang ditunjukkan oleh tabel diatas akan
dimasukkan kedalam likelihood, untuk melihat
posisinya model GFS ini didalam likelihood
yang mana akan dihubungkan kesesuaiannya
didalam tabel risk matrix.

Gambar 7. Hubungan likelihood variabel


verical velocity dengan matriks dampak dan Gambar 8. Tampilan peta impact based
respon forecast dalam mobile phone
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
bahwa kemampuan model GFS dalam KESIMPULAN
merepresentasikan hujan lebat dengan Berdasarkan penelitian diatas
likelihood vertical velocity mampu berada di kesimpulan yang dapat dihasilkan adalah
kisaran 43-45%, dimana kondisi ini berada sebagai berikut :
pada kategori likelihood low (30-59%). Dengan a)   Berdasarkan model prakiraan cuaca
demikian menurut model GFS, maka warning numerik GFS, parameter cuaca yang
yang dikeluarkan ditunjukkan oleh lingkaran dapat dijadikan sebagai perkusor
merah dimana hujan lebat akan menimbulkan kejadian bencana banjir di wilayah
dampak severe, tetapi probabilitas kejadian DKI Jakarta adalah curah hujan, rh dan
hujan low (30-59%). Sebagai informasi untuk suhu, cape dan vertical velocity.
masyarakat diberikan saran tindakan mengacu Dimana posisi rh dan suhu, cape dan
pada kategori 8. vertical velocity merupakan perkusor

Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   66  


Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
lain yang memenuhi untuk dari itu untuk penelitian selanjutnya
merepresentasikan hujan lebat di baik di daerah DKI Jakarta ataupun
wilayah DKI Jakarta. Posisi likelihood didaerah lainnya perlu ditambahkan
rh dan suhu, cape dan vertical velocity variabel yang lain untuk memperoleh
berdasarkan model GFS lebih baik hasil yang lebih baik lagi.
dibandingkan dengan curah hujan. rh b)   Diharapkan hasil penelitian ini dapat
dan suhu, cape dan vertical velocity bermanfaat dan bisa dijadikan referensi
berada di likelihood low sedangkan dalam rencana BMKG untuk
curah hujan berada di likelihood very mengembangkan prakiraan cuaca
low. berbasis dampak di seluruh wilayah
b)   Predictability tiap variabel cuaca Indonesia.
terpilih yang berhasil digambarkan
oleh model GFS yang dimasukkan DAFTAR PUSTAKA
sebagai likelihood adalah sebagai
berikut, curah hujan memiliki BPBD, 2013, Rencana Penanggulangan
predictability 20-25% dimana ini Bencana Provinsi DKI Jakarta 2013 –
termasuk sebagai kategori likelihood 2017, RPB 2013-2017, Jakarta.
very low (<29%), rh dan suhu memiliki BMKG, 2019, Modul Diklat Impact Based
predictability 50-55% dimana ini Forecast, BMKG, Jakarta.
termasuk sebagai kategori likelihood BNPB, 2016, Penurunan Indeks Risiko
low (30-59%), cape memiliki Bencana di Indonesia, Direktorat PRB,
predictability 43-45%, dimana ini Jakarta
termasuk sebagai kategori likelihood Boyce, S. dan Farrel, D., 2018, The Caribbean
low (30-59%) dan vertical velocity Dewetra Platform, Caribbean Institute
memiliki predictability 35-38% for Meteorology and Hydrology.
dimana ini termasuk sebagai kategori Budimir, M., Donovan, A., Brown, S., Shakya,
likelihood low (30-59%). Dalam P., Gautam, D., Uprety, M., Cranston,
penelitian ini model GFS berhasil M., Sneddon, A., Smith, P., dan Dugar,
menggambarkan predictability dan S., 2019, Communicating Complex
likelihood rh dan suhu, cape dan Forecast for Enchanced Early Warning in
Nepal, Geoscience Communication, hal.
vertical velocity lebih baik dari curah
1-32.
hujan di wilayah DKI Jakarta.
c)   Penggunaan model GFS berdasarkan Cimino, N. P.,dan L. M. Moore, 1975, An
Objective aid to Forecasting
prakiraan 1 hari dan 3 hari tidak
Summertime Showers Over the Lower
memiliki perbedaan signifikan untuk Rio Grande Valley of south Texas,
hasil output model data yang NOAA Tech., Maryland.
dihasilkan. Hasil ini menandakan
Funk, T. W, 2003, Heavy Convective Rainfall
bahwa model GFS mampu Forecasting: A Comprehensive Look at
merepresentasikan unsur-unsur cuaca Parameters, Processes, Patterns, and
secara baik, untuk 1 hari kedepan Rules of Thumb, Training Document,
maupun 3 hari kedepan. National Weather Service weather
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini forecast office, Ouisville.
adalah sebagai berikut : Gernowo, R.,2009, Monsoon Effect at Flood
a)   Variabel-variabel cuaca yang Phenomena on 2002 and 2007 in DKI-
berpengaruh di atmosfer bukan hanya JAKARTA, Berkala Fisika, vol. 12, hal.
hujan, cape, rh, suhu dan vertical 7-13.
velocity, masih ada seperti angin, k-
indeks, l-indeks dan sebagainya. Maka
Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   67  
Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com
Gernowo, R. dan Yulianto, T., 2010, Fenomena Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
Perubahan Iklim dan Karakteristik Curah Tangerang Selatan.
Hujan Ekstrim di DKI Jakarta, Prosiding
Weingartner, L., Jaime, C., Todd, M., Levine,
Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng &
S., Mcdowell, S., dan Macleod, D., 2019,
DIY, hal. 13-18.
Reducing Flood Impacts Through
Nuryanto, D. E., 2013, Karakteristik Curah Forecast-Based Action, Overseas
Hujan Abad 20 Di Jakarta Berdasarkan Development Institute, vol. 553, hal. 1-
Kejadian Iklim Global, Jurnal 75.
Meteorologi dan Geofisika, vol. 14, hal.
Weyrich, P., Scolobig, A., Bresch, N., D., dan
139 - 147.
Patt, A., 2019, Effect of Impact-Based
Pawitan, H., 1989, Termodinamika Atmosfer, Warnings and Behavioral
Pusat antar Ilmu Hayat., Institut Recommendations for Extreme Weather
Pertanian Bogor. Events, American Meteorology Society,
vol. 10, hal. 781-796.
Prawirowardoyo., 1996, Meteorologi, ITB,
Bandung. WMO, 2015, Guidelines on Multi-Hazard
Impact Based Forecast and Warning
Sai, F., Cumiskey, L., Weerts, A.,
Services, WMO-No.1150.
Bhattacharya, B., dan Khan, H., R., 2016,
Towards Impact-based Flood Zakir A., Sulistya, W., dan Khotimah, M.K.,
Forecasting and Warning in Bangladesh: 2010, Perspektif Operasional Cuaca
A Case Study at the Local Level in Tropis, Pusat Penelitian dan
Sirajganj District, Natural Hazard and Pengembangan BMKG, Jakarta.
Earth System Sciences, hal. 1-20.
The Weather Window, 2019,
Sareng, M.R.I., 2016, Kajian Indeks Stabilitas http://weather.mailasail.com/Franks-
Atmosfer Untuk Prediksi Kejadian Hujan Weather/Cape, diakses tanggal 20
Di Kupang, Skripsi, Sekolah Tinggi September 2020.
 

Jurnal Widya Climago, Vol.2 No.2, November 2020   68  


Email : jurnalwidyaclimago@gmail.com

You might also like