Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

Biografi K.H.

Moch Said Malang

Beliau bernama asli Moch Said bin K.H. Dimyathi. Beliau berasal dari Madura. Tidak
diketahui pasti pada tahun berapa beliau lahir. Beliau merupakan putra dari pasangan K.H.
Dimyathi dan Ny. Hj. Hamidah.. Kakeknya dari ibu merupakan seorang ulama terkenal di
Madura, bernama K.H. Nawawi Pakong.

Beliau adalah seorang ulama kharismatik yang berbadan kekar serta rambut yang
ngandan-andan (rambut yan gberbentuk seperti daun pandan). Perawakan beliau tinggi dan
besar layaknya orang arab. Beliau memiliki wajah yang rupawan dan tampang yang penuh
wibawa.

Ibunda beliau, Ny. Hj. Hamidah merupakan pendiri Pondok Pesantren Putri
Babussalam Pagelaran, Malang pada tahun 1947 M. Beliau merupakan seseorang yang sangat
teliti, terlebih pada bacaan al qur’an meski beliau beranjak tua. Pernah suatu ketika ketika ada
santri beliau yang membaca al qur’an dan mendengar adanya kesalahan, beliau langsung
menegurnya. Beda lagi yang didengar bukan lagi bacaan al qur’an, maka beliau seperti orang
tua pada umumnya yang kemampuan pendengarannya berkurang.

K.H. Moch Said Beliau sejak kecil dirawat dengan teliti oleh ibundanya. Sang ibunda
memusatkan perhatiannya pada beliau agar kelak beliau menjadi seorang ulama yang
mengayomi masyarakat, peduli, santun budi pekerti dan dapat meneruskan perjuangan.

Said muda menimba ilmu di Madura, penulis tidak tahu persis di mana dikarenakan
narasumber tidak menyebutkan secara jelas. Said muda pada saat menimba ilmu di Madura
beliau terkenal sebagai seseorang yang tawadhu dan ikhlas. Beliau merupakan salah satu
khodam dari kyainya di Madura. Diceritakan oleh putrinya, Ny. Hj. Masnunah, bahwa beliau
dulu merupakan khodam kyai, termasuk beliau merupakan penuntun kuda yang ditunggangi
oleh kyai dan keluarganya. Kuda yang ditunggangi tersebut dipasang bongkahan kayu yang
disusun seperti dokar sehingga dapat menampung sang kyai beserta keluarganya. Dan Said
muda lah yang menuntunnya, bukan dengan menaiki kuda dan dokarnya, melainkan
menuntun dengan berjalan di samping kuda ke manapun sang kyai pergi.

Said muda adalah sosok yang pekerja keras, beliau sejak muda sudah dihadapi dengan
banyaknya rintangan, termasuk perlawanan kepada pihak penjajah belanda. Diceritakan oleh
Ny. Hj. Masnunah, bahwa pernah pada saat Said muda masih tinggal di Madura untuk
menuntut ilmu, beliau dikepung ketika sedang beribadah di Musholla. Said muda yang
terkepung itupun akhirnya memutuskan untuk keluar melalui jendela dan lari ke pekarangan
hutan yang lebat. Hutan tersebut konon merupakan hutan yang dihuni oleh banyak binatang
yang berbahaya, termasuk ular. Sampai beliau bergumam “saya lebih memilih untuk mati
dibunuh ular daripada mati di tangan para penjajah itu”. Itu merupakan salah satu perjuangan
beliau dalam menimba ilmu dan memperjuangkannya.

Kyai Said memiliki sahabat dekat bernama K.H. Latifi Sukosari. Kyai Latifi adalah
teman sekaligus sahabat seperjuangan beliau ketika menimba ilmu di Madura. Beruntung
kyai Said memiliki sahabat kyai Latifi. Kyai latifi sangat peduli kepada keluarga kyai Said.
Putri kyai Said, Ny. Hj. Masnunah pun bercerita bahwa beliau sering diajar ngaji oleh sahabat
kyai Said tersebut.

Beliau di masa lajang memperistri Hj. Sofiah dari desa Ganjar kecamatan
Gondanglegi. Bersama Hj. Sofiah beliau dikaruniai 2 anak, yaitu K.H. Darwis Sa’id dan Ny.
Hj. Masnunah. Kelak putra pertama beliaulah yang meneruskan estafet perjuangan untuk
syiar dakwah dan pengembangan yayasan pesantren.

Beliau merupakan pendiri Pondok Pesantren putra Babussalam yang bertempat di


desa Banjarejo, kecamatan Pagelaran, kabupaten Malang. pada awalnya, Pomdok Pesantren
Babussalam hanya menampung santri putri yang didirikan oleh sang ibunda Ny. Hj.
Hamidah. Seiring berjalannya waktu, perkembangan dari pesantren yang didirikan sangatlah
pesat. Dengan dibantu oleh sang putra K.H. Moch Said akhirnya mendirikan pondok
pesantren putra di Babussalam. KH. Moch. Sa’id membangun beberapa lokal untuk
menampung santri putra. Selain itu juga di bangun beberapa lokal untuk santri putra yang
berkeinginan untuk belajar disitu. Para santri tersebut ada yang datang dari Pontianak
(Kalimantan Barat), Malang, dan kota lainnya.

Yai Said –sapaan akrab beliau- setelah menikahi Hj. Sofiyah, beliau memiliki istri
kedua bernama Hj. Sulaimah. Dari Hj. Sulaimah inilah beliau memiliki banyak putra. Dari
Hj. Sulaimah, putra putrinya bernama Ny. Hj. Muflihah, Gus Kurdi, Gus Ghazi dan Kyai
Yasykur.

Diceritakan dari Ny. Hj. Masykuroh, beliau merupakan istri dari K.H. Darwis Sa’id
sekaligus menantu dari Yai Said, bahwasanya ketika pertama kali hidup di Malang
mendampingi yai Darwis pada tahun 1972 beliau langsung mendapati bahwa yai Said
merupakan orang yang sangat tanggung jawab. Hal ini salah satunya karena kehati-hatiannya
dalam mendidik santri. Beliau sangat amanah dan beranggapan bahwa santri yang ada di
pesantren merupakan tanggung jawabnya. Sehingga pernah pada suatu hari yai Said
menyadari adanya santri yang bolos mengaji maka akan beliau cari sampai ketemu.

Beliau adalah orang yang semangat memanfaatkan ilmunya dalam mengembangkan


kepribadian para generasi muda. Beliau memiliki prinsip bahwasannya jika santri datang ke
Babussalam, maka pulang harus menjadi orang yang bermanfaat. Beliau akan menyesal jika
santri pulang tidak membawa apa-apa. Itulah yang memotivasi yai Said untuk terus tanggung
jawab dan amanah dalam melestarikan budaya pekerti luhur para santri.

Beliau merupakan orang yang sangat disiplin dan tegas. Pernah suatu ketika beliau
mendapati santri yang bolos mengaji, beliau bertanya pada santri tersebut perihal alasan tidak
ikut mengaji. Jika santri tersebut beralasan yang masuk akal dan benar-benar udzur untuk
mengikuti pengajian maka yai Said akan memaafkannya. Jika santri tersebut beralasan yang
tidak masuk akal, maka dia akan memukulnya. Selain itu beliau juga dikenal sebagai orang
yang disiplin waktu dan dalam berpenampilan.

Selain itu beliau mempunyai prinsip “jangan diperlihatkan kepada orang lain atas
penderitaan kita, tetapi yang kita perlihatkan kepada orang lain adalah kebahagiaan kita”.
Beliau selalu menampakkan kebahagiaan kepada orang lain, karena menurut beliau
kebahagiaan dapat menular. Bahkan menantu beliau, Ny. Hj. Masykuroh, tidak pernah
sekalipun menyaksikan kesusahan beliau yai Said.

Di akhir hayat beliau pada tahun 1990, beliau mengalami kecelakan parah akibat
terjadi insiden tabrakan. Beliau tertabrak saat hendak mengurus keperluan bisnis pabrik
krupuk untuk putrinya. Saat terjadinya insiden itu pun beliau disebut-sebut masih berdzikir
kepada Allah Swt. menunjukkan betapa dekatnya beliau kepada Allah Swt.

Beliau saat ini dimakamkan di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Babussalam


Pagelaran, Malang bersama keluarga-keluarga beliau dimakamkan di sana, termasuk ibunda
dan putra beliau, K.H. Darwis Said. Beliau mengajarkan kepada kita arti dari tanggung jawab
yang sesungguhnya, juga tidak sekedar tanggung jawab, melainkan tanggung jawab yang
disertai dengan ketegasan, kesabaran dan kedisiplinan maka akan terwujud karakter yang
berakhlqul karimah dan berpekerti luhur. Beliau juga menunjukkan kepada kita bahwa
barokah guru itu nyata adanya. Dari sejka mondok beliau sudah patuh dan hormat kepada
gurunya. Saat ini keturunan-keturunan beliau sukses melanjutkan estafet perjuangan dakwah,
khususnya Pondok Pesantren Babussalam.

You might also like