Professional Documents
Culture Documents
Kesetaraan Di Muka Hukum Bagi Penyandang Disabilitas
Kesetaraan Di Muka Hukum Bagi Penyandang Disabilitas
Siti Nurhayati*
Abstract
The right on the same position on the law means that every citizens including disabilities persons have the
same change to use their rights regulated by the institution. Indonesia government has signed Convention on
the Rights of Persons with Disabilities in March 30, 2007 in New York. That even shows the strong intention of
Indonesia country to respect, save, fulfill, and develop the disabilities persons’ right to fulfill the welfare of the
disabilities persons. There is a case happened in Sukaharjo in the decision No. 18/Pid.B/PN.SKH/2013 about a
crime defeated the disabilities person. This study employed library research design. The finding shows that
the judges in the decision Nomor 28/Pid.B/PN.SKH state that the defendant convicted 8 years 6 months. The
decision can be used as jurisprudence for other judges in examining the same case in order to avoid criminal
disparity. In a further development, the criminal appeals to the High Court in Central Java, and in the High
Court, Decision No. 244 / Pid 2013 / P.T.Smg actually strengthens the High Court Decision Sukoharjo with 10
years prison. Based on this decision it should increase the capacity of law enforcement agencies in the fulfillment
of the right to a fair trial for persons with disabilities must be done. It aims to introduce the concept of disability
to law enforcement officials, provide an understanding of human rights, especially the rights of persons with
disabilities to law enforcement officials, as well as provide expertise (skills) to law enforcement authorities on
the way and methods to fulfill the accessibility of persons with disabilities in law.
Keywords: Human Rights, disability, equality of law, a judicial decision
Abstrak
Hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum berarti bahwa setiap warga negara tak terkecuali
penyandang disabilitas, harus diberikan kesempatan yang sama untuk menggunakan hak-haknya
yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Pemerintah Indonesia telah menandatangani
Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang
Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Penandatanganan tersebut menunjukkan
kesungguhan Negara Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi dan memajukan hak-
hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para
penyandang disabilitas. Salah satu kasus yang terjadi di daerah Sukoharjo, dalam Putusan Nomor 28/
Pid.B/PN.SKH/2013 tentang tindak pidana menyerang kehormatan susila dengan korban penyandang
disabilitas. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Majelis hakim dalam Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH. menyatakan bahwa
terdakwa divonis dengan 8 tahun 6 bulan penjara. Putusan tersebut bisa dijadikan yurisprudensi
bagi hakim lainnya dalam memeriksa perkara yang serupa agar tidak terjadi disparitas pidana.
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaku tindak pidana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah, dan dalam Pengadilan Tinggi tersebut, Putusan Nomor 244/Pid 2013/P.T.Smg justru
menguatkan Putusan PN Sukoharjo dengan vonis 10 tahun penjara. Berdasarkan putusan ini maka
hendaknya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam pemenuhan hak atas peradilan yang
fair bagi penyandang disabilitas harus terus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan
konsep disabilitas kepada aparat penegak hukum, memberikan pemahaman tentang Hak Asasi
Manusia, khususnya tentang hak-hak penyandang disabilitas kepada aparat penegak hukum, serta
memberikan keahlian (skill) kepada aparat penegak hukum mengenai cara dan metode memenuhi
aksesibilitas penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, disabilitas, kesetaraan hukum, putusan peradilan
*
Dosen Jurusan Syari’ah STAIN Kediri
ISSN: 1829-9571
94 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
I. PENDAHULUAN serta menjadi anggota masyarakat secara
Negara Indonesia yang berdasarkan aktif.1
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Istilah penyandang disabilitas (persons
Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati with disabilities) resmi mulai digunakan di
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Indonesia sejak ratifikasi Convention on the
manusia. Hak Asasi Manusia sebagai hak Rights of Persons with Disabilities (CRPD)
dasar yang secara kodrati melekat pada diri pada November 2011 melalui UU Nomor 19
manusia, bersifat universal dan langgeng, Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi
juga dilindungi, dihormati, dan dipertahankan Hak Penyandang Disabilitas. Terjemahan
oleh Negara Republik Indonesia, sehingga yang dipakai resmi dalam ratifikasi konvensi
perlindungan dan pemajuan Hak Asasi adalah penyandang disabilitas. Konvensi
Manusia terhadap kelompok rentan khususnya mendefinisikan persons with disabilities
penyandang disabilitas perlu ditingkatkan. sebagai mereka yang memiliki kerusakan
Penyandang disabilitas merupakan istilah fisik, mental, intelektual, atau sensorik
pengganti dari penyandang cacat yang sejak jangka panjang yang dalam interaksinya
dulu banyak digunakan. Pada tanggal 13 dengan berbagai hambatan dapat merintangi
Desember 2006 Majelis Umum Perserikatan partisipasi mereka dalam masyarakat secara
Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Resolusi penuh dan efektif berdasarkan pada asas
Nomor A/61/106 mengenai Convention on the kesetaraan.2 Definisi ini menempatkan
Rights of Persons with Disabilities (Konvensi disabilitas (ketidakmampuan atau hambatan
tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas). aktivitas) sebagai hasil dari interaksi antara
Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang keterbatasan fungsi fisik/mental dengan
disabilitas dan menyatakan akan diambil faktor lingkungan, respon sosial, serta faktor
langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan yang lebih luas yang mendukung hambatan
konvensi ini. Pemerintah Indonesia telah atas ketidakmampuan tersebut.
menandatangani Convention on the Rights of Disabilitas merupakan kata lain yang
Persons with Disabilities (Konvensi tentang merujuk pada penyandang cacat. Bagi
Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal masyarakat awam, kata disabilitas mungkin
30 Maret 2007 di New York. Penandatanganan terkesan kurang familiar karena mereka
tersebut menunjukkan kesungguhan Negara umumnya lebih mudah menggunakan istilah
Indonesia untuk menghormati, melindungi, penyandang cacat. Sebagaimana disebutkan
memenuhi dan memajukan hak-hak dalam pokok-pokok isi Convention on the Rights
penyandang disabilitas, yang pada akhirnya of Persons with Disabilities (CRPD) yang telah
diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan diratifikasi melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
para penyandang disabilitas. Convention Adapun yang disebut penyandang disabilitas
on the Rights of Persons with Disabilities adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,
(CRPD) merupakan wujud puncak perubahan mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka
paradigma gerakan disabilitas dari cara waktu lama yang dapat berinteraksi dengan
pandang lama yang melihat penyandang lingkungan dan sikap masyarakatnya, dapat
disabilitas sebagai “obyek” amal, pengobatan menemui hambatan yang menyulitkan untuk
dan perlindungan sosial kepada cara pandang berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
baru yang melihat penyandang disabilitas
sebagai “subyek” yang memiliki hak, yang http://www.jimlyscho o l.co m/read/news/3 2 8 /
1
mendorong-implementasi-ranham-pemenuhan-hak-
mampu mengklaim hak-haknya, dan mampu penyandang-disabilitas/, diakses 9 April 2015.
membuat keputusan untuk kehidupan mereka 2
YLBHI, Yayasan Obor Indonesia dan AusAID, Panduan
secara merdeka berdasarkan kesadaran sendiri Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2014), hlm. 253.
ISSN: 1829-9571
96 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
penanganan kasus pidana terhadap disabilitas. Negeri (PN) Sukoharjo “dimenangkan” oleh
Salah satu kasus di daerah Sukoharjo dalam korban dengan ditetapkannya Putusan Nomor
Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH/2013 tentang 28/Pid.B/PN.SKH/2013 dengan vonis 8 tahun 6
tindak pidana menyerang kehormatan susila, bulan. Memperoleh putusan ini, pelaku telah
menjadi salah satu acuan untuk mengetahui mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa
sejauhmana perlindungan kaum disabilitas Tengah, dan dalam Pengadilan Tinggi tersebut,
berhadapan dengan hukum. Putusan Nomor 244/Pid 2013/P.T.Smg yang
Perlakuan yang sama di hadapan hukum ditetapkan justru menguatkan Putusan PN
berarti bahwa setiap warga negara tak terkecuali Sukoharjo.
penyandang disabilitas, harus diberikan Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
kesempatan yang sama untuk menggunakan penelitian ini membatasi diri pada masalah
hak-haknya yang telah ditentukan oleh undang- Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo
undang. Hak-hak ini meliputi hak untuk dalam Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH/2013
memperoleh penerjemah, hak untuk didengar seperti disinggung di atas serta implikasi
dan dicatat segala keterangannya di tiap-tiap hukum yang ditimbulkannya. Berikutnya
tahap peradilan pidana, hak untuk disidik oleh upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk
penyidik yang memiliki kemampuan memahami merealisir pemenuhan hak atas persamaan
bahasa isyarat dan hak atas peradilan yang jujur di muka hukum (equality before the law) bagi
dan tidak memihak. penyandang disabilitas. Tulisan ini diharapkan
Ketika seseorang berhadapan dengan proses mampu menguraikan hambatan, tantangan
hukum, dalam hal ini proses hukum pidana, dan harapan penegakan HAM bagi penyandang
maka harus ada jaminan bahwa semua proses disabilitas di depan hukum.
dilakukan sesuai dengan hukum acara yang
benar. Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH/2013 II. METODE PENELITIAN
adalah salah satu hasil dari proses hukum di Jenis penelitian yang digunakan dalam
pengadilan. Putusan ini berangkat dari kasus penelitian ini adalah jenis penelitian pustaka
adanya tindak pidana perkosaan dengan korban (Library Research), yaitu suatu metode yang
seorang penyandang disabilitas. Verlianti digunakan dengan cara mempelajari buku-
Ika Mardani adalah penyandang disabilitas buku literatur, aturan perundang-undangan,
rungu wicara, siswi kelas 2 Sekolah Menengah putusan pengadilan dan yurisprudensi. Di
Umum (SMU) Luar Biasa (LB) di Sekolah Luar samping itu juga penulusuran melalui majalah
Biasa (SLB) Sukoharjo. Umurnya 22 tahun, dan surat kabar yang berkaitan dengan materi
tetapi berdasarkan pemeriksaan mental dan pokok penelitian. Penelitian ini merupakan
psikologis yang dilakukan di Rumah Sakit penelitian hukum normatif (legal research).
Jiwa (RSJ) Surakarta, kondisi mentalnya setara Penelitian ini menggunakan beberapa
dengan anak berusia 9 tahun 2 bulan. Verlianti pendekatan masalah, berupa pendekatan
Ika Mardani menjadi korban kekerasan seksual, perundang-undangan (statute approach) dan
pencabulan dan pemerkosaan oleh Oktober pendekatan kasus (case approach).5 Spesifikasi
Budiawan, S.Pd., Guru yang mengajar bidang dalam penelitian ini adalah penemuan hukum
studi kesenian dan komputer di sekolahnya. In Concreto dengan sumber bahan hukum
Pelaku juga menunjukkan video porno melalui berupa bahan hukum primer, sekunder dan
telepon genggam kepada korban.4 tersier.
Proses peradilan atas kasus ini berjalan Bahan hukum yang digunakan dalam
hampir 1 tahun, akhirnya sidang di Pengadilan penelitian ini meliputi bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum
4
Lihat: http://www.solider.or.id/2013/12/17/putusan-
nomor-28pidbpnskh-pengadilan-negeri-sukoharjo, diakses 10
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
5
April 2015.
Hukum, (Mataram: Rajawali Pers, 2003), hlm. 163.
ISSN: 1829-9571
98 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
Bahwa pada sekitar bulan Juli 2012 terdakwa SUBSIDIAIR:
OKTOBER BUDIAWAN, SPd Bin MULYANA Bahwa ia terdakwa OKTOBER BUDIAWAN , SPd
pernah menunjukkan adegan video porno dari Bin MULYANA
Hpnya kepada Saksi VERLIANTI IKA MARDANI
pada waktu dan tempat sebagaiaman tersebut
Binti WINAR MARDANI; ---------------------------
dalam Dakwaan Primair, dengan kekerasan
--------------------------
atau ancaman kekerasan memaksa seorang
Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
sesuai Visum Et Repertum Nomor: perbuatan cabul.
849/PW/RM/ XI/2012 tanggal 13/11/2012 Atas perbuatan terdakwa tersebut
yang dibuat dan ditanda - tangani oleh dr. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo
HENDRATNO TRIWIBOWO, SP.OG, dokter memberikan putusan pidana penjara 8 Tahun
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam 6 bulan penjara. Terhadap putusan ini, pihak
pemeriksan terhadap Saksi korban:
terdakwa tidak terima dan mengajukan
Nama: VERLIANTI IKA MARDANI banding ke Pengadilan Tinggi Semarang.
umur: 22 tahun Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Semarang setelah memeriksa dan meneliti
Alamat: Dagangsn Rt. 04/09 Trangsan Gatak
serta mencermati dengan seksama berkas
Sukoharjo
perkara, salinan putusan Pengadilan Negeri
pada tanggal 10 Nopember 2012 dengan hasil Sukoharjo Nomor: 28/Pid.B/2013/PN.Skh.
pemeriksaan pada Regoi Genital: tanggal 27 Juni 2013 dan Memori banding
Bibir Vagina tak ada luka / memar; yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa
Rectal Toucher : Hymen/ selaput dara tampak ternyata tidak terdapat hal-hal baru yang
ada bekas luka lama pada jam 3 dan jam 6 ; perlu dipertimbangkan. Oleh karena hanya
merupakan pengulangan dari tuntutannya,
Tak tampak darah atau cairan / keputihan.
yang kesemuanya telah dipertimbangkan
dengan kesimpulan - Hymen / selaput dara dengan seksama oleh Majelis Hakim tingkat
tidak utuh lagi (sudah robek), pertama tersebut dalam putusannya, oleh
dan selanjutnya berdasarkan keterangan dr. karenanya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
HENDRATNO TRIWIBOWO, SP.OG menyatakan sependapat dengan alasan pertimbangan
yang dimaksud Regoi Genital adalah tersebut dan sudah tepat dan benar, kecuali
daerah kelamin, dan penyebab robeknya mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan
selaput dara Saksi VERLIANTI kepada terdakwa yang harus diperbaiki dengan
alasan sebagai berikut:
IKA MARDANI yaitu adanya luka lama pada
a. Untuk perbuatan terdakwa membuat resah
jam 3 dan jam 6 tersebut
masyarakat serta trauma bagi si korban;
disebabkan karena kemasukan benda tumpul. b. Membuat efek jera bagi terdakwa supaya
Bahwa antara terdakwa OKTOBER BUDIAWAN , tidak mengulangi lagi perbuatannya;
SPd Bin MULYANA c. Bahwa terdakwa sebagai seorang guru
dengan Saksi VERLIANTI IKA MARDANI Binti seharusnya melindungi korban, yang
WINAR MARDANI tidak ada ikatan perkawinan.; dalam keadaan tuna rungu.
------------------------------------------ Berdasarkan pertimbangan di atas, maka
Bahwa perbuatan terdakwa OKTOBER Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang
BUDIAWAN, SPd Bin MULYANA tersebut memberikan putusan pidana 10 tahun penjara.
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Putusan ini dianggap dapat memberikan
Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana keadilan pada korban mengingat korban adalah
(KUHP); ------------------- penyandang disabilitas. Sementara terdakwa
adalah guru korban yang seharusnya mampu
ISSN: 1829-9571
100 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
yang sama guna mencapai persamaan dan karena korban termasuk keluarga dekatnya
keadilan.” Tindakan khusus seperti ini harus memiliki pemulihan yang efektif.
dimungkinkan persis untuk menjamin adanya Restitusi menekankan pemulihan korban
persamaan/keadilan. dari situasi sebelum haknya dilanggar.
Akses atas keadilan bagaimanapun juga Kompensasi merupakan reparasi terhadap
menyangkut hak-hak korban pelanggaran luka-luka fisik dan mental, termasuk reparasi
HAM, yang mencakup:7 atas kesempatan yang hilang, reparasi atas
1. Hak untuk mengetahui (kebenaran); pencemaran nama baik (atau dalam bentuk
2. Hak atas keadilan; dan pemulihan nama baik). Sedangkan rehabilitasi
3. Reparasi yang dibedakan menjadi hak atas mengambil bentuk pelayanan kesehatan
restitusi, kompensasi, rehabilitasi dan psikologis maupun psikiatris.
kepuasan (satisfaction). Dalam proses penyelesaian perkara,
Terkait dengan hak penyandang disabilitas, korban seharusnya mendapat hak-hak sebagai
negara harus mengambil langkah-langkah berikut; hak untuk mendapatkan pendamping
efektif guna memberi pemulihan atas hak yang hukum, hak untuk mendapatkan penerjemah,
telah dilanggar (remedy) pada korban. Hal itu hak untuk mendapatkan ahli, hak bebas dari
menurut berbagai lembaga Hak Asasi Manusia pertanyaan menjerat dan merendahkan,
internasional bisa dilakukan negara dalam hak untuk diperiksa penyidik, jaksa dan
bentuk pemberian kompensasi, investigasi hakim yang faham penyandang disabilitas,
pelanggaran yang dilakukan, tindakan- hak untuk mendapatkan informasi tentang
tindakan yang dapat mencegah berulangnya perkembangan kasus, hak untuk mendapatkan
kembali pelanggaran, menghadirkan pelaku di informasi tentang putusan pengadilan. Akan
hadapan pengadilan dan lain sebagainya. tetapi ada beberapa hak yang tidak didapatkan
Hak korban untuk mengetahui, mencakup; oleh korban, seperti hak untuk mendapatkan
hak atas kebenaran (truth) dari individu pendamping hukum, hak untuk mendapatkan
maupun masyarakat secara kolektif. Hal yang penerjemah dan hak untuk mendapatkan ahli.
bisa dilakukan adalah membentuk komisi Di Indonesia pada tahun 2011 lalu, tercatat
penyelidikan di luar proses pengadilan dan 4.845 kasus pemerkosaan yang dialami oleh
memelihara arsip-arsip berkenaan dengan para penyandang disabilitas dan di Yogyakarta
pelanggaran Hak Asasi Manusia, termasuk sendiri terdapat 43 kasus korban perkosaan
di dalamnya menemukan faktor-faktor yang dan 39 kasus pelecehan seksual.8 Menurut
menyebabkan pelanggaran hak ekonomi dan hasil sensus SIGAB, ada 8 kasus pemerkosaan
sosial. Gagasan hak atas kebenaran adalah terhadap penyandang disabilitas pada tahun
juga untuk mencegah terulangnya kembali 2014 dan ada 30 kasus terkait dengan trafficking
pelanggaran yang sama. disabilitas.9 Di samping kasus tersebut di
Hak atas keadilan, mencakup; hak atas atas, masih banyak kasus kekerasan seksual,
pemulihan yang adil dan efektif (termasuk bahkan pemerkosaan yang tidak diproses
menghadirkan pelaku pelanggaran di hadapan secara hukum dengan alasan lemahnya
meja pengadilan), dan kewajiban negara untuk bukti, minimnya aksesibilitas hukum bagi
melakukan investigasi, mengadili pelaku dan penyandang disabilitas, bahkan mereka
menghukum pelaku (jika terbukti bersalah). dianggap tidak mampu memberikan kesaksian
Proses ini juga membuka kemungkinan dalam proses peradilan.
tuntutan perdata. 8
http://www.jogjainfo.net/212/02/seribu-tangkai-
Hak atas reparasi, meliputi; hak individu bunga-anti-perkosaan.html?m=1, diakses pada tanggal 10
atas restitusi, kompensasi dan rehabilitasi September 2015.
9
http://www.jpn.com/read/2013/04/28/169325/
7
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum …, hlm. 371. Hukum-dan-Keadilan-Difabel-minim-diakses tanggal 11
September 2015.
ISSN: 1829-9571
102 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
partisipan langsung maupun tidak langsung, 6. Perspektif disabilitas di aparat penegak
termasuk sebagai saksi dalam semua hukum belum ada,
persidangan, termasuk dalam penyidikan dan 7. Aksesibilitas fisik dan non-fisik di Polres,
tahap-tahap awal lainnya. Selain itu, dalam Kejaksaan maupun Pengadilan Negeri
rangka mendorong terjaminnya akses efektif tidak ada.
terhadap keadilan bagi penyandang disabilitas, Hambatan-hambatan ini juga terjadi
negara pihak harus meningkatkan pelatihan di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Berbagai
yang sesuai bagi mereka yang bekerja di bidang kendala/hambatan di atas secara perlahan
penyelenggaraan hukum, termasuk polisi dan harus dicari solusinya. Dengan demikian,
sipir penjara. proses pendampingan kepada penyandang
Terkait dengan proses pendampingan bagi disabilitas ketika berhadapan dengan hukum
penyandang disabilitas ketika berhadapan menjadi semakin maksimal. Upaya perwujudan
dengan hukum, terdapat beberapa kendala hak atas kesamaan di hadapan hukum
dan permasalahan yang ditemui di antaranya akan semakin meningkat, seiring dengan
adalah;11 meningkatnya kepedulian dari berbagai pihak
1. Belum ada peraturan per-Undang-Udang- kepada para penyandang disabilitas.
an yang mengatur tentang hukum dan Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH,
keadilan yang mempunyai perspektif menyatakan bahwa terdakwa divonis dengan
jender dan disabilitas, 8 tahun 6 bulan penjara. Putusan tersebut
2. Belum ada SOP/mekanisme penanganan bisa dijadikan yurisprudensi bagi hakim
perempuan atau anak perempuan dengan lainnya dalam memeriksa perkara yang serupa
disabilitas korban kekerasan, agar tidak terjadi disparitas pidana. Dengan
3. Belum ada kebijakan yang menyediakan demikian, sudah seharusnya Pengadilan
saksi ahli, penerjemah, visum kejiwaan, Negeri Sukoharjo dan lembaga peradilan lain
pemeriksaan terkait disabilitas, contoh yang menangani kasus hukum penyandang
telinga, hidung dan tenggorokan bagi disabilitas mengadakan kegiatan-kegiatan
perempuan atau anak perempuan dalam upaya pemenuhan hak atas peradilan
dengan disabilitas rungu/ wicara korban yang fair bagi penyandang disabilitas di
kekerasan, Indonesia. Peningkatan kapasitas aparat
4. Negara tidak menyediakan referensi penegak hukum bisa dimulai dari pengenalan
dan referral system terkait saksi ahli yang konsep disabilitas, hak-hak penyandang
dibutuhkan, yaitu ahli tentang disabilitas disabilitas, dan pelatihan dalam peningkatan
dari berbagai jenis disabilitas, psikiatri dan skill tentang cara dan metode memenuhi
atau piskolog yang memahami dan mampu aksesibilitas penyandang disabilitas. Berbagai
berkomunikasi dengan difabel, upaya-upaya pemenuhan hak atas persamaan
5. Di tingkat hakim dan jaksa terbangun di muka hukum bagi penyandang disabilitas
kesadaran penerapan Undang-Undang harus terus dilakukan. Negara harus hadir
perlindungan anak bagi difabel mental dalam pemenuhan kesetaraan pengakuan di
intelektual dengan alasan bahwa usia hadapan hukum bagi penyandang disabilitas.
mental korban sangat berbeda dengan usia Mengingat penyandang disabilitas merupakan
kalender, tetapi kebijakan hukum terkait subyek hukum yang setara dengan lainnya
perbedaan usia kalender dan usia mental di semua aspek kehidupan. Political will
intelektual belum ada, sehingga untuk pemerintah menjadi syarat utama untuk
mekanisme persidangan dan penerapan mewujudkan hal ini.
pasalnya menggunakan KUHP dan
mekanisme peradilan orang dewasa,
11
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum, hlm. 275.
ISSN: 1829-9571
104 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
memiliki tujuan untuk meningkatkan pihak terdekat korban seperti orang tua,
pengetahuan dan pemahaman dari kelompok saudara dan sekolah, bahwa kasus yang
sasaran kegiatan tersebut mengenai definisi menimpa korban ini adalah tindak ketidak-
dan konsep hak-hak penyandang disabilitas, adilaan yang harus dibela dan diproses
apabila ingin mendapatkan dampak yang secara hukum. Salah satu penyebab tidak
berkelanjutan. Perubahan di tingkat legislatif terungkapnya permasalahan ketidakadilan
saja (yang berhubungan dengan pembuatan dan tidak terprosesnya kasus tersebut
dan pengesahan hukum atau peraturan secara hukum adalah ketiadaan dukungan
perundang-undangan) tidak akan menuntun dari pihak-pihak terdekat;
pada peningkatan partisipasi penyandang 4. Memasuki proses pelaporan dan
disabilitas apabila tidak disertai dengan upaya penyidikan, pendamping harus selalu
untuk mendorong adanya perubahan perilaku proaktif menanyakan proses penyidikan
dan sikap bukan hanya dari pejabat atau kepada pihak kepolisian sehingga
petugas pemerintahan tapi juga masyarakat mengetahui perkembangan kasus. Hal ini
dan keluarga di mana penyandang disabilitas dilakukan untuk menghindari penghentian
tinggal. perkara secara diam-diam. Dalam beberapa
Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan kasus, para pelaku akan berupaya dengan
apabila akan melakukan pendampingan berbagai cara supaya kasus tidak berlanjut
terhadap penyandang disabilitas, di antaranya sampai tingkat pengadilan;
sebagai berikut; 15
5. Membangun jaringan dengan banyak
1. Pahami tentang peraturan per-Undang- pihak, misalnya Lembaga Swadaya
Undang-an yang berkaitan dengan Masyarakat, Organisasi Masyarakat,
penyandang disabilitas dan hak-hak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi
mereka, seperti ratifikasi Konvensi Hak Nasional Perempuan, Komisi Perlindungan
Penyandang Disabilitas serta aturannya Anak Indonesia (KPAI), Pusat Pelayanan
yang relevan, aturan-aturan hukum Terpadu Perlindungan Perempuan dan
nasional seperti Kitab Undang-Undang Anak ((P2TP2A), dan yang sangat penting
Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang- adalah organisasi penyandang disabilitas
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta pihak-pihak yang dapat memberikan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dukungan teknis, seperti sekolah yang
Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang dapat menyediakan penerjemah bahasa
Perlindungan Anak, serta aturan lain yang isyarat atau ahli terkait disabilitas jika
relevan dengan kasus; diperlukan;
2. Lakukan investigasi yang mendalam 6. Jika diperlukan, misalnya karena menemui
untuk mempelajari kasus dengan sedetail kejanggalan dalam proses penyidikan atau
mungkin, seperti mengidentifikasi saksi peradilan, disarankan untuk menulis surat
dan alat bukti yang memungkinkan, tentang hal yang terjadi kepada pimpinan
karena kronologi kasus yang lengkap akan lembaga yang melakukan kejanggalan
sangat membantu dalam setiap proses. dengan memberikan tembusan kepada
Dalam melakukan investigasi, seringkali lembaga yang lebih tinggi dan pada Komisi
pendamping akan menghadapi kesulitan masing-masing. Misalnya, surat kepada
komunikasi dengan penyandang disabilitas Kepala Kepolisian Resort (Kapolres),
tertentu seperti disabilitas rungu wicara, ditembuskan kepada Kepala Kepolisian
disabilitas netra atau disabilitas mental; Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian
3. Pada kasus di mana penyandang disabilitas Negara Republik Indonesia (Kapolri),
adalah korban, yakinkan kepada pihak- Komnas HAM, KPAI dan Komisi Kepolisian;
15
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum, hlm. 272.
ISSN: 1829-9571
106 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
Hal-hal tersebut dilakukan sebagai mengacu pada ancaman maksimal dalam
upaya untuk meningkatkan kesadaran dan Pasal 289 KUHP yang dinyatakan terbukti
peningkatan pemahaman tentang disabilitas. maka vonis yang diberikan oleh majelis
Dengan demikian, diharapkan peradilan hakim dalam perkara ini sudah sangat
yang fair bagi penyandang disabilitas bisa maksimal. Mengingat praktik peradilan di
terwujudkan dengan baik. Indonesia dengan putusan-putusan yang
sangat tidak maksimal dan cenderung
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI memberikan keringanan bagi para pelaku
Berdasarkan pembahasan dan analisis yang kekerasan seksual dan tidak memenuhi
dilakukan berkaitan dengan permasalahan rasa keadilan bagi korban yang umumnya
dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan perempuan, apalagi perempuan yang
bahwa: dimaksud adalah penyandang disabilitas.
A. Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH. Hingga Putusan Nomor 28/Pid.B/PN.SKH.
menjelaskan bahwa Kepolisian dan bisa dijadikan yurisprudensi bagi hakim
Kejaksaan masih tertatih-tatih dan lainnya dalam memeriksa perkara yang
kurang memperhatikan hak-hak serupa agar tidak terjadi disparitas pidana.
korban. Perlindungan terhadap korban Pada perkembangan selanjutnya jaksa
sebagaimana tertera pada Undang- penuntut umum atau terdakwa menolak
Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang dan mengajukan banding terhadap
Perlindungan Saksi dan Korban, masih putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo
banyak yang belum terpenuhi, selain tersebut. Namun, mengacu pada Putusan
karena keterbatasan ahli, dan juga Nomor 244/Pid 2013/P.T.Smg. justru
tidak semua jenis perlindungan dapat menguatkan putusan Pengadilan Negeri
dikontekstualisasikan pada kasus yang Sukoharjo mengenai terbuktinya terdakwa
korbannya seorang penyandang disabilitas. melakukan tindak pidana menyerang
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 kehormatan susila. Majelis hakim pada
Tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pengadilan Tinggi Semarang tidak
hak-hak penyandang disabilitas pada sependapat mengenai lamanya pidana
kenyataan di lapangan belum mengatur penjara dan memperbaiki amar putusan
secara detail, hanya secara garis besar sepanjang mengenai lamanya pidana dari
saja. Padahal semua hak-hak disabilitas penjara 8 tahun 6 bulan menjadi 10 tahun
sudah tertuang di konvensi tersebut, penjara.
namun ironisnya belum ada implementasi B. Upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk
yang nyata. Pada kasus ini korban adalah merealisir pemenuhan hak atas persamaan
penyandang disabilitas, seharusnya di muka hukum (equality before the law)
korban mendapatkan seorang ahli baik bagi penyandang disabilitas adalah melalui
psikologi maupun dokter. Namun, pada advokasi non-litigasi dan litigasi. Secara
kenyataannya yang mendorong untuk non-litigasi terdapat beberapa hal yang
dihadirkannya para ahli supaya dapat bisa dilakukan, yaitu:
diperiksa secara psikologi maupun medis, a. Mengumpulkan barang bukti-bukti dan
justru inisiatifnya dari pendamping. saksi-saksi;
Bahkan, biayapun ditanggung oleh b. Pendampingan saksi dan korban
pendamping sendiri, sedangkan kepolisian dalam proses pembuatan Berita Acara
hanya menanggung biaya visum saja. Majelis Pemeriksaan (BAP);
hakim dalam Putusan Nomor 28/Pid.B/ c. Mendokumentasikan semua berkas dan
PN.SKH. menyatakan bahwa terdakwa catatan lapangan terkait kasus;
divonis dengan 8 tahun 6 bulan penjara. Jika
ISSN: 1829-9571
108 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X
Amir Ilyas, Asas- Asas Hukum Pidana: Memahami Peraturan Perundang-undangan
Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Undang-Undang Dasar Negara Republik
Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan Indonesia Tahun 1945.
(Yogyakarta: PuKAP-Indonesia), 2012.
UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Convention on The Rights of Persons with
Penelitian Hukum (Mataram: Rajawali Pers), Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
2003. Penyandang Disabilitas).
Darmoko Yuti Witanto, Diskresi Hakim: Sebuah UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif Anak.
dalam Perkara-perkara Pidana, (Bandung:
UU Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia.
Alfabeta), 2013.
UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Majda El Muhtaj, Dimensi-dimensi HAM: Mengurai
Cacat.
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada), 2008.
Artikel, Jurnal
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan
Membantu Anak ADHD, (Bandung: PT. Refika Paulus Hadisuprapto, Metode Penelitian Hukum
Aditama), 2006. Normatif, Pendekatan, Bahan-bahan Hukum,
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum dan Analisis
Muladi (ed.), HAM: Hakikat, Konsep dan Bahan Hukum, Makalah Seminar Metode
Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Penelitian Hukum, Forum Komunikasi
Masyarakat, (Bandung: Refika Aditama), Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas
2007. Hukum Universitas Brawijaya, Mei 2008.
Noviani Arum Lestari, “Perlindungan Hukum Rahayu Repindowaty Harahap, S.H., LL.M./
Terhadap Difabel Korban Tindak Pidana Bustanuddin, S.H., LL.M., Perlindungan
Menyerang Kehormatan Susila” (Jogjakarta: Hukum, Difable/disabilitas, CRPD. Jurnal
UIN SUKA), 2015. Inovatif, Volume VIII Nomor I Januari 2015.
Risnawati Utami, Konvensi Tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas: Dalam Perspektif Website
Kebijakan Publik Di Indonesia, Kerjasama
http://www.depkumham.go.id/xdepkumham
PUSHAM UII dengan Norwegian Centere for
web/, Tugas Pokok Negara, diakses 12
Human Rights, 2012.
Agustus 2015.
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian
http://www.icrpd.net/implementation/en/
Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
toolkit/section2.htm., yang merupakan
(Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2007.
saduran dari OHCHR mengenai pembangunan
Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana 1, (Jakarta: yang berbasis Hak Asasi Manusia. http://
CV. Armico), 1990. www.unhchr.ch/development/approaches.
Tri Widya Kurniasari, Implementasi Hak Asasi html
Manusia Di Indonesia: Hak Pendidikan Dan http://www.jimlyschool.com/read/news/328/
Kesehatan Bagi Anak-Anak Penyandang mendorong-implementasi-ranham-
Cacat (Difabel), (Jakarta: Lembaga Ilmu pemenuhan-hak-penyandang-disabilitas/,
Pengetahuan Indonesia), 2011. diakses 9 April 2015.
YLBHI, Yayasan Obor Indonesia dan AusAID, h t t p : / / w w w . j p n . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 4 /
Panduan Bantuan Hukum di Indonesia 28/169325/Hukum-dan-Keadilan-Difabel-
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014). minim-diakses tanggal 11 September 2015.
ISSN: 1829-9571
110 Realita Vol. 14 No. 1 Januari 2016 | 94-110 e-ISSN: 2502-860X